Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/128

KISAH edisi 128 (22-6-2009)

Hanya Karena Kasih Karunia-Nya

____________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)_____________
                        Edisi 128, 22 Juni 2009

PENGANTAR

  Apapun yang terjadi atas hidup ini, baik itu menyenangkan maupun
  tidak menyenangkan, merupakan suatu anugerah yang harus disyukuri
  setiap orang percaya. Mengapa? Karena dalam setiap peristiwa yang
  terjadi dalam hidup ini, selalu ada pelajaran berharga yang kita
  peroleh. Selain itu, kita juga dapat melihat bahwa kita hanya
  manusia biasa yang memiliki kemampuan yang terbatas, dan melalui
  kesadaran inilah kita belajar untuk bergantung dan menyerahkan
  setiap hal dalam hidup kita kepada Dia yang Mahakuasa. Kesaksian
  berikut merupakan bukti bahwa Allah kita adalah Allah yang berkuasa,
  Allah yang berdaulat penuh atas hidup kita, dan hanya oleh anugerah-
  Nya kita bisa melalui setiap gunung persoalan dalam hidup ini dengan
  suatu keyakinan bahwa pada akhirnya semuanya akan berakhir baik.

  Pimpinan redaksi KISAH,
  Novita Yuniarti
  http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
  http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

                   HANYA KARENA KASIH KARUNIA-NYA

  Malam ini tidak ada kebaktian, jadi aku bisa bersantai. Baru saja
  aku dan anak-anak menyanyi, berdoa, dan bermaksud masuk ke kamar
  tidur, istriku berkata, "Su, air ketubannya pecah, kemungkinan anak
  kita akan segera lahir!" Waktu menunjukkan pukul 21.30 ketika aku
  mencoba untuk menghubungi dokter Kim. Bersyukur, waktu aku
  menghubungi dokter Kim, beliau bersedia membantu proses persalinan.
  Kebetulan kakak perempuanku dan suaminya tidak memunyai kesibukan
  lain, sehingga dapat menjaga Gai Song anak pertamaku.

  Sesampainya di rumah sakit, waktu menunjukkan pukul 23.00 dan suster
  sedang membantu istriku mempersiapkan diri menjelang kelahiran anak
  kedua. Aku mondar-mandir di luar tanpa tahu apa yang harus
  kuperbuat. Dalam hati aku amat gelisah dan takut, bagaimana jika
  anak yang dilahirkan itu cacat? Tiba-tiba aku mendengar seseorang
  memanggil namaku. Ternyata dokter Wu. Mungkin ia mengira bahwa
  istriku telah melahirkan, sehingga ia khusus datang untuk memeriksa
  bayi kami. Kira-kira 7 bulan lalu, kami baru sadar bahwa istriku
  belum diimunisasi Campak Jerman. Aku khawatir, jika ia terkena
  penyakit itu, maka akan membahayakan janin yang dikandungnya. Dari
  keterangan medis, jika seorang ibu sedang mengandung dan terkena
  penyakit tersebut, kemungkinan akan memengaruhi anak yang
  dikandungnya. Kemungkinan anak tersebut akan lahir dengan keadaan
  cacat (terkena penyakit jantung, otaknya terganggu, buta, bisu, dan
  tuli).

  Mengapa kami sangat memerhatikan wabah Campak Jerman ini? Ketika
  kami di Amerika, istriku sedang mengandung anak pertama yang baru
  berusia 2 minggu. Pada suatu hari, ia bermain-main dengan seorang
  anak yang kemudian baru kami ketahui bahwa anak tersebut menderita
  penyakit Campak Jerman. Kami sangat ketakutan dan tidak berani
  memikirkan apa yang akan terjadi, jika istriku tertular penyakit
  tersebut. Sebab itu aku buru-buru mengantar istriku untuk
  memeriksakan diri. Meskipun kemudian, aku tahu istriku tidak terkena
  penyakit itu, tapi hasil pemeriksaan yang memakan waktu 2 minggu,
  membuat kami melewati hari-hari dengan perasaan gelisah dan takut.
  Setelah pengalaman pahit ini, aku bermaksud setelah melahirkan,
  langsung saja diimunisasi. Tapi karena masih menyusui dan dibarengi
  dengan kesibukan lainnya, sampai mengandung anak yang kedua, maksud
  tersebut belum terlaksana.

  Campak Jerman tersebut seperti mengejar kami. Bulan Maret atau
  April, Hongkong terjangkit wabah Campak Jerman. Beberapa murid di
  mana istriku mengajar, ternyata terkena wabah tersebut. Hal ini
  sangat mengkhawatirkan kami, karena pada waktu itu istriku sedang
  mengandung 9 minggu. Menurut keterangan dokter, janin yang berusia
  di bawah umur 12 minggu sangat mudah dijangkiti wabah tersebut.
  Dalam kebingungan, istriku meminta izin cuti selama 2 minggu. Aku
  memboyong istriku ke rumah mertua, dengan pertimbangan di tempat itu
  agak sepi dan jarang ada orang berlalu-lalang, sehingga kemungkinan
  tertular oleh wabah tersebut sangat kecil. Tapi siapa sangka, seusai
  cuti, tiba-tiba sekujur tubuh istriku muncul bintik-bintik merah
  yang mengandung cairan dan suhu tubuhnya tinggi. Hasil pemeriksaan
  dokter, ternyata istriku positif terkena wabah Campak Jerman yang
  sangat berbahaya, khususnya bagi janin yang belum berusia 12 minggu.
  Berita ini bagaikan halilintar di siang bolong. Kami tidak tahu
  harus berbuat apa! Kami saling berpandangan, sambil menangis.

  Sepertinya Allah bergurau denganku. Baru minggu lalu aku bersama
  saudara seiman membahas Matius 6:24-34 tentang "mengatasi
  kecemasan". Masih segar dalam ingatan, aku berkata bahwa di antara
  yang hadir, aku yang paling tidak layak untuk membahas tema ini,
  karena dalam seminggu ini, hatiku dipenuhi oleh kekhawatiran dan
  kecemasan, tapi aku tetap percaya pada Tuhan, agar aku di dalam
  kekhawatiran dan kelemahan dapat membagi-bagikan penghiburan yang
  aku peroleh dari Tuhan kepada orang lain. Dalam kelemahan dan cemas,
  aku tetap yakin bahwa Allah itu ada. Setiap kali kami memikirkan
  kesehatan bayi yang masih di dalam kandungan, perasaan takut
  menyelimuti jiwa kami. Aku sungguh tidak berdaya untuk menghibur dan
  membantu istriku yang selalu sedih dan menangis. Kami tidak tahu apa
  yang harus kami lakukan selama 6 bulan -- hari yang cukup panjang
  dalam menunggu dan menyambut kelahiran bayi yang kesehatannya sangat
  mencemaskan. Tetapi tatkala memikirkan kesetiaan dan perjanjian yang
  tak ternilai dari Allah, maka hati kami kembali merasakan damai
  sejahtera.

  Pada suatu ketika, istriku mendapat telepon dari seseorang. Dengan
  sedih, ia mengatakan bahwa orang yang di telepon menasihatkan dan
  menganjurkan agar janin di kandungannya digugurkan saja. Dengan
  suara pilu, istriku memberi penjelasan pada orang tersebut bahwa
  orang Kristen tidak boleh takut direpotkan dengan adanya anak cacat,
  lalu membunuh dengan cara digugurkan. Dalam hati, aku mengaminkan
  apa yang dikatakan istriku. Karena kami percaya bahwa Allah akan
  mengaruniakan anak yang sehat. Jika ternyata anak yang dilahirkan
  cacat, kami pun dengan senang hati menerimanya sebagai karunia Allah
  yang baik bagi kami.

  Beberapa minggu ini, banyak orang yang menasihati dan menganjurkan
  agar kandungan tersebut digugurkan saja. Pada mulanya kami sangat
  gusar terhadap mereka, karena mereka bukan saja tidak menguatkan
  kami di hadapan Allah, melainkan mengguncang iman keyakinan kami
  terhadap kehendak Allah. Sebenarnya kami tidak boleh marah terhadap
  mereka, karena apa yang dilakukan semata-mata menyatakan perhatian
  terhadap kami. Jika dipikir, nasihat dan anjuran mereka ada benarnya
  juga. Dengan menggugurkan kandungan, kami terlepas dari perasaan
  cemas dan khawatir mendapat bayi cacat dan juga menghindari
  kemungkinan memelihara anak cacat yang pasti akan menyusahkan kami.
  Pada waktu kami berpikir demikian, aku berkata pada Tuhan, "Tuhan,
  ampunilah pemikiran kami yang tidak benar ini. Dan tolong agar kami
  yakin bahwa Allah sebagai penjaga dan pemberi akan memelihara dan
  memberi yang terbaik bagi orang yang mengasihi-Nya."

  Allah yang hidup mengetahui penderitaan kami, maka Ia menggerakkan
  teman-teman yang berada di tempat jauh, melalui surat, menghibur dan
  menguatkan kami. Di antaranya adalah dokter C.E. Koop. Ia adalah
  dokter ahli bedah yang berhasil memisahkan bayi kembar siam,
  sehingga namanya dikenal di Amerika. Dia adalah penatua di gereja
  yang sering kami kunjungi sewaktu berada di Amerika. Dalam suratnya
  ia mengatakan, "Melalui Mrs. Ie, saya mengetahui keadaan dan
  pergumulan kalian. Saya sangat bangga untuk keputusan kalian tidak
  menggugurkan kandungan. Kiranya Tuhan memberi kekuatan untuk
  mempertahankan keputusan tersebut. Perkenankan saya melalui surat
  ini, mengisahkan pengalaman kami. Menantu saya bekerja di sebuah
  laboratorium. Pada waktu ia mengandung, ia banyak bergaul dengan
  berbagai kuman, di antaranya dengan Campak Jerman. Saya
  menyuruhnya untuk segera memeriksakan diri. Sebelum mendapatkan
  hasil, saya sudah memutuskan agar janin tersebut digugurkan. Tapi
  anak saya mengatakan, `Ayah, kami tidak percaya bahwa Allah akan
  mengaruniakan anak yang cacat pada kami, tetapi jika Allah
  menghendaki demikian, kami akan menerimanya, kami akan berusaha
  memelihara anak tersebut, karena anak tersebut adalah pemberian
  Allah.` Setelah mendengar kata-kata anakku dan melihat bahwa bayi
  yang dilahirkan tidak kekurangan suatu apa pun, maka untuk
  selanjutnya sebagai seorang dokter, aku paling menentang, dengan
  alasan apa pun untuk menggugurkan kandungan. Pemikiran ini aku
  tuangkan dalam bentuk tulisan yang berjudul `The Right to Live, The
  Right to Die`."

  Lebih lanjut, ia mengatakan dalam suratnya, "Aku tidak mengharapkan
  anak yang kalian peroleh cacat, tapi aku bangga untuk keputusan
  kalian. Biarlah kita berharap dan bersandar pada-Nya. Jika kalian
  memerlukan sesuatu, hubungi aku." Surat lainnya datang dari Cheng
  Lie, salah seorang sahabat kami di Amerika. Setelah mengetahui
  keadaan kami, ia langsung melayangkan sepucuk surat dengan
  mengatakan, "Saya sangat memahami apa yang kalian alami,
  mudah-mudahan dengan surat ini, kalian mendapat penghiburan dan
  kekuatan. Pada waktu saya berusia 11 minggu di kandungan, ibuku
  terkena virus Campak Jerman, sehingga mata kiriku agak terganggu dan
  tidak dapat membedakan jarak jauh maupun dekat. Saya sangat
  berterima kasih untuk ibu yang sangat berani mengambil keputusan
  untuk mempertahankan janin yang ada di kandungannya. Saya percaya
  bahwa Tuhan pasti memelihara orang-orang yang mengasihinya."

  Dokter Kim yang membantu persalinan, segera memeriksa kesehatan bayi
  kami. Ternyata semuanya normal. Hati kami dipenuhi keharuan dan
  tanpa terasa air mata menetes keluar. Sungguh besar kasih sayang
  Allah kepada kami. Anak perempuan ini kuberi nama Charissa, yang
  berarti anugerah. Jika bukan rahmat Allah, aku tidak tahu di mana
  anak ini berada sekarang. Setiap kali anak ini berada di dalam
  pelukanku, aku sungguh merasakan kasih Allah yang demikian besar.
  Keberadaan Charissa bukan saja membuktikan kemahakuasaan-Nya, tapi
  juga kesetiaan-Nya. Dan orang yang bersandar pada-Nya, takkan
  dipermalukan. Di telinga yang kecil aku berbisik, "Charissa,
  hendaklah kamu dengan hidupmu, membalas kebaikan Allah dan jangan
  lupa akan segala rahmat pemberian-Nya."

  Kehidupan orang Kristen bukan serba lancar, melainkan penuh dengan
  pergumulan. Tetapi dalam pergumulan itu, kita belajar bagaimana
  bersandar pada Tuhan untuk melewati hari-hari kita di dunia. Setiap
  persoalan yang terjadi dalam hidup ini, membawa kita lebih mengenal
  kemahakuasaan-Nya dan mengalami rahmat dan kasih karunia Allah
  yang berlimpah-limpah.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: Jalan Tuhan Terindah
  Penulis: Pdt.Paulus Daun, M.Div., Th. M.
  Penerbit: Yayasan Daun Family, Manado 1996
  Halaman: 53 -- 60
______________________________________________________________________

  Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok
  mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk
  sehari." (Matius 6:34)
  < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Matius+6:34 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Setiap hidup kita tidak akan lepas dari permasalahan dan
     kekhawatiran. Berdoalah supaya kita dapat menyerahkan segala
     permasalahan, pergumulan, dan kekhawatiran hidup yang kita alami
     hanya kepada Tuhan kita Yesus Kristus.

  2. Banyak saudara-saudara kita yang mengalami penderitaan yang tidak
     kita ketahui. Berdoalah supaya mereka tidak lari dari kenyataan
     yang mereka alami, namun dapat menghadapi dan menyelesaikannya
     dengan baik.

  3. Bersyukurlah karena kita memunyai Allah yang penuh kasih. Dia
     lebih tahu rencana yang terbaik untuk kita. Dan ingatlah bahwa
     Dia tidak akan mempermalukan anak-anak-Nya. Dia adalah Juru
     Selamat kita.
______________________________________________________________________
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) 2009 YLSA
YLSA -- http://www.ylsa.org/
http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Pimpinan Redaksi: Novita Yuniarti
Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih
Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org