Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/32 |
|
e-Wanita edisi 32 (23-3-2010)
|
|
_________e-Wanita -- Milis Publikasi Wanita Kristen Indonesia_________ Topik: Dia Bangkit! Edisi 032/Maret 2010 ______________________________________________________________________ MENU SAJI - SUARA WANITA - RENUNGAN WANITA: Kebangkitan-Nya Memberiku Misi - DUNIA WANITA: Nilai Sebuah Paskah - WAWASAN WANITA: Doa Berdasarkan Refleksi Ucapan-Ucapan Yesus yang Terakhir - POTRET WANITA: Maria Magdalena - EDISI BERIKUTNYA ______________________________________________________________________ - SUARA WANITA Shalom, Setelah Yesus mengalami serangkaian penderitaan, Ia bangkit dari kematian-Nya pada hari ketiga. Para murid yang pada saat itu masih berduka, kecewa, dan putus asa karena ditinggalkan oleh sang Guru yang mereka kasihi akhirnya bersukacita setelah mendengar berita kebangkitan Yesus. Mereka bersemangat mengabarkan Berita Baik ini kepada saudara-saudara mereka. Ya, berita sukacita itu membuat mereka bersukacita kembali. Kebangkitan Yesus membuktikan bahwa Ia berkuasa mengalahkan maut. Melalui kebangkitan-Nya, kita yang telah menerima Dia sebagai Tuhan dan Juru Selamat; kita diselamatkan dari hukuman dosa. Kebangkitan-Nya ini sungguh kabar gembira yang kita harus beritakan kepada semua orang, sama seperti yang dilakukan oleh para murid. Biarlah semua orang mengetahui betapa besar kasih-Nya kepada kita. Selamat Paskah. Pimpinan Redaksi e-Wanita, Christiana Ratri Yuliani http://wanita.sabda.org http://fb.sabda.org/wanita ______________________________________________________________________ "Dan percayalah dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan." (Roma 10:9b) ______________________________________________________________________ - RENUNGAN WANITA KEBANGKITAN-NYA MEMBERIKU MISI "... Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini .... " (Markus 16:6) Jikalau Anda telah membaca keseluruhan Injil Markus, Anda akan merasakan kepentingan Markus menuliskan kitabnya, bahwa ia seakan-akan hanya ingin memaparkan fakta-fakta penting yang harus diketahui oleh pembacanya. Karena itu, tidak tampak adanya usaha untuk menyampaikannya secara menarik dan persuasif, apalagi bombastis, seperti layaknya para reporter zaman sekarang, yang menghendaki beritanya dibaca oleh banyak orang. Sebagian besar tulisan Markus bernada datar, jujur, dan apa adanya. Salah satu kejujuran Markus dalam memberitakan fakta, yang apa adanya, terlihat dari kisahnya saat menceritakan kebangkitan Kristus. Jika tujuan Markus memberitakan kebangkitan Kristus adalah untuk meyakinkan pembacanya, maka ia akan menceritakan berita yang bagus-bagus saja dan menutupi fakta-fakta yang meragukan. Namun demikian Markus justru menceritakan kebalikannya, yaitu bahwa ia menunjukkan murid-murid Yesus pun ternyata tidak memercayai kebangkitan Kristus. Justru dari sinilah kita dibuat percaya bahwa dokumen yang ditulis Markus bisa dipercaya. Latar belakang Injil Markus pasal 16 menceritakan tentang para wanita yang datang ke kubur Yesus. Markus membeberkan kenyataan bahwa tujuan mereka datang ke kubur itu bukanlah untuk membuktikan kebenaran kata-kata Yesus yang mereka telah dengar sebelumnya, yaitu bahwa Ia akan bangkit dari kematian; mereka datang ke kubur itu justru untuk memberikan rempah-rempah dan meminyaki mayat Yesus. Itulah sebabnya, mereka khawatir tentang bagaimana cara menggulingkan batu besar penutup kubur itu. Mereka sangat terkejut ketika mendapati bahwa batu besar itu kini sudah terguling, apalagi ketika mereka mengetahui bahwa mayat Yesus sudah tidak ada. Tetapi, sekali lagi, Markus mencatat dengan jujur bahwa mereka menangis dan meratap karena mengira mayat Yesus telah dicuri orang. Mereka sungguh percaya bahwa kematian itulah akhir riwayat Yesus. Puji Tuhan, Allah tidak menyerahkan kita pada keputusasaan dan Ia tidak menyerah karena kebebalan kita. Ia mengutus malaikat-Nya untuk sekali lagi mengirimkan berita dan mengingatkan mereka, "... Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini ... " Berita yang sederhana dan apa adanya ini masih terus dikumandangkan Allah di tengah-tengah manusia yang tidak percaya. Tetapi kali ini Allah tidak lagi memakai malaikat, sebab Ia memakai Anda dan saya, anak-anak yang telah ditebus-Nya, untuk memberitakannya kepada orang-orang yang berputus asa dan bebal. Maukah Anda? Selamat memberitakan berita Paskah. YESUS TELAH BANGKIT! Diambil dari: Nama situs: Situs Paskah Indonesia Penulis: Yulia Oeniyati Alamat url: http://paskah.sabda.org/kelahiran_yesus_kristus ______________________________________________________________________ - DUNIA WANITA NILAI SEBUAH PASKAH Kisah kebangkitan dalam Injil Yohanes mencakup dua tema: iman dan cinta. Agar kita bisa memercayai peristiwa kebangkitan, dibutuhkan iman karena kebangkitan adalah suatu misteri. Dalam kamus Webster, "misteri" diartikan sebagai suatu teka-teki yang sulit dijelaskan, sesuatu yang mendatangkan rasa takjub, yang membuat seseorang berdiri terpaku di hadapannya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Dalam peristiwa kebangkitan, kita juga mengalami semua yang dilukiskan kamus Webster untuk sebuah misteri. Kebangkitan itu hanya dapat dipahami dalam konteks iman karena tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang bisa membantu kita memahami kebangkitan sesosok tubuh tak bernyawa. Kesedihan dan keputusasaan yang disebabkan peristiwa kematian telah diatasi oleh sebuah janji mengenai kehidupan kekal, yang hanya dapat dipahami dengan iman. Tema kedua adalah cinta. Seperti tampak pada akhir perikop Injil ini, Yohanes, sang murid yang dikasihi dan mengasihi Yesus, menjadi orang pertama yang memercayai kebangkitan. Ia juga orang yang pertama-tama mengerti tentang peristiwa kebangkitan. Cinta memberinya penglihatan yang bisa melihat tanda misteri dan ia percaya. Cinta mampu menangkap kebenaran ketika ketidakpastian menyelimuti rasio. Cinta bisa membuka keaslian nilai sesuatu ketika pikiran manusia seakan sudah buta. Maria Magdalena termasuk salah seorang di antara orang-orang pertama yang menerima warta kebangkitan Yesus. Orang-orang ini adalah segelintir orang yang masih bertahan di bawah kaki salib Yesus, ketika semua teman Yesus (para murid) meninggalkan-Nya dan pergi bersembunyi. Ketika tubuh Yesus dimasukkan ke dalam kubur, orang-orang yang sama juga berada di sana. Merekalah yang pertama kali mendatangi kubur Yesus pada pagi buta. Karena cinta mereka kepada Yesus, mereka kini diberi imbalan menjadi kelompok pertama yang mengetahui warta gembira kebangkitan Yesus. Pada abad ini ketika Yesus telah bersama keagungan Bapa-Nya di surga, di manakah kita bisa bertemu dengan Yesus yang sudah bangkit? Orang lain bisa melihat Yesus yang bangkit lewat mereka yang percaya akan Dia, yakni lewat mereka yang menyebut diri Kristen, yang menyebut diri murid-murid Yesus pada abad ini. Teman-teman kita atau siapa pun yang bertemu dengan kita setiap hari, seharusnya mampu melihat diri Yesus yang bangkit lewat pelayanan dan cinta kita. Kita mengetahui bahwa kehidupan Maria Magdalena telah berubah secara radikal sejak ia bertemu dengan Yesus. Yesus mampu melihat sesuatu yang berasal dari Allah di dalam diri Maria Magdalena dan Ia secara perlahan-lahan membantunya melihat sesuatu yang berasal dari Allah itu di dalam dirinya dengan matanya sendiri. Sebagai pengikut Yesus, kita seharusnya mampu membawa perubahan hidup sebagaimana dialami Maria Magdalena. Ketika seseorang tidak mampu melihat hari esok, ketika ia dilanda keputusasaan yang dahsyat, ketika kakinya tidak mampu lagi melangkah untuk meneruskan perjalanannya, ketika mata seseorang seakan buta dan tidak mampu melihat apa pun yang benar, ketika seseorang tidak mendapat penghargaan selayaknya sebagai manusia, pada saat seperti itulah kita seharusnya datang memberikan mereka kekuatan, pengharapan, dan semangat baru, untuk senantiasa bergerak maju. Inilah warta kebangkitan yang seyogianya kita kumandangkan. Diambil dan disunting seperlunya dari: Nama situs: Pondok Renungan Penulis: Tarsis Sigho Alamat url: http://www.pondokrenungan.com/isi.php?tipe=Renungan&table=isi&id=535 ______________________________________________________________________ - WAWASAN WANITA DOA BERDASARKAN REFLEKSI UCAPAN-UCAPAN YESUS YANG TERAKHIR Kita terpesona pada ucapan-ucapan Yesus ketika menderita di kayu salib. Kata-kata terakhir Yesus tidak membawa kita pada kekecewaan. Kata-kata itu tampak sempurna dan lengkap untuk dipergunakan sepanjang zaman. Ketika kita memusatkan perhatian pada kata-kata tersebut, kita seumpama membuka sebuah jendela menuju keabadian dan kita menemukan di dalamnya penerangan bagi jiwa kita. 1. "Yesus berkata, `Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.` ..." (Lukas 23:34) Tuhan, aku memelihara perasaan dendam bagaikan harta karun, tetapi perasaan itu membusukkan hatiku. Tolonglah aku melepaskan segala yang tidak dapat kukuasai dan belajar mengampuni. 2. "Kata Yesus kepadanya: `Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.`" (Lukas 23:43) Seperti penjahat yang menerima janji-Mu mengenai hidup yang kekal, saya memercayai pengampunan-Mu yang menyelamatkan saya. Tolonglah saya yang tidak percaya ini. 3. "..., berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu inilah anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" (Yohanes 19:26-27a) Ketika aku menderita, aku hanya memikirkan diri sendiri. Berilah kepadaku hati yang tidak mementingkan diri sendiri untuk melihat dan merawat orang lain yang menderita. 4. "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Matius 27:46b) Demi aku Engkau ditinggalkan. Tolonglah aku melepaskan pertanyaan-pertanyaan "mengapa" yang tidak terjawab dan menemukan damai ketika menyadari bahwa Engkau adalah Allahku. 5. "Aku haus!" (Yohanes 19:28) Berilah kepadaku dahaga yang tidak terpuaskan untuk mengenal Engkau, Tuhanku. 6. "Sudah selesai." (Yohanes 19:30) Saya tidak akan pernah dapat menambahkan sesuatu pada apa yang Engkau telah lakukan bagi saya. Engkau telah mengerjakan keselamatan untukku dengan sempurna. Tolonglah saya untuk mengenal sukacita anugerah-Mu ketika melayani Engkau. 7. "Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: `Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.`" (Lukas 23:46a) Saya ingin menyerahkan segala sesuatu yang ada di dalam kehidupan saya ke dalam tangan-Mu. Berikanlah saya kehendak untuk melakukan apa yang seharusnya saya lakukan dan ajarilah saya melaksanakannya setiap hari. Diambil dari: Judul buku: Kristus dalam Paskah: Buku Pedoman Perayaan Paskah bagi Keluarga Judul asli buku: Christ in Easter: a Family Celebration of Holy Week Penulis: Charles Colson, Billy Graham, Max Lucado, Joni Eareckson Tada Penerjemah: Kristina Santi Prijatna Penerbit: PT BPK Gunung Mulia, Jakarta 1998 Halaman: 56 ______________________________________________________________________ - POTRET WANITA MARIA MAGDALENA Anda mengenalku sebagai Maria Magdalena. Padahal namaku Maria. Titik. Dan aku lebih suka dipanggil begitu. Disebut "Magdalena" karena aku berasal dari Magdala. Dan terus terang, hal itu sungguh tidak menguntungkan, sebab sekalipun kota asalku itu sebuah kota yang makmur serta merupakan pusat pertanian, industri perkapalan, dan perdagangan di Provinsi Galilea, aku tidak pernah bangga dikenal sebagai "orang Magdala". Anda barangkali mengetahui, bahwa kota Magdala memunyai reputasi buruk. Magdala, kata orang, dikenal sebagai kota yang amoral. Namun, mungkin memang sudah nasibku. Bukan saja kotaku yang memunyai reputasi buruk, aku juga dikenal dengan bermacam-macam sebutan. Maria Magdalena: perempuan bejat dari kota bejat. Ah, sakitnya! Aku dikenal sebagai Maria, si bekas pelacur. Padahal, sebenarnya ini hanya prasangka belaka. Orang sering mengacaukan aku dengan Maria yang lain. Atau, ya itulah, sebab aku berasal dari Magdala, maka orang mudah saja menyangka yang tidak-tidak. Hanya bila Anda telah pernah merasakannya, Anda akan mengetahui betapa kejamnya masyarakat kadang-kadang. Dengan sewenang-wenang mereka menuduh dan mendakwa, tanpa memberi kesempatan sedikit pun kepada si terdakwa untuk membela diri. Tidak jarang, yang bersangkutan pun malah tidak pernah mengetahui atau diberitahu tentang tuduhan itu. Lalu, mereka dengan serta-merta telah menghukumnya seumur hidup, tanpa diberi kemungkinan untuk memperoleh grasi atau amnesti. Entah sudah berapa banyak korban berjatuhan, dan entah sudah berapa banyak kehidupan yang hancur karena kesewenang-wenangan seperti ini. Sulitnya, orang baru menyadari itu setelah dirinya sendiri mengalami ketidakadilan ini. Ah, sekiranya orang hanya memunyai prasangka yang baik tentang sesamanya! Sekiranya orang hanya menghakimi dirinya sendiri dan bukan orang lain! Mungkin karena pengalamanku yang pahit itulah, perjumpaanku dengan Yesus menjadi titik balik paling bermakna, yang mengubah seluruh hidupku. Terus terang, aku baru sekali itu berjumpa dengan orang seperti itu. Sungguh langka ada seorang tokoh agama yang bersedia menerima orang sepertiku apa adanya. Tanpa sikap menuding, menuntut, atau mendakwa. Bukan saja Dia bersedia menerimaku seperti apa adanya aku, Dia juga bersedia menerima diriku sendiri seperti aku adanya -- dengan segala kelebihanku dan dengan segala kekuranganku. Lalu dari situ aku berusaha menjadi diriku yang terbaik. Aku heran mengapa para tokoh agama yang lain tidak rela belajar dari Yesus mengenai hal ini, padahal itulah cara yang paling efektif untuk memungkinkan perubahan sejati pada diri seseorang. Bahwa orang akan lebih mampu mengubah dirinya bila ia pertama-tama merasa dirinya diterima, dan bukan sebaliknya, belum apa-apa sudah dituntut dan dituduh, bahwa orang sungguh-sungguh akan berubah, bukan karena bersedia memenuhi tuntutan moral dari luar dirinya, melainkan karena dorongan murni yang berasal dari kesadaran di dalam dirinya. Baiklah kuakui tanpa malu-malu. Aku, Maria, pernah dikuasai oleh tujuh setan. Aku bukan seorang yang suci. Aku jauh dari itu. Namun Anda mengetahui, apa yang dilakukan Yesus ketika aku datang menjumpai-Nya? Dari mata-Nya, aku mengetahui tidak sedikit pun tersirat rasa jijik di dalam hati-Nya. Jauh dari sikap mengutuk, Dia justru menerima dan mengampuniku. Dengan setulus dan seputih batin-Nya. Dia tak perlu mengatakannya, aku bisa merasakannya. Dan dengan begitu, Dia membebaskanku. Membebaskan aku dari sikap mengutuki diriku sendiri. Oleh karenanya, aku berharap Anda bersedia mengerti mengapa aku begitu mengasihi-Nya dengan segenap hatiku. Aku berhutang hidup kepada-Nya. Aku juga mengetahui bahwa orang sering mengacaukan aku dengan Maria dari Betania yang mengurapi kaki Yesus dengan minyak narwastu, lalu membasuhnya dengan air mata dan menyeka dengan rambutnya yang tergerai. Aku, Maria Magdalena, bukan aku yang melakukan itu. Akan tetapi, sekiranya aku memunyai kesempatan, pasti akan kulakukan hal yang sama tanpa ragu, malah mungkin lebih dari itu. Aku mengasihi-Nya. Aku tahu Dia pun mengasihiku. Mengenai ini, masyarakat pun lalu menuduh yang tidak-tidak. Tampaknya di dunia ini, kebencian diterima jauh lebih wajar dibanding keakraban. Keakraban bisa dikutuk sebagai amoral, sedangkan permusuhan tidak. Bukankah demikian? Entah bagaimanapun pandangan masyarakat, aku tak dapat menyangkal betapa hancur hatiku pada hari Jumat itu. Dia, Tuhanku, Guruku, Sahabatku, mati. Dan bersamaan dengan itu, diriku sendiri serasa mati. Karena masih hari Sabat, kutahan sedapat-dapatnya hatiku yang meronta-ronta dengan hebatnya. Sabtu itu, aku cuma tinggal di rumah. Menangis dan menangis. Aku ingin menjerit. Baru saja kunikmati hidup yang bermakna. Belum lama. Lalu kini semuanya tinggal puing-puing belaka. Begitu tiba-tiba. Fajar belum lagi menyingsing, tetapi hari Sabat telah berlalu. Apa lagi yang kutunggu? Ke makam Yesus aku berlari, buru-buru. Tak pernah kuperoleh kesempatan untuk mengungkapkan cintaku kepada-Nya selama Dia masih hidup. Dan ini adalah penyesalanku yang paling dalam, yang akan kubawa sampai mati. Kini Dia telah tiada. Aku hanya dapat mengungkapkan kasih sayangku di depan kubur-Nya. Seperti yang dilakukan Maria dari Betania, bilamana mungkin, akan kubasuh jenazah-Nya dengan air mataku dan kuseka Dia dengan rambutku yang tergerai. Akan tetapi, alangkah terkejutnya aku. Dunia ini rupa-rupanya telah begitu membenciku sehingga untuk itu pun aku tidak diberi kemungkinan melakukannya. Kubur-Nya menganga. Jenazah-Nya tidak ada. Dahulu aku berpikir, bila toh aku tidak boleh menjamah tubuh-Nya, bekas-bekas kehadiran-Nya pun telah cukup bermakna. Akan tetapi, itu pun tiada. Dapatkah Anda memahami perasaanku pada waktu itu? Telah kutekan pengharapanku sampai ke titik yang paling rendah, namun untuk itu pun aku masih harus dikecewakan. Aku meratap. Aku menjerit. Aku menangis. Ada rasa duka di dalam di hatiku. "Maria!" Aku mendengar suara itu. Ya, aku mendengar. Akan tetapi, jeritan di dalam hatiku lebih keras dari suara itu. Sebab itu, aku tidak menengok. "Maria." Untuk kedua kalinya. Suara itu kukenal betul. Suara yang dalam, hangat, tetapi penuh wibawa. Suara Kekasihku, Guruku, Sahabatku, Saudaraku, Penolongku! Aku menengok. Memang Dia! Aku kini tak peduli apa-apa lagi. Yesus! Aku berlari. Aku ingin memeluk-Nya. Aku mau mencium kaki-Nya. Aku bagai menemukan kembali hidupku sendiri. Namun Dia menghindar. "Nanti, Maria. Belum sekarang. Nanti, di Kerajaan Bapa. Di situ semuanya abadi, indah, dan suci. Sekarang, untuk sementara kita mesti berpisah lagi. Sekarang, pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan saudara-saudaramu. Beritahukanlah kepada mereka agar berkumpul di Galilea dan kita semua akan bertemu di sana!" Dia menghilang! Akan tetapi kini aku tidak lagi merasa kehilangan. Kehadiran-Nya, sekalipun cuma di batinku, telah membuat hatiku penuh. Hidupku ceria dan bermakna kembali. Sebab itu, kusayangkan benar bila orang mengatakan mengasihi Yesus, tetapi dia tidak pernah sungguh-sungguh mewujudkan kasihnya dalam tindakan; Dia tidak hadir di batinnya. Diambil dari: Judul buku: Mengapa Harus Salib? Penulis: Pdt. Eka Darmaputera, Ph.D. Penerbit: Gloria Grafa, Yogyakarta 2004 Halaman: 64 -- 70 ______________________________________________________________________ - EDISI BERIKUTNYA Sahabat Wanita, tanggal 21 April mendatang kita akan memperingati Hari Kartini. Peringatan ini ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengenang jasa R.A. Kartini dalam mengangkat derajat wanita baik di dalam keluarga maupun di masyarakat luas. Untuk itu, pada edisi e-Wanita mendatang Redaksi akan menyajikan topik Wanita Dalam Pernikahan. Edisi ini akan membahas kedudukan wanita dalam pernikahan Kristen, untuk itu nantikan edisi tersebut di kotak email Anda. Kami juga mengajak Sahabat Wanita sekalian untuk mengirimkan cerita, kesaksian, dan pokok doa. Kiriman Anda akan kami publikasikan setiap bulan melalui kolom Surat Anda, supaya menjadi berkat bagi orang lain. Kami tunggu email Anda di meja redaksi yang beralamat di: ==> wanita(at)sabda.org Selamat melayani, Tuhan memberkati! ______________________________________________________________________ Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan kepada redaksi: < wanita(at)sabda.org > atau < owner-i-kan-wanita(at)hub.xc.org > ______________________________________________________________________ Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`) Alamat berlangganan: <subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org> Alamat berhenti: <unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org> Arsip e-Wanita: http://www.sabda.org/publikasi/e-wanita/ Facebook e-Wanita: http://fb.sabda.org/wanita ______________________________________________________________________ Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani Staf Redaksi: Novita Yuniarti Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright(c) e-Wanita 2010 / YLSA -- http://www.ylsa.org/ Katalog SABDA: http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ________________MILIS PUBLIKASI WANITA KRISTEN INDONESIA______________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |