Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/165

e-Reformed edisi 165 (25-6-2015)

Thomas Aquinas

______________________Milis Publikasi e-Reformed______________________

e-Reformed -- Thomas Aquinas
Edisi 165/Juni 2015

DAFTAR ISI:
ARTIKEL: THOMAS AQUINAS
STOP PRESS: BERGABUNGLAH DALAM KELAS TAFSIRAN MARKUS (TMR)!

Dear e-Reformed Netters,

Apakah filsafat memiliki peran dalam teologi? Pemakaian filsafat dalam 
disiplin teologi memiliki sejarah yang panjang, dan sering kali 
diterima dengan rasa curiga dan was-was oleh banyak kalangan gereja. 
Mengapa demikian? Sebab, filsafat dianggap memiliki potensi membuat 
orang teracuni dalam memahami kebenaran Alkitab. Dalam edisi kali ini, 
e-Reformed menyajikan sebuah artikel yang ditulis oleh Kalvin S. 
Budiman, yang membahas kiprah seorang tokoh utama dalam sejarah gereja 
pada abad pertengahan, Thomas Aquinas, yang terkenal karena 
tafsirannya terhadap tulisan-tulisan filsuf besar Yunani, Aristoteles, 
dan karena usahanya untuk memakai filsafat dalam teologi.

Dalam perkembangannya, Aquinas lebih diingat sebagai seorang filsuf 
ketimbang seorang teolog, apalagi penafsir Alkitab. Padahal jabatan 
yang diemban oleh Aquinas semasa hidupnya adalah sebagai baccalaureus 
biblicus dan magister in theologia. Khususnya di kalangan kaum Injili, 
Aquinas memiliki reputasi yang kurang baik karena dianggap telah 
mencemari kemurnian Injil atau teologi Kristen dengan racun pemikiran 
manusia atau filsafat. Hal ini mungkin mengusik kita untuk mengenal 
kiprah seorang Aquinas dalam usahanya memakai filsafat dalam teologi. 
Mari menyimak bersama artikel berikut ini. Semoga ini menjadi berkat 
bagi kita semua. Soli Deo Gloria.

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Ayub
< ayub(at)in-christ.net >
< http://reformed.sabda.org >


                       ARTIKEL: THOMAS AQUINAS

Dalam membangun teologinya, Aquinas mencoba untuk menghindari dua 
ekstrem. Di satu pihak adalah dari Averroes, seorang filsuf dan teolog 
Islam yang hidup satu abad sebelum Aquinas. Bagi Averroes, filsafat 
Aristoteles adalah klimaks perkembangan filsafat Yunani. Akan tetapi, 
dalam beberapa topik, filsafat Aristoteles bertentangan dengan teologi 
Islam. Averroes berpendapat bahwa kebenaran dalam teologi dan 
kebenaran dalam filsafat sifatnya berbeda. Itu sebabnya, menurut 
Averroes, apa yang benar menurut filsafat, bisa salah menurut teologi. 
Sebaliknya, apa yang benar menurut teologi, bisa salah menurut 
filsafat. Misalnya, menurut filsafat Aristoteles, roh manusia sifatnya 
tidak kekal. Hal ini benar dalam filsafat karena menurut Averroes, 
Aristoteles memakai pembuktian secara akali. Sedangkan di dalam 
teologi Islam, roh manusia dikatakan kekal karena didasarkan pada 
wahyu Allah. Dengan demikian, bagi Averroes, dua pernyataan yang 
bertentangan, satu dari filsafat dan satu lagi dari teologi, dua-
duanya bisa benar. Aquinas menolak pemahaman semacam ini karena bagi 
dia, hanya ada satu kebenaran yang berasal dari satu sumber, yaitu 
Allah sendiri. Kebenaran dalam filsafat mestinya tidak bertentangan 
dengan kebenaran dalam teologi. Jika bertentangan, filsafat harus 
ditundukkan di bawah terang teologi.

Di lain pihak, ekstrem lain yang Aquinas hindari adalah pendapat dari 
kelompok Franciscan pada zamannya, seperti Bonaventura. Sama seperti 
Aquinas, Bonaventura juga percaya hanya ada satu kebenaran karena 
hanya ada satu sumber kebenaran, yaitu Tuhan sendiri. Yang berbeda 
adalah bagaimana Bonaventura mengaplikasikan prinsip ini ke dalam 
konteks relasi antara filsafat dan teologi. Bonaventura percaya bahwa 
pengetahuan yang sejati sumbernya adalah iluminasi ilahi. Tanpa 
pencerahan dari iman, kebenaran yang seseorang pegang bukanlah 
kebenaran yang sejati. Walaupun ia mengakui bahwa filsafat seperti 
yang dikemukakan oleh Aristoteles mengandung kebenaran, tetapi itu 
bukanlah kebenaran yang sejati. Berangkat dari pemahaman ini, 
Bonaventura tidak memberi tempat untuk Aristoteles dalam teologinya.

Aquinas mengakui bahwa filsafat sifatnya terbatas, bahkan juga 
mengandung "sisi gelap". Ia juga mengakui bahwa walaupun filsafat 
memiliki beberapa kesamaan dengan teologi, filsafat juga sering kali 
berseberangan. Untuk mengatasi fakta ini, Aquinas menolak dua jalan 
keluar di atas. Ia setuju dengan Bonaventura bahwa filsafat harus 
ditundukkan di bawah terang iman, tetapi ia tidak setuju dengan 
Bonaventura bahwa kemudian ia harus membuang filsafat begitu saja. 
Menurut Aquinas, kedua bidang studi ini mesti dibedakan menurut 
hakikat (nature) dan ruang lingkupnya (scope). Filsafat dan teologi 
adalah seperti akal dan wahyu, keduanya tidak bertentangan kalau 
masing-masing hakikatnya dimengerti dengan tepat. Akal budi manusia 
pada hakikatnya hanya mendemonstrasikan kebenaran sejauh kebenaran itu 
berkaitan dengan dunia ciptaan ini. Sementara itu, kebenaran yang 
berasal dari pewahyuan ilahi yang diterima melalui iman sifatnya 
melampaui kebenaran yang berasal dari akal budi manusia. Dengan kata 
lain, bagi Aquinas, sumber kebenaran hanya satu, tetapi cara untuk 
manusia mencapai pengetahuan, bentuknya bermacam-macam, bergantung 
pada objeknya. Salah satunya adalah melalui proses berpikir 
(filsafat), tetapi yang utama adalah melalui pewahyuan (teologi). 
Asalkan akal budi diletakkan sesuai dengan tempat dan kapasitasnya, 
baik itu filsafat maupun ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, hasil 
pemikiran akal budi manusiawi dapat dimanfaatkan dalam teologi. Dalam 
salah satu bukunya, "Summa Contra Gentiles", Aquinas berkata, "Cara 
seseorang menyampaikan kebenaran tidak selalu sama, dan, seperti yang 
dengan tepat dikatakan oleh sang filsuf [Aristoteles], `orang yang 
berpendidikan tahu bagaimana menggapai pemahaman sesuai konteks 
penyelidikannya.`" Artinya, setiap disiplin ilmu: matematika, biologi, 
tata bahasa, termasuk filsafat, masing-masing memiliki cara dan 
batasan pengetahuan yang dapat dihasilkan karena objeknya yang 
berbeda-beda. Tiap-tiap disiplin ini dapat memberikan sumbangsih pada 
teologi sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.

Jadi, dalam berteologi, akal kita dapat mempelajari kebenaran tentang 
Allah sebatas, misalnya, tentang keberadaan Allah atau tentang 
beberapa sifat Allah, tetapi kebenaran-kebenaran teologis lainnya, 
seperti Allah Tritunggal, letaknya di luar jangkauan filsafat atau 
daya nalar manusia. Kita menerima Allah Tritunggal sesuai kapasitas 
akal kita, tetapi kita tidak mendasarkan pemahaman kita tentang 
Tritunggal pada akal budi kita, melainkan pada wahyu Allah. Aquinas 
melihat teologi sebagai sebuah pengetahuan (science), sama seperti 
pengetahuan-pengetahuan lainnya, tetapi teologi sifatnya kudus (sacred 
science). Teologi memiliki kualitas sebagai ilmu pengetahuan, sama 
seperti ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, tetapi bedanya adalah teologi 
berkaitan erat dengan iman kita kepada Allah. Teologi adalah seperti 
"jalan" yang membawa manusia kembali kepada Allah. Teologi membahas 
tentang Allah dan segala hal yang bersangkut paut dengan Allah sebagai 
yang memulai (beginning) dan tujuan (end) keberadaan segala hal 
tersebut. Dalam pembukaan "Summa Theologiae", Aquinas menulis: 
"Teologi tidak membahas tentang Allah dan ciptaan secara seimbang. 
Yang pertama dan utama, teologi adalah tentang Allah, kemudian tentang 
ciptaan sejauh ciptaan bergantung pada Allah sebagai yang mengawali 
dan yang dituju." Pengetahuan-pengetahuan manusiawi lainnya (filsafat, 
matematika, seni, dan lain sebagainya) sifatnya berdikari 
(independent) dan tidak bertentangan dengan kebenaran-kebenaran dalam 
teologi, tetapi sifatnya terbatas dibandingkan dengan teologi. Bahkan, 
bagi Aquinas, hanya dari kacamata teologilah seseorang dapat 
menyatukan kebenaran-kebenaran dalam berbagai bidang studi yang 
manusia pelajari. Di samping itu, menurut Aquinas, teologi (sacred 
science) melampaui pengetahuan-pengetahuan (science) manusia lainnya 
karena hanya teologi yang mencakup aspek kontemplatif dan praktis. 
Artinya, teologi membawa manusia ke dalam kebenaran-kebenaran abstrak 
yang sifatnya ilahi, tetapi juga mendorong manusia untuk 
mengaplikasikan kebenaran-kebenaran tersebut dalam perbuatan hidup 
sehari-hari. Tidak heran jikalau Aquinas menegaskan bahwa teologi sama 
dengan hikmat atau wisdom karena hanya teologi yang mempertimbangkan 
penyebab yang tertinggi (Allah) dan segala ciptaan di dalam relasinya 
dengan Allah.

Bagi Aquinas, segala filsafat dan ilmu pengetahuan manusia lainnya 
yang dibicarakan oleh Aristoteles atau para filsuf lainnya bersangkut 
paut dengan metafisika dalam wilayah dunia ciptaan Allah. Teologi 
mencoba memberikan penjelasan tentang realitas ciptaan dalam kaitannya 
dengan Sang Pencipta. Demikian pula, filsafat mencoba untuk memahami 
dan menjelaskan segala aspek dalam realitas sejauh pengamatan manusia. 
Cara pendekatan dan sifat pengetahuannya berbeda, tetapi kebenaran 
hasil pengamatan manusia tidak akan bertentangan dengan kebenaran 
wahyu ilahi karena sumbernya sama. Demikian pula, Aquinas percaya 
bahwa segala pengetahuan manusia memiliki tujuan tertinggi (final dan 
ultimate end) yang sama, yaitu pengetahuan tentang "the past Cause" 
itu sendiri. Karena itu, filsafat dan semua disiplin ilmu manusia 
lainnya perlu dipimpin dan diarahkan oleh teologi.

Barangkali, contoh pemakaian filsafat dalam teologi dari Aquinas yang 
sangat terkenal adalah lima argumen (five proofs atau five ways) yang 
Aquinas kemukakan tentang keberadaan Allah. Ia memakai filsafat 
Aristoteles tentang the first mover, efficient cause, being, 
teleology, dan the highest good untuk membuktikan bahwa keberadaan 
Allah dapat dipahami oleh akal manusia. Banyak orang salah mengerti 
bahwa melalui lima argumen ini, Aquinas membangun teologi di atas 
dasar filsafat. Kalau kita membaca dengan teliti bagian dalam "Summa 
Theologiae" tersebut, kita akan mendapati bahwa Aquinas bukan 
bermaksud untuk membuktikan keberadaan Allah, dan kemudian di atasnya 
ia membangun teologi. Yang ia maksud adalah bahwa iman kita kepada 
Allah bukanlah sekadar "wishful thinking", melainkan dapat dimengerti 
atau didemonstrasikan secara sah oleh akal sehat. Artinya, Aquinas 
bukan mengatakan bahwa tanpa lima argumen tersebut, kita tidak dapat 
memercayai Allah atau bahwa lima argumen tersebut adalah landasan iman 
kita. Argumen-argumen tersebut adalah sebuah penegasan tentang iman 
kita. Aquinas hendak menegaskan bahwa iman kita kepada Allah adalah 
iman yang bisa diuji kebenarannya dengan akal budi manusia. Dengan 
iman, kita menerima kebenaran yang melampaui akal, tetapi bukan 
kebenaran itu bertentangan dengan akal manusia. Dalam banyak aspek 
kebenaran teologi, kita bahkan dapat memakai akal untuk menjelaskan 
atau mempertahankan iman Kristen. Contohnya adalah lima argumen 
tentang keberadaan Allah dari Aquinas.

Di bagian lain lagi, Aquinas memakai filsafat Aristoteles sebagai 
kerangka pemikiran, tetapi mengubah isinya dengan pemahaman dari 
Alkitab. Di bagian tentang hakikat manusia dan prinsip hidup manusia, 
Aquinas menerima pendapat Aristoteles tentang prinsip hidup manusia 
yang sifatnya teleologis, yaitu bahwa setiap perbuatan manusia 
memiliki makna untuk mencapai tujuan atau kesempurnaan (telos) manusia 
yang tertinggi yang bukan hanya berbentuk aktualisasi segala potensi 
(moral maupun intelektual) pada diri manusia, tetapi juga partisipasi 
di dalam keberadaan Allah sendiri. Kita berusaha untuk berbuat yang 
baik dan yang benar karena di dalam diri kita ada dorongan untuk 
menjadi makin lama makin serupa dengan Allah. Bahasa yang dipakai oleh 
Aquinas adalah bahasa Aristoteles tentang natur manusia yang bersifat 
teleologis, tetapi isi yang Aquinas berikan dalam kerangka pikir ini 
sama sekali asing dari Aristoteles. Aquinas memperkenalkan, misalnya, 
bahwa untuk mencapai telos tersebut, manusia membutuhkan kehadiran 
anugerah -- sebuah konsep yang sepenuhnya Kristen. Dengan berbuat 
demikian, ia mendapati bahwa filsafat adalah alat bantu yang efektif 
untuk menjelaskan tentang Allah dan manusia menurut pola pikir yang 
dapat dipahami oleh akal budi kita, tanpa mengorbankan isi iman 
Kristen.

Diambil dan disunting dari:
Judul buku: Veritas, Jurnal Teologi dan Pelayanan
Judul bab: Mengubah Air Filsafat Menjadi Anggur Teologi
Judul artikel: Thomas Aquinas
Penulis: Kalvin S. Budiman
Penerbit: SAAT, Malang 2010
Halaman: 175 -- 179


     STOP PRESS: BERGABUNGLAH DALAM KELAS TAFSIRAN MARKUS (TMR)!

KABAR GEMBIRA!

Pada bulan Juli/Agustus 2015, PESTA akan membuka Kelas Tafsiran Markus 
(TMR). Kelas ini akan mempelajari Survei Injil Markus dan Tafsiran 
dari Injil Markus. Injil Markus adalah Injil yang ditulis oleh Markus 
dengan tema utama Kristus sebagai Hamba yang menderita. Kelas ini akan 
membahas Injil Markus secara lebih mendalam dan menggunakan sudut 
pandang alkitabiah.

Mari bagi saudara-saudara yang rindu untuk belajar firman Tuhan dengan 
sistem kelas online via Facebook, kami undang untuk bergabung dengan 
kami. Kelas ini mempunyai standar penilaian dan pencapaian 
pembelajaran tuntas yang di akhiri dengan pemberian sertifikat sebagai 
tanda kelulusan. Mari segera daftarkan diri anda dan bergabung 
bersama-sama dengan rekan-rekan lain untuk berdiskusi dalam Kelas 
Tafsiran Markus. Silakan mendaftar kepada admin PESTA dengan alamat 
< kusuma(at)in-christ.net >. Daftar segera dan dapatkan kesempatan 
belajar teologia secara online bersama dengan PESTA.


Kontak: reformed(at)sabda.org
Redaksi: Ayub, Yulia Oeniyati, dan N. Risanti
(c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >


______________________________e-Reformed______________________________
Kontak Redaksi: < reformed(a t)sabda.org >
Untuk mendaftar: < subscribe-i-kan-untuk-Reformed(a t)hub.xc.org >
Untuk berhenti: < unsubscribe-i-kan-untuk-Reformed(a t)hub.xc.org >
Arsip e-Reformed: < http://www.sabda.org/publikasi/e-reformed >
SOTeRI: < http://soteri.sabda.org/ >
Situs YLSA: < http://www.ylsa.org/ >
Situs SABDA Katalog: < http://katalog.sabda.org/ >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org