Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-rh/2005/06/11

Sabtu, 11 Juni 2005

Bacaan   : Wahyu 21:14-21
Setahun : Pengkhotbah 4-6
Nas       : Jalan-jalan kota itu dari emas murni bagaikan kaca bening (Wahyu 21:21)

ASPAL SURGA

Cerita ini mengisahkan tentang seorang penambang yang menemukan emas dan membawa-bawa tasnya yang penuh dengan batangan emas ke mana-mana. Suatu hari ia meninggal dan menuju surga, sambil masih membawa batangan emasnya yang berharga. Setibanya di surga, seorang malaikat bertanya mengapa ia membawa aspal. "Ini bukan aspal," jelasnya, "ini emas." Sang malaikat menanggapi perkataannya dengan berkata, "Di bumi, benda itu memang disebut emas, tetapi di sini, di surga, kami memakainya untuk mengeraskan jalan-jalan."

Ini memang cuma lelucon. Namun, cerita ini mengajak kita untuk berpikir tentang apa yang kita anggap berharga, dan apa yang benar-benar berharga bagi Allah.

Dalam Wahyu 21, saya paling terkesan terhadap penggambaran tentang jalan-jalan di surga yang adalah "emas murni bagaikan kaca bening" (ayat 21). Di dunia, kita menilai emas sebagai logam yang paling berharga dan menjadikannya sebagai harta milik kita yang paling berharga. Namun di surga, kita berjalan di atas emas. Sungguh kontras!

Benda yang kita angap berharga di bumi ini, tidak dinilai tinggi di surga -- itu adalah barang-barang tak perlu yang kita beli dan kumpulkan, saham dan rekening bank, kekaguman dan kemasyhuran. Ketika tiba waktunya untuk mengucapkan selamat tinggal kepada bumi, nilai apakah yang masih tertinggal pada barang-barang tersebut?

Harta benda duniawi sifatnya hanya sementara. Ingat, kekayaan kita yang sejati ada di surga -- VCG

MEREKA YANG MENYIMPAN HARTA DI SURGA
ADALAH ORANG-ORANG TERKAYA DI BUMI

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org