Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/67 |
|
e-Wanita edisi 67 (8-9-2011)
|
|
_____________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen_______________ TOPIK: Konflik dan Perselingkuhan Edisi 67/September MENU SAJI DUNIA WANITA: KONFLIK DAN PERSELINGKUHAN POTRET WANITA: RAHAB -- WANITA DALAM ALKITAB WOMEN TO WOMEN: MENGALAMI KASIH SETIA TUHAN DI TENGAH PENDERITAAN -- SEBUAH CERITA DARI SB, PAKISTAN Shalom, Membina sebuah rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Perpaduan dua pribadi yang berbeda ini, kerap kali yang menjadi pemicu konflik yang terjadi di dalam kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu, dalam membangun sebuah rumah tangga, diperlukan komitmen yang kuat dan senantiasa meminta pimpinan Tuhan untuk menghadapi setiap persoalan yang terjadi. Dalam edisi kali ini, redaksi menyajikan artikel seputar dunia rumah tangga dan permasalahannya. Kiranya menjadi berkat bagi Sahabat Wanita sekalian. Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati. Redaksi e-Wanita, Fitri Nurhana < http://wanita.sabda.org/ > DUNIA WANITA: KONFLIK DAN PERSELINGKUHAN Konflik dan perselingkuhan merupakan masalah yang selalu menjadi sorotan dalam pernikahan, yang dapat menyebabkan hancurnya rumah tangga. Kenyataan ini tidak saja nampak dalam kehidupan pernikahan yang berusia muda, tetapi juga terjadi pada pasangan yang usia pernikahannya sudah lama. Konflik dan perselingkuhan menjadi tantangan kehidupan dalam pernikahan. Mengapa demikian? Konflik merupakan masalah yang dapat menyebabkan pertengkaran, perselisihan, atau benturan di antara kedua belah pihak. Jika konflik tidak diatasi sedini mungkin dengan disertai solusi yang baik, maka akan menimbulkan masalah yang jauh lebih buruk dari sebelumnya. Terjadinya konflik dalam rumah tangga merupakan suatu hal yang wajar, dan setiap pasangan suami istri harus memahami dan mengerti faktor penyebab dari konflik tersebut. Berikut ini adalah faktor-faktor penyebab konflik. 1. Perbedaan Latar Belakang a. Pendidikan Perbedaan tingkat pendidikan dapat memicu terjadinya konflik atau masalah dalam pernikahan. Perbedaan tingkat pendidikan, dapat menjadi masalah jika pasangan suami istri tidak memiliki pemahaman yang benar dan tujuan pernikahan berdasarkan firman Tuhan. Pernikahan bukanlah masalah tingkat pendidikan, tetapi masalah tujuan dan peranan. Mungkin seorang istri memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari suaminya atau istri memiliki penghasilan yang lebih baik dibanding suaminya, sehingga bisa terjadi sikap mendominasi atau sebaliknya suami merasa minder (lebih rendah dari istrinya). b. Status Sosial Perbedaan status sosial pada umumnya terjadi dalam pernikahan golongan tertentu. Seperti pernikahan dalam golongan keluarga kaya atau keluarga yang masih mengakui tingkat-tingkat keturunan (strata). Seorang suami mungkin berasal dari keluarga kaya dan istri dari keluarga yang tidak punya. Jika pasangan suami istri tidak menciptakan suasana yang baik dan saling mengerti, maka konflik akan timbul, sama seperti pada konflik perbedaan pendidikan. c. Kegemaran Perbedaan kegemaran pun dapat memicu terjadinya konflik dalam pernikahan, bukan saja pada pasangan muda tetapi juga sering terjadi pada pasangan yang sudah lama menikah. Kegemaran merupakan suatu kesenangan yang ada dalam kehidupan seseorang, tetapi apabila kegemaran ini tidak disertai dengan penguasaan diri dan keseimbangan, maka akan menciptakan masalah, bukan saja pada pasangan suami istri, juga pada diri orang itu sendiri. d. Adat Istiadat Adat istiadat tiap-tiap suku memiliki ciri khas tertentu, dan secara tidak langsung adat istiadat ikut membentuk pribadi setiap orang yang bertumbuh di dalamnya. Karena adanya ciri khas tertentu dari setiap suku, maka ada perbedaan dalam pola kehidupan, sehingga itu pun akan terbawa dalam kehidupan pernikahan. 2. Perbedaan Kepribadian Terjadinya konflik dalam pernikahan tidak hanya disebabkan oleh perbedaan latar belakang, tetapi juga perbedaan kepribadian dari suami istri. Membangun sebuah rumah tangga penuh dengan tantangan, termasuk tantangan yang ditimbulkan akibat perbedaan kedua belah pihak. Pada prinsipnya, dalam mencari pasangan hidup jangan mencari pasangan yang cocok karena setiap manusia diciptakan berbeda, tetapi belajarlah mencocokkan diri dengan pasangan sehingga saling melengkapi. Perbedaan pada kepribadian akan menimbulkan konflik jika prinsip saling menerima dan mengimbangi tidak diadopsi oleh suami istri. Perbedaan kepribadian adalah gaya pribadi (dominan, intim, stabil, cermat), tipe pribadi (sanguin, plegmatik, melankolik, kolerik). Pernikahan adalah perpaduan emosi dua pribadi yang saling melengkapi, meskipun keduanya berbeda dan tetap memegang teguh jati diri masing-masing. Namun, mereka adalah satu kesatuan yang pada prinsipnya tertulis dalam Kejadian 2:24, yaitu "Satu daging". Jika ada konflik dalam hubungan suami istri, hal utama yang harus dilakukan adalah mencari akar penyebab konflik itu, misalnya ketidakmampuan untuk menerima orang lain seperti apa adanya, tidak mau mengampuni, kurangnya pengorbanan bagi pihak yang lain, dsb.. Sebenarnya, ini hanya masalah egoisme yang ada pada seseorang, sehingga muncul masalah-masalah tersebut. Solusi utama bagi pasangan suami istri dalam menyelesaikan semua ini, yaitu naikkan doa syafaat bagi pasangan Anda, memuji Allah untuk apa yang akan Dia kerjakan, dan belajarlah untuk saling menerima. Jika mungkin, ajaklah pasangan Anda untuk berdoa bersama, karena jika kita sepakat meminta sesuatu maka Allah akan mengabulkannya (Matius 18:19). Pernikahan bukanlah perjalanan hidup yang mudah, apalagi bagi pasangan anak-anak Tuhan. Ini suatu perjuangan karena di tengah masyarakat kita diperhadapkan dengan berbagai tantangan dan godaan. Di mana pun kita berada, kita dituntut untuk tetap setia pada pasangan. Jika salah satu pasangan tidak menjaga kesucian hubungan, maka hal itu akan menjadi jalan masuk bagi iblis untuk terus merongrong kehidupan kita. Oleh karena itu, suami atau istri harus selalu mendoakan pasangannya (saling mendoakan). Jika pasanganmu yang menyakiti hatimu, tetaplah menampilkan sikap yang pengasih dan penyayang karena sebagai murid Yesus, kita diminta untuk menjadi serupa dengan Dia sebagai pengasih dan penyayang (Mazmur 103:8). Dalam keadaan tertentu, ada baiknya kita berdoa dan berpuasa untuk memohon pertolongan Tuhan atas konflik yang terjadi dalam pernikahan atau keluarga. Berpuasa tidak selalu bertendensi kepada "tidak makan dan tidak minum". Berpuasa bisa punya arti luas; menahan emosi; menahan untuk tidak mengeluh; menahan kelakuan untuk menang sendiri, dan lain-lain. Bila ada orang yang berpuasa bagi mereka yang terlibat masalah dan berdoa, Allah berjanji untuk memberkati puasa itu dan memperbaiki kerusakan hubungan di dalam berkeluarga (Yesaya 58:6-12). Penyelesaian konflik dalam pernikahan, bukanlah meninggalkan pernikahan atau bercerai. Hadapi masalah tersebut dan mencari akar penyebabnya. Izinkan Tuhan Yesus memerintah dalam pernikahan karena Yesus adalah satu-satunya yang dapat merobohkan tembok-tembok kekerasan yang memisahkan suami istri dengan kasih-Nya (Efesus 2:14). Menghindari Konflik dengan Hati yang Mengucap Syukur Hati yang mengucap syukur hanya dimiliki oleh orang-orang yang memahami berkat yang sudah diterima dari Tuhan. Orang yang suka mengucap syukur, jarang terlibat konflik (Ibrani 13:15). Untuk menghindari terjadinya konflik, jangan bosan mengucapkan "terima kasih" terhadap pasangan Anda untuk hal-hal kecil yang dia lakukan, seperti ketika pasangan Anda mengambilkan sesuatu untuk Anda. Ucapkan terima kasih karena terima kasih merupakan kalimat yang memberi dampak positif bagi seseorang dan dapat disebut sebagai "magic words". Ucapan terima kasih juga membuat kita merasa lebih dihargai, sehingga menimbulkan keinginan untuk melakukan lebih kepada orang yang mengucapkannya. Prinsipnya adalah jika kita ingin dihargai, maka hargailah orang lain terlebih dahulu. Jika kita ingin dihormati, maka hormatilah orang lain terlebih dahulu. Ini prinsip hidup yang paling mendasar dan berlaku mutlak bagi pasangan suami istri. Mengatasi Konflik Pernikahan Mengatasi konflik dalam pernikahan bukanlah suatu masalah yang mudah. Terlebih, jika pasangan suami istri masih dikendalikan oleh kepribadian yang egois dan tidak mau melangkah maju menuju sebuah perubahan (belajar), serta tidak berusaha memperbaiki konflik tersebut secepat mungkin. Konflik akan selesai jika pasangan suami istri mau mengadopsi prinsip saling menerima dan saling memberi, dalam arti terbuka kepada pasangan, sehingga tindak lanjut untuk mengatasi konflik dapat dilakukan seperti langkah berikut: 1. Buatlah daftar sebanyak mungkin hal-hal yang dapat kita banggakan dari pasangan kita. Tiap hari, nikmati bersama lima dari hal tersebut selama 1 minggu sampai daftar itu habis. Berikanlah kritikan yang dapat membuat pasangan Anda semakin baik, tetapi cara memberikan kritikan haruslah sesuai dengan situasi dan kondisi. Seseorang dapat menerima kritikan dengan baik, sangat bergantung pada cara menyampaikan kritikan tersebut. 2. Membina komunikasi yang baik dan sopan, serta mendiskusikan bersama hal-hal yang menjadi harapan dan impian dalam keluarganya. Mungkin dimulai dengan membicarakan hal-hal umum, seperti memilih rumah idaman, menata dekorasi rumah, merencanakan anggaran biaya sekolah anak, dan dsb.. Semakin tinggi frekuensi pasangan melakukan diskusi, akan membuat hubungan menjadi lebih akrab. Mengapa hal seperti ini begitu penting? Setiap pasangan, bahkan yang paling berbahagia sekalipun, pasti akan melewati masa-masa sulit ketika mereka menemui ketidaksepahaman dalam memecahkan sebuah masalah. Dengan demikian, akan timbul perasaan dalam diri keduanya sebagai sebuah tim yang harus mencapai cita-cita, yakni mempertahankan keutuhan pernikahan. 3. Usahakan selalu menghargai pendapat pasangan Anda. Ketika saling bertukar pikiran, jangan pernah saling menjatuhkan. Sebaliknya, jadikan ajang komunikasi tersebut sebagai sarana untuk mengekspresikan rasa setia, mempertebal komitmen, serta memperkuat cinta. Jika hal itu terlaksana dengan baik, maka tiap-tiap pihak akan merasakan keuntungan hidup berumah tangga dan ini merupakan suatu kebahagiaan tersendiri. Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul majalah: Kalam Hidup, Februari 2007 Judul artikel: Konflik dan Perselingkuhan Penulis artikel: Vic. Maidiantius, M.Th Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung 2007 Halaman: 12 -- 13 POTRET WANITA: RAHAB -- WANITA DALAM ALKITAB Yosua 2 dan 6 Rahab dan kedua mata-mata adalah tokoh utama dalam Yosua 2. Rahab adalah pelacur yang tinggal di pinggiran masyarakat secara geografis dan moral. Rumahnya terletak di atas tembok kota dan diletakkan secara strategis sebagai tempat penginapan para pengembara. Tempat ini adalah tempat utama untuk perdagangannya. Rahab telah mendengar tentang Allah Israel dan bertindak dengan iman. Dengan menyembunyikan mata-mata, dia menghadapi risiko dibunuh jika tertangkap oleh petugas-petugas yang berwenang. Akan tetapi, Rahab tahu dibutuhkan langkah iman untuk keluar dari keadaan sulitnya saat ini. Dia tidak mau ikut binasa dengan seisi Yeriko. Dia tahu bahwa jika dia tidak melakukan apa-apa, maka dia akan hancur. Tidak ada orang yang dapat melayani dua tuan. Dia membuat keputusan secara sadar untuk melangkah dengan iman akan apa yang didengarnya tentang Allah. Rahab adalah nenek moyang Yesus (Matius 1:1-6). Imannya membawanya kepada garis keturunan yang luar biasa. Dari seorang pelacur masuk dalam garis silsilah Yesus Kristus. Inilah hasil perbuatan iman. Apa pun pandangan Anda dalam kehidupan, terlepas dari tempat tinggal dan siapa Anda, suatu langkah iman yang sederhana kepada Yesus Kristus dapat membalikkan nasib Anda. "Karena iman maka Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa bersama-sama dengan orang-orang durhaka, karena ia telah menyambut pengintai-pengintai itu dengan baik." Kehidupan Rahab dapat ditemukan di Yosua 2, Yosua 6, Ibrani 11:31, Matius 1:5, Yakobus 2:25. (tUly) Diterjemahkan dari: Nama situs: The Living Word Library Alamat URL: http://www.wordlibrary.co.uk/article.php?id=168&type=bible Penulis: Tidak dicantumkan Tanggal akses: 14 April 2011 WOMEN TO WOMEN: MENGALAMI KASIH SETIA TUHAN DI TENGAH PENDERITAAN -- SEBUAH CERITA DARI SB, PAKISTAN Dinodai, diculik, dijual dalam sebuah perkawinan, bahkan diancam untuk dibunuh. Semua itu adalah sebuah mimpi buruk yang mengerikan bagi seorang perempuan. SB, seorang Kristen di Pakistan yang berusia 40 tahun, harus mengalami penderitaan tersebut sebagai konsekuensi atas iman percayanya kepada Kristus. Agustus 2010, SB bertemu dengan P dalam perjalanannya menuju ke tempat ia bekerja. P menyelidiki di mana ia bekerja dan kemudian membawanya kepada dua laki-laki di dalam mobil. Mereka menawarkan pekerjaan kepadanya dengan gaji dua kali lipat. Inilah awal dari penganiayaan yang dialami. Saat ia merasa seluruh dunia melupakannya, SB mengalami kasih setia Tuhan dengan cara yang ajaib dalam hidupnya. Ia mengalami banyak kesakitan, ia dirantai di sebuah pohon. Ia berdoa terus-menerus dan memohon pada Tuhan untuk menolongnya. Suatu saat, ketika ia mengangkat wajahnya saat berdoa, ia melihat tanda salib di langit. Hal itu sangat menenteramkan hatinya dan ia merasakan kuasa tangan Allah membebaskannya dari segala kesakitan. Para penculik memaksanya untuk kembali ke iman lamanya, ia dipaksa untuk mengucapkan doa pengakuan, namun di dalam hatinya ia tetap berdoa meminta pertolongan Yesus. Menurut kesaksian SB para penculiknya sudah empat kali berencana membunuhnya, namun selalu tidak terlaksana. Lagi-lagi SB mengalami perlindungan dan kasih setia Tuhan dalam penderitaannya. Pada tanggal 7 Maret 2011 SB dibebaskan karena kasih setia Tuhan dan kegigihan M (ayahnya) dengan meminta keadilan dari CDN -- sebuah afiliasi hak asasi manusia dari Eropa untuk hukum dan keadilan. M bersaksi pada CDN bahwa ia terus berdoa dan memohon bantuan Tuhan karena ia tidak memiliki uang untuk membayar tebusan. Bahkan, ia hanya memiliki uang 100 rupee (kurang dari U$D 2) sehari sebelum batas akhir penyerahan tebusan. SB mengatakan ada sepuluh wanita lain di tempat ia disandera. Beberapa dari mereka tangan atau kakinya dipatahkan karena mereka menolak dinikahkan secara paksa. Di sana juga ada satu wanita dari Bangladesh yang sudah kehilangan harapan untuk pulang saat usianya mencapai 60 tahun di tempat penyanderaan. Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buletin: Frontline Faith, Edisi Mei -- Juni 2011 Penulis: Tidak dicantumkan Penerbit: Yayasan Open Doors Indonesia, Jakarta 2011 Halaman: 6 "IF YOU DO NOT TELL THE TRUTH ABOUT YOURSELF YOU CANNOT TELL IT ABOUT OTHER PEOPLE" -- Virginia Woolf, 1882 -- 1941 Kontak: < wanita(at)sabda.org > Redaksi: Novita Yuniarti, Fitri Nurhana (c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/wanita > Berlangganan: < subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |