Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2025/05/27 |
|
![]() |
|
Selasa, 27 Mei 2025 (Minggu ke-6 sesudah Paskah)
|
|
Sering kali banyak kemarahan, kekecewaan, bahkan kejatuhan kita sebagai manusia datang dari sikap serta pikiran yang menganggap bahwa segala sesuatu dapat dikendalikan dan dikondisikan demi memenuhi hasrat serta tujuan kita. Kepongahan itulah yang sering kali merasuk serta menuntun kepada dosa. Bahkan, kita lupa bahwa ada Allah yang mengendalikan segala sesuatu. Hal itulah yang juga menjadi pola pikir Balak, sang penguasa Moab. Dengan gembira ia menyongsong Bileam yang datang karena mengira bahwa dengan harta kekayaannya akhirnya Bileam mau menurutinya untuk mengutuki Israel. Namun, Bileam bukan tunduk pada Balak, melainkan terikat janji kepada malaikat agar ia hanya memperkatakan apa yang Allah perintahkan. Kesombongan Balak makin terlihat saat ia mengajukan tanya penuh sindiran kepada Bileam, "... Mengapa engkau tidak datang kepadaku? Apakah benar aku tidak sanggup memberi upahmu?" (37). Meskipun demikian, Bileam tegas mengatakan kepada Balak bahwa apa pun yang dikatakannya hanyalah perkataan Allah yang ditaruh di mulutnya (38). Diksi tersebut digunakan untuk menegaskan ketertundukkan mutlak Bileam kepada Allah. Bileam sadar betul bahwa Allah dapat melihat yang tersembunyi. Teguran Allah sudah ia terima melalui perjumpaannya dengan malaikat, dan sepertinya Bileam tidak menginginkan teguran Allah datang kepadanya lagi. Balak tidak memahami betul keteguhan hati Bileam dan masih merasa Israel pasti akan kena kutuk. Kepercayaan diri itu terlihat saat Balak mengarahkan Bileam untuk melihat Israel dari atas bukit (41). Saat itu, mungkin ia berpikir bisa memperalat Bileam untuk menghancurkan musuhnya. Pada akhirnya, harapan Balak itu tidak tercapai karena Bileam hanya tunduk kepada Allah yang ternyata berpihak pada Israel. Kadang-kadang kepongahan itu juga merasuk dalam sanubari kita sebagaimana Balak. Kita berkeras dalam kebebalan dan merasa bisa mengatur serta menguasai segala sesuatu. Seharusnya, hidup yang kita jalani adalah soal menjadi taat seutuhnya kepada Allah. [WDN]
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
![]() |
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |