Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/103

KISAH edisi 103 (29-12-2008)

The Last Waltz

 
____________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)_____________

                        EDISI 103, 29 Desember 2008 
                        
PENGANTAR

  Tentu Anda sudah tidak asing lagi dengan perumpamaan "Anak yang 
  Hilang" yang pernah dituturkan oleh Yesus semasa pelayanan-Nya. 
  Perumpamaan itu berkisah tentang si bungsu yang pergi ke kota dan 
  berfoya-foya dengan uang ayahnya. Ketika uang itu habis, dia takut 
  kembali lagi ke rumah. Terbayang di benaknya bagaimana nanti ayahnya 
  akan memarahi dan bahkan menghukumnya akibat kelakuannya tersebut. 
  Tapi ternyata apa yang ditakutkannya selama ini tidak terjadi. 
  Ketika dia menginjakkan kakinya kembali di rumah, ayahnya merangkul 
  dan menciumnya, bahkan mengadakan sebuah pesta penyambutan yang 
  besar atas kepulangannya.

  Terkadang dalam hidup, kita melakukan dosa dan kita terlalu takut 
  untuk kembali kepada Bapa. Kita terkadang lupa bahwa ketika kita 
  berbuat dosa, Bapa sedang menangis dan menanti kepulangan kita 
  kembali pada-Nya. Semoga pada hari Natal ini kita kembali diingatkan 
  akan kasih Bapa dan pengorbanan-Nya yang sungguh besar terhadap umat 
  manusia.

  Redaksi Tamu KISAH,
  Yohanna Prita Amelia
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

                         "THE LAST WALTZ"

  Namaku Lily, kami tinggal di sebuah kota kecil di Manado. Sejak 
  muda, ibuku senang sekali menari. Untuk itu, saat pernikahannya, 
  Ayah meminta agar tarian terakhir ibu dipersembahkan untuknya. Maka 
  dari itu, lagu pertama pada saat ibu menari adalah "The Last Waltz" 
  dari Engelbert Humperdinck. Dan rupanya ini benar-benar menjadi 
  kenyataan, karena beberapa bulan kemudian pada saat melahirkan aku, 
  ibu meninggal dunia.

  Daddy -- begitulah aku memanggil Ayah, karena kasihnya kepada ibu, 
  Daddy tidak pernah mau menikah lagi. Aku dibesarkan oleh Daddy dan 
  Nenek, dan setiap malam Natal, sudah merupakan tradisi bagi Daddy 
  untuk selalu mengalunkan lagu kesayangannya, "The Last Waltz", 
  sambil mengingat ibu. Ketika aku berusia 5 tahun, Daddy mengajari 
  aku menari waltz.

  Sejak saat itu, setiap malam Natal, kami menari waltz berdua. Pada 
  hari ulang tahunku yang kedua belas, bertepatan dengan malam tahun 
  baru, Daddy memberikan hadiah kepadaku berupa "long dress" berwarna 
  merah, dan kami berdua menari waltz.

  Pada saat itu, aku benar-benar merasa seperti sang putri dalam kisah 
  Cinderella yang sedang menari dengan sang pangeran. Daddy sangat 
  mengasihiku sehingga hampir semua permohonanku selalu dikabulkan 
  olehnya, ia benar-benar mengabdikan hidupnya hanya untukku.

  Namun, setiap hari Daddy harus bekerja seharian di kantor dan ia 
  sangat sibuk, sehingga satu-satunya yang membimbing aku di rumah 
  adalah Nenek. Kurangnya perhatian Daddy membuat aku terjerumus dalam 
  pergaulan bebas, dan akhirnya mulai menggunakan dan kecanduan 
  narkoba. Hampir setiap hari aku pulang malam.

  Walaupun demikian, Daddy selalu menunggu kepulanganku dengan sabar. 
  Ia baru bisa tidur setelah aku pulang. Pada malam Natal, aku lebih 
  senang merayakannya di diskotek bersama anak-anak muda lainnya 
  daripada bersama Daddy. Karena itulah Daddy merasa sedih, bahkan 
  untuk pertama kalinya aku melihat Daddy mengeluarkan air mata.

  Karena kebutuhanku akan narkoba semakin meningkat, akhirnya aku 
  mencuri uang tabungan Daddy yang seharusnya digunakan untuk masa 
  tuanya, dan melarikan diri ke Jakarta dengan harapan aku bisa 
  mendapatkan pekerjaan dan bisa hidup mandiri di sana.

  Pada hari-hari pertamaku di Jakarta, aku menumpang di rumah Om. 
  Ternyata, mencari pekerjaan di Jakarta tidak semudah yang aku 
  bayangkan, sehingga akhirnya aku terpaksa melamar bekerja di klub 
  malam "Blue Ocean" sebagai pramuria. Kalau dulu aku menari dengan 
  Daddy, di sana aku terpaksa menari dengan pria yang sebaya dengan 
  Daddy, bahkan tak jarang, aku bersedia menemani mereka tidur di 
  hotel.

  Setelah sebulan aku berada di Jakarta, aku menerima surat dari Daddy 
  yang dialamatkan ke kosku, rupanya Daddy mengetahui alamat kosku 
  dari Om. Dalam seminggu, aku menerima tiga surat dari Daddy, bahkan 
  terkadang lebih. Tetapi, tak satu pun suratnya kubalas. Jangankan 
  kubalas, kubuka pun tidak. Aku merasa malu dan tidak berani membaca 
  surat dari Daddy. Aku merasa berdosa terhadap Daddy, bahkan aku 
  merasa jijik terhadap diriku sendiri.

  Sudah lebih dari 1 tahun aku di Jakarta. Surat-surat yang 
  kukumpulkan ada dalam beberapa dus. Semuanya kusimpan dengan rapi, 
  hanya sayangnya surat-surat itu sekadar menjadi pajangan bagiku, 
  karena aku tidak berani dan tidak mau membukanya. Aku tidak ingin 
  Daddy mengetahui bahwa gadis kesayangannya, gadis yang demikian 
  dibanggakannya, telah menjadi seorang pramuria, bahkan telah menjadi 
  pecandu berat narkoba. 

  Beberapa hari sebelum Natal, aku menerima surat lagi, ditulis dengan 
  tulisan tangan yang sama, dan bentuk sampul yang sama. Namun, kali 
  ini tidak dikirim melalui pos maupun ke alamat kosku, tetapi dikirim 
  dan dititipkan langsung ke klub malam tempat aku bekerja. Dan, 
  ketika aku menanyakan siapa yang menitipkan surat tersebut, ternyata 
  dari gambaran yang diberikan, orang yang menitipkan surat itu adalah 
  Daddy. Daddy datang sendiri ke Jakarta hanya untuk mengantarkan 
  surat untukku.

  Kali ini, aku tidak tahan ingin membukanya. Dengan air mata yang 
  berlinang, aku membaca surat itu, isinya demikian: "Lily, my dearest 
  beloved princess, Daddy sejak lama tahu di mana kamu bekerja, Daddy 
  meminta satu hal: `Maukah kamu pulang kembali ke rumah untuk menari 
  bersama Daddy?`"

  Setelah membaca surat tersebut, aku langsung pulang ke kos untuk 
  membaca ratusan surat lainnya yang belum kubuka, ternyata semua 
  surat Daddy isinya sama. Ia menanyakan hal yang sama: "Maukah Lily 
  menari lagi bersama dengan Daddy?"

  Hari itu juga aku langsung mengambil keputusan untuk pulang. Karena 
  menjelang Natal, hampir semua pesawat "fully book", terpaksa aku 
  membeli tiket dengan harga yang jauh lebih mahal, dengan harapan 
  bahwa aku bisa sampai di rumah sebelum malam Natal.

  Setibanya di rumah, Daddy langsung memelukku erat, air matanya 
  berlinang deras membasahi kepalaku. Dengan terisak-isak, Daddy 
  bertanya sekali lagi, "Maukah Lily menari lagi bersama Daddy?" Aku 
  mengangguk sambil menjawab, "Ya, tetapi apakah Daddy tahu, bahwa 
  sekarang ini Lily bukanlah princess Daddy yang dulu? Aku adalah 
  seorang pramuria yang kotor, bahkan telah mengidap penyakit AIDS, 
  apakah Daddy tidak malu menerimaku kembali, apakah Daddy tidak takut 
  ketularan penyakitku?"

  Daddy tidak berkata sepatah kata pun, ia bergerak, memutar lagu 
  kesayangannya, "The Last Waltz". Kemudian ia memelukku dengan penuh 
  kasih untuk mengajak aku menari seperti hari-hari Natal sebelumnya, 
  kali ini tidak hanya diiringi irama lagu, tetapi juga oleh tetesan 
  air mata yang berderai.

  Tanpa kuketahui, sejak aku meninggalkan Daddy, ia sering bergadang 
  menunggu dan mengharapkan kedatanganku kembali. Selain itu, karena 
  duka yang mendalam, Daddy mengidap kanker. Sekitar 2 minggu setelah 
  Natal, Daddy mengembuskan napas untuk terakhir kalinya.

  Rupanya, ia merasakan bahwa kematian telah dekat. Karena itulah, 
  dalam keadaan sakit, ia memaksakan diri pergi ke Jakarta untuk 
  mengantarkan surat kepadaku, hanya untuk mewujudkan keinginannya 
  yang terakhir, agar ia bisa mendapatkan kesempatan sekali lagi 
  menari dengan putri kesayangannya. Masih terngiang-ngiang 
  di telingaku lirik lagu kesayangannya, "The Last Waltz A little girl 
  alone and so shy/I had the last waltz with you/Two lonely people 
  together/I fell in love with you/The last waltz should last 
  forever/But the love we had was goin` strong."

  Menjelang Natal ini, banyak orang tua mengharapkan dan menunggu 
  kedatangan anak-anaknya. Bagaimana pun keadaan dan situasi kita saat 
  ini, orang tua kita menerima kita apa adanya, dengan segala 
  kelemahan dan kelebihan kita. Terlebih lagi, mereka tidak mau 
  mengingat kesalahan-kesalahan kita di masa lalu. Hanya satu yang 
  mereka inginkan, yaitu berkumpul bersama putra-putrinya di hari 
  Natal, melihat dan memeluk mereka. Berapa lama lagi kita akan 
  menyuruh mereka menunggu? Datang dan kembalilah sebelum terlambat! 
  Kalau keadaan tidak memungkinkan, teleponlah mereka sambil 
  mengatakan, "Aku mencintaimu, Ayah dan lbu. Selamat Natal."

  Renungkanlah: Apabila kita manusia yang penuh dosa bisa mengasihi 
  sedemikian rupa, betapa lebih besarnya kasih Allah, Sang Bapa, yang 
  tanpa dosa dan yang tak pernah memikirkan diri sendiri, kepada kita 
  (Matius 7:11).
  
  Ya, Bayi Suci di Betlehem,
  belailah kami dengan tangan-Mu yang mungil,
  peluklah kami dengan lengan-Mu yang kecil,
  tembuslah hati kami dengan tangis-Mu yang lembut dan manis.
  Datanglah kepada kami, tinggallah bersama kami, Ya, Tuhan, Imanuel.
  Amin.
  
  -MANG UCUP
  
  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: My Favourite Christmas
  Penulis: Mang Ucup
  Penerbit: Gloria Cyber Ministries, Yogyakarta 2006
  Halaman: 18 -- 25
______________________________________________________________________
Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, 
dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan 
bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, 
ia telah hilang dan didapat kembali." (Lukas 15:31-32)
< http://sabdaweb.sabda.org/?p=Lukas+15:31-32 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Doakan mereka yang pada hari Natal ini tidak bisa berkumpul 
     dengan keluarganya. Kiranya kasih Tuhan senantiasa menyelimuti 
     hati mereka dan menghangatkan hati yang sedang kesepian.

  2. Doakan setiap hati yang masih terhilang dan merindukan sebuah 
     kedamaian dalam hati mereka. Kiranya Tuhan boleh menjamah mereka, 
     sehingga mereka menemukan kedamaian di dalam Kristus.

  3. Doakan supaya hari Natal kembali mengingatkan setiap individu 
     akan arti Natal yang sebenarnya, di mana seorang Juru Selamat 
     boleh lahir dan setiap manusia yang percaya padanya beroleh 
     keselamatan dan hidup yang kekal.
______________________________________________________________________
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) 2008 YLSA
YLSA -- http://www.ylsa.org/
http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Redaksi Tamu: Yohanna Prita Amelia
Kontak: kisah(at)sabda.org
Berlangganan: subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org
Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org