Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/117 |
|
e-Wanita edisi 117 (3-10-2013)
|
|
_____________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen_______________ TOPIK: Wanita dan Pelayanan Edisi 117/Oktober 2013 e-Wanita -- Wanita dan Pelayanan Edisi 117/Oktober 2013 Salam sejahtera, Sahabat Wanita, apakah Anda saat ini sudah terlibat dalam suatu pelayanan? Bagaimana pengalaman pelayanan Anda? Benarkah pelayanan hanya terbatas di gedung gereja? Tentu tidak! Pelayanan dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan dalam bentuk apa saja. Sungguh merupakan sukacita tersendiri ketika kita dapat melayani sesama sebagai wujud kita melayani Allah. Namun, kita perlu mengatur waktu dan prioritas agar kita dapat melayani dengan benar dan menjadi berkat, baik di rumah, gereja, tempat kerja, dan di mana pun kita berada. Jangan sampai kita melayani hanya untuk mengisi waktu atau mendapatkan pujian dari manusia. Atau, dengan mengatasnamakan pelayanan, kita membiarkan kehancuran menimpa hidup dan keluarga kita. Seperti Tuhan Yesus yang datang ke dunia bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani, marilah kita melayani dengan hati yang murni dan motivasi yang suci. Kami berharap artikel yang kami sajikan dalam edisi ini dapat menolong Sahabat Wanita untuk tetap dapat menjalankan perannya sebagai wanita sekaligus menjadi pelayan Tuhan yang bersungguh hati. Selamat membaca dan mempraktikkan, Tuhan memampukan. Pemimpin Redaksi e-Wanita, S. Setyawati < setya(at)in-christ.net > < http://wanita.sabda.org/ > DUNIA WANITA: MELAYANI, MELAYANI LEBIH SUNGGUH "Melayani ... melayani ... lebih sungguh ...." Teks lagu ini mungkin sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar dari kita. Dalam kehidupan bergereja, kita sering menggunakan istilah pelayanan. Dalam surat-suratnya, Rasul Paulus juga berbicara tentang orang-orang Kristen sebagai pelayan Tuhan. Sebenarnya, apa arti melayani itu sendiri? Hubungan antara tuan dan pelayan adalah salah satu metafora untuk menggambarkan hubungan kita dengan Tuhan. Metafora-metafora lain yang sering digunakan antara lain: ayah dan anak, gembala dan domba, sahabat, dan lain-lain. Tiap metafora menekankan suatu aspek yang berbeda. Dalam metafora tuan dan pelayan, aspek yang hendak ditonjolkan adalah ketaatan, kepatuhan, dan adanya perbedaan status antara sang Pencipta dan yang diciptakan. Tuhan memang mengasihi kita, anak-anak-Nya, dengan kasih yang tak terhingga, sampai-sampai Ia rela mengorbankan Anak-Nya yang tunggal untuk membebaskan kita dari hukuman dosa. Ia adalah Bapa yang memelihara kita, Gembala yang menuntun kita "ke air yang tenang", dan Sahabat yang "sekali-kali tidak akan membiarkan dan meninggalkan" kita. Akan tetapi, jangan lupa bahwa walaupun Ia adalah Bapa dan Sahabat kita, Ia juga sekaligus Tuan kita! Kita adalah anak, domba, dan sahabat Allah, tetapi kita juga adalah pelayan atau hamba Tuhan yang Mahabesar! Bayangkan bila Anda bekerja di supermarket dan setiap waktu Anda hanya mengomel atau membantah, baik terhadap bos maupun terhadap pelanggan yang seharusnya Anda layani. Bukankah itu namanya pegawai yang minta dipecat? Sudah sepantasnyalah seorang pelayan menghormati dan menghargai sang Tuan. Sayangnya, dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen, kita justru sering berlaku seperti pelayan yang tidak tahu diri. Begitu ada kesusahan sedikit, langsung mengomel ke Tuhan, "Aduh, Tuhan, mengapa aku harus begini? Mengapa Tuhan mintanya yang sulit-sulit saja sih?" Kita tidak mau mensyukuri apa yang sudah Tuhan berikan, tetapi menangisi hal-hal yang tidak dimiliki. Sudah tahu Tuhan menyuruh melakukan hal A, tetapi kita masih juga membantah dan tidak menurut. Apa sebenarnya arti menjadi seorang pelayan? Kata kerja "to serve" (melayani) berakar dari bahasa Latin "servire", yang berhubungan erat dengan "servus" (slave atau budak). Dari sini, kita bisa melihat bahwa secara etimologi, kata "melayani" bergandengan erat dengan aspek "ketaatan". Dan, bukan hanya sekadar ketaatan, melainkan ketaatan yang benar-benar sudah mendarah daging, ketaatan yang begitu tertanam dalam diri seseorang sehingga seolah-olah sudah menjadi suatu kebiasaan. Dan, inilah sebenarnya arti melayani Tuhan, yaitu jika kita melakukan perintah dan firman Tuhan dengan segenap hati. Pelayanan bukan hanya menyanyi di gereja. Pelayanan bukan hanya menjadi majelis atau menjabat kedudukan pengurus komisi di gereja. Pelayanan bukan hanya membantu menjual kue atau bersih-bersih di gereja. Pelayanan kita di gereja sebenarnya mencakup hanya sebagian kecil dari total pelayanan kita. Di gereja cuma hari Minggu, bukan? Lalu, apakah pada hari Senin sampai Sabtu kita lepas dari status pelayan? Acap kali, kita hanya menjadi pelayan ketika kaki kita menginjak gedung gereja. Kalau sudah keluar, ya tentu saja kembali menjadi tuan. Memangnya mau terus- menerus menjadi pelayan? Justru di sinilah perbedaannya antara orang Kristen dan orang dunia. Dunia selalu berlomba untuk menjadi tuan yang dinomorsatukan, kalau perlu dengan menginjak-injak orang lain. Sedangkan setiap orang Kristen dipanggil dari hidup yang minta dilayani ke dalam hidup yang melayani. Kita melayani Tuhan ketika kita merelakan tempat duduk di bus kepada seorang nenek. Kita melayani Tuhan ketika kita menjalankan tugas sehari-hari sebagai anak, pelajar, ayah, ibu, kekasih, karyawan, teman, dan sebagainya. Seluruh kehidupan kita adalah pelayanan bagi Tuhan jika kita menjalaninya serta melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab kita dengan segenap hati "seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia". Bukankah Yesus berkata, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku"? (Matius 25:40) Hidup Yesus sendiri adalah kehidupan yang melayani sang Bapa dan manusia. Walaupun sedang lelah, Tuhan Yesus selalu bersedia menolong orang-orang yang membutuhkan-Nya. Ketaatan-Nya kepada Allah Bapa mencapai puncaknya ketika Ia digantung di atas kayu salib demi menebus saya dan Saudara dari dosa-dosa. Di taman Getsemani, Tuhan Yesus memang sempat berkata, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku." Lalu, apa kata Tuhan Yesus selanjutnya? "Tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." Kalau Tuhan Yesus sendiri taat dan tunduk kepada rencana Bapa, terlebih lagi kita yang tidak ada apa- apanya ini. Bukankah seorang pelayan tidak lebih besar dari Tuannya? Yang diciptakan tidak lebih besar daripada yang menciptakan? Diambil dan disunting dari: Judul majalah: Curahan Hati Edisi 5, Juli 2007 Penulis: Tidak dicantumkan Penerbit: Yayasan Curahan Hati Halaman: 19 POTRET WANITA: DORKAS Diringkas oleh: S. Setyawati Kisah tentang Dorkas dapat dibaca dalam Kisah Para Rasul 9:36-42. Dorkas bukan seorang perempuan yang luar biasa. Satu-satunya keterampilan yang dimilikinya adalah menjahit. Tidak banyak orang yang menghargai kemampuannya dalam hal menjahit karena menurut anggapan umum, kemampuan menjahit memang sudah sewajarnya dimiliki oleh seorang wanita. Oleh karena itu, mudah bagi Dorkas untuk berpikir, "Aku bukan nabiah seperti Miryam dan aku tidak dapat memerintah sebuah negara seperti Debora. Aku bukan seorang perempuan yang akan memegang peranan besar dalam sejarah negaraku. Aku tidak tergolong perempuan yang mempunyai karunia." Namun, ada satu hal yang membuat Dorkas melebihi semua perempuan lain yang disebutkan dalam Alkitab. Hanya Dorkas yang disebut murid, pengikut Yesus. Inilah yang membuat beda dan menimbulkan dampak besar. Dorkas membuka hatinya bagi Yesus, lalu mengikut Dia. Dorkas menerima Yesus menjadi Juru Selamat dan Tuhannya. Ciri khas yang menonjol dan yang patut dicontoh dari Dorkas adalah ia mewujudkan imannya dalam bentuk pelayanan yang total. Imannya dibuktikan dengan mengembangkan kemampuan/talenta yang dimilikinya sebaik mungkin untuk menjadi berkat bagi sesama. Benar! Dorkas menjahit baju untuk para janda yang miskin. Di kota Yope, ada banyak janda yang kehilangan suaminya yang mati karena perahu mereka karam dan tenggelam. Para janda itu pun tidak memiliki pekerjaan untuk mempertahankan hidupnya. Sementara pada saat itu belum ada jaminan sosial dan tidak banyak orang yang tergerak untuk ambil bagian dalam memelihara para janda. Sebagai murid Yesus, Dorkas tahu apa yang menyenangkan Tuhannya -- memelihara kelompok orang yang diperhatikan Tuhan secara istimewa. Oleh karena itu, ia tidak melakukan pekerjaannya dengan setengah hati. Ia melakukannya dengan tujuan yang pasti dan berdasarkan kasihnya kepada Allah. Ketika Yesus masuk ke dalam hatinya, Dorkas telah menjadi seorang yang bebas dan merdeka, dan ia bekerja berdasarkan kemerdekaan itu. Dalam Alkitab memang tidak disebutkan apakah Dorkas menikah dan memiliki anak. Namun, kita dapat menduga bahwa Dorkas tidak merasa rendah diri dan frustrasi. Ia tidak mempunyai keinginan untuk berlomba atau bersaing dengan perempuan- perempuan yang menikah supaya dipandang penting. Ia tidak merasa iri terhadap para ibu yang mempunyai anak-anak. Ia telah menjadi perempuan yang puas dengan hidup dan pekerjaannya. Suatu hari, Dorkas jatuh sakit dan meninggal. Hal ini membuat banyak orang yang tinggal di dekatnya benar-benar merasa sangat kehilangan. Mereka begitu bersedih dan menangis. Akan tetapi, mereka juga tidak hanya berdiam diri. Ketika mereka mendengar Petrus dan Yohanes sedang melayani di Lida, yang tidak jauh dari tempat tinggal Dorkas, mereka meminta Petrus untuk datang ke rumah Dorkas dan menghidupkannya kembali dengan kuasa Allah. Ketika Petrus datang, mereka memperlihatkan kepada Petrus pakaian-pakaian yang dibuat Dorkas bagi mereka. Mereka begitu bersyukur dan merasakan kasih Dorkas yang besar bagi mereka. Setelah Petrus menyuruh semua orang itu keluar, ia berdoa kepada Allah dan Allah membuat Dorkas hidup kembali. Alkitab mencatat ada tujuh orang yang dibangkitkan dari kematian. Dorkas adalah satu-satunya perempuan dewasa di antara ketujuh orang itu. Berita kebangkitan Dorkas menyebar ke seluruh kota Yope. Sejak itu, orang-orang semakin menghormati Allah dan ingin sekali memercayai-Nya. Jika dalam Perjanjian Lama, Allah menanyai Musa tentang apa yang ada di tangannya dan Musa menjawab, "Tongkat", mungkin, ketika Tuhan bertanya kepada Dorkas, "Apakah yang ada di tanganmu?" Dorkas akan menjawab, "Jarum dan benang, Tuhan." Maka, Allah pasti akan menunjukkan kepadanya bahwa benda-benda itu adalah alat-alat yang dipakai untuk melayani Dia. Kehidupan, kematian, dan kebangkitan Dorkas membantu penyebaran Injil. Ia juga melakukan gerakan yang meluas ke luar tembok kota dan batas negerinya. Secara tidak langsung, ia telah menjadi seorang penginjil besar. Jumlah perempuan yang terpengaruh oleh kehidupan Dorkas benar-benar sangat banyak. Teladan yang baik sekali sudah diberikan Dorkas dan hal itu tidak dapat dilenyapkan. Diringkas dari: Judul asli buku: Manninne, Vrouwen in de Bijbel Judul buku terjemahan: Ia Dinamai Perempuan Judul bab: Dorkas, Seorang Perempuan yang Mengasihi Allah Penulis: Gien Karssen Penerjemah: Dra. Margaret D. Gunawan Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung 2008 Halaman: 239 -- 246 STOP PRESS: BERITA SEPUTAR PENDIDIKAN ELEKTRONIK STUDI TEOLOGI AWAM (PESTA) DARI YLSA Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org > membuka program Pendidikan Elektronik Studi Teologi Awam (PESTA). Program PESTA < http://pesta.org > terbuka bagi mereka yang rindu belajar firman Tuhan lebih mendalam tanpa dibatasi waktu dan tempat. Program PESTA ditujukan khusus bagi mereka yang tidak mengikuti pendidikan formal di sekolah teologi. Anda tertarik untuk tahu lebih dalam tentang program PESTA? Anda memerlukan lebih banyak informasi kegiatan-kegiatan pembelajaran dalam program PESTA? Segera daftarkan diri Anda sebagai pelanggan Berita PESTA! Melalui Berita PESTA Anda dapat menyimak perkembangan terbaru setiap kegiataan pelaksanaan kelas, info klub e-Buku di FB, juga artikel-artikel yang alkitabiah. Cara berlangganan sangat mudah dan GRATIS! Kirimkanlah email Anda ke < subscribe-i-kan-berita- pesta(at)hub.xc.org > atau ke < pesta(at)sabda.org > Dapatkan arsip Berita PESTA sejak tahun 2005 di: < http://sabda.org/publikasi/berita_pesta/arsip/ > Kontak: wanita(at)sabda.org Redaksi: S. Setyawati, N. Risanti, dan Novita Y. Berlangganan: subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-wanita/arsip BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |