Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/116 |
|
e-Wanita edisi 116 (19-9-2013)
|
|
_____________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen_______________ TOPIK: Mendidik Anak Edisi 116/September 2013 e-Wanita -- Mendidik Anak Edisi 116/September 2013 Salam sejahtera, Wanita atau ibu berperan sebagai guru pertama bagi anak. Melalui ibu, anak-anak belajar tentang semua hal yang mereka ingin ketahui. Melalui ibu, anak-anak dapat mengenal dunia mereka. Jadi, peran wanita sebagai seorang ibu begitu penting, bukan? Untuk itu, seorang wanita perlu memahami tumbuh kembang anak, dari janin sampai dewasa. Selain itu, seorang ibu juga bertanggung jawab dalam mendidik anak. Bersama suami, seorang ibu harus bekerja sama dalam mengarahkan anak sehingga anak dapat tumbuh menjadi orang dewasa yang berkarakter dan cinta Tuhan. Untuk membantu Sahabat e-Wanita dalam mengembangkan keterampilan mendidik anak, publikasi e-Wanita edisi 116 ini menyajikan artikel dan tip yang berkaitan dengan cara mendidik anak. Kami berharap apa yang kami sajikan dalam edisi ini dapat menjadi inspirasi yang berharga bagi Anda. Selamat membaca, Tuhan memberkati. Redaksi Tamu e-Wanita, Amidya < http://wanita.sabda.org/ > DUNIA WANITA: BAGAIMANA MEMBIMBING ANAK KEPADA KRISTUS? Sebenarnya, setiap orang Kristen, termasuk orang tua Kristen, harus dapat menjelaskan Injil kepada orang lain, yang ada di sekelilingnya. Dalam menjelaskan Injil kepada anak-anak, satu hal yang perlu diperhatikan ialah berita Injil itu harus disampaikan dengan cara yang sangat sederhana. Bahasa yang dipergunakan harus yang dapat dimengerti oleh anak yang sedang kita injili. Jangan menggunakan istilah klise yang artinya samar. Langkah pertama, terangkan kepada anak bahwa Allah sudah menyediakan tempat yang indah dan menyenangkan yang disebut surga (Yohanes 14:1-3 dan Wahyu 21:1-7, Wahyu 10- 12). Tanyakan apakah ia ingin ke surga? Langkah kedua, buatlah supaya anak melihat kebutuhannya akan keselamatan. Jelaskan bahwa tidak semua orang akan ke surga, dan bahwa tidak ada seorang pun yang cukup baik sehingga dapat ke surga. Setiap orang tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Anak harus mengerti bahwa ia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri, hanya Tuhan Yesus yang dapat menyelamatkannya. Bahkan, Tuhan Yesus bukan hanya mau, tetapi juga mampu menyelamatkannya. Kebenaran ini harus dijelaskan dengan didukung ayat-ayat Alkitab (Roma 3:23; Wahyu 21:27; dan Yohanes 8:21,24). Langkah ketiga, terangkan jalan keselamatan dengan cermat, lengkap, dan sederhana (Roma 6:23; Efesus 2:8-9; Titus 3:5; dan Wahyu 1:5b). Jelaskan bahwa Tuhan Yesus, Anak Allah, sudah mati di kayu salib untuk menanggung hukuman dosanya. Tuhan Yesus sudah bangkit dan tidak pernah mati lagi sampai sekarang. Pada umumnya, anak sudah diberi ajaran yang salah, yaitu ajaran yang mengatakan bahwa cara untuk mendapatkan keselamatan ialah dengan berbuat baik atau beramal, berdoa, atau rajin ke gereja. Langkah keempat, kita harus mendorong anak untuk menerima keselamatan yang ditawarkan Tuhan Yesus itu. Banyak orang yang mengabaikan hal ini. Kita harus ingat bahwa jika Tuhan Yesus tidak diterima oleh anak, anak tidak akan diselamatkan (Yohanes 1:12-13). Tidak cukup jika kita hanya memberi tahu bahwa anak itu perlu menerima Kristus, kita harus memberinya kesempatan untuk mengambil keputusan untuk menerima-Nya. Namun, kita juga harus ingat untuk tidak memaksa anak menerima Tuhan Yesus. Di sini, cara yang dipergunakan sangat beragam. Ada orang yang menyatakan bahwa anak harus berdoa dan meminta Tuhan Yesus menyelamatkannya atau meminta Tuhan Yesus masuk ke dalam hatinya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan dalam Roma 10:13. Cara ini merupakan cara yang baik, tetapi bukan merupakan satu-satunya cara dan juga tidak selalu dapat diterapkan dalam penginjilan kepada anak-anak. Langkah kelima, anak harus dilayani agar mendapatkan kepastian bahwa ia sudah diselamatkan. Setelah anak menerima Kristus, kita harus mendorongnya untuk melihat dari Alkitab, firman Allah, bahwa sekarang ia sudah diselamatkan. Ada banyak ayat Alkitab yang meyakinkan orang percaya bahwa mereka sudah selamat, seperti Yohanes 3:36 dan Kisah Para Rasul 13:38-39. Ayat-ayat itu harus ditunjukkan kepada anak supaya anak benar-benar yakin berdasarkan firman Allah bahwa ia sudah diselamatkan. Penting sekali bagi anak untuk percaya dan menyadari bahwa sekarang ia sudah diselamatkan. Ketika kita menerangkan berdasarkan firman Allah, Roh Allah akan memberi keyakinan di dalam hati anak. Dalam setiap langkah saat kita membimbing seorang anak kepada Kristus, berdoa dan berharaplah agar Roh Kudus meyakinkan anak akan dosanya, menyatakan kebenaran Injil, dan menerangi pikiran dan hati anak supaya ia dapat memahami dengan benar kebenaran yang menyelamatkan itu. Kesimpulan Sebagai orang tua, kita bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan anak-anak yang mencakup memberikan makanan yang bergizi, pakaian yang tidak ketinggalan zaman, pendidikan formal yang setinggi-tingginya, memperlengkapi anak dengan berbagai keterampilan (kursus piano, berenang, tenis, golf, gambar, dan lain sebagainya). Semua itu memerlukan biaya yang tidak sedikit, tetapi dengan segenap tenaga orang tua harus berusaha untuk memenuhinya. Seandainya anak Anda kelak sudah "menjadi orang" berkat jerih payah Anda, berapa tahun ia dapat menikmati apa yang sudah dicapainya itu? Seratus tahun? Tentu saja tidak. Lima puluh tahun pun belum tentu, bukan? Setelah itu, apa yang akan terjadi dengan dirinya? (Tentu saja, mungkin Anda sendiri tidak akan menyaksikannya.) Meninggalkan dunia ini secara terhormat, banyak bunga, banyak pelayat, dan mungkin meninggalkan banyak warisan. Akan tetapi, bagaimana dengan jiwanya? Apakah sudah diselamatkan dan pasti ke surga? Berapa tahun jiwa anak Anda akan tinggal di tempat penghukuman yang kekal? Selama-lamanya. Alkitab berkata, "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya?" Mana lebih berharga, jiwa atau tubuh? Mana yang bersifat kekal? Kita berusaha memberikan yang terbaik untuk mendandani tubuh dan memperlengkapi otak, tetapi apa yang sudah kita lakukan untuk jiwa anak-anak kita? Berapa banyak waktu dan usaha yang Anda sediakan demi kesejahteraan jiwa anak Anda yang sifatnya kekal itu? Janganlah kita mengabaikan makanan yang bergizi, pendidikan yang tinggi, dan lain sebagainya. Namun, lengkapilah itu semua dengan membimbing anak Anda kepada Kristus, dan membimbing dia di dalam pengenalan akan Allah yang dikenalnya di dalam Tuhan Yesus. Dengan demikian, di dunia ini, ia akan sanggup menolak kejahatan, hidup benar, memuliakan Allah, dan kelak jiwanya pun akan hidup senang di hadirat Allah di surga. Sumber: Handbook On Child Evangelum oleh J.I. Overhalt 3 er: Know How You Believe oleh Paul Litle Diambil dan disunting dari: Judul majalah: Sahabat Gembala, Agustus/September 1991 Penulis: Pauline Tiendas, M.A. Penerbit: Yayasan Kalam Hidup -- Gereja Kemah Injil Indonesia, Bandung Halaman: 28 -- 36 WAWASAN WANITA: PERAN WANITA DALAM MENDIDIK ANAK Dirangkum oleh: S. Setyawati Seorang wanita diciptakan untuk menjadi penolong yang sepadan bagi seorang laki- laki. Dalam keluarga, selain menjadi penolong suami, seorang wanita juga bertanggung jawab dalam mencintai, membesarkan, dan mendidik anak. Ketika seorang wanita memperoleh anugerah seorang anak, ia mendapatkan tanggung jawab lebih dalam hidupnya. Selain ia harus mengasihi suaminya, wanita harus mengasihi anaknya juga. Sebagai seorang ibu, kita diharapkan memiliki kasih yang secara nyata terwujud dalam cara membesarkan, memeluk, mencukupi kebutuhan, dan berteman dengan anak. Sebagai mitra suami, istri seharusnya melakukan beberapa hal berikut ini. 1. Selalu bersedia mendampingi anak, baik pagi, siang, maupun malam (Ulangan 6:6-7). 2. Berinteraksi, berdiskusi, bermain, dan bersabar mendidik anak (Efesus 6:4). 3. Mengajarkan Alkitab, pandangan dunia yang alkitabiah kepada anak (Mazmur 78:5-6; Ulangan 4:10; Efesus 6:4). 4. Menolong anak mengembangkan keterampilan dan menemukan kekuatannya (Amsal 22:6). 5. Mendisiplin anak dan mengajarkan takut akan Tuhan, menentukan batas secara konsisten, penuh kasih dan ketegasan (Efesus 6:4; Ibrani 12:5-11; Amsal 13:24, Amsal 19:18, Amsal 22:15, Amsal 23:13-14, Amsal 29:15-17). 6. Membesarkan anak dan menyediakan lingkungan yang mendukung, penuh penerimaan, kemesraan, dan kasih yang tanpa syarat (Titus 2:4; 2 Timotius 1:7; Efesus 4:29-32; Efesus 5:1-2; Galatia 5:22; 1 Petrus 3:8-9). 7. Memberi teladan dengan integritas dan menjadi teladan bagi anak (Ulangan 4:9,15,23; Amsal 10:9, Amsal 11:3; Mazmur 37:18, 37). Tidak semua wanita mendapatkan anugerah menjadi ibu secara biologis. Namun, Alkitab mengatakan bahwa mereka yang diberkati Tuhan untuk menjadi ibu harus menerima tanggung jawab itu dengan serius. Para ibu memiliki peranan yang unik dan krusial dalam hidup anak-anak mereka. Menjadi ibu adalah tugas yang panjang, tetapi menyenangkan. Ibu harus menjaga dan memperhatikan anak mulai dari dalam kandungan sampai anak menjadi dewasa. Sekalipun peranan keibuan harus berubah dan berkembang, kasih, perhatian, perawatan, dan dorongan yang harus diberikan ibu jangan pernah berakhir. Bersama suami, seorang ibu harus menanamkan kebenaran firman Tuhan kepada anak secara berulang-ulang (Ulangan 11:19). Kepentingan utama dari ayat ini adalah anak-anak didewasakan dalam "ajaran dan nasihat Tuhan". Ini merupakan tanggung jawab orang tua, termasuk para ibu. Agar anak tidak menyimpang dari jalan Tuhan, ayah dan ibu harus mendidik anak sesuai kebenaran firman Tuhan (Amsal 22:6-11). Dalam keluarga, anak harus mendapatkan pendidikan awal yang memperkenalkan anak pada pola hidup yang direncanakan baginya. Dalam mendidik anak, orang tua seharusnya tidak banyak bicara. Sebaliknya, orang tua seharusnya lebih banyak memberikan teladan kepada anak. Sejak anak masih kecil, berikan teladan praktis yang benar dan baik. Misalnya, teladan berdoa. Nah, ketika anak beranjak remaja atau dewasa, ayah dan ibu sebaiknya mengajarkan kesaksian hidup, hidup yang dipimpin Tuhan, hidup di dalam Tuhan, dan juga mengajarkan bagaimana melakukan firman Tuhan di dalam kehidupan (Efesus 6:4). Dalam ayat ini ditekankan bahwa: a. Ayah dan ibu tidak boleh mendorong perkembangan emosi-emosi negatif anak-anak melalui pernyataan kekuasaan secara berlebihan, tidak adil, memihak, atau tanpa alasan. Sikap yang tidak sehat terhadap anak akan mengakibatkan kepahitan hati. b. Ayah dan ibu bertanggung jawab untuk mendidik, membesarkan, dan mengembangkan tingkah laku anak-anak melalui pengajaran dan nasihat dari Tuhan. Nasihat dalam hal ini termasuk mengingatkan anak akan kesalahan-kesalahan (secara konstruktif) atau kewajiban-kewajiban. Secara umum, cara orang tua mendidik anak sangat menentukan perkembangan anak. Oleh karena itu, jika orang tua tidak mendidik anak dengan tepat, anak-anak akan berpotensi menjadi anak yang sulit untuk dibimbing, dan bahkan menjadi pemberontak atau pembuat kerusuhan. Sebaliknya, jika anak-anak dididik dengan baik dan benar, mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin masa depan yang bermoral, yang mempunyai cara hidup yang berkenan kepada Tuhan. Dalam mendidik anak, hal paling penting diberikan adalah keteladanan dari para orang tua. Sebisa mungkin, jangan pernah melakukan kecerobohan dengan melakukan perselingkuhan/perzinaan, pemberian hukuman (fisik dan omelan) yang berlebihan kepada anak, perbuatan pilih kasih, ketidakhadiran orang tua ketika si anak membutuhkan mereka, tuntutan terus-menerus tanpa pujian, atau terlalu memproteksi anak sehingga mereka tidak dapat belajar mandiri. Selain itu, sebagai ibu dan pendamping suami, kita harus saling mengingatkan untuk tidak "membangkitkan" amarah anak. Artinya, jangan sampai kita membuat mereka jengkel, tidak berdaya, dan sebagainya, dengan mempraktikkan kuasa yang berlebihan, tidak masuk akal, kasar, tuntutan yang kejam, dan larangan yang tidak perlu. Provokasi semacam ini akan mengakibatkan reaksi yang tidak baik, menumpulkan perasaan, menghilangkan kemauan anak untuk hal-hal yang suci, dan membuatnya merasa tidak berguna bagi orang tuanya. Orang tua yang bijaksana berusaha membuat ketaatan sebagai sesuatu yang didambakan dan diperoleh dengan cinta kasih dan kelemahlembutan. Orang tua tidak boleh menjadi penindas yang amoral dan tidak kenal kasih. Martin Luther berkata, "Selain tongkat, siapkan apel untuk diberikan kepada anak pada saat dia berbuat yang baik." Disiplin dalam pendidikan dan budaya umum harus dilaksanakan dengan hati-hati dan dengan didikan yang terus-menerus disertai banyak doa. Teguran, disiplin, dan nasihat berdasarkan firman Tuhan, menegur dan memuji ketika perlu adalah tanda dari "nasihat". Pengajaran yang diberikan bersumber dari Tuhan, dipelajari dalam "sekolah" pengalaman kristiani, dan dilaksanakan oleh orang tua (2 Timotius 3:16-17). Dirangkum dari: 1. __________. "Apa Kata Alkitab Mengenai Ibu Kristen?" Dalam http://www.gotquestions.org/Indonesia/ibu-Kristen.html 2. __________. "Bagaimanakah Orang Kristen Mendidik Anak-Anaknya?" Dalam http://berbic.wordpress.com/2011/06/25/bagaimanakah-orang-kristen-mendidik-anak- anaknya/ Kontak: wanita(at)sabda.org Redaksi: S. Setyawati, N. Risanti, dan Novita Yuniarti Berlangganan: subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-wanita/arsip/ BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |