Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/92

e-Wanita edisi 92 (20-9-2012)

Miliki Integritas

_____________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen_______________
                       TOPIK: Miliki Integritas
                        Edisi 92/September 2012

MENU SAJI
RENUNGAN WANITA: ORANG-ORANG BIASA DALAM "HALL OF FAITH"
DUNIA WANITA 1: INTEGRITAS
DUNIA WANITA 2: MENTALITAS YANG SEHAT

Shalom,

Jika Anda telah berkeluarga dan memiliki anak, maka Anda wajib
mendidik anak Anda dengan baik. Pendidikan yang benar dari orang tua
dapat membentuk anak menjadi manusia yang berintegritas dan memiliki
mentalitas yang sehat. Mengapa kedua hal tersebut perlu ditanamkan
dalam diri anak? Simaklah uraiannya dalam artikel edisi ini. Kiranya
menjadi berkat bagi Sahabat Wanita semuanya.

Pemimpin Redaksi e-Wanita,
Novita Yuniarti
< novita(at)in-christ.net >
< http://wanita.sabda.org/ >

        RENUNGAN WANITA: ORANG-ORANG BIASA DALAM "HALL OF FAITH"

"Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu aku buang dan berdoalah
untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah
kesejahteraanmu." (Yeremia 29:7)

Ayat tersebut merupakan bagian dari surat Nabi Yeremia yang dikirimkan
kepada tua-tua, imam-imam, nabi-nabi, dan seluruh rakyat Israel dalam
pembuangan di Babel. Hidup sebagai orang asing apalagi sebagai bangsa
tawanan memang berat. Perlakuan diskriminatif menjadi hal yang lumrah.
Mungkin mereka tidak lagi bebas menyembah Tuhan, harus membayar pajak
dalam jumlah besar, atau bahkan kerja paksa tanpa upah. Namun
demikian, Tuhan ingin umat-Nya (apa pun status dan kedudukannya),
berkarya bagi kesejahteraan kota di mana pun mereka berada. Istilah
populernya, Tuhan ingin ada transformasi di kota tersebut.

Tugas tersebut jelas tidak mudah. Sebelum terjadi transformasi di
kotanya, pribadi-pribadi warga kota tersebut harus mengalami
transformasi lebih dulu. Hal itu tidak mungkin terjadi tanpa
perjumpaan pribadi dengan Tuhan sehingga seluruh aspek hidupnya
diperbarui, termasuk tujuan hidupnya. Perintah Tuhan tersebut
ditujukan kepada seluruh lapisan orang Israel karena siapa pun yang
berjumpa dengan Allah, kehidupannya akan berubah dan berdampak bagi
kehidupan masyarakatnya. Perubahan (hidup) itulah yang kini lazim
dikenal dengan istilah transformasi.

"Hall of Faith"

Kalau kita melihat "Hall of Faith" (ruang para pahlawan iman) dalam
Kitab Ibrani 11 -- semacam "Hall of Fame" (ruang kemasyhuran bagi
bintang-bintang cemerlang di bidangnya), misalnya di Holywood terdapat
nama dan tanda telapak tangan mereka -- kita akan menjumpai sejumlah
nama yang memiliki latar belakang atau reputasi kurang sedap. Ada
Yakub sang penipu, Rahab si pelacur, Gideon yang penakut, atau Yefta
si perampok dan anak haram perempuan sundal. Selain itu, banyak pula
yang tidak disebutkan namanya. Mereka yang tidak disebutkan di sini
jelas bukan orang sembarangan karena banyak nabi besar pun tidak
disebutkan namanya.

Baik nabi-nabi besar, nabi-nabi kecil, maupun hanya orang-orang biasa
(ordinary people), mereka semua telah membuat perbedaan besar bagi
komunitasnya, bangsanya, bahkan dalam sejarah umat manusia. Itulah
sebabnya, mereka dipandang layak masuk ke dalam "Hall of Faith".

Menentukan Sejarah

Rahab bukanlah wanita terhormat. Selain termasuk bangsa kafir, ia juga
seorang pelacur. Namun, ketika ia bertemu dengan para pengintai
Israel, hidupnya berubah. Ia mengambil langkah iman, sehingga
menyelamatkan kedua intel Yosua, yang pada gilirannya berakibat pada
keselamatan nyawanya dan nyawa sanak keluarganya. Ia telah mengambil
bagian dalam rencana Tuhan dalam sejarah Israel. Hal yang sama juga
kita jumpai pada diri perempuan Samaria yang poliandri (memiliki
banyak suami) ketika bertemu Yesus di sumur Yakub. Kesaksiannya
membawa seluruh kota datang dan percaya kepada Tuhan Yesus (Yohanes
4:29-30,39).

Wanita lain dari bangsa asing yang kafir, yang tak kalah pentingnya
dalam sejarah karya penyelamatan ialah Rut. Menantu Naomi ini sudah
ditinggal mati suaminya. Namun, dengan setia Rut menemani mertuanya
yang telah kehilangan suami dan kedua anaknya. Dalam perjalanan pulang
ke bangsanya (Israel), berkali-kali Naomi memaksa Rut kembali ke
bangsanya. Rut bukannya tidak memiliki orang tua dan sanak keluarga
yang dikasihi di Moab. Namun kecintaannya pada Tuhan yang dikenalnya
melalui mertuanya, dan kasih serta tanggung jawabnya kepada mertua
yang tinggal sebatang kara membuatnya bersikap tegas, "... Bangsamulah
bangsaku dan Allahmulah Allahku." (Rut 1:16) Langkah iman dan
kesetiaan Rut tidak sia-sia. Namanya tercantum dalam silsilah yang
menurunkan Juru Selamat (Matius 1:5).

Pada awal sejarah gereja, Yerusalem gempar oleh pewartaan Petrus dan
Yohanes, mantan nelayan yang dikenal sebagai orang biasa yang tidak
terpelajar (Kisah Para Rasul 4:13). Begitu pula dengan Paulus. Mantan
penganiaya jemaat ini mampu "menjungkirbalikkan dunia". Mereka bukan
hanya mengalami kebangunan rohani setelah berjumpa dengan Yesus,
melainkan juga transformasi pribadi dengan sejumlah tindakan iman,
sehingga mengubah wajah dunia saat itu. Mereka adalah pribadi-pribadi
yang mengalami transformasi, sehingga berani tampil dan mengambil
risiko. Dengan tindakan iman, mereka telah turut menentukan jalannya
sejarah dunia.

Seperti halnya para pahlawan iman yang telah melakukan kehendak Allah
pada generasinya, sekarang inilah bagian kita untuk mewujudkan
transformasi dengan merespons rencana Tuhan atas hidup kita
masing-masing. Maka, bila saatnya nanti kita kembali, betapa
bahagianya menyaksikan nama kita ada dalam "Hall of Faith" di surga.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul majalah: Bahana, Edisi Mei 2005, Volume 169
Judul asli artikel: Ordinary People dalam Hall of Faith
Penulis: Indayati Oetomo
Penerbit: Yayasan ANDI, Yogyakarta 2005
Halaman: 34

                     DUNIA WANITA 1: INTEGRITAS

Ada dua kisah yang akan menolong kita untuk memahami arti dari
integritas. Kisah yang pertama adalah tentang seorang bapak yang
memunyai kebiasaan membawa anak laki-lakinya ke toko setiap pagi untuk
membeli koran. Suatu hari, tanpa sengaja si bapak mengambil dua buah
koran, walaupun ia hanya membayar harga untuk satu koran. Setelah
beberapa lama mereka berjalan, barulah ia menyadari akan hal tersebut.
Apa yang ia lakukan? Ia memutuskan untuk kembali ke toko tersebut dan
membayar sisanya. Mengapa ia tidak mengembalikan saja salah satu koran
itu? Karena ia menganggap yang dilakukannya telah merugikan orang
lain, walaupun tidak sengaja.

Suatu kali, ada pencurian di toko di mana si bapak biasa membeli
koran. Pencurian itu terjadi pada jam di mana ia biasa berbelanja di
sana. Saat polisi menceritakan dugaannya, si pemilik toko langsung
mengatakan keyakinannya bahwa pasti bukan si bapak itu yang menjadi
pencuri. Setelah polisi melakukan interogasi, memang terbukti bahwa
orang lainlah yang melakukan pencurian tersebut. Kejadian ini terekam
dalam benak sang anak. Apa akibatnya? Anak itu bertumbuh dalam nilai
yang diteladankan ayahnya. Pada akhirnya, ia menjadi hamba Tuhan yang
melayani melalui penerbitan buku saat teduh "Our Daily Bread" yang
terkenal itu. Nama anak ini adalah Henry G. Bosch.

Kisah yang lain adalah tentang seorang bapak yang memunyai anak
remaja. Anak laki-laki ini sangat mengagumi ayahnya yang adalah
seorang Yahudi yang taat kepada agamanya. Sang bapak selalu
mengajarkan agar keluarganya hidup dengan taat kepada agama Yahudi.
Suatu ketika, keluarga ini pindah ke suatu kota kecil di Jerman yang
tidak memiliki sinagoge. Satu-satunya rumah ibadah yang ada di sana
hanyalah sebuah gereja Lutheran. Gereja ini merupakan pusat kehidupan
masyarakat kota tersebut. Semua warga yang terhormat dari kota
tersebut pasti menjadi anggota gereja ini.

Suatu hari, sang bapak yang adalah penganut fanatik dari agama Yahudi
itu, mengumumkan kepada keluarganya bahwa mereka harus meninggalkan
tradisi Yahudi dan menjadi jemaat gereja Lutheran. Ketika keluarganya
yang terkejut atas keputusan dari sang bapak menanyakan alasan dari
keputusannya, ia menjelaskan bahwa keputusan tersebut akan
mendatangkan kebaikan bagi bisnisnya. Hal ini mengguncangkan
penghargaan si anak terhadap ayahnya. Ia merasa kecewa karena si ayah
dengan mudah meninggalkan keyakinan agamanya hanya demi kepentingan
bisnis. Akhirnya setelah ia dewasa, ia pergi menuntut ilmu di Inggris.
Di sana, ia menuliskan gagasannya tentang agama. Nama anak itu adalah
Karl Marx, orang yang menuliskan bahwa agama merupakan candu bagi
rakyat.

Dari kedua kisah di atas, kita dapat melihat bahwa keputusan kecil
untuk memilih atau mengabaikan integritas, dapat membawa dampak yang
sangat besar bagi kehidupan seseorang.

Makna Integritas

Apakah integritas itu? Orang menyebutnya sebagai kejujuran atau
ketulusan. Dalam bahasa Ibrani, kata ini adalah "thorm" yang memiliki
arti menyeluruh atau penuh. Bahasa Yunani dari kata ini adalah
"eirene", yang bisa diartikan sebagai damai. Dalam perspektif rohani,
integritas dapat diartikan sebagai hati yang penuh damai karena kita
bersikap tanggap terhadap teguran-teguran kecil di dalam batin kita.
Teguran-teguran yang bersumber dari firman Allah yang menghasilkan
hati yang tulus.

Integritas adalah syarat yang mutlak bagi seorang pemimpin. Tanpa
integritas kepemimpinan akan hancur. Mengapa demikian? Karena
persyaratan dari kepemimpinan yang efektif adalah bahwa ia dipercayai
oleh orang yang ia pimpin.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buletin: Restorasi, Edisi Ulang Tahun GKPB ke-14, Juni 2001
Penulis: Andreas Raharjo
Penerbit: Majelis Pusat Gereja Kristen Perjanjian Baru, Bandung
Halaman: 2

                  DUNIA WANITA 2: MENTALITAS YANG SEHAT

Mentalitas suatu bangsa sangat ditentukan oleh mentalitas individu
dalam suatu keluarga. Mentalitas yang sehat menjadi tiang penyangga
yang membuahkan kualitas hidup kita. Kalau mentalitas kita rapuh, maka
rapuh pula komunitasnya. Mentalitas berarti keadaan batin atau suasana
jiwa seseorang. Sejauh mana suasana batin seseorang; atau keadaan
batin sedang berbicara apa. Melalui wajah barangkali seseorang dapat
diduga kedalaman batinnya, apakah ia sedang merana, merasa gersang,
gundah-gulana, mengalami tekanan, atau sedang senang dan menikmati
hidupnya.

Mental Korupsi

Kita tahu bahwa bangsa kita saat ini sedang "sakit" dengan korupsi --
baik secara individu maupun kolektif. Korupsi sudah semakin marak dan
tampaknya telah membentuk "budaya korupsi". Orang merasa nyaman
sekalipun mencuri milik orang lain. Kalau kita selidiki, ada banyak
unsur yang melatarbelakangi munculnya masalah ini. Salah satu unsur
yang menonjol adalah masalah mental yang lembek -- telah merusakkan
citra diri pelaku korupsi. Sebuah tiang penyangga rumah dapat dimakan
rayap dan meruntuhkan rumah itu. Tiang itu dimakan rayap karena
serat-serat kayu lembek dan mengandung air atau mutunya jelek.
Begitulah kalau mental kita lembek, maka kita dapat dengan mudah
diserang oleh "ngengat keserakahan".

Beberapa waktu yang lalu, Mia (bukan nama sebenarnya) bertanya kepada
anaknya, "Kalau seandainya Ibu melakukan korupsi, apa pendapat kamu?"
"Saya ikut korupsi juga, Bu!" jawab sang anak. Bagai disambar petir di
siang bolong, Mia tersentak dan kaget atas jawaban itu. Anaknya yang
belia itu masih duduk di kelas V SD, namun mampu meneladani tindakan
ibunya tanpa berpikir panjang. Tetapi, itulah kenyataan yang
sebenarnya. Mengapa anak itu bisa berpikir demikian?

Beberapa saat kemudian, Mia mencoba merenungkan lebih jauh jawaban
anaknya itu. Ia menyimpulkan bahwa jawaban anaknya sangat tepat,
selain muncul dari kepolosannya. Kalau orang tua korupsi --
menyelewengkan hak orang lain, maka secara tidak langsung hasil
korupsi itu dipakai juga dalam lingkungan yang paling dekat dengannya.
Itu berarti orang-orang yang ada di dekatnya, yakni keluarganya turut
menikmati kelihaian tangan jahilnya. Anak dan suaminya pun menikmati.
Demikian juga menantu-menantunya, iparnya, mertuanya, keponakannya,
koleganya, pembantu rumah tangga, dan lain sebagainya. Karena ulah
satu orang, semua orang yang di dekatnya turut menikmati korupsi.
Bayangkan korupsi itu sebagai penyakit kanker yang menjangkiti banyak
orang dan menularkan benih-benih kepalsuan.

Mentalitas Malas

Mentalitas yang lembek telah menjadi pemicu seseorang kehilangan akal
sehat, untuk memelihara integritasnya atau melakukan sesuatu yang
mulia di hadapan manusia maupun Sang Khalik. Katakanlah seorang yang
enggan bekerja keras, memupuk mentalitas malas yang tertanam kuat
dalam dirinya. Lama kelamaan, ia tidak berdaya untuk menafkahi dirinya
sendiri dan akhirnya akan membebani orang lain.

Saat masih kecil, saya senang membantu orang tua untuk mengurus kebun
di dekat rumah kami. Di sekitar kebun kami, terdapat kebun para
tetangga. Kalau pagi atau sore hari, suasana di sekitar lahan
pertanian itu terasa hangat karena semua orang bekerja di kebun
masing-masing dan saling bercanda dari tempat kerjanya sambil
menyiangi, memupuk, dan merawat tanaman.

Namun, salah satu kebun dibiarkan terlantar setelah ditanami jagung
dan kacang-kacangan. Pemiliknya dikenal sebagai orang yang ogah-ogahan
dalam bekerja. Ia tidak bertanggung jawab atas pekerjaannya. Ia jarang
sekali terjun ke ladangnya. Ia lebih banyak menggunakan waktu di malam
hari untuk keluyuran bersama teman-temannya. Waktunya telah berlalu
dengan sia-sia. Tiba-tiba, muncul energi baru untuk mengurus kebunnya,
tetapi sudah terlambat. Ilalang telah tumbuh lebih tinggi daripada
benih yang ditanam. Semuanya sudah terlambat. Tanaman-tanamannya sudah
terhimpit, kelihatan layu, kerdil, dan tidak sehat. Ia menyesal dengan
situasi itu. Ia hanya memandangi kebun tetangga tumbuh subur dan
hijau. Sesal kemudian tiada gunanya.

Yang sebenarnya terjadi di sini adalah mentalitas pemilik kebun yang
rapuh dan rendah. Waktu untuk kerja di siang hari dipakai untuk tidur,
istirahat, dan bermalas-malasan di rumah. Sedangkan waktu yang
seharusnya digunakan untuk memulihkan tubuh setelah giat bekerja di
siang hari, malah dipakai untuk bersenang-senang dengan teman-temannya.

Kasus seorang koruptor dan petani yang menelantarkan kebun, bersumber
dari mentalitas dirinya sendiri. Kalau mentalnya sehat, seseorang akan
belajar mencukupkan diri dengan apa yang ada pada dirinya atau sesuai
dengan pendapatannya; ia juga akan tahu bahwa sesuatu itu melawan hati
nuraninya sendiri dan melanggar perintah Allah atau tidak. Mental yang
sehat akan menghindarkan diri dari berbuat korupsi. Demikian juga si
petani itu, kalau ia memelihara mental yang teguh, maka ia akan
mengelola waktu yang diberikan Tuhan dengan baik untuk bekerja pada
musim berladang.

Mentalitas yang Sehat

Menumbuhkan mental yang sehat berhubungan dengan disiplin hidup,
teladan hidup, dan belajar bertanggung jawab sejak dini. Mia sendiri
harus menunjukkan teladan kepada anak-anaknya. Ia memiliki tanggung
jawab yang besar untuk mendidik anaknya dengan nilai moral yang sehat.
Sejak kecil, ia harus belajar mencukupkan diri dengan apa yang
dimilikinya, bukan dari hasil penyelewengan. Hidup dari hasil keringat
sendiri sangat mulia di hadapan manusia dan Allah. Peranan Roh Allah
yang menguduskan diri kita, akan membentuk pula mentalitas kita
menjadi matang dan dewasa, serta membuat kita semakin memahami
kebenaran dari atas.

Mentalitas yang sehat, harus pula ditanamkan kepada seorang anak dalam
aspek-aspek yang lain, misalnya hidup bertanggung jawab dalam studi,
pekerjaan, jabatan, kehidupan, keluarga, dan di hadapan TUHAN. Jika
nilai-nilai moral yang sehat melalui teladan dan disiplin dimulai
sejak kecil dan diulang-ulang, maka hal itu akan menjadi tiang
penyangga yang menopang hidup anak dan berdampak luas pada kehidupan
sosial di tengah masyarakat.

Diambil dari:
Judul majalah: Kalam Hidup/Oktober/2005/No.714
Penulis artikel: Sos
Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung
Halaman: 42 -- 44

Kontak: < wanita(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti
Tim Editor: Davida Welni Dana, Berlian Sri Marmadi, dan
            Santi Titik Lestari
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/wanita >
Berlangganan:< subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org