Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/52

e-Wanita edisi 52 (20-1-2011)

Prinsip Resolusi Tahun Baru

_____________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen_______________
                  TOPIK: Prinsip Resolusi Tahun Baru
                        Edisi 52/Januari 2011

MENU SAJI
DUNIA WANITA: PRINSIP-PRINSIP RESOLUSI TAHUN BARU YANG ALKITABIAH
KESAKSIAN WANITA: APA ARTINYA MENJADI WANITA KUAT?

Shalom,

Wanita diidentikan sebagai kaum yang lemah. Namun tidak demikian
dengan wanita Kristen. Seorang wanita Kristen harus berani tampil beda
dengan anggapan pada umumnya. Untuk itu, dia harus memiliki prinsip
yang benar dalam kehidupannya. Suatu prinsip dibutuhkan untuk
mendasari melakukan segala sesuatu, dan prinsip itu juga diperlukan
untuk menentukan prioritas kehidupan. Prinsip yang dimaksudkan di sini
adalah prinsip yang Alkitabiah, yang mendorong seseorang untuk
menjalankan perannya sebagai wanita menurut firman Tuhan. Kami
mengajak sahabat wanita untuk memiliki prinsip-prinsip tersebut.
Melalui artikel yang telah kami sajikan pada edisi kali ini,
diharapkan dapat memandu, sekaligus memberikan contoh-contoh peranan
dan tanggung jawab wanita dalam kehidupan sehari-hari. Kiranya sahabat
wanita bisa mengisi tahun yang baru ini dengan hal-hal yang lebih
berarti bersama Tuhan. Tuhan Yesus memberkati.

Staf Redaksi e-Wanita,
Fitri Nurhana
< http://wanita.sabda.org/ >

   DUNIA WANITA: PRINSIP-PRINSIP RESOLUSI TAHUN BARU YANG ALKITABIAH

Ketika hendak menentukan resolusi tahun baru atau tujuan tahun ini,
peganglah prinsip-prinsip Alkitabiah berikut ini dalam benak Anda:

1. Carilah Tuhan

Biasanya resolusi tahun baru mengalir dari prioritas kita.
Pertimbangkan apakah tujuan-tujuan khusus Anda mencerminkan prioritas
Anda yang sebenarnya? Dan yang terpenting, apakah prioritas Anda
mempertimbangkan iman dan kepatuhan Anda kepada Tuhan, atau apakah
prioritas itu bertentangan dengan iman?

Dalam Matius 6:33, Yesus mengatakan bahwa kita harus "carilah dahulu
kerajaan Allah dan kebenarannya." Kecenderungan materialisme telah
lama tertanam dalam masyarakat Barat. Sebagian besar orang lebih
peduli pada rekening bank mereka daripada kehidupan doa dan berjemaat.
Apakah Anda selalu mengutamakan Tuhan dalam segala hal?

Matius juga menghabiskan banyak waktu untuk menulis peringatan Yesus
terhadap kegelisahan dan kekhawatiran. Alkitab KJV (King James
Version, Red) menerjemahkan kegelisahan ini secara sederhana sebagai
"kepikiran", tetapi konteksnya menjelaskan perhatian pemikiran Yesus.
Apakah Anda sendiri tertekan terhadap kebutuhan hidup? Jika ya, Yesus
mengatakan bahwa kunci untuk mengatasi tekanan dan mengupayakan
kedamaian adalah tetap fokus kepada Tuhan -- dan bukan pada badai di
sekeliling kita.

2. Meminta Hikmat dari Tuhan

Merencanakan masa depan dan menentukan tujuan membutuhkan hikmat. Pada
kenyataannya, rencana dan tujuan di masa yang akan datang itu
merupakan gambaran dari menjalankan hikmat. Tentu saja hikmat memiliki
arti yang lebih luas, tapi orang yang bijak akan mengetahui, atau
setidaknya memiliki ide pemahaman yang lebih baik tentang membuat
keputusan yang benar.

Amsal mengajarkan pada kita bahwa "takut akan Allah" adalah "awal dari
pengetahuan," dan Yakobus menulis bahwa siapa pun yang kekurangan
hikmat hendaknya "meminta kepada Allah, yang memberi secara cuma-cuma
kepada setiap orang.",
3. Pikirkan konteksnya

Konteks adalah kunci. Misalnya, seseorang yang ikut pemungutan suara
di AS harus melihat dirinya sendiri sebagai seorang warga di negara
yang kaya tradisi dan harus tahu apa saja yang termasuk dalam
tradisinya dan maknanya. Suatu hal yang menyedihkan karena saat ini
banyak warga AS yang mengikuti pemungutan suara tanpa pernah membaca
Deklarasi Kemerdekaan atau Undang-Undang AS. Kenyataannya, tidak cukup
hanya membacanya saja. Anda harus tahu dan paham. Abraham Lincoln
pernah berkata bahwa seluruh pandangan politiknya bersumber dari
Deklarasi Kemerdekaan. Itulah konteksnya.

Hal yang sama juga berlaku dalam menentukan tujuan. Apakah konteks
Anda? Apakah Anda melihat diri Anda sendiri sesuai dengan pekerjaan
atau aspirasi Anda? Apakah identitas Anda? Apakah tujuan Anda?

Dalam buku terlarisnya, The Purpose-Driven Life, Rick Warren
menjelaskan bahwa hidup bukanlah tentang kita! Anda tidak boleh hidup
hanya untuk diri Anda sendiri. Anda berada di bumi ini untuk tujuan
yang lebih penting. Oleh sebab itu resolusi dan tujuan Anda untuk masa
depan seharusnya mencerminkan identitas Anda sebagai ciptaan Allah
yang diberikan tanggung jawab dan tugas oleh sang Pencipta. Dengan
batasan itulah, seharusnya Anda menyusun tujuan-tujuan Anda.

Selamat memulai membuat resolusi dan tujuan untuk 2011 dan selamat
tahun baru! (t/Ratri)

Diterjemahkan dari:
Nama situs: eHow
Alamat URL: http://protestantism.suite101.com/article.cfm/
            new_year_s_resolutions
Penulis: Brian Tubbs
Tanggal akses: 14 Desember 2010

             KESAKSIAN WANITA: APA ARTINYA MENJADI WANITA KUAT?

Saya mengenal Ibu saya sebagai wanita yang kuat. Berdasarkan
pendidikannya, ia adalah seorang guru Bahasa Inggris dan Spanyol di
SMA. Ketika tanggung jawab kehidupan keluarga menjadi tuntutan, ia
menjadi ibu rumah tangga sekaligus sebagai seorang sekretaris.

Ibu dan Ayah merayakan peringatan emas pernikahan mereka pada tahun
2004. Ibu bukanlah penganut feminisme, yang menjadi tradisi pada tahun
1960-1970-an. Meskipun begitu, ia adalah orang pertama yang saya
temukan dalam hidup saya, yang ingin saya samai, bahkan ingin saya
saingi.

Ibu dilahirkan pada tahun 1931. Ingatannya hanya samar-samar tentang
masa kecilnya. Ayahnya adalah seorang pendeta, jadi mereka memang
tidak punya banyak uang, sehingga masa kekurangan pada tahun 1930-an
itu tidak begitu berpengaruh terhadap kehidupannya. Ibu mengalami masa
akil balig pada saat Perang Dunia II. Kesulitan demi kesulitan
dialaminya -- penjatahan makanan, para pamannya dikirim ke medan
perang, teman-teman ayahnya dan kakak-kakak lelakinya tidak kembali
dari medan perang. Namun, kedua orang tuanya adalah lulusan
universitas, jadi tidak diragukan lagi, setelah lulus SMA Ibu
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Ibu ingin menjadi seorang arkeolog, namun profesi itu tidak lazim
untuk wanita tahun 1950-an. oleh karena itu, Ibu memilih Bahasa
Inggris dan Spanyol, dan memperoleh sertifikat mengajar. Ibu dan Ayah
berpacaran sejak duduk di bangku SMA. Beberapa kali mereka "putus
sambung" pada masa kuliah. Setelah Ibu lulus, akhirnya mereka
memutuskan untuk berumah tangga. Mereka menikah dan pindah ke Newport
News di negara bagian Virginia, supaya Ayah dapat menyelesaikan wajib
militernya.

Setelah masa wajib militer selesai, mereka kembali ke Philadelphia.
Ibu mulai mengajar dan mereka berusaha membangun keluarga. Setelah
beberapa kali keguguran, ibu hamil lagi dan kakak perempuan saya lahir
tahun 1958. Saya menyusul tahun 1960, kemudian adik lelaki kami hadir
tahun 1965. Ibu tetap mengajar sampai lahirnya adik lelaki kami dan
Ibu tinggal di rumah sampai adik kami mulai masuk sekolah. Ibu juga
mulai bekerja sebagai sekretaris Palang Merah di kota kami.

Ibu melepas kami berangkat sekolah pada pagi hari, dan selalu
menyambut kami di rumah pada sore hari. Kami tahu bahwa Ibu sibuk
selama kami berada di sekolah. Ibu banyak menjahit. Mungkin itu cara
paling efektif untuk mencukupi kebutuhan pakaian tiga orang anak
dengan gaji seorang sekretaris dan guru sekolah umum. Ibu rajin sekali
menjaga kebersihan rumah kami. Ibu adalah seorang jago memasak, bahkan
Ibu belajar memasak hidangan Perancis ketika sedang tren, juga mencoba
teknik menumis yang sedang populer saat itu. Ia juga belajar memasak
makanan tanpa garam ketika Ayah terkena tekanan darah tinggi.
Tampaknya Ibu saya hanya wanita biasa, seorang istri dan ibu yang
tidak modern, bukan? Lalu, mengapa saya beranggapan dia adalah model
dari seorang wanita yang kuat?

Ibu melakukan apa yang harus dilakukannya. Ia tahu semua itu harus
dikerjakan dan ia melakukan semuanya itu dengan baik. Ibu tidak
menghindar dari segala tanggung jawabnya atau memberi kesan kepada
kami bahwa ia terpaksa atau dipaksa untuk melakukan hal-hal yang tidak
diingininya. Ibu bukanlah seorang istri yang tradisional yang
"terpaksa tunduk," yang menjadi gambaran umum seorang wanita tahun
1950-1960-an. Ibu bukanlah seorang yang selalu mengatakan "ya" kepada
suaminya, atau seorang ibu yang selalu mengikuti anak-anaknya ke mana
pun mereka pergi.

Orang sering mengatakan, terutama tentang anak-anak, bahwa mereka
hidup sesuai atau kurang sesuai dengan keinginan orang tua mereka.
Bila Anda berpikir bahwa menjadi orang tua berarti "neraka dunia,"
Anda harus mengorbankan identitas Anda sebagai sarjana untuk menjadi
tukang masak, tukang cuci, supir, petugas kebersihan, dan lain-lain.
Anak-anak pastilah dengan senang hati membiarkan Anda untuk melakukan
semua peran tersebut. Namun, bila Anda berharap agar anak-anak Anda
menjadi mitra penuh dalam apa yang disebut sebagai bagian kehidupan
berkeluarga, pastilah mereka akan dengan senang hati memenuhi harapan
Anda.

Ibu dan Ayah tidak merasa "memiliki" anak-anak mereka. Mereka
sepenuhnya menyadari bahwa anak-anak hanyalah "titipan." Mereka tahu
bahwa akhirnya, bila mereka sukses sebagai orang tua, kami akan
menjadi dewasa, memulai kehidupan kami sendiri, dan meninggalkan
rumah. Mereka melakukan apa yang dapat mereka lakukan untuk mewujudkan
semua itu. Kami bertiga diharapkan meraih prestasi terbaik di sekolah,
ikut aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, membantu
pekerjaan-pekerjaan di rumah, dan melanjutkan studi ke perguruan
tinggi.

Jadi, di sinilah saya berada sekarang. Saya seorang wanita berusia 45
tahun, dengan seorang putra berusia 16 tahun dan seorang putri berusia
13 tahun. Saya bekerja sebagai manajer proyek penelitian di salah satu
universitas ternama di Pennsylvania. Saya meraih gelar sarjana dalam
ilmu komputer dan gelar master dalam bisnis. Saya mencintai suami
saya, anak-anak saya, pekerjaan saya, dan kota saya. Anda mungkin
tidak mengenal saya. Saya bukanlah pribadi yang menonjol
(mudah-mudahan begitu) dan popularitas bukanlah ambisi hidup saya.
Tetapi menurut saya, saya telah berbuat banyak untuk menjadi pembawa
terang di bagian dunia saya ini.

Tentu saja saya memiliki banyak kekurangan, tetapi saya percaya bahwa
diri saya adalah wanita yang kuat. Saya memunyai nilai-nilai yang
berusaha saya jalani. Saya memiliki kerangka nilai moral sebagai dasar
keputusan-keputusan saya. Saya memiliki visi tentang apa yang saya
inginkan dalam hidup ini dan bagaimana wujud dunia saya, serta apa
yang akan saya lakukan untuk merealisasikan semua ini.

Inilah kisah atau keadaan di mana saya dibesarkan. Mungkin biasa saja
tetapi dalam nilai-nilai seperti itulah saya dibentuk. Saya berusaha
menerapkan nilai-nilai yang saya terima dari kedua orang tua saya
terhadap putri saya. Saya harap ia memiliki kerangka berpikir yang
sama.

Mungkin kedengarannya agak dangkal, jika saya berkata bahwa saya
dibesarkan dalam era lagu `I am a Woman` (Aku seorang wanita) yang
dipopulerkan oleh Helen Reddy pada tahun 1998. Lirik lagunya tetap
merupakan salah satu ungkapan terbaik bagi saya mengenai apa artinya
menjadi wanita kuat.

Aku seorang wanita, dengarlah aumanku dalam jumlah yang terlalu besar
untuk diabaikan. Dan aku tahu banyak kesempatan untuk mundur dan
berpura-pura karena aku telah mendengar semuanya sebelumnya aku pernah
terkapar di sana, tak seorang pun dapat menopangku di sana.

Ya, aku bijak, namun kebijakanku lahir dari penderitaan. Ya, aku telah
membayar harganya. Namun, lihat apa yang telah kuraih, bila
memungkinkan, aku akan melakukan apa saja.

Aku kuat, aku tidak terkalahkan, aku seorang wanita, kau bengkokkan
diriku, namun tak bisa kaupatahkan, karena hal itu justru membuatku
lebih bertekad untuk meraih tujuan akhirku, dan aku kembali dengan
lebih kuat, bukan lagi seperti orang yang sedang dipelonco, karena aku
telah memperkuat keyakinan itu dalam jiwaku.

Aku seorang wanita, perhatikanlah bagaimana aku bertumbuh. Lihatlah,
aku berdiri sama tegap, ketika kubentangkan lengan kasihku ke seluruh
negeri. Namun aku masih jabang bayi, perjalanan di depanku masih
sangat panjang sampai kubuat saudaraku memahaminya

Oh ya, aku bijak, namun kebijakanku lahir dari penderitaan, ya, aku
telah membayar harganya. Namun lihat, berapa banyak yang kuraih, bila
perlu, aku sanggup menghadapi segala sesuatu.

Aku Kuat, Aku Tak Terkalahkan Aku Seorang Wanita

Ibu dari Lemuel, raja dari Masa, penulis Amsal 31 yang mengajarkan
kepada anaknya bahwa seorang istri yang cakap adalah istri yang senang
bekerja dengan tangannya (ayat 13), istri yang mengikat pinggangnya
dengan kekuatan (ayat 17), istri yang berpakaian kekuatan (ayat 25),
istri yang optimis tentang masa depan (ayat25b), istri yang
menyampaikan pengajaran lemah lembut (ayat 26b), istri yang disebut
berbahagia oleh anak-anaknya dan dipuji oleh suaminya (ayat 28), istri
yang takut akan Tuhan (ayat 30)

(Dikisahkan oleh Laura F. McGinnis, dalam www.StrongWoman.org)

Diambil dari:
Judul majalah: Kalam Hidup, Februari 2007
Penerjemah artikel: Lanny I. Utoyo
Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung
Halaman: 22 -- 24

       "Kehendak Anda Mengandung Kuasa Yang Begitu Besar,
  Sehingga Anda Bisa Menjalani Kekekalan Tergantung Pilihan Anda!"

Kontak: < wanita(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti, Fitri Nurhana
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/wanita >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org