Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2011/08/07 |
|
Minggu, 7 Agustus 2011
|
|
Judul: Ujian kebenaran Pemazmur menghadapi fitnah keji mengenai karakter dirinya, yang mengundang anggapan bahwa ia tidak pantas disebut sebagai anak Tuhan. Pemazmur juga diragukan kelayakannya untuk boleh masuk ke rumah Tuhan dan beribadah di sana, padahal ia rindu beribadah di tempat kudus itu (8). Maka pemazmur kemudian membela dirinya. Ia menolak tuduhan para musuh karena sesungguhnya ia memang tidak bergaul dengan orang berdosa atau ikut-ikutan dengan mereka, bahkan ia juga menolak sama sekali perbuatan mereka (4-5). Pemazmur juga tidak mau disamakan dengan para pendosa (9-10). Justru pemazmur menyatakan dirinya sebagai pelaku kebenaran yang memiliki tekad untuk terus memuji nama Tuhan (11-12). Oleh karena itu pemazmur mengadukan perkaranya kepada Tuhan, hakim yang adil. Dia siap diuji oleh Tuhan sendiri kalau memang ada dosa yang menyebabkan dirinya tak berkenan di hadapan hadirat Tuhan. Ia siap melakukan ritual pembuktian diri tak bersalah kalau memang diperlukan (6). Beranikah kita mengklaim diri benar, seperti yang dilakukan oleh pemazmur? Tentu bukan dengan kesombongan, melainkan dengan kerendahan hati karena sadar bahwa kebenaran kita adalah anugerah Allah. Memang seharusnya kita berani bersikap demikian karena kalau tidak, berarti kita sedang menyangkali karya Kristus yang telah menebus kita dari dosa. Atau jangan-jangan kita memang belum mengalami anugerah keselamatan itu? Kalau memang sudah, tunjukkan buah pertobatan kita dengan memiliki hidup yang berbeda dari dunia berdosa! Diskusi renungan ini di Facebook:
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |