Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2024/09/03

Selasa, 3 September 2024 (Minggu ke-15 sesudah Pentakosta)

Kisah Para Rasul 9:32-43
Tidak Bergantung pada Manusia

Tuhan kita adalah Allah yang menyejarah. Allah menyejarah melalui banyak mukjizat, bahkan saat ini pun mukjizat masih terjadi. Akan tetapi, kerap kali peristiwa mukjizat dimaknai secara keliru. Karena itu, penting untuk kita memaknai peristiwa mukjizat secara benar.

Ada dua prinsip utama dalam perikop ini terkait mukjizat yang dilakukan oleh Petrus. Pertama, mukjizat tidak bergantung pada manusia, baik sebagai fasilitator maupun sebagai penerima mukjizat. Pasalnya, tanpa fasilitator sekalipun, mukjizat tetap bisa terjadi. Bacaan hari ini juga menunjukkan bahwa penerima mukjizat bersifat pasif (35, 42) sebab tidak disertai keterangan yang menunjukkan keaktifan. Dalam mukjizat pertama, Petrus berinisiatif menyembuhkan orang lumpuh (34). Kemudian, mukjizat kedua terjadi pada orang yang sudah mati (37). Meskipun kedua penerima mukjizat menunjukkan kepasifan, namun Allah memberikan kuasa kepada orang percaya (seperti Petrus) untuk menyatakan mukjizat. Pemberian kuasa itu berdasarkan kehendak Allah sendiri, bukan karena bergantung pada manusia.

Kedua, mukjizat dikerjakan oleh Allah, dari Allah, dan untuk kemuliaan Alah. Sekalipun Allah menggunakan manusia sebagai alat-Nya, mukjizat harus menuntun orang-orang kepada Allah, bukan mengagungkan manusia. Hal demikian sesuai dengan bacaan hari ini sebab dikatakan banyak orang berbalik dan percaya kepada Tuhan (35, 42). Kedua mukjizat tersebut datangnya dari inisiatif Allah, oleh kuasa Allah, melalui perantaraan Petrus, dan untuk kemuliaan Allah.

Dari kedua hal tersebut kita dapat belajar beberapa hal. Pertama, kita harus bersyukur karena kasih Allah yang tidak bersyarat. Pasalnya, jika kasih Allah menuntut adanya syarat, tak seorang pun di antara kita dapat memenuhi syarat tersebut. Kedua, ketika kita menerima berkat Allah, hal itu bukan berarti menjadikan kita lebih istimewa daripada orang lain. Pasalnya, semua itu adalah anugerah Allah semata. Ketiga, menerima mukjizat bermakna bahwa kita harus menempatkan Allah sebagai yang paling utama di dalam hidup kita. [YGM]

 

Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
melalui edisi Santapan Harian yang kami kirim secara rutin +/- 10.000 eks.
Kirim dukungan Anda ke: BCA 106.30066.22 Yay Pancar Pijar Alkitab.

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org