Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2015/03/21

Sabtu, 21 Maret 2015

Lukas 20:27-44
Landasan kebenaran

Judul: Landasan kebenaran
Rasa ingin tahu manusia mengenai misteri alam semesta, manusia, Allah, dan kehidupan setelah kematian sangat besar. Dengan keyakinan terhadap akal budinya, manusia percaya bahwa dirinya mampu mengungkapkan misteri itu. Pelbagai asumsi, spekulasi, dan opini dicatat dalam bentuk tulisan dan dirumuskan menjadi sebuah teori awal. Teori awal ini menjadi landasan kebenaran manusia untuk mencapai kebenaran yang sifatnya mutlak.

Keingintahuan yang sama muncul pada kelompok Saduki. Orang Saduki tidak percaya akan kebangkitan dan dunia adikodrati. Mereka percaya pada kitab Musa, tetapi cara tafsir mereka bersifat rasionil, sistematis dan spekulatif. Mereka percaya bahwa akal budi memiliki sifat Ilahi. Sebab itu, akal budi memiliki kemampuan tanpa batas untuk menyingkapkan misteri. Di sini, penekanan pada akal budi menjadi syarat utama menemukan kebenaran Allah.

Perdebatan orang Saduki dengan Yesus seputar kebangkitan dan pernikahan. Saduki menyodorkan sebuah kasus imajiner yang ekstrim tentang seorang perempuan yang menikah tujuh kali, tetapi ia tetap tidak memiliki anak. Pertanyaan utamanya adalah siapakah suami sah dari perempuan itu saat kebangkitan orang mati? (27-33). Menjawab pertanyaan itu, Yesus memakai landasan yang sama dengan orang Saduki, yaitu kitab Musa. Dengan mengacu kepada kitab Musa, Yesus memperlihatkan bahwa kebangkitan itu ada. Sebab, Allah Musa adalah Allah orang yang hidup (37-38). Konsep Allah yang hidup menjadi dasar kebenaran yang dipakai Yesus untuk membuktikan adanya kehidupan setelah kematian. Orang yang layak mengalami kebangkitan akan hidup dalam keabadian. Di alam keabadian, manusia sudah sempurna dan tidak ada unsur hasrat dan nafsu duniawi yang melekat pada dirinya. Karena itulah, manusia tidak mengawinkan dirinya (34-36).

Dengan landasan manakah kita mencari kebenaran Allah? Akal budi atau firman Allah? Untuk memberi pertanggungjawaban iman, akal budi perlu diterangi firman Allah. Hendaknya kita senantiasa bersandar pada tuntunan Allah.

Diskusi renungan ini di Facebook:
https://www.facebook.com/groups/santapan.harian/

 

Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
melalui edisi Santapan Harian yang kami kirim secara rutin +/- 10.000 eks.
Kirim dukungan Anda ke: BCA 106.30066.22 Yay Pancar Pijar Alkitab.

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org