Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2010/09/04 |
|
Sabtu, 4 September 2010
|
|
Judul: Kemahatahuan Allah Memang kita adalah makhluk yang dimaksudkan untuk kekekalan, tetapi harus mulai dari keterbatasan waktuwi. Kiranya ini tidak membuat kita frustrasi bahwa banyak hal yang ingin kita ketahui dan kendalikan ada di luar teropong, kendali, dan akal budi kita. Sebaliknya, kesadaran tentang keterbatasan diri membuat kita tidak hanya mengagumi kemahatahuan Allah, tetapi juga bergantung penuh pada-Nya. Akui saja pada-Nya bahwa seringkali kita tidak mengerti apa yang ada dan terjadi dalam batin kita sehingga kita berkelakuan atau merespons situasi atau orang lain dengan cara yang tidak kita inginkan. Dari sini kita dapat melangkah lebih jauh, yaitu mensyukuri sambil menyerahkan hidup kepada Ia yang Mahatahu. Luar biasa kemahatahuan Allah. Ia tahu gerak langkah kita, Ia tahu apa yang kita lakukan dari waktu ke waktu, dalam berbagai keadaan, dalam berbagai musim kehidupan yang berubah-ubah. Ia tahu sikap kita terhadap berbagai hal: bagaimana kita me-nilai waktu, bersikap terhadap uang, karier, imej diri. Bahkan Ia tahu pikiran, perasaan, intuisi, memori, hasrat, dan fantasi kita. Saat menyadari semua implikasi kemahatahuan Allah, bagaimana respons Anda? Takut karena kita telanjang total di hadapan-Nya? Atau takjub dan lega bahwa Ia yang membentuk seluruh aspek jasmani-rohani kita dalam kandungan ibu kita dan yang terus ingin merajut seluruh pengalaman dan keberadaan kita, adalah Allah yang Maha Tahu, Maha Hadir, Maha Baik, dan Maha Bijak? Kiranya ini membuat kita mempersilakan Ia menyelidik ke dasar terdalam kita, agar semua serasi kehendak-Nya (23-24)!
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |