Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/80

e-Wanita edisi 80 (22-3-2012)

Paskah (2)

_____________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen_______________
                          TOPIK: Paskah (2)
                         Edisi 80/Maret 2012

MENU SAJI
DUNIA WANITA: DARI RUMAH MENUJU KAKI SALIB
STOP PRESS: IKUTI KELAS DASAR-DASAR IMAN KRISTEN (DIK)
            MEI/JUNI 2012 -- PESTA

Shalom,

Masih dalam tema tentang Paskah. Edisi kali ini, menyajikan artikel
yang membahas bagaimana menjelaskan makna Paskah kepada anak. Kiranya,
artikel ini memberikan wawasan baru kepada Anda. Tuhan memberkati.

Redaksi e-Wanita,
Fitri Nurhana
< http://wanita.sabda.org/ >

             DUNIA WANITA: DARI RUMAH MENUJU KAKI SALIB

Hubungan anak dan orang tua merupakan tema yang tidak pernah putus
dari zaman ke zaman. Catatan sejarah menunjukkan bahwa, hubungan anak
dan orang tua berkaitan dengan emosi dan perasaan. Sukar menjalin
hubungan dengan anak jika hanya mengandalkan rasio. Dalam banyak
kisah, rasio orang tua kerap kali mengalah dan peran emosi mengambil
alih tindakan. Orang-orang mungkin heran melihat tindakan orang tua
terhadap perilaku anaknya yang menyimpang. Misalnya, seorang ibu yang
berusaha mati-matian menyelamatkan anaknya dari hukuman mati karena
perbuatan anaknya sendiri. Mungkin sang ayah ikhlas menyerahkan anak
itu, tetapi sang ibu berjuang mati-matian, dengan segala daya untuk
meringankan hukuman anaknya. Ia menggunakan perasaannya. Suatu
hubungan yang mungkin tidak dapat dibandingkan dengan hubungan mana
pun dalam kehidupan manusia.

Ayah dan Anak-Anaknya

Sesekali Alkitab memuat peran ibu yang begitu dominan atau beberapa
tokoh wanita yang berkeluarga maupun tidak. Tetapi pada umumnya,
Alkitab memuat kisah dari kalangan pria. Ini bukan berarti bahwa
penulis Alkitab meremehkan peran wanita. Posisi pria dianggap sebagai
kepala keluarga, menempatkannya sebagai pemeran utama dalam pemenuhan
keperluan keluarga dan masyarakat sekelilingnya. Dalam bagian
tertentu, apabila pria tidak mampu melakukan tugasnya, maka wanita
mengambil alih peran tersebut. Contohnya, Debora. Debora mengambil
alih inisiatif pertempuran melawan musuh, ketika Barak menolak
memimpin pasukan.

Alkitab mencatat, "Barak berkata kepada Debora, `Kalau engkau ikut,
saya mau pergi. Tetapi kalau tidak, saya tidak mau pergi.` Debora
menyahut, baik, saya akan ikut! Tetapi ingat, bukan kau yang nanti
mendapat kehormatan. Melalui seorang wanitalah TUHAN akan mengalahkan
Sisera." (Hakim-Hakim 4:8-9, BIS) Kenyataannya, Debora mengalahkan
musuh di medan perang dengan membunuh panglima musuh, Sisera! Contoh
lainnya adalah Hana, seorang perempuan mandul yang berdoa kepada Tuhan
agar diberi seorang anak. Doanya dikabulkan dan anaknya -- Samuel,
menjadi nabi yang terkemuka di kalangan bangsa Israel.

Imam Eli dan Samuel merupakan contoh di dalam Alkitab, di mana
perannya sebagai pria begitu lemah.

Imam Eli dan Anak-Anaknya

"Eli sudah sangat tua. Ia terus-menerus mendengar pengaduan mengenai
kelakuan anak-anaknya terhadap orang Israel ..." (1 Samuel 2:22)

Apa kesalahan anak-anaknya?

1. Anak-anak Elia jahat sekali (1 Samuel 2:12). Kejahatannya sebagai
imam yang melayani di Bait Allah ialah rakus. Daging yang harus
dipersembahkan kepada Tuhan justru dimakannya (1 Samuel 2:17).

2. Anak-anak Eli berselingkuh dengan perempuan yang datang ke Bait
Allah (1 Samuel 2:22).

Kedua dosa besar ini dilakukan oleh anak-anak Eli dari hari ke hari.
Umat Israel menjadi bosan melihat kelakuan kedua anak yang justru
bertugas di Rumah Tuhan, karena mereka datang membawa kurban
persembahan untuk memperoleh pengampunan dosa. Tetapi pelayan di
tempat itu adalah orang yang hanya memikirkan kesenangan perut dan
kepuasan seksnya belaka. Berulang-ulang umat itu mendatangi Imam Eli,
tetapi pengaduan mereka tidak digubris.

Eli menegur kedua anaknya -- Hofni dan Pinehas, namun ia tidak
melakukan tindakan apa-apa terhadap mereka, sehingga mereka bertambah
jahat. Mungkin kedua anak itu merasa bahwa ayahnya sudah terlalu tua
dan nasihat orang tua tidak perlu diperhatikan. Kedua anak itu
meremehkan orang tuanya, sehingga pada suatu ketika, ayah mereka
mendapat serangan jantung dan meninggal dunia, sedangkan Hofni dan
Pinehas mati dalam pertempuran melawan orang Filistin.

Ada beberapa isyarat yang dapat kita cermati dengan saksama dari
peristiwa kematian dalam keluarga Imam Eli -- isyarat yang perlu
dipikirkan setiap orang yang melayani di ladang Tuhan.

1. Orang yang terlalu sibuk melakukan sesuatu pekerjaan, mungkin saja
lupa kepada Tuhan, sekalipun ia melakukan kewajiban penggembalaan! Ia
sibuk mengurus berbagai kepentingan yang berhubungan dengan
kerohanian, tetapi lupa berbicara dengan Tuhan secara pribadi. Konon,
ia bangga terlibat dalam pelayanan, tetapi inti pelayanan itu lepas
dari kehidupannya.

Hal itu mungkin disebabkan usia, sehingga kepekaan semakin berkurang;
rasa kasih kepada anak-anak yang berlebih, sehingga mengalahkan
tanggung jawab yang harus dipikul dan dilaksanakan dengan jujur. Eli
lengah! Ia kurang memerhatikan kelakuan anak-anaknya. Setelah anak itu
manja dalam kehidupannya yang penuh dosa, semuanya sudah terlambat dan
kematian yang tragis menjadi hukuman baginya.

2. Mungkin umat Israel merasa Eli seorang Imam yang baik. Mereka amat
menghormati orang tua yang penuh dengan pengabdian itu. Mereka enggan
menceritakan segala kejahatan anak-anak Eli di Bait Allah, sampai pada
akhirnya mereka sendiri muak dan terpaksa harus memberitahukannya
juga. Ini memerlukan suatu keberanian. Seorang Imam Allah yang sangat
dihormati, penuh pengabdian, disegani selaku pemimpin selama 40 tahun
-- nyaris seusia satu generasi, harus ditegur karena kesalahan
anak-anaknya. Rasa pahit yang dialami umat itu terlalu lama
dibiarkan. Umat menderita dan semua harus mengalami hukuman berat,
karena mereka dikalahkan musuh di medan pertempuran dan Tabut
Perjanjian dirampas musuh. Karena ulah pemimpin bangsa (pemimpin
agama), keluarganya, dan rasa hormat bangsa itu sendiri, dosa
dibiarkan merajalela dan kematian pun menimpa mereka. Bukan hanya
keluarga itu sendiri, melainkan juga dialami oleh bangsanya!

3. Eli dianggap orang baik, yang jahat adalah anak-anaknya. Mungkin
sekali! Tetapi akibat perbuatan ini, Eli harus dihukum. Tanggung jawab
atas nasib bangsa berada di tangan Imam Eli. Eli lalai melaksanakan
kewajibannya di tengah-tengah keluarganya. Kebusukan dan kehancuran
dimulai di dalam keluarga.

Samuel dan Anak-Anaknya

Kehidupan Samuel bertaburan dengan harapan-harapan yang gemilang. Ia
lahir sebagai anak "pengabdian" dari seorang wanita yang mandul.
Kelahirannya merupakan mukjizat dari Tuhan. Setelah anak itu lahir, ia
diserahkan kepada Tuhan di bawah asuhan Imam Eli. Ia seorang penurut.
Hubungannya dengan Tuhan sangat akrab. Sejak kecil ia sering
berkomunikasi dengan Tuhan, khususnya ketika keluarga Imam Eli semakin
jauh dari Tuhan. Eli sendiri menyadari hal itu. Ia tahu bahwa Samuel
akan menjadi penerus di Bait Allah. Komentar Alkitab mengenai Samuel
sangat menarik, seperti kehidupan Yesus Kristus ketika masih
kanak-kanak. "... Samuel, anak itu, semakin besar dan semakin
disukai, baik oleh Tuhan, maupun oleh semua orang." (1 Samuel 2:26,
BIS)

Samuel memerintah sampai masa tuanya. Pemerintahannya sebagai seorang
nabi sangat memuaskan bangsanya. Tetapi, kepemimpinan seorang ayah
tidak selamanya menjadi kepemimpinan seorang anak. Samuel, ketika
sudah menjadi tua, mengangkat kedua anaknya menjadi hakim Israel
(1 Samuel 8:1-3). Kedua anak Samuel menjadi hakim yang korup. Dalam
setiap perkara mereka meminta sogok, karena keduanya mata duitan. Cara
mereka menghakimi juga tidak adil. Bangsa itu menjadi marah dan geram.
Mereka melakukan demonstrasi kepada Samuel dan meminta seorang raja
untuk memimpin mereka.

Permintaan bangsa itu menyinggung perasaan Samuel. Mungkin Samuel
beranggapan bahwa Tuhan yang mengangkatnya, mengapa mereka meminta
pemimpin yang lain, seorang raja bagi mereka? Sebagai seorang nabi
yang penuh dengan rasa tanggung jawab, ia menyampaikan permohonan
bangsa itu kepada Tuhan. Tuhan menganjurkan kepada Samuel supaya
mengabulkan permohonan mereka. Samuel tidak membela kedua anaknya yang
korup dan menjadi hakim yang tidak adil. Justru pada masa tuanya,
bangsa Israel datang kepadanya meminta seorang raja. Tuhan
memberitahukan kepada Samuel risiko yang akan ditanggung mereka,
apabila seorang raja diangkat untuk memerintah mereka. Bangsa itu siap
menerima semua risiko dari permintaan mereka.

Tiada Jaminan

Seorang ayah yang baik tidak menjamin anak menjadi baik. Samuel
mungkin saja terlalu sibuk memimpin urusan bangsa itu, sehingga ia
tidak memerhatikan perilaku anak-anaknya. Sisi seperti inilah yang
sering menjadi bagian para pelayan Tuhan masa kini. Betapa banyak
godaan yang dihadapi anak-anak sekarang ini, mulai dari pengaruh
tayangan TV sampai rayuan para penjaja kemewahan yang membuat mereka
memiliki kebiasaan konsumtif. Para pelayan ini kurang waktu untuk
mengasuh anak-anak mereka di dalam rumah. Panggilan kewajiban lebih
keras daripada penjagaan terhadap keselamatan mereka. Pengaruh buruk
begitu keras dampaknya terhadap kehidupan anak-anaknya.

Tidak ada jaminan yang mengatakan bahwa anak dan keluarga imam Tuhan,
akan menjadi keluarga yang aman dan sejahtera, bebas dari godaan
dunia. Mereka sebenarnya rentan terhadap pengaruh buruk dari
lingkunganya, malahan pengaruh buruk itu lebih membekas dalam benak
anak-anak, ketimbang pelajaran moral yang diberikan kepada mereka.
Untungnya, Samuel tidak dihukum karena perbuatan anak-anaknya. Alkitab
tidak memberitakan lebih lanjut bagaimana sikap kedua anaknya, ketika
jabatan mereka sebagai hakim bagi bangsanya dicopot oleh ayahnya
sendiri. Nyatanya, Samuel tidak mendapat hukuman atas perilaku tidak
baik dari anak-anaknya. Tampaknya kedua anak itu rela menerima sanksi
apa pun yang dijatuhkan kepada mereka.

Pengaruh Keluarga

Kisah yang dituturkan dalam 2 Raja-Raja 5:3-4 menceritakan seorang
anak gadis yang ditawan oleh pasukan asing. Ia dijadikan asisten rumah
tangga panglima Siria. Ketika majikannya diketahui mengidap penyakit
kusta yang amat menakutkan pada zaman itu, ia memberitahukan bahwa di
negerinya ada seorang nabi yang dapat menyembuhkan penyakit kustanya.
Berita ini amat mencengangkan Naaman, sang panglima. Ia lalu meminta
surat pengantar dari raja untuk raja Israel. Rupanya, ia percaya
kepada cerita anak gadis itu.

Mengapa anak gadis itu berani berkata demikian? Apakah ia tidak takut
apabila penyakit Naaman tidak dapat disembuhkan, risiko yang harus
ditanggungnya ialah kematian? Ia seorang tawanan yang dipisahkan dari
tengah-tengah keluarga. Apabila kita perhatikan dengan saksama kisah
gadis cilik ini, kita dapat menafsirkan bahwa sejak kecil, ia telah
diajar oleh orang tuanya mengenai peran seorang nabi, khususnya nabi
Elisa. Dengan pasti ia mengatakan kepada majikannya, bahwa nabi itu
dapat menyembuhkan penyakit kustanya. Naaman, majikannya, pergi ke
negeri orang Israel, dan dengan "terpaksa" ia mencelupkan dirinya ke
Sungai Yordan sesuai petunjuk yang diberikan Elisa melalui
pembantunya.

Gadis cilik ini menunjukkan keberaniannya di negeri orang. Ia memiliki
iman dan imannya itu dinyatakan kepada keluarga yang menawannya. Gadis
ini benar-benar telah menjadi saksi di tanah air orang lain. Iman yang
dimiliki gadis itu menular ke dalam diri Naaman. Setelah ia
melaksanakan perintah nabi, kulitnya menjadi bersih seperti kulit
seorang bayi! Luar biasa. Alkitab menyatakan, "Sebab, mulai sekarang
saya akan mempersembahkan kurban hanya untuk Tuhan, dan tidak untuk
ilah lain." (2 Raja-Raja 5:17b, BIS) Gadis kecil itu telah menjadi
terang di tengah-tengah kegelapan. Pemimpin bangsa itu kemudian
mengakui keunggulan Tuhan yang disembah oleh orang Israel.

Mengarahkan Anak

Tuhan mengaruniakan anak untuk dipelihara di tengah-tengah keluarga.
Mereka bertumbuh secara jasmani di bawah bimbingan orang tua. Orang
tua yang bijaksana akan berusaha mengarahkan anaknya kepada kehidupan
yang lebih baik, sesuai dengan pemahaman hidup yang diperolehnya.
Pengajaran di dalam keluarga amat penting, terutama ketika anak-anak
mulai mengenal lingkungannya; sejak masa bayi, saat anak itu mulai
menyerap pengaruh lingkungan sekitarnya.

Anak-anak bertumbuh secara rohani dan intelek pada waktu mereka
belajar "melihat" dan "menyimak". Apa yang diserap mereka pada
tahun-tahun pertama kehidupannya akan menjadi bekalnya pada tahun
berikutnya, ketika ia mulai "bercakap-cakap" dan menyatakan dirinya
secara pribadi sudah ada di tengah-tengah keluarga. Menurut Raja
Salomo, menertibkan anak adalah tanggung jawab orang tua. "Tertibkan
anakmu selama masih ada harapan; kalau tidak berarti kau menginginkan
kehancurannya." (Amsal 19:18, BIS) "Menertibkan" di sini dapat
dipahami sebagai upaya memberikan pendidikan dan pengajaran yang
benar, ketika jasmani-rohani-intelek mereka masih dalam pertumbuhan
dini.

Eli terlalu sibuk melayani umat. Ia lalai menertibkan perilaku
anak-anaknya sendiri. Ia pun menuai kehancuran. Samuel seorang tokoh
terkemuka -- nabi, pendidik, penegak hukum, tetapi ia terlalu sibuk
untuk mengurus orang lain, sementara anaknya sendiri bertumbuh di
jalan yang tidak benar di luar kehendak dan pengawasannya. Umatnya
menegur dia dan dia pun menerimanya. Hukuman yang jatuh menimpa
anaknya tidak menjadi bagian dari nasibnya. Berbeda dengan Eli yang
merasakan hukuman atas anaknya juga menimpa dirinya. Umat yang
dipimpinnya mengadu kepadanya mengenai perilaku anaknya, sementara
umat itu sendiri ingin melepaskan diri dari bimbingan Tuhan.
Akibatnya, Eli, anak-anaknya, dan umat itu sendiri mengalami nasib
malang yang sama.

Pendidikan anak-anak pada masa mudanya amat menentukan masa depan
seorang anak. Orang tua yang takut akan Tuhan, hendaknya mengarahkan
anak-anaknya kepada pengajaran yang berasal dari Tuhan. Pengajaran
yang diberikan dunia umumnya pengajaran yang bersifat duniawi,
mengarahkan pikiran anak kepada hal-hal yang bersifat duniawi.
Sedangkan pengajaran yang diberikan orang tua yang takut akan Tuhan
pengajaran yang membawa anak itu berpikir kepada tujuan yang suci,
murni, sejati, dan menuju hidup yang kekal.

Dibawa ke Kaki Salib

Mengajar anak sejak dini mengenai gaung hidup yang mendengung dari
Bukit Golgota, akan membuat ia membedakan gaung kehidupan yang fana
dari yang baka. Gaung kehidupan dari salib di Bukit Golgota itu
mendengungkan kabar keselamatan kekal bagi orang yang percaya kepada
Kristus, Sang Penebus. Adalah tanggung jawab orang tua membawa berita
kekal itu kepada anak-anaknya, agar mereka sejak kecil mampu berpikir
mengenai hidup yang lebih baik dan mengarahkan pikirannya untuk
mencapai tujuan hidup seperti itu, dan dunia bukanlah sebuah
persinggahan abadi, melainkan sebuah tangga menuju surga yang
dijanjikan Yesus Kristus dengan kematian-Nya di Bukit Golgota.

Membawa anak-anak ke kaki salib, membiarkannya berdialog dengan Yesus
Kristus yang pernah disalibkan di sana, adalah suatu kesempatan yang
amat mulia, suatu kesempatan yang tak ada taranya. Biarkan ia berada
di sana. Biarkan ia berbicara dengan Kristus melalui kehidupan
sehari-hari. Nanti suatu waktu, ia tahu jalan mana yang akan
ditempuhnya. Ia akan memilih jalan sendiri. Ia menentukan masa
depannya. Ia tahu jalan mana yang terbaik dan mengambil keputusan yang
matang. Kewajiban orang tua hanyalah membawa anak-anak ke bawah kaki
salib Yesus dan membiarkannya berbicara sendiri dengan Yesus Kristus.
Selebihnya, serahkan kepada-Nya dan Dia akan memberikan pelajaran dan
kehidupan yang terbaik kepada anak-anak itu.

Diambil dan disunting dari:
Judul majalah: Kalam Hidup, November 2003
Judul artikel: Dari Rumah Menuju Kaki Salib
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: Yayasan Kalam Hidup
Halaman: 36 -- 47

        STOP PRESS: IKUTI KELAS DASAR-DASAR IMAN KRISTEN (DIK)
                       MEI/JUNI 2012 -- PESTA

Yayasan Lembaga SABDA melalui Pendidikan Elektronik Studi Teologi Awam
< http://www.pesta.org > kembali membuka kelas Dasar-Dasar Iman
Kristen (DIK) untuk periode Mei/Juni 2012. Bagi Anda yang ingin
mempelajari pokok-pokok penting dasar iman Kristen, seperti
Penciptaan, Manusia, Dosa, Keselamatan, dan Hidup Baru dalam Kristus,
segeralah bergabung dalam kelas DIK ini.

Saat ini Anda sudah dapat mendaftarkan diri untuk menjadi peserta
baru. Batas pengumpulan tugas tertulis sebagai persyaratan untuk dapat
mengikuti kelas diskusi adalah tanggal 1 Mei 2012. Jadi, segeralah
bergabung! Daftarkan diri Anda sekarang juga ke
< kusuma(at)in-christ.net >.

Bagi Anda yang ingin membaca dan mempelajari pelajaran-pelajaran DIK,
silakan berkunjung ke: < http://pesta.sabda.org/dik_sil >

Kontak: < wanita(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti dan Fitri Nurhana
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/wanita >
Berlangganan:< subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org