Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/61

e-Wanita edisi 61 (2-6-2011)

Aborsi 1

_____________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen_______________
                           TOPIK: Aborsi 1
                          Edisi 61/Juni 2011

MENU SAJI
DUNIA WANITA: ABORSI: MASALAH ETIS-ROHANI 1
STOP PRESS: ICW - INFORMASI PELAYANAN ELEKTRONIK KRISTEN

Shalom,

Sahabat wanita, seringkali kehidupan kita diperhadapkan dengan
masalah-masalah yang berhubungan dengan etika. Selain diatur oleh
berbagai macam etika yang ada dalam masyarakat, sebagai orang percaya
kita juga diatur oleh etika rohani yang memfokuskan kepada kebenaran
Alkitab. Etika rohani ini memberikan nilai ketaatan hidup kita
terhadap firman Tuhan. Sajian kali ini akan membahas masalah aborsi
ditinjau dari sudut pandang Kristen, yang dapat Anda simak dalam edisi
61 dan 62. Harapan kami, topik kali ini dapat memberikan kontribusi
untuk kita lebih bertanggung jawab akan anugerah kehidupan yang Tuhan
telah berikan.

Selamat menyimak, Tuhan Yesus memberkati.

Redaksi e-Wanita,
Fitri Nurhana
< http://wanita.sabda.org >

              DUNIA WANITA: ABORSI: MASALAH ETIS-ROHANI 1

Masalah aborsi merupakan persoalan kontroversial yang mesti dicermati
dengan lemah lembut dan penuh kehati-hatian. Penyajian informasi yang
tidak berimbang juga sering mengundang reaksi keras, seakan-akan semua
pelaku aborsi bayi dalam janin adalah para pembunuh berdarah dingin.

Bagi para wanita muda yang hamil di luar pernikahan, pilihan aborsi
acap kali merupakan keputusan yang diambil dengan penuh kebingungan,
ketakutan, dan keputusasaan -- jauh berbeda dengan karakter seorang
pembunuh berdarah dingin. Bagi mereka dan bagi banyak wanita lain,
aborsi merupakan suatu jalan keluar yang menyakitkan, dan memang
demikianlah seharusnya, karena ada hal-hal dalam hidup ini yang tak
akan terselesaikan melalui proses rasionalisasi yang secanggih apa
pun. Aborsi harus ditatap dengan hati nurani, bukan rasio!

Masalah Etis-Rohani, Bukan Medis

Karena praktik aborsi pada umumnya terjadi dalam suatu perawatan medis
dan mengikutsertakan tenaga medis, maka ada yang beranggapan bahwa
aborsi merupakan fenomena atau tindakan medis semata. Suatu asumsi
yang keliru karena dilandasi dasar pemikiran yang keliru. Sebagai
perbandingan, saya akan memaparkan suatu kejadian yang melibatkan
tenaga medis, namun sama sekali tidak dapat dikategorikan sebagai
tindakan medis.

Dalam upayanya memerangi obat-obatan terlarang yang masuk melalui
perbatasan selatan Amerika Serikat, pemerintah AS menyelundupkan salah
seorang polisinya masuk menjadi salah seorang anggota kelompok
pengedar obat terlarang di Meksiko. Malang tak dapat ditolak,
penyamaran polisi ini terkuak dan akhirnya ia pun dibunuh secara
kejam. Sebelum ia mati, ternyata polisi ini mengalami penyiksaan yang
sangat biadab dan setiap kali ia pingsan kesakitan, ia menerima
suntikan dari seorang dokter agar cepat siuman. Tujuan intervensi
medis ini jelas, yakni supaya polisi tersebut mencicipi setiap siksaan
dan penderitaan yang ditimpakan kepadanya dalam kesadaran penuh.

Saya yakin ada di antara Anda yang akan berseru bahwa dalam contoh di
atas tindakan dokter itu tidak dapat disebut perawatan medis. Betul
sekali! Sesuai dengan sumpah Hipokrates, perawatan medis selalu
berorientasi pada pelestarian hidup, bukan penyiksaan, apalagi
penghentian hidup. Tindakan dokter tersebut bukanlah perawatan medis
melainkan intervensi medis yang tujuannya bertolak belakang dengan
penyembuhan, apalagi pelestarian hidup. Demikian pula dengan praktik
aborsi di kalangan wanita yang hamil di luar nikah. Tindakan medis
yang terlibat dalam proses aborsi seperti itu tidaklah dapat
dikategorikan sebagai perawatan medis karena tidak bertujuan untuk
pelestarian atau pemulihan hidup. Sebaliknya, yang terjadi adalah
penghentian hidup. Nah, sekarang mungkin ada di antara Anda yang
berkeberatan dengan istilah "hidup" seperti yang saya gunakan di atas.
Anda mungkin mempertanyakan apakah janin yang masih belum lengkap
dapat dikategorikan [sebagai makhluk] hidup.

Sebagai perbandingan saya akan menggunakan peristiwa menggemparkan
yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Ternyata manusia menemukan
bahwa ada tanda-tanda kehidupan di planet Mars dan penemuan ini tentu
menyenangkan hati para ilmuwan. Tetapi sebelum kita terlalu bersenang
hati dengan penemuan itu, coba kita perhatikan terlebih dahulu apa
yang mereka maksudkan dengan "kehidupan" di Mars. Ternyata yang
disebut kehidupan di Mars tidak lain dan tidak bukan adalah
tumbuhan-tumbuhan sejenis lumut yang hidup di sana -- masih terlalu
jauh untuk dapat dikategorikan sebagai kehidupan yang lengkap, apalagi
jika dibandingkan dengan kemungkinan adanya makhluk hidup seperti
manusia. Sungguhpun demikian para ilmuwan menyebut temuan itu sebagai
"kehidupan". Di pihak lain, janin yang sudah memunyai sebagian anggota
tubuh dan bisa ada karena ibu yang mengandungnya hidup, disebut
gumpalan.

Aborsi tidaklah dapat dilihat sebagai prosedur medis belaka karena
masih ada kriteria medis itu sendiri yang belum terpenuhi oleh
tuntutan aborsi. Aborsi tidak dapat digumpalkan menjadi suatu
terminologi medis yang hampa nilai etis-rohani, bak menghilangkan
kutil dari kulit. Aborsi sarat dengan muatan etis-rohani sebab memang
itulah aborsi.

Masalah Etis-Rohani, Bukan Hak Asasi

Ada hukum yang melembagakan hak asasi ibu di atas hak asasi bayi
selama bayi itu belum berumur 3 bulan. Dengan kata lain, aborsi bebas
dilakukan secara legal pada trimester pertama kehamilan. Dasar
pertimbangan ini adalah sebelum 4 bulan, bayi dianggap belum menjadi
manusia, jadi ia tidak memunyai hak asasi tersendiri. Akibatnya, hak
asasi ibu melampaui hak asasi janin itu. Itulah sebabnya gerakan
pendukung aborsi di Amerika Serikat memanggil dirinya propilihan.
Seorang wanita bebas menentukan pilihannya sebab keputusan aborsi
menyangkut tubuhnya sendiri.

Sudah tentu apabila kita mengukur manusia dari segi pertumbuhan
jasmaninya saja, pada usia 4 bulan ia belumlah memiliki kematangan
fungsi jasmani secanggih usia 4 tahun. Masalah akan timbul jika kita
menilik dengan teliti hukum yang berlaku di Amerika Serikat. Pada
trimester terakhir aborsi menjadi ilegal dan ini yang menarik,
pengguguran kandungan pada bayi di atas 6 bulan merupakan tindakan
pidana. Saya masih teringat akan satu kasus yang terjadi beberapa
tahun yang lalu. Ada sepasang remaja yang membuang bayi mereka dan
mereka didakwa dengan delik pembunuhan. Dalam selang beberapa bulan,
makhluk yang sama (bayi itu) menerima pelabelan yang berbeda dan
mendapatkan penganugerahan hak asasi pula.

Gerakan yang menentang aborsi di Amerika Serikat menyebut dirinya
prokehidupan dan kelompok ini berusaha memperjuangkan hak asasi bayi
yang belum mampu menyuarakan haknya untuk hidup. Mohon perhatikan
istilah-istilah legal yang digunakan. Pada usia 4 bulan seorang bayi
yang diaborsi disebut "diaborsi" sedangkan pada usia 6 bulan, tindakan
itu disebut "dibunuh". Saya kira pendefinisian hidup seperti ini
sangat dangkal. Ironisnya, untuk lumut di Mars para ilmuwan
menggembar-gemborkan, "Ada kehidupan di Mars!" Sedangkan bagi bayi
yang berusia 4 bulan, ia tidak lebih dari gumpalan daging dan darah --
sama sekali bukan kehidupan -- yang tidak memiliki hak asasi. Saya
khawatir dasar pertimbangan aborsi seperti ini lebih dititikberatkan
pada peribahasa "Out of sight, out of mind" (Tidak terlihat, maka
tidak dipikirkan).

Masalah Etis-Rohani, Bukan Psikologis

Pertimbangan memilih aborsi atau tidak kadang dialasi atas dasar
psikologis. Aborsi dianggap dapat mengganggu kesehatan jiwa pelakunya.
Atau kebalikannya, tidak memilih aborsi justru diidentikkan dengan
[timbulnya] stres pada si calon ibu. Menurut saya, pertimbangan
psikologis tidaklah seharusnya menjadi faktor penentu dalam
pertimbangan aborsi. Muatan psikologis dari aborsi sangat bergantung
pada kematangan jiwa si pelaku dan terutama nilai rohaninya. Walaupun
aborsi sering kali membuahkan dampak psikologis yang berkepanjangan,
namun masalah intinya tetaplah etis-rohani.

Mungkin ada di antara Anda yang menanyakan, bukankah aborsi justru
merupakan alternatif yang lebih baik bagi seorang remaja putri
daripada menanggung malu mengandung seorang bayi. Apalagi jika
pacarnya menolak untuk bertanggung jawab. Mungkin ada pula yang
meragukan kesiapan mental seorang remaja putri melahirkan seorang bayi
di luar pernikahan. Semua ini adalah seruan keprihatinan yang sah dan
sudah seharusnyalah kita memikirkan dampak-dampak ini. Keputusan untuk
tidak aborsi harus mengikutsertakan faktor-faktor psikologis seperti
ini. Tetapi untuk sejenak marilah kita melihat masalah ini dari sudut
yang berbeda.

Salah satu ketakutan orang tua adalah hancurnya masa depan si remaja
putri apabila ia dibiarkan memelihara bayi dalam rahimnya itu. Namun,
apakah ketakutan itu berdasar? Apakah masa depannya sungguh akan
hancur bila ia melewati 9 bulan masa kehamilan? Apakah jiwanya sungguh
akan mengalami guncangan berat yang tak terbendung? Belum pasti. Yang
lebih pasti adalah 9 bulan di depannya akan menjadi kurun yang sulit
dan ia memerlukan bantuan untuk bisa melaluinya. Jadi, pertanyaan yang
timbul ialah, apakah perbuatan menghilangkan hidup si bayi dapat
dibenarkan guna memudahkan hidup si remaja putri selama 9 bulan
mendatang? Mana yang lebih penting, pergumulan psikologis atau hidup
seorang anak manusia?

Diambil dari:
Judul buku: Seri Psikologi Praktis: Aborsi: Masalah Etis-Rohani
Judul Artikel: Aborsi: Masalah Etis-Rohani
Penulis: Pdt. Paul Gunadi Ph.D
Penerbit: Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang 2001
Halaman: 1 -- 8

        STOP PRESS: ICW - INFORMASI PELAYANAN ELEKTRONIK KRISTEN

Sejak 1999, publikasi ICW yang memuat informasi-informasi tentang
pelayanan elektronik kristiani, telah mencapai lebih dari 280 edisi.
Mulai tahun 2011, ICW terbit seminggu sekali dengan format yang lebih
ringan dan mudah dibaca. Kolom-kolomnya terdiri dari ulasan situs
Nusantara, ulasan situs mancanegara, ulasan Facebook, ulasan forum,
serta ulasan milis. Selain itu, di setiap edisi juga terdapat artikel
maupun tip yang pasti berguna untuk Anda.

Kami mengundang Anda untuk berlangganan publikasi ICW. Berlangganan
ICW tidak dikenakan biaya, dan Anda dapat memperoleh berkat setiap
minggunya melalui mailbox Anda.

Tunggu apa lagi? Segera daftarkan diri Anda!

Berlangganan: < subscribe-i-kan-icw(at)hub.xc.org >
Kontak redaksi dan kirim bahan: < icw(at)sabda.org >
Arsip ICW: < http://www.sabda.org/publikasi/icw >
Situs: < http://icw.sabda.org >

"Saat Beban Kehidupan Begitu Menekan Hidupmu, Lakukanlah Ini: Datang
Kepada Yesus, Tanggalkan Bebanmu dan Serahkan Kepada-Nya"

Kontak: < wanita(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti, Fitri Nurhana
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/wanita >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org