Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-rh/2007/04/24 |
|
Selasa, 24 April 2007 Bacaan : Amsal 24:30-34 Setahun : 2Samuel 19-20; Lukas 18:1-23 Nas : Aku memandangnya, aku memerhatikannya, aku melihatnya dan menarik suatu pelajaran (Amsal 24:32)
|
|
Ayah mertua saya telah mengubah puncak bukit yang berbatu dan tandus di Texas menjadi sebuah rumah yang indah dengan padang rumput hijau yang teduh. Setelah memindahkan ribuan batu, ia menambahkan humus, menanami pohon dan rumput, serta menyiraminya dengan rajin. Sejak ia meninggal, lahan itu menjadi kurang terawat. Sekarang saat saya berkunjung dan bekerja di sekitar rumah itu untuk memerangi tanaman berduri dan semak belukar, saya pun merenungkan kondisi hati saya. Apakah kondisi saya seperti pekarangan yang terabaikan itu, atau seperti ladang dan kebun anggur yang digambarkan dalam Amsal 24 -- ditumbuhi onak, tertutup dengan jeruju, temboknya sudah roboh? (ayat 31). Pemiliknya malas dan tidak berakal budi (ayat 30), mungkin telah menunda-nunda pekerjaan yang dapat dikerjakan hari ini untuk bersenang-senang lebih lama. Selain nasihat yang praktis tentang kerajinan dalam bekerja, saya menemukan sebuah cara untuk merawat jiwa saya. Duri keegoisan bertumbuh secara alami di dalam diri saya, sementara buah yang menyenangkan Allah perlu dipelihara secara teratur dan disirami melalui doa, pengakuan dosa, dan ketaatan kepada Tuhan. Tanpa semua itu, tanah hati saya akan terimpit oleh duri kesia-siaan dan kerakusan. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan," tulis Salomo, "karena dari situlah terpancar kehidupan" (Amsal 4:23). Hal itu membutuhkan perawatan yang teratur -- DCM
TAMAN HATI KITA PERLU DISIANGI DAN DIRAWAT SECARA TERATUR
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |