Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2015/03/05 |
|
Kamis, 5 Maret 2015
|
|
Judul: Jangan seperti orang Farisi Pertobatan ini menyentuh hati sang ayah. Meski si anak bungsu sudah berbuat sesuka hati, hati si ayah yang penuh dengan kasih karunia membuat relasi di antara mereka dipulihkan (20-24). Ketika anak sulung menolak untuk berpartisipasi dalam pesta penyambutan anak bungsu, si ayah pun menemui anak sulungnya yang mengira bahwa kerja kerasnya adalah dasar untuk beroleh kasih dan imbalan dari ayahnya. Perumpamaan ini merupakan tanggapan Yesus terhadap orang Farisi dan ahli Taurat yang menggerutu karena Yesus menerima orang-orang berdosa yang bertobat, dan malah bergembira atas hal itu. Memang begitulah "penyakit" orang Farisi. Mereka melihat orang lain sebagai pendosa. tetapi gagal mellihat diri sendiri sebagai orang berdosa yang seharus menerima kasih karunia Allah. Jika kita memahami anugerah Allah, kita tentu akan bersukacita bila ada orang berdosa yang mau bertobat. Dengan kata lain, sukacita itu akan kita miliki bila kita mau juga berbagi berita keselamatan itu kepada mereka yang belum percaya. Bagaimana caranya? Seperti Yesus, kita dapat menjalin relasi yang baik dengan orang-orang itu. Bila kita menjauhkan diri dari mereka, mereka bisa saja kehilangan kesempatan untuk mendengar berita sukacita itu. Diskusi renungan ini di Facebook:
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |