Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/178

e-Wanita edisi 178 (19-7-2018)

Menjadi Ibu dan Pendidik

e-Wanita -- Edisi 178/Juli 2018
 
Menjadi Ibu dan Pendidik
e-Wanita -- Edisi 178/Juli 2018
 
e-Wanita

Salam dalam kasih Kristus,

Dunia kini telah memberi banyak pilihan bagi kaum wanita untuk berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan. Tidak hanya menjadi pendamping suami atau ibu rumah tangga, kaum wanita kini dapat memiliki profesi apa pun yang mereka inginkan. Langit adalah batasnya, dan emansipasi wanita sudah menjadi persoalan yang usang. Namun, ketika wanita bekerja untuk mengejar karier atau hasrat mereka, akankah rumah tangga dan pengasuhan anak dapat berjalan dengan baik? Tentu saja, jika para suami mendukung keputusan tersebut dan berkomitmen bersama untuk melakukan yang terbaik dalam kehidupan berkeluarga. Yang menjadi masalah adalah jika para wanita menganggap karier sebagai panggilan yang utama dalam kehidupan mereka di atas keluarga dan pengasuhan anak. Kita harus memahami bahwa panggilan utama seorang wanita yang menikah adalah untuk menjadi rekan sekerja Allah dalam membangun keluarga yang memuliakan Allah. Di dalamnya berarti pula mendidik dan memuridkan anak-anak bagi Kristus, baik jika Anda menjadi ibu rumah tangga purnawaktu atau ibu yang berkarier. Ketika kita memilih untuk menjalani panggilan hidup berkeluarga, keluarga adalah tanggung jawab utama yang Allah berikan. Karena itu, apa pun pilihan kita saat ini, baik menjadi ibu rumah tangga purnawaktu ataupun berkarier, mari kita bertekad untuk menjadi ibu dan istri yang memuliakan Allah, yang memberi dampak kekekalan pada apa pun yang kita kerjakan.

N. Risanti

Pemimpin Redaksi e-Wanita,
N. Risanti

 

DUNIA WANITA Apakah Lebih Baik bagi Para Ibu untuk Tinggal di Rumah?

Saya adalah seorang penulis dan eksekutif utama di sebuah biro iklan ketika saya memutuskan untuk meninggalkan profesi saya untuk tinggal di rumah dan membesarkan anak-anak saya. Saya ingin menjadi orang yang mengasuh dan mendidik anak-anak kami, dan pekerjaan saya yang sibuk tidak memberi cukup waktu untuk melakukannya dengan baik.

Di satu sisi, ketika saya meninggalkan dunia bisnis, saya tidak pernah menengok ke belakang. Saya senang berada bersama anak-anak saya, dan saya mulai menemukan penyaluran-penyaluran kreatif di dalam dan di sekitar rumah. Saya memperdalam kehidupan doa saya. Tentu ada beberapa penghargaan. Namun, di sisi lain, meninggalkan pekerjaan saya sangatlah sulit. Terus terang, saya benar-benar bergumul tentang identitas saya.

Ibu

Saya bekerja di bidang periklanan selama dua tahun sebelum berhenti dengan dua rekan untuk memulai agensi baru. Saya berusia 25 tahun pada saat itu. Pada tahun yang sama, saya menjadi seorang Kristen yang lahir baru. Sungguh suatu perjalanan yang menggairahkan! Kami bekerja selama sepuluh atau dua belas jam sehari, dan mengalami beberapa keberhasilan. Bisnis baru mengalir kepada kami. Asosiasi periklanan memperhatikan dan memuji pekerjaan kami. Kami tiba-tiba memenangkan klien-klien dari kota lain. Saya bahkan punya klien di negara lain.

Saya adalah seorang wanita yang sukses di dunia kaum pria. Saya benar-benar "meraih mimpi". Saya mengasihi Yesus dan menjadi seorang Kristen, tetapi identitas utama saya adalah "seorang profesional sukses". Pekerjaan saya adalah sumber utama penegasan dan pencapaian pribadi saya. Saya bisa menjalankan kendali, melihat hasilnya secara teratur, dan diberi imbalan untuk itu, baik dengan pengakuan maupun kompensasi.

Kurang Mencapai yang Terbaik

Beberapa tahun kemudian, saya menikahi pria yang luar biasa (yang kebetulan adalah salah satu rekan bisnis saya!), dan tidak lama kemudian, kami memiliki seorang putra. Saya mencoba bekerja paruh waktu dan (seperti yang saya tahu bahwa begitu banyak wanita juga) sering merasa tercabik dan bersalah. Saya merasa seperti saya kurang memberi yang terbaik di kedua tempat saya.

Kemudian, saya melahirkan seorang putra lagi. Saya tidak bertahan sampai seminggu dalam pekerjaan paruh waktu itu. Meski pendapatan kami berkurang, dan penganggaran ketat menjadi kenyataan, saya memutuskan untuk pulang ke rumah untuk selamanya. Selain kehilangan pendapatan itu, saya dan suami juga merasa terpanggil untuk mulai memberikan 10% dari apa yang kami dapatkan untuk gereja. Meski kami tinggal di rumah kecil dengan karpet tua dan mengorbankan banyak "hal baik", dengan anugerah Allah, kami tidak pernah lalai memberikan uang itu.

"Saya Hanya Seorang Ibu"

Saya sangat suka berada di rumah. Saya senang menjadi pengasuh utama bayi saya. Saya suka menyaksikan "pengalaman pertama mereka". Saya menyukai ikatan yang terjadi dengan anak-anak saya. Saya suka berbagi tentang Yesus dengan anak-anak kami, dan mengajar mereka untuk mengasihi Dia. Saya senang bisa mengenal beberapa ibu di lingkungan sekitar. Saya menyukai kesempatan untuk melakukan sedikit pekerjaan menjahit dan belajar memasak.

Namun, ada juga hal yang tidak saya sukai. Saya tidak menyukai bahwa tidak ada pekerjaan yang pernah selesai. Di tempat kerja, saya menyelesaikan proyek. Di rumah, saya bisa bekerja sepanjang hari, dan pada akhirnya, sama sekali tidak ada bukti bahwa saya telah melakukan sesuatu. Selalu ada lebih banyak cucian untuk dicuci, kekacauan lain di ruang tamu, makanan lain untuk disediakan, popok lain untuk diganti. Di tempat kerja, saya tahu kapan saya melakukan pekerjaan dengan baik. Di rumah, saya berjuang untuk memiliki kepercayaan terhadap kemampuan saya. Saya mencurahkan diri saya untuk anak-anak saya, tetapi perubahannya begitu bertahap sehingga saya tidak tahu apakah yang saya ajarkan kepada mereka ada yang membuahkan hasil. Apakah investasi waktu dan energi saya benar-benar membuat perbedaan?

Namun, kondisinya lebih buruk dari itu. Di rumah, sering kali kelihatannya seperti tidak ada yang memperhatikan atau memuji apa pun yang saya lakukan. Di tempat kerja, saya menjadi profesional muda yang bersinar, yang membantu orang-orang menjadi sukses dan membantu bisnis berkembang. Saya punya portofolio! Saya bergerak naik! Saya seorang yang penting! Sekarang, saya adalah wanita malang yang Anda lihat di toko bahan makanan, yang jelas tidak punya waktu untuk mandi atau memperbaiki rambutnya, mengenakan pakaian kusut, yang terlihat lelah saat menolak memberi balitanya satu lagi makanan manis.

Jika saya pergi ke suatu acara profesional bersama suami saya dan seseorang bertanya kepada saya apa yang saya kerjakan, saya meringis dan berkata, "Saya hanya seorang ibu."

Pekerjaan yang Bertahan

Aktivitas Ibu Rumah Tangga

Bertahun-tahun kemudian, saya merasa malu untuk melihat seberapa besar nilai yang saya berikan pada pencapaian dan aklamasi yang berpusat pada manusia. Saya adalah seorang Kristen yang tulus dengan hubungan yang bertumbuh dengan Yesus. Saya sedang mengajar anak-anak saya tentang Dia dengan sukacita, tetapi saya belum belajar untuk menemukan nilai dan harga saya dalam diri-Nya. Dan, saya belum mengetahui mana yang memiliki nilai kekal dan mana yang akan segera dilupakan.

Jika saya harus menunjukkan hasil kerja "spektakuler" yang saya lakukan pada hari-hari saya berbisnis, itu pasti akan terlihat benar-benar usang dan tidak relevan saat ini. Di sisi lain, ketika saya melihat anak-anak saya, Allah menunjukkan bukti dan penghargaan yang tidak ternilai harganya untuk pengorbanan dan investasi yang saya buat selama tahun-tahun pertumbuhan mereka.

Tentu saja, saya tidak mengatakan bahwa bekerja di dunia bisnis atau dalam pekerjaan apa pun itu buruk. Sama sekali bukan itu! Segala jenis pekerjaan adalah cara indah yang Allah berikan untuk orang-orang di seluruh bumi. Dan, Allah memanggil banyak wanita untuk bekerja di luar rumah -- bahkan mereka yang memiliki anak kecil.

Amsal 31 memuji wanita yang dengan sigap menyeimbangkan kepentingan-kepentingan bisnis di luar rumah sambil memberikan perawatan dan pemeliharaan kepada keluarganya. (Namun, saya akan menunjukkan bahwa bahkan untuk dia, sepertinya tidak ada banyak waktu untuk tidur!) Pekerjaan itu sendiri tidak buruk -- meskipun sebagian besar akan berlalu.

Nilai Seorang Ibu

Yang menjadi masalah bagi saya adalah ketika pekerjaan saya menjadi identitas saya, ketika pekerjaan saya adalah sumber "harga diri" saya dan membuat saya merasa lebih "penting", ketika pekerjaan saya terasa lebih layak karena hal itu lebih menarik dari hari ke hari, ketika pekerjaan saya diperlukan untuk mendapatkan penerimaan, pujian, dan aklamasi.

Allah mengatakan kepada saya bahwa Dia mengasihi saya dan memilih saya menjadi putri-Nya sebelum dunia dijadikan, entah saya bekerja di rumah atau di Wall Street (Efesus 1:3-4). Dia mengatakan bahwa meskipun saya benar-benar orang berdosa yang memberontak melawan Allah yang kudus (Roma 3:23), dengan pengorbanan Yesus, saya diampuni, dibeli, dan dibayar -- terlepas dari apakah saya seorang barista atau di rumah mengganti popok (Efesus 1:7-8; Roma 5:8; 1 Korintus 7:23). Sebagai anak Allah yang dilahirkan kembali, saya adalah pewaris bersama Kristus dari segala hal, entah saya mengawasi satu tim dengan seratus orang atau mengawasi satu sarang dengan tiga orang (Roma 8:14-17; Ibrani 1:2). Mengingat semua ini, tidak rasional bagi saya untuk mencari aklamasi di bumi untuk membuat saya merasa dihargai dan berharga.

"Janganlah mencintai dunia ini atau hal-hal yang ada di dalam dunia. Jika seseorang mencintai dunia, kasih Bapa tidak ada di dalam dia. Sebab, semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging, keinginan mata, dan kesombongan hidup tidak berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dunia ini sedang lenyap bersama dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah akan hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:15-17, AYT).

Lebih Baik Tinggal di Rumah?

Apakah lebih baik bagi para ibu untuk tinggal di rumah? Saya tidak menganggap diri memiliki jawaban pasti untuk pertanyaan itu, atau untuk mengetahui kehendak Allah bagi wanita lain. Namun, saya mendorong ibu muda untuk mempertimbangkan alasan mereka ingin bekerja di luar rumah. Jika penghasilan Anda dibutuhkan untuk menyediakan makanan di atas meja dan pakaian di lemari keluarga Anda, mungkin Anda perlu bekerja di luar rumah.

Saya patah hati untuk ibu-ibu yang akan memberikan segalanya untuk bisa tinggal di rumah bersama anak-anak mereka, tetapi berbagai keadaan membuat mereka tetap berada di tempat kerja. Jika itu Anda, ketahuilah bahwa Allah mengetahui hati Anda, bahwa Dia telah memanggil Anda kepada pekerjaan yang Dia berikan kepada Anda, dan bahwa dia akan memberkati keluarga Anda bahkan saat Anda patuh kepada-Nya dalam hal-hal yang sulit ini. Mungkin ada alasan-alasan lain yang masuk akal mengapa Allah sungguh-sungguh dan pasti memanggil Anda untuk berkorban dengan bekerja di luar rumah. Hal yang paling penting adalah untuk mencari-Nya dan patuh pada panggilan yang Dia berikan kepada Anda.

Namun, jika Anda bekerja di luar rumah terutama karena hal itu membuat Anda merasa nyaman dengan diri Anda sendiri, atau karena Anda benar-benar menikmatinya, atau karena tampaknya lebih menarik, Anda mungkin perlu berdoa mengenai apakah ini benar-benar panggilan Allah dalam hidup Anda -- atau apakah kepentingan-kepentingan yang egois sedang membimbing keputusan Anda.

Ibu

Tinggal dan Memuridkan

Selama bertahun-tahun, saya mengetahui bahwa hidup saya di rumah tidak harus membosankan. Saya mulai menghargai bahwa hal-hal yang saya lakukan sangat penting, dan melakukannya dengan baik membuat perbedaan. Allah mengatasi keangkuhan besar dalam hati saya, dan menggunakan waktu saya di rumah bersama anak-anak saya untuk mulai menumbuhkan buah Roh dalam diri saya. Yang terbaik dari semuanya itu, sepanjang tahun-tahun itu, Yesus menjadi harta terbesar saya.

Yesus menyuruh kita untuk memuridkan, dan membesarkan anak adalah peluang paling terkonsentrasi yang kita miliki untuk menaati perintah itu. Saat saya melihat kembali hidup saya sebagai ibu di rumah, saya tahu bahwa saya tidak akan pernah menyesali saat-saat yang saya habiskan untuk mengasuh, mengajar, dan bermain dengan anak-anak saya. Merupakan hak istimewa untuk memiliki peran sentral dalam mendisiplinkan anak-anak saya dalam setiap tahap perkembangan mereka. Saya sangat bersyukur bahwa Allah membuatnya menjadi mungkin bagi saya dan keluarga kami. (t/Aji)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Desiring God
Alamat situs : http://www.desiringgod.org/articles/is-it-better-for-moms-to-stay-at-home
Judul asli artikel : Is It Better for Moms to Stay at Home?
Penulis artikel : Adrien Segal
Tanggal akses : 25 Agustus 2017
 

POTRET WANITA Yokhebed

Arti Nama : Yehova itu mulia
Ayat Alkitab : Keluaran 2:1-10; Keluaran 6:20; Bilangan 26:59
Karakteristik : Beriman, Berinisiatif

Yokhebed

Kisah tentang Yokhebed dimulai dalam pasal ke-2 dari kitab Keluaran. Di sini, kita diberi tahu bahwa dia melahirkan seorang anak laki-laki bernama Musa. Kisah Para Rasul 7:20 berkata bahwa "anak [Musa] itu cantik", yang berarti dia elok di mata Allah. Dari awal kehidupannya, ibunya tahu bahwa Musa adalah seorang anak yang "baik sekali, sesuai, dan luar biasa elok". Dia juga tahu bahwa dia harus melindungi Musa dari titah raja Mesir yang bermaksud membunuh semua putra sulung dari bangsa Israel. Iman adalah karakteristiknya yang menonjol.

Telaahlah kehidupan yang dia jalani. Di Israel, para laki-laki maupun wanita bekerja keras sebagai budak orang Mesir. Yokhebed telah memiliki dua orang anak ketika Firaun menitahkan bahwa semua anak laki-laki Ibrani yang lahir harus dibunuh. Ketakutan pasti telah berusaha mencengkeram hati "keibuannya", tetapi kita diberi tahu dalam Ibrani 11:23 bahwa dia tidak menyerah kepada ketakutan tersebut. Imannya kepada Allah dan nilai anaknya bagi dirinya membuat dia tidak takut dihukum atas ketidaktaatannya terhadap titah Firaun. Sebaliknya, dia mengurus kelahiran putranya, lalu menyembunyikan dan merawatnya sendiri di rumah selama tiga bulan.

Ketika Musa sudah terlalu besar untuk disembunyikan di dalam rumah, dia menemukan suatu rencana yang cerdik. Dia membuat sebuah keranjang yang anti air, menempatkan bayi kecilnya ke dalamnya, meletakkannya di antara alang-alang di tepi sungai, dan memberikan anak perempuannya, Miryam, tanggung jawab untuk menjaganya. Kita tidak diberi tahu berapa hari dia mengirim keduanya keluar dengan doa, iman, dan keprihatinan seorang ibu sebelum Musa ditemukan oleh putri Firaun. Namun, selamanya dia akan menjadi teladan dari seorang yang memiliki iman yang supranatural yang mengalahkan ketakutan alamiahnya. Iman kepada Allah akan selalu menempatkan kita di posisi yang tidak terjangkau oleh jerat rasa takut kepada manusia!

Kita semua pernah mengalami situasi yang membuat kita cemas. Bagi banyak orang, hal itu adalah suatu peperangan sehari-hari ketika kita berusaha mencari jalan keluar atau jalan untuk menerobos ujian kita. Kita perlu belajar sebuah pelajaran penting dari Yokhebed -- kita harus belajar membuang kekhawatiran tertentu yang kita hadapi ke sungai kasih Tuhan. Dengan iman, kita perlu untuk percaya bahwa Tuhan akan membuat kita mampu untuk melalui situasi kita yang kelam. Kita perlu terus-menerus menyerahkan persoalan dan keprihatinan kita kepada Tuhan setiap hari. Kita perlu percaya kepada-Nya seperti Yokhebed. Kita dapat yakin bahwa Yokhebed tidak pergi dan mengecek keselamatan putranya setiap jam. Dia menyerahkan penjagaan anaknya kepada Allah, bersandar hanya pada pemeliharaan-Nya. Kita perlu sungguh-sungguh menyerahkan semua kekhawatiran kita kepada-Nya sampai kita melihat persoalan kita diselesaikan.

Dalam kasus Yokhebed, jawaban Allah melalui putri Firaun tampaknya merupakan solusi yang paling tidak mungkin terjadi atas persoalan tersebut. Sering kali, seperti itu jugalah yang akan terjadi atas kita! Seperti yang dilakukan-Nya kepada Yokhebed, Allah sering kali menuntut suatu reaksi iman dari kita yang mungkin tampak tidak masuk akal bagi pikiran kita. Namun, ketika menanggapinya dengan taat, Dia akan menyelesaikan berbagai rencana-Nya yang lebih besar dalam hidup kita. Dalam saat-saat yang tersulit, adalah tepat dan baik bagi kita untuk bergantung kepada semua maksud hati Allah, dan menyerahkan semua jalan kita kepada-Nya.

Yokhebed mendapat balasan yang luar biasa untuk iman dan apa yang dianggapnya kebutuhan-kebutuhan pada masa mendatang. Dalam kelanjutan kisah ini, putranya dikembalikan kepadanya, dan dia mendapat kehormatan dan hak istimewa untuk mengajar dan mendidiknya dalam jalan-jalan Allah selama bertahun-tahun. Tahun-tahun awal seorang anak itu sangat penting. Pengaruh seorang ibu terhadap hidup seorang anak sangat menentukan. Betapa jelas terlihat bahwa Yokhebed telah melakukan tugasnya dengan rajin dan tekun. Ketiga anaknya menjadi pemimpin-pemimpin besar di Israel. Bahkan, putranya, Musa, yang mewarisi iman dan keberanian ibunya, mungkin menjadi seorang pemimpin yang terbesar sepanjang masa. Kita juga harus memiliki kerinduan besar untuk karunia iman yang sama ini sehingga karunia ini bisa diberikan kepada semua anak jasmani dan rohani kita. Kita harus memiliki kerinduan untuk menjadi seorang ibu dari bangsa Israel rohani yang akan merawat dan membimbing anak-anak muda yang Tuhan percayakan kepada kita.

Download Audio
Diambil dari:
Judul buku : Wanita yang Berpengaruh dan Istimewa dalam Alkitab
Judul bab : Yokhebed
Penulis buku : Betsy Caram
Penerbit : Voice of Hope, Jakarta 2004
Halaman : 58 -- 59
 
DAPATKAN APLIKASI CERITA INJIL AUDIO (CIA) UNTUK GAWAI ANDA!

Aplikasi CIA

Nikmatilah cerita-cerita INJIL dalam CIA, sebuah aplikasi alkitabiah yang menarik, bergambar dan beraudio yang berisi kompilasi 350+ gambar/cerita-cerita/audio!

CIA adalah aplikasi android GRATIS yang dibuat untuk memudahkan kita membaca kisah-kisah dalam Alkitab, terutama untuk mengenal siapakah Tuhan Yesus Kristus. Kisah-kisah ini dilengkapi dengan ayat-ayat Alkitab, ilustrasi bergambar, dan juga dapat didengarkan secara audible. CIA diperuntukkan bagi segala umur -- dari anak sekolah minggu sampai lansia! Bagikanlah cerita-cerita INJIL ini melalui berbagai jejaring sosial yang Anda miliki agar Kabar Baik semakin tersiar kepada generasi digital abad ini.

Dapatkan aplikasi CIA (Cerita INJIL Audio) sekarang juga di Play Store dan sebarkan informasi ini kepada keluarga dan rekan-rekan Anda!

 
Anda terdaftar dengan alamat: $subst('Recip.EmailAddr').
Anda menerima publikasi ini karena Anda berlangganan publikasi e-Wanita.
wanita@sabda.org
e-Wanita
@sabdawanita
Redaksi: N. Risanti, Amidya, dan Margaretha I.
Berlangganan | Berhenti | Arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
©, 2018 -- Yayasan Lembaga SABDA
 

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org