Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/132

e-Reformed edisi 132 (30-9-2012)

Memahami Alkitab Secara Menyeluruh

______________________Milis Publikasi e-Reformed______________________

e-Reformed -- Memahami Alkitab Secara Menyeluruh
Edisi 132/September 2012

DAFTAR ISI
ARTIKEL: MEMAHAMI ALKITAB SECARA MENYELURUH
STOP PRESS: PELATIHAN SOFTWARE ALKITAB SABDA DI MAGELANG

Dear e-Reformed Netters,

Artikel yang ditulis oleh Christopher J.H. Wright dengan judul
"Memahami Alkitab Secara Menyeluruh" ini, sangat menolong saya untuk
melihat kronologi "Perjanjian" (Covenant) yang Allah berikan dan
turunkan dari Nuh sampai ke Daud, bahkan sampai masa Perjanjian Baru.
Jika orang Kristen dapat memahami kronologi ini, maka saya yakin
banyak orang Kristen akan melihat Alkitab dengan cara yang jauh lebih
jelas. Kita tidak lagi berani mencomot kisah dalam Alkitab dan
melepaskannya dari konteks keseluruhan Alkitab. Kisah-kisah dalam
Alkitab saling berhubungan dan memberi makna secara luas dan mendalam
sebagaimana maksud misi agung Allah. Cara berpikir kita pun akan
dibentuk oleh pola pikir Alkitab, sehingga kita mulai dapat melihat
ayat-ayat Alkitab selaras dengan maksud pemikiran Allah. Ini merupakan
pencerahan pemikiran Kristen yang luar biasa. Melalui artikel ini kita
akan diyakinkan bahwa kekristenan benar-benar berbeda dengan agama-
agama lain.

Oleh sebab itu, saya sangat merekomendasikan Anda membaca artikel di
bawah ini dengan teliti dan perlahan-lahan. Setiap bagian harus
dicerna dengan baik-baik. Setelah membaca artikel ini, Anda pun harus
perlahan-lahan mengubah cara berpikir lama Anda supaya Anda bisa
melihat Alkitab secara utuh. Saya yakin Anda akan semakin bergairah
dalam mempelajari Alkitab karena Anda akan semakin mengerti cara pikir
Allah. Selamat membaca.

Redaksi e-Reformed,
Yulia Oeniyati
< http://reformed.sabda.org >

               ARTIKEL: MEMAHAMI ALKITAB SECARA MENYELURUH

Dalam memahami Alkitab, kita perlu melihat Alkitab dengan cara
"melihat ke atas". Tujuannya adalah supaya kita dapat memercayai
Alkitab sebagai firman Allah. Namun, kita juga perlu "melihat ke
bawah" supaya dapat memelajari Alkitab yang disampaikan dalam wujud
kata-kata penulisnya, yang adalah manusia, yang hidup dalam konteks
mereka masing-masing. Langkah kita berikutnya adalah mengakui bahwa
setiap perikop di dalam Alkitab merupakan bagian dari suatu kerangka
keseluruhan Alkitab. Di satu sisi, pemahaman kita tentang suatu
perikop tertentu akan dipengaruhi oleh posisinya sebagai bagian dari
Alkitab, yang merupakan satu kesatuan dan kita juga harus
mengartikannya di bawah terang bagian Alkitab lainnya. Di sisi lain,
perikop tunggal itu sendiri memberikan sumbangannya -- entah kecil
atau besar -- kepada pesan Alkitab secara keseluruhan. Seluruh bagian
lain dalam Alkitab akan memengaruhi pemahaman kita mengenai suatu
perikop tertentu, sementara pemahaman kita tentang masing-masing
perikop akan memengaruhi pemahaman kita tentang bagian Alkitab lainnya
secara menyeluruh.

Karena alasan di atas, kita perlu memahami Alkitab secara keseluruhan
dan mengerti tentang Penyataan-Nya (wahyu) yang luar biasa luas.
Demikian juga, saat memelajari suatu perikop, kita perlu "melihat ke
belakang" dan "melihat ke depan" isi Alkitab secara keseluruhan, untuk
memerhatikan hal-hal yang mendahului dan mengikuti suatu perikop.
Setelah kita membaca perikop secara berulang-ulang dengan melihat
perikop-perikop Alkitab yang lain, kita sebenarnya sedang membangun
sebuah pola pandang alkitabiah. Artinya, Alkitab sebagai suatu
keseluruhan akan menjadi lensa/kaca mata yang kita pakai, yang
melaluinya kita menafsirkan kehidupan, juga berbagai peristiwa dan
gagasan. Secara berangsur-angsur, kita bukan lagi sekadar memikirkan
"tentang" Alkitab, melainkan "berpikir selaras dengan" pola pikir
Alkitab.

Mari kita mengambil contoh dari Rasul Paulus mengenai pendekatan
sistematis terhadap Alkitab ini. Paulus tampaknya menggunakan sebagian
besar waktunya untuk membimbing jemaat di Efesus. Dari Alkitab, kita
tahu bahwa di kota Efesus ini Paulus mengajar di sebuah ruang kuliah
sewaan setiap hari, dan juga menjadi gembala bagi jemaat di kota serta
mengunjungi rumah-rumah mereka. Ia menggambarkan tiga tahun
pelayanannya kepada jemaat dengan dua cara, yaitu saat ia mengucapkan
perpisahan kepada para penatua jemaat di Efesus sebagaimana dicatat
dalam Kisah Para Rasul 20.

Pertama, dalam ayat 20 Paulus berkata, "Sungguh pun demikian aku tidak
pernah melalaikan apa yang berguna bagi kamu. Semua kuberitakan dan
kuajarkan kepada kamu, baik di muka umum maupun dalam
perkumpulan-perkumpulan di rumah kamu."

Jadi, pengajaran dan pemberitaan Paulus memunyai relevansi lokal dan
kontekstual -- "aku tidak pernah melalaikan apa yang berguna bagi
kamu." Ia langsung mengatasi kebutuhan dan menjawab berbagai
pertanyaan mereka. Namun, fakta bahwa ia "memberitakan" dan "mengajar"
hampir dipastikan mengandung makna bahwa ia menggunakan firman Allah
(yang sekarang kita sebut Perjanjian Lama) untuk melakukannya. Ia
menggunakan dan menerapkan firman Allah pada masalah-masalah yang
dihadapi oleh orang percaya di Efesus pada masa hidup mereka. Cara
pengajaran Paulus serupa dengan apa yang sekarang kita sebut sebagai
khotbah topikal dan tematis.

Namun, di ayat 27 Paulus menambahkan, "Sebab aku tidak lalai
memberitakan seluruh maksud Allah kepadamu". Bagi Paulus "seluruh
maksud Allah" atau seluruh kehendak, atau seluruh pendapat Allah
berarti seluruh wahyu Allah yang tertuang di dalam Alkitab. Jelas
bahwa Paulus memahami tujuan dan misi Allah melalui firman Allah pada
waktu itu (yaitu Perjanjian Lama) melalui penciptaan dan sejarah
Israel dalam PL. Firman Allah menyatakan urutan janji-janji dalam
perjanjian Allah yang luar biasa, yang melaluinya Allah menyatakan
komitmen-Nya untuk memberkati Israel, bangsa-bangsa, dan seluruh
dunia. Dengan demikian, Paulus secara sistematis mengajarkan kepada
orang-orang percaya baru segala pengajaran alkitabiah, yaitu hukum,
sejarah, nabi-nabi, Mazmur, dan kitab-kitab hikmat, yang merupakan
bagian yang menyusun "seluruh maksud Allah".

Tujuan kita membaca dan memahami Alkitab semestinya juga sama. Seperti
Paulus, kita harus menggunakan Alkitab dalam cara yang relevan dengan
kebutuhan nyata orang-orang zaman sekarang. Sebagaimana Paulus, kita
semestinya menggunakan Alkitab saat kita melayani kebutuhan mereka.
Jadi, tugas kita adalah untuk memadukan:

- seluruh kebutuhan orang-orang yang kita layani, dengan
- firman Allah secara menyeluruh.

"Bukan" -- menyampaikan pesan yang relevan dengan kebutuhan
orang-orang tanpa mengacu pada Alkitab.

"Bukan" -- mengajarkan Alkitab tanpa ada relevansinya dengan kebutuhan
orang-orang yang kita layani.

Memperlakukan Alkitab Secara Keseluruhan: Memahami Kesatuan Isi Alkitab

Membahas kesatuan Alkitab adalah salah satu implikasi dari pengakuan
kita bahwa Alkitab adalah firman Allah, yang penulisnya secara
keseluruhan adalah Allah sendiri. Namun, kami juga sudah menunjukkan
bahwa kesatuan ini memiliki arti ada suatu tema utama secara
keseluruhan, yang bagian-bagiannya bisa dinalar dengan jelas dan
setiap bagian itu saling memengaruhi. Kesatuan di sini bukan berarti
keseragaman karena Alkitab mengandung banyak sekali keragaman.

Alkitab tidak seperti sebuah kanal yang aliran airnya mengalir mulus
melalui satu saluran, yang tepiannya ditandai dengan jelas dan
mengarah ke satu tujuan tertentu saja. Alkitab lebih menyerupai sebuah
sistem sungai yang besar. Ada banyak anak sungai dan belokan-belokan
serta perubahan arah aliran airnya. Ada banyak pulau dan danau di
sepanjang alirannya. Demikian juga, ada banyak tempat yang airnya
mengalir lurus, dalam, dan tenang; sementara tempat lainnya dipenuhi
dengan batu-batu besar dan riam berair deras yang menghasilkan
berbagai bunyi dan percikan air; ada air terjun dan kolam-kolam; ada
jarak yang panjang sekali antara sumber air dan muara sungai, dan ada
rentang waktu yang panjang yang dibutuhkan oleh air sungai itu untuk
menempuh jarak yang jauh. Namun, pada akhirnya semua aliran air yang
membentuk suatu sistem sungai besar itu merupakan satu kesatuan, dan
semua airnya akan menuju ke arah yang sama, yaitu laut. Demikian pula
dengan Alkitab, yang dalam segala kekayaan keragamannya memiliki satu
kesatuan tujuan; semua bagiannya turut memberikan sumbangan dan
seluruhnya bergerak mencapai tujuan akhir, yaitu ke arah Kristus
sebagai pusatnya dan ciptaan baru sebagai titik terakhirnya.

Ada berbagai cara yang bisa digunakan untuk mencoba mengungkapkan
nuansa kesatuan Alkitab. Berikut ini beberapa contoh, tetapi tidak ada
satu pun cara yang "paling benar" atau "terbaik". Semuanya menggunakan
penalaran dan mengandung sejumlah kebenaran. Anda bahkan bisa
merancang skema Anda sendiri. Semua skema yang disarankan ini memunyai
satu kesamaan, yaitu fokusnya adalah Yesus Kristus, faktor pemersatu
dalam semua penafsiran Kristen tentang Alkitab (sebagaimana yang
ditunjukkan Yesus kepada dua orang murid dalam perjalanan ke Emaus).

Berikut beberapa contoh kemungkinan cara yang bisa digunakan untuk
melihat kesatuan struktur Alkitab secara keseluruhan:

Kisah Agung Karya Allah: Dari Penciptaan Sampai Penciptaan Baru

Sesungguhnya, Alkitab adalah sebuah kisah. Kisah ini diawali dengan
penciptaan dan diakhiri dengan penciptaan baru. Di antara dua titik
ini, Alkitab menceritakan berbagai masalah mengerikan yang disebabkan
oleh dosa manusia dan pemberontakannya (kejatuhan manusia dalam dosa),
kemudian dilanjutkan (dalam bagian terbesar di Alkitab) dengan kisah
berbagai tindakan karya penebusan Allah yang dilakukan-Nya di
sepanjang sejarah. Melalui tindakan-tindakan ini Allah mengatasi
masalah dosa, menebus umat manusia, dan memulihkan seluruh
ciptaan-Nya. Kisah ini bagaikan suatu garis tebal yang terbagi
menjadi empat bagian utama. Bagian-bagian ini secara bersama-sama
merupakan empat pilar alkitabiah yang mendasari iman Kristen:
Penciptaan, Kejatuhan Manusia, Sejarah Karya Penebusan, dan Harapan
Masa Depan.

Alur kisah Alkitab yang sangat jelas ini, yang mencakup kesatuan
berbagai kitab dalam Alkitab yang saling memengaruhi, merupakan satu
keistimewaan Alkitab yang membedakannya dari kitab-kitab suci agama
lain.

Karena itu, penting sekali bagi kita untuk memiliki pandangan
menyeluruh mengenai kisah agung dalam Alkitab. Kita perlu memahami
perikop mana saja yang sedang kita pelajari, bukan hanya dalam konteks
sejarah dan sastra di mana perikop itu berada, melainkan juga
meletakkannya dalam konteks alur kisah secara keseluruhan di dalam
Alkitab. Kita perlu mengetahui di titik mana suatu perikop berada
dalam alur utama Alkitab, sehingga kita bisa mengerti maknanya dengan
diterangi oleh bagaimana Allah berhadapan dengan umat-Nya, sampai di
titik tersebut. Kita tidak semestinya membaca Alkitab dengan pola
pikir seakan-akan semua isinya diberikan pada waktu yang sama, dan
semua tokoh yang ada di dalamnya mengerti segala sesuatu sebagaimana
yang kita ketahui sekarang. Kita tahu isi Alkitab dengan lengkap
karena sudah membaca semuanya. Allah memilih memberikan firman-Nya
melalui media sejarah, sehingga kita perlu memperhitungkan hal ini
ketika berusaha memahami setiap bagiannya dalam terang kisah secara
keseluruhan. Mengetahui keseluruhan kisah juga penting karena dua
alasan.

Pertama, keseluruhan kisah ini masuk akal bagi kita sebagai orang
Kristen yang melihatnya dalam terang Yesus Kristus dari Nazaret,
Mesias bagi Israel, dan Juru Selamat dunia. Seluruh Perjanjian Lama
menunjuk Yesus sebagai titik klimaks (sebagaimana ditunjukkan Matius
yang memulai Injilnya dengan menuliskan silsilah Yesus, yang
mengingatkan keseluruhan narasi PL sejak dari Abraham). Perjanjian
Lama menceritakan kisah yang semuanya digenapi di dalam Kristus dan
menyatakan janji yang kemudian dipenuhi di dalam Yesus. Perjanjian
Lama itu bagaikan perjalanan panjang di mana Kristus adalah tujuan
akhirnya. Selanjutnya, tentu saja, PB menunjukkan bagaimana kisah yang
sama itu bergerak maju dengan cepat ke arah masyarakat multinasional,
terus berkembang sepanjang sejarah dan wilayah geografis, sampai misi
Allah yang luar biasa terpenuhi bagi setiap ciptaan ketika Kristus
datang kembali nanti. Dengan demikian, supaya bisa memahami Kristus,
yaitu pribadi-Nya, misi-Nya, kehidupan, dan kematian-Nya, serta
pentingnya Kristus bagi semua bangsa dan semua ciptaan, kita perlu
memahami keseluruhan kisah dalam Alkitab.

Alasan penting yang kedua adalah karena kisah agung ini merupakan
dasar bagi pola pandang Kristen. Semua elemen kunci yang merupakan
dasar keyakinan kita sebagai orang Kristen bersumber dari narasi agung
ini. Misalnya, coba pikirkan semua doktrin utama kekristenan. Anda
pasti akan melihat bagaimana doktrin-doktrin itu secara bersama-sama
saling terkait di sepanjang kisah agung ini: doktrin-doktrin tentang
Allah, penciptaan, umat manusia, dosa, keselamatan, kristologi,
doktrin tentang Roh Kudus, gereja, misi, dan eskatologi. Semua doktrin
ini bukan sekadar keyakinan filosofis yang abstrak, melainkan
merupakan ringkasan pernyataan mengenai makna semua momen agung yang
ada di dalam kisah-kisah Alkitab. Kita perlu memiliki pemahaman yang
saling terkait tentang iman kita, dengan sebuah pola pandang yang
konsisten. Karena itu, kita perlu menangkap kisah Alkitab sebagai satu
keseluruhan. Dalam penjelasan berikut ini, kita akan memerhatikan
betapa pentingnya membangun sebuah pola pandang alkitabiah.

1. Penciptaan  2. Kejatuhan  3. Sejarah Penebusan  4. Ciptaan Baru
----------------------------------------------------------------->
Dari penciptaan sampai ke ciptaan baru.

Urutan Sejumlah Perjanjian Allah

Salah satu cara lain yang bisa digunakan untuk melihat saling
keterkaitan isi Alkitab secara keseluruhan adalah dengan mengamati
bagaimana suatu kisah terurai melalui serangkaian perjanjian. Di
titik-titik kunci, Allah memberikan sebuah janji khusus dan
panggilan-panggilan yang menuntut respons yang tepat dari pihak yang
melakukan perjanjian dengan Allah. Cara pemahaman ini juga bisa
digambarkan dengan sebuah garis.

Rangkaian perjanjian yang dicatat dalam Alkitab ini bagaikan sederetan
tanda penunjuk arah dalam kisah respons Allah yang bergerak maju dalam
menyelamatkan umat manusia dari keadaan yang begitu menyedihkan.
Masing-masing tanda menunjuk kepada tanda berikutnya, dan semua tanda
secara bersama-sama menunjuk kepada tujuan akhir Allah untuk
menyelamatkan ciptaan-Nya dan umat manusia. Sesungguhnya, mengamati
jejak urutan berbagai perjanjian utama yang ada di dalam Alkitab
merupakan cara yang sangat menolong untuk memandang Alkitab sebagai
satu kesatuan, yaitu untuk melihat alur cerita yang saling bertalian
di dalam seluruh bagiannya. Jadi, marilah kita dengan cepat dan
ringkas mengamati perjanjian-perjanjian utama ini secara berurutan.
Saya mengulas secara rinci tentang hal ini dalam buku "Knowing Jesus
through the Old Testament", khususnya Bab 11 yang membahas kepentingan
misi dalam perjanjian-perjanjian ini.

Nuh

Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN
dalam hati-Nya, "Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia,
sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya,
dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah
Kulakukan. Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur
dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam."

(Kejadian 8:21-22)

Nuh -- Abraham -- Musa -- Daud -- Perjanjian Baru (Kristus)
------------------------------------------------------------>
          Urutan berbagai perjanjian Allah.

Berfirmanlah Allah kepada Nuh dan anak-anaknya yang bersama-sama
dengan dia: "Sesungguhnya Aku mengadakan perjanjian-Ku dengan kamu dan
dengan keturunanmu, dan dengan segala makhluk hidup yang bersama-sama
dengan kamu: burung-burung, ternak dan binatang-binatang liar di bumi
yang bersama-sama dengan kamu, segala yang keluar dari bahtera itu,
segala binatang di bumi. Maka Ku adakan perjanjian-Ku dengan kamu,
bahwa sejak ini tidak ada yang hidup yang akan dilenyapkan oleh air
bah lagi, dan tidak akan ada lagi air bah untuk memusnahkan bumi." Dan
Allah berfirman: "Inilah tanda perjanjian yang Kuadakan antara Aku dan
kamu serta segala makhluk yang hidup, yang bersama-sama dengan kamu,
turun-temurun, untuk selama-lamanya: Busur-Ku Kutaruh di awan, supaya
itu menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi. Apabila kemudian
Kudatangkan awan di atas bumi dan busur itu tampak di awan, maka Aku
akan mengingat perjanjian-Ku yang telah ada antara Aku dan kamu serta
segala makhluk yang hidup, segala yang bernyawa, sehingga segenap air
tidak lagi menjadi air bah untuk memusnahkan segala yang hidup. Jika
busur itu ada di awan, maka Aku akan melihatnya, sehingga Aku
mengingat perjanjian-Ku yang kekal antara Allah dan segala makhluk
yang hidup, segala makhluk yang ada di bumi." Berfirmanlah Allah
kepada Nuh: "Inilah tanda perjanjian yang Kuadakan antara Aku dan
segala makhluk yang ada di bumi." (Kejadian 9:8-17)

Perjanjian dengan Nuh, yang dicatat dalam Kejadian 8:20-9, Kejadian 8::17, 
memastikan kelangsungan kehidupan di atas bumi ini. Perjanjian ini memberikan 
landasan universal yang memungkinkan kita untuk hidup sebagai umat manusia yang 
berdosa di sebuah planet yang terkutuk, tetapi dengan tingkat keyakinan bahwa 
kita bisa bertahan hidup. Dibandingkan dengan semua perjanjian yang ada, ini 
merupakan perjanjian yang paling "luas". Sebab, di dalamnya Allah 
membuat janji yang menyangkut "bumi sebagai suatu keseluruhan" --
bukan hanya janji kepada umat manusia saja. Janji ini diberikan sesudah 
terjadinya Air Bah -- sebuah kisah yang sekaligus mencakup pengadilan Allah atas 
dunia yang berdosa dan karya penyelamatan Allah atas Nuh dan keluarganya.

Jadi, perjanjian Allah dengan Nuh, sama seperti perjanjian-perjanjian
lainnya, diletakkan di atas dasar kasih karunia Allah yang
menyelamatkan dan kehendak Allah yang sangat kuat untuk memberkati.
Perjanjian ini akhirnya menunjuk ke masa depan yang baik bagi bumi dan
umat manusia.

Abraham

Perjanjian dengan Abraham adalah titik awal sejarah penyelamatan dalam
Alkitab. Janji ini memunculkan umat yang diberkati, yaitu mereka yang
akan diberkati dalam hubungannya dengan Allah, dan sekaligus menjadi
alat yang membuat semua bangsa mengalami berkat-berkat Allah.
Perjanjian ini pertama dicatat dalam Kejadian 12:1-3, tetapi ungkapan
yang masih segar dan merupakan pengembangannya bisa ditemukan dalam
Kejadian 15, 17, dan 22.

Abraham adalah bapak bagi semua umat Allah, nenek moyang (fisik)
bangsa Israel dalam Perjanjian Lama, dan bapak rohani bagi semua orang
dari segala bangsa yang diselamatkan melalui Kristus. Ketika
menjelaskan kesatuan yang utama dari orang-orang yang memiliki iman
seperti Abraham, Paulus berkata:

"Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih
karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham,
bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi
mereka yang hidup dari iman Abraham. Sebab Abraham adalah bapa kita
semua, seperti ada tertulis: `Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa
banyak bangsa` di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu
Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan
firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada." (Roma 4:16-17)

Elemen universal ini ("olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat
berkat") merupakan inti perjanjian Allah dengan Abraham. Abraham
adalah titik awal kisah tentang respons penebusan Allah atas masalah
yang dimulai oleh Adam, yaitu pemberontakan dan dosa manusia. Dan
karena dosa adalah masalah universal (memengaruhi semua orang dari
segala bangsa), maka janji Allah juga bersifat universal (orang dari
segala bangsa akan mendapatkan berkat melalui apa yang dilakukan Allah
melalui Abraham dan pada akhirnya melalui Kristus). Dalam pengertian
inilah perjanjian dengan Abraham menjadi landasan bagi doktrin tentang
gereja dan misi kita.

Musa

Perjanjian di Sinai yang dilakukan Allah dengan Musa mengikat umat Israel 
sebagai bangsa di dalam PL dengan Yahweh, Allah mereka. Perjanjian ini dilakukan 
setelah tindakan perkasa Allah menyelamatkan mereka, yaitu peristiwa keluarnya 
bangsa Israel dari tanah Mesir. Jelas sekali bahwa tindakan penyelamatan ini 
didasarkan pada perjanjian Allah dengan Abraham. Allah bertindak membebaskan 
bangsa Israel dari tanah Mesir karena ia "mengingat" perjanjian-Nya 
dengan Abraham (Keluaran 2:24; Keluaran 3:6, Keluaran 3:15; Keluaran 6:2-8). 
Namun, bukan berarti bahwa waktu itu Allah "lupa" dengan perjanjian-
Nya itu. Sebaliknya, kisah ini lebih menunjukkan bahwa waktunya sudah tiba bagi 
Allah untuk mengambil tindakan berdasarkan janji-Nya.

Karena itu, kita semestinya tidak menganggap bahwa perjanjian di Sinai
itu adalah bagian yang terpisah, atau lebih tinggi dari perjanjian
dengan Abraham. Sebaliknya, kita harus memandangnya sebagai peneguhan
dari apa yang sudah dijanjikan Allah kepada Abraham dan sekarang satu
bagian dari janji itu sudah terpenuhi, yaitu kenyataan bahwa
keturunannya sudah menjadi bangsa yang besar (Keluaran 1:7). Misi
Allah (yaitu tujuan akhirnya) tetaplah sama, yaitu untuk memberkati
bangsa-bangsa melalui keturunan Abraham. Namun sebagai satu bangsa,
umat Israel juga perlu memberi respons kepada Allah seperti yang
dilakukan oleh Abraham, yaitu melalui iman dan ketaatan. Inilah
intisari perjanjian yang diterakan (disebutkan secara tertulis, Red.)
di Sinai.

Pembukaan dari pemberian hukum-hukum dan perjanjian di Sinai jelas
menunjukkan bahwa asal perjanjian ini adalah karya penyelamatan Allah
sendiri ("Aku telah membawamu keluar dari tanah Mesir"), dan tujuannya
terkait dengan peran Israel di antara segala bangsa di atas bumi yang
adalah milik Allah juga ("Akulah yang empunya seluruh bumi").

"Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan
bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawa
kamu kepada-Ku. Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan
firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi
harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah
yang empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan
bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada
orang Israel." (Keluaran 19:4-6)

Perjanjian Sinai memuat hukum-hukum Allah. Namun, hukum-hukum itu pun
merupakan kasih karunia yang dimaksudkan untuk membentuk Israel
menjadi umat yang berbeda dan menjadi bangsa yang kudus: syarat yang
mereka perlukan untuk menjadi "imam" di antara bangsa-bangsa.
Pemberian hukum-hukum ini terjadi "sesudah" Israel keluar dari Mesir.
Sebelum perjanjian Sinai, Kitab Keluaran telah mencatat 18 pasal yang
berbicara tentang penyelamatan yang dilakukan Allah sebelum satu pasal
pun di dalamnya yang berbicara tentang hukum. Setelah kisah
penyelamatan (pasal 19), Sepuluh Perintah Allah (pasal 20), dan
pembuatan perjanjian (pasal 24), kita hanya sampai pada Perjanjian
Sinai .

Perjanjian Sinai, sama seperti semua perjanjian alkitabiah lainnya,
didasarkan atas kasih karunia Allah dan dimotivasi oleh misi Allah
sendiri. Artinya, perjanjian ini "melihat ke belakang", melihat pada
karya yang sudah dilakukan Allah bagi bangsa Israel oleh karena kasih
dan kasih karunia-Nya dalam membebaskan mereka dari perbudakan.
Perjanjian ini juga "melihat ke depan" kepada tujuan Allah dalam
sejarah yang dilakukan-Nya melalui Israel, yaitu menjadikan mereka
sebagai alat bagi-Nya untuk memberkati bangsa-bangsa. Hukum-hukum yang
diberikan terkait dengan dua sudut pandang ini. Dengan demikian, kita
seharusnya tidak menafsirkan hukum-hukum PL secara tersendiri,
terpisah dari narasi dan konteks teologis di mana hukum tersebut
diberikan. Hukum-hukum itu juga tidak diberikan sebagai alat bagi
bangsa Israel untuk mencapai atau menjadikan diri mereka layak
mendapatkan keselamatan dari Allah. Hukum itu juga tidak diberikan
sebagai peraturan-peraturan kekal yang harus diterapkan secara
universal dan harfiah yang kaku. Hukum ini sesungguhnya diberikan
kepada umat Allah yang sudah ditebus, untuk memampukan mereka, dalam
konteks sejarah dan budaya mereka sendiri. Fungsinya adalah untuk
memampukan mereka merespons dengan tepat kasih karunia Allah yang
menyelamatkan dan untuk hidup dengan cara menunjukkan watak dan
kehendak Allah bagi bangsa-bangsa.

Daud

Penetapan raja di Israel diwarnai banyak kelemahan, yang disebabkan
oleh kegagalan manusia dan motivasi yang salah. Namun Allah,
sebagaimana yang sering terjadi, bahkan mengambil inisiatif manusia
yang penuh kekurangan sekali pun, dan membangunnya untuk mencapai
tujuan-Nya yang agung dan menyelamatkan. Allah juga membuat perjanjian
dengan Daud (2 Samuel 7).

Oleh sebab itu, beginilah kaukatakan kepada hamba-Ku Daud: "Beginilah
firman TUHAN semesta alam: Akulah yang mengambil engkau dari padang,
ketika menggiring kambing domba, untuk menjadi raja atas umat-Ku
Israel. Aku telah menyertai engkau di segala tempat yang kaujalani dan
telah melenyapkan segala musuhmu dari depanmu. Aku membuat besar
namamu seperti nama orang-orang besar yang ada di bumi. Aku menentukan
tempat bagi umat-Ku Israel dan menanamkannya, sehingga ia dapat diam
di tempatnya sendiri dengan tidak lagi dikejutkan dan tidak pula
ditindas oleh orang-orang lalim seperti dahulu, sejak Aku mengangkat
hakim-hakim atas umatKu Israel. Aku mengaruniakan keamanan kepadamu
dari pada semua musuhmu. Juga diberitahukan TUHAN kepadamu: TUHAN akan
memberikan keturunan kepadamu. Apabila umurmu sudah genap dan engkau
telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku
akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku
akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi
nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk
selama-lamanya. Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi
anak-Ku. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia
dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan
anak-anak manusia. Tetapi kasih setia-Ku tidak akan hilang dari
padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan
dari hadapanmu. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-
lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya."
(2 Samuel 7:8-16)

Sesungguhnya dalam 2 Samuel 7 itu sendiri tidak ada kata "perjanjian"
tetapi ada bagian perikop lainnya yang dengan jelas memahami dan
memuat janji yang dibuat Allah ini sebagai sebuah perjanjian: "Sebab
Ia menegakkan bagiku suatu perjanjian kekal, teratur dalam
segala-galanya dan terjamin" (2 Samuel 23:5). Baca juga
Mazmur 89:4-5, "Engkau telah berkata: `Telah Kuikat perjanjian dengan
orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: Untuk
selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun
takhtamu turun-temurun.`"

Sekali lagi kita melihat bahwa inisiatif perjanjian ini datang dari
Allah, dan ini adalah sebuah tindakan kemurahan karunia dan kasih-Nya.
Daud hanya bisa memberi respons dengan keheranan dan ucapan syukur.

Perjanjian dengan Daud juga menggemakan perjanjian yang pernah dibuat
dengan Abraham. Sama seperti perjanjian dengan Abraham:

- Perjanjian dengan Daud dibuat dengan seorang individu, tetapi dengan
  implikasi yang akan dirasakan oleh keturunannya;
- Allah berjanji untuk membuat nama Daud menjadi besar;
- Allah juga menjanjikan seorang anak kepadanya. Melalui anak itu
  janji-janji ini akan terus bersinambungan.

Selain itu, perjanjian dengan Daud akhirnya menjadi "dasar pengharapan
akan Mesias" dalam PL, yaitu pengharapan bahwa Allah akan
membangkitkan Anak Daud yang sejati, yang akan menyelamatkan umat
Allah dari semua musuhnya, dan kemudian memerintah atas umat Allah
dalam kedamaian dan keadilan yang sempurna, kekal selamanya. Pada
akhirnya, PB melihat pemenuhan perjanjian Daud ini dalam diri Yesus.

                         PERJANJIAN YANG BARU

Sederetan raja-raja di Yehuda dan Israel bisa dikatakan bergerak dari
yang buruk menjadi lebih buruk lagi (dengan beberapa pengecualian yang
patut dicatat, seperti Hizkia dan Yosia). Bangsa Israel jatuh ke dalam
lubang pemberontakan yang semakin dalam, melawan Allah dan mengabaikan
hukum-hukum serta perjanjian-Nya. Pada akhirnya, Allah menyatakan
bahwa ancaman yang termuat sebagai bagian tak terpisahkan dari
perjanjian itu harus dipenuhi. Karena itu, Allah mengirim Israel ke
pembuangan sebagai bentuk penghukuman. Yerusalem dihancurkan oleh
Nebukadnezar dan orang-orang Israel digiring sebagai tawanan di Babel.

Namun demikian, janji Allah kepada Abraham tidak pernah dilupakan. Di
balik hukuman itu masih ada harapan karena kesetiaan Allah terhadap
misi yang sudah dicanangkan-Nya. Harapan inilah yang disampaikan oleh
nabi-nabi sebelum masa pembuangan, dan yang diteguhkan kembali oleh
nabi-nabi pada masa pembuangan.

Maka bangkitlah visi tentang sebuah perjanjian baru. Visi ini bukan
merupakan sesuatu yang berbeda sekali dari perjanjian aslinya, tetapi
sebagai sebuah perjanjian yang lebih lengkap dan memberikan
kesempurnaan dalam hubungan Allah dengan umat-Nya. Pernyataan yang
paling jelas terdapat dalam Yeremia 31:31-34, yang kita kenal dengan
baik karena ayat-ayat ini dikutip dua kali dalam surat Ibrani.
Yeremialah yang mengungkapkannya dalam kata-kata yang sangat tepat,
yaitu sebuah "perjanjian baru":

"Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku
akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda,
bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang
mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka
keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari,
meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah
firman TUHAN. Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum
Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh
Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka
Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku. Dan
tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya
dengan mengatakan: Kenallah TUHAN! Sebab mereka semua, besar kecil,
akan mengenal Aku, demikianlah firman TUHAN, sebab Aku akan mengampuni
kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka." (Yeremia
31:31-34)

Konsep dan janji akan adanya sebuah rencana perjanjian baru antara
Allah dan umat-Nya juga terdapat di beberapa tempat lainnya dalam
tulisan para nabi.

Misalnya, Yehezkiel pasal 34-37 melihat pemulihan di masa depan dan
pembentukan ulang Israel dalam bahasa yang menggemakan semua
perjanjian dengan Nuh, Daud, dan yang di Sinai (misalnya, Yehezkiel
34:23-31). 
Seluruh nada penglihatan Yehezkiel tentang masa depan
sangat bernuansa perjanjian.

Kitab Yesaya juga menggunakan bahasa perjanjian untuk mengekspresikan
masa depan secara universal, yang mencakup bangsa-bangsa. Yesaya 42:6
dan 49:6 menyatakan bahwa salah satu misi hamba TUHAN adalah menjadi
"perjanjian bagi umat manusia yang harus dipahami sebagai setara
dengan menjadi `terang bagi bangsa-bangsa`". Perjanjian dengan Daud
disebutkan dalam Yesaya 55:3-5, tetapi janji itu menjadi universal dan
meluas menjangkau seluruh umat manusia. Bahkan perjanjian dengan Nuh
dikukuhkan dengan tingkat kepastian berkat janji Allah bagi umat-Nya
di masa depan, yaitu dalam Yesaya 54:7-10.

Semua nubuatan Perjanjian Lama tentang perjanjian yang baru tentu saja
diteruskan oleh PB dan diterapkan kepada Yesus. Ia dipandang sebagai
yang menghadirkan perjanjian baru, dan meluaskan janji itu kepada
semua orang dalam rangka pemenuhan perjanjian kepada Abraham. Yesus
sendiri, dalam perjamuan malam terakhir di malam Paskah sebelum
disalibkan, berbicara tentang anggur dengan menggunakan istilah yang
sangat sarat makna: "Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku,
yang ditumpahkan bagi kamu." (Lukas 22:20) Dengan kata lain, darah
Yesus yang ditumpahkan di kayu salib, memeteraikan perjanjian yang
baru, yang melaluinya memungkinkan keselamatan dan pengampunan dosa.

Karena itu tidak mengejutkan jika dokumen-dokumen yang akhirnya
dikumpulkan bersama-sama, yang memberi kesaksian tentang Yesus,
menceritakan kematian-Nya dan kebangkitan-Nya, karunia-karunia Roh
Kudus, dan tugas misi awal pengikut-Nya dalam kehidupan bangsa-bangsa
bukan Yahudi, secara keseluruhan disebut "Perjanjian Baru". Dasar
kesatuan antara PL dan PB adalah perjanjian Allah.

Akhirnya, Alkitab menunjukkan kepada kita pemenuhan kesempurnaan
perjanjian Allah dengan Abraham dalam kitab Wahyu. Bahkan semua
perjanjian agung di Alkitab ada di dalam kitab ini.

- Nuh ada di sana, dalam visi tentang ciptaan baru, surga, dan bumi
  yang baru sesudah penghakiman.
- Abraham ada di sana, dalam bangsa-bangsa dari berbagai lidah dan
  bahasa yang berkumpul dan diberkatinya.
- Musa ada di sana, dalam tulisan yang sangat meneguhkan bahwa "Mereka
  akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka." Dan
  "kehadiran Allah di antara manusia dan Allah akan hidup bersama
  mereka."
- Daud ada di sana, di Kota Kudus, Yerusalem Baru, dan dalam identitas
  Yesus sebagai Singa dari Yehuda dan keturunan Daud.
- Perjanjian Baru ada di sana, dalam pernyataan bahwa semua nubuatan
  tersebut akan terpenuhi oleh karena darah Anak Domba yang disembelih.

Semua contoh di atas menunjukkan klimaks agung sejarah panjang
perjanjian di seluruh Alkitab. Semua perjanjian tersebut secara
bersama-sama menyatakan misi Allah untuk memenuhi janji yang akan
ditepati-Nya bagi bangsa-bangsa dan seluruh ciptaan. Kitab Wahyu bisa
dianggap sebagai deklarasi perjanjian yang terakhir: "Misi telah
terlaksana!"

                          TUJUAN MISI ALLAH

Cara lain yang bisa dipakai untuk memahami pesan Alkitab sebagai suatu
keseluruhan adalah dengan memikirkan Alkitab dalam hubungannya dengan
misi Allah. Maksud saya di sini bukanlah sekadar misi kita (atau
sejumlah misi), yaitu pelayanan gereja mengirimkan misionarisnya
melayani ke luar negara mereka. Maksud saya mengenai misi adalah misi
agung Allah untuk mendatangkan penebusan dan pemulihan bagi seluruh
ciptaan, termasuk keselamatan manusia dan segala bangsa dan
menggandeng mereka sebagai bagian dalam umat manusia baru yang telah
ditebus sebagai ciptaan yang baru.

Bagian akhir Alkitab memiliki gema yang sama luar biasanya dengan di
bagian awalnya, sehingga sangat menolong kita dalam memahami isi
sepanjang bagian tengahnya.

Kejadian dimulai dengan penciptaan, kemudian bergerak memasuki dunia
bangsa-bangsa. Pemberontakan dan dosa mereka membuat manusia terpecah
menyebar ke mana-mana dan ada di bawah kutuk. Kitab Wahyu
menggambarkan bagaimana bangsa-bangsa dipulihkan saat mereka nantinya
berkumpul bersama dalam satu kesatuan, di bawah berkat Allah, dalam
pujian dan penyembahan. Kemudian dari sini semuanya bergerak menuju
ciptaan baru, di mana Allah sekali lagi berdiam di antara umat-Nya.

Sesudah cerita Menara Babel dalam Kejadian 11 (klimaks dari cerita
pemberontakan manusia), Allah kemudian memanggil Abraham (Kejadian 12)
untuk menjadi titik awal dari rencana-Nya memberkati semua bangsa.
Dari Abraham, Allah menciptakan satu bangsa, yaitu bangsa Israel dalam
PL. Mereka dipanggil untuk menjadi terang bagi bangsa-bangsa, untuk
memenuhi janji Allah kepada Abraham. Dalam banyak hal Israel telah
gagal. Namun karena kesetiaan akan janji-Nya, Allah mengirim Hamba dan
Anak-Nya, Yesus dari Nazaret, untuk mewujudkan identitas Israel dan
misinya (sebagai Mesias), dan untuk memungkinkan Injil Keselamatan
disampaikan kepada bangsa-bangsa melalui kematian dan kebangkitan-Nya.
Kemudian dalam PB, kita melihat pertumbuhan umat Allah, yang berawal
dari satu etnik tunggal (kaum Israel) menjadi jemaat multinasional
dari berbagai bangsa, yang semuanya dipersatukan di dalam Yesus sang
Mesias.

Setiap kali Injil Yesus melintasi etnik lain, menerobos
penghalang-penghalang budaya dan bahasa, sebenarnya Allah sedang
memenuhi janji-Nya kepada Abraham. Allah berjanji bahwa "melaluimu
segala bangsa akan diberkati." Inilah yang sebenarnya terus
berlangsung melalui tugas misi Umat Allah, yaitu mewujudkan misi
Allah, karena misi kita pada dasarnya mengalir dari misi Allah. Pada
akhirnya nanti, janji kepada Abraham dalam kitab Kejadian itu akan
dipenuhi seperti yang dicatat oleh kitab Wahyu, ketika "sesungguhnya,
suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung
banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di
hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba." (Wahyu 7:9)


Banyak bangsa  ------>   Semua bangsa
(Kejadian)                 (Wahyu)

---Satu bangsa: Satu manusia-Kristus: Gereja Multibangsa------>

Dari Kejadian ke Wahyu

Kejadian                                Wahyu
Ciptaan                                 Ciptaan baru
Bangsa-bangsa berdosa dan memberontak   Bangsa-bangsa dipulihkan
Bangsa-bangsa terpecah dan tersebar     Bangsa-bangsa dikumpulkan
                                             dalam suatu kesatuan
Kutuk                                   Berkat

Jadi, sekali lagi kita menemukan bahwa Alkitab secara keseluruhan
memiliki alur yang kuat di sekitar tema inti ini. Mungkin inilah yang
dimaksud Rasul Paulus ketika mengatakan bahwa ia sudah mengajarkan
kepada orang-orang Kristen di Efesus tentang "seluruh maksud Allah".

Ada tiga cara yang bisa digunakan untuk menyatakan kesatuan Alkitab
yang memengaruhi seluruh bagiannya sebagai satu keutuhan. Mungkin Anda
bisa memikirkan cara lainnya. Namun yang penting, kita selalu berlatih
menerapkan mentalitas "memandang Alkitab secara keseluruhan".
Maksudnya, ketika Anda bermaksud mempelajari dan menggunakan perikop
tertentu dalam Alkitab, pikirkanlah perikop itu dalam konteks Alkitab
yang lebih luas. Kapan saja Anda mencari sudut pandang alkitabiah
mengenai suatu masalah tertentu atau pertanyaan atau gagasan
kontemporer yang sedang mengemuka, jangan sekadar mencari satu atau
dua ayat secara acak yang menurut Anda relevan. Namun, tatalah masalah
itu secara berurut dalam terang seluruh kisah Alkitab, dan perhatikan
terang apa yang menerangi masalah tersebut dari semua bagian-bagian
utama yang ada di Alkitab.

Diambil dari:
Judul buku: Memahami dan Berbagi Firman Tuhan
Judul asli buku: Society for Promoting Christian Knowledge
Judul artikel: Memahami Alkitab Secara Menyeluruh
Penulis: Christopher J.H. Wright
Penerbit: Yayasan Pancar Pijar Alkitab, Jakarta 2009
Halaman: 40 -- 52

       STOP PRESS: PELATIHAN SOFTWARE ALKITAB SABDA DI MAGELANG

Pelatihan Penggunaan Software Alkitab SABDA di Magelang

Kabar gembira untuk teman-teman di Magelang!

Tim SABDA akan mengadakan pelatihan bagaimana menggunakan Software
Alkitab SABDA dan Pemanfaatan Multimedia untuk Pelayanan di Magelang.
Pelatihan ini gratis, silakan simak informasi berikut dan bagikan ke
teman-teman yang lain:

1. Pelatihan Penggunaan Software SABDA
   Tanggal: 13 Oktober 2012
   Pukul: 09.00 – 13.00
   Tempat: GKI Pajajaran Magelang (R. Betania)
   Jl. Pajajaran no. 27

2. Internet yang Sehat dan Pemanfaatan Multimedia untuk Pelayanan
   Tanggal: 13 Oktober 2012
   Pukul: 17.00 – 20.00
   Tempat: GKI Pajajaran Magelang (R. Betania)
   Jl. Pajajaran no. 27

Untuk mendaftar, silakan kirim email ke:
< ylsa@sabda.org > dengan CC ke: < santi@in-christ.net >
atau SMS ke 0881-2979-100.

Kontak Redaksi: < reformed(at)sabda.org >
Redaksi: Yulia Oeniyati, Novita Yuniarti, Yonathan Sigit, dan
         Desi Rianto
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/reformed >
Untuk mendaftar: < subscribe-i-kan-untuk-Reformed(at)hub.xc.org >
Untuk berhenti: < unsubscribe-i-kan-untuk-Reformed(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org