Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2012/08/06 |
|
Senin, 6 Agustus 2012
|
|
Judul: Kedewasaan Yusuf Yusuf sangat terharu hatinya dan merindukan adiknya. Ia menangis ketika melihat Benyamin adiknya dalam kondisi segar bugar tanpa kekurangan apa pun, sehingga ia perlu untuk meninggalkan ruangan agar dapat melampiaskan emosinya (29-30). Yusuf bahkan memperlakukan Benyamin secara istimewa dalam pesta yang diadakan untuk menyambut kedatangannya. Ia memberikan hidangan untuk Benyamin lima kali lebih banyak dibanding saudara-saudaranya yang lain. Kelembutan hati Yusuf dan perhatian kepada saudara-saudaranya merupakan hasil kasih karunia Allah. Tidaklah mudah bagi Yusuf untuk mempertahankan imannya sebab selama bertahun-tahun ia hidup di Mesir. Di Mesir ia dikelilingi oleh dewa-dewa yang mati dan penyembahan berhala yang sia-sia. Dia bisa saja terpengaruh oleh cara hidup dan kepercayaan orang Mesir. Bisa saja dia mengeraskan hatinya dengan menyimpan dendam terhadap saudaranya. Namun Yusuf memilih untuk tidak melakukan hal itu. Sikap Yusuf benar-benar menunjukkan sikap seorang yang telah dewasa kerohaniannya serta penuh hikmat dari Allah. Ketika kita hidup di tengah-tengah orang yang tidak percaya, masih mampukah kita mempertahankan iman kepada Allah yang sejati? Ketika kita diperlakukan jahat, masih mampukah kita memelihara kasih karunia di dalam hati kita? Biarlah Tuhan membentuk kerohanian kita seperti Tuhan telah membentuk Yusuf agar kita pun dapat mempertahankan iman dan mampu menunjukkan kasih kepada sesama kita. Diskusi renungan ini di Facebook:
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |