Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/46

e-Reformed edisi 46 (20-1-2004)

Jemaat-jemaat Kristus di Asia Melintasi Abad ke-21 (Bagian 1)

           JEMAAT-JEMAAT KRISTUS DI ASIA MELINTASI ABAD KE-21
                               (Bagian 1)

Bagaimana penggembalaan gerejawi di Asia menghadapi tendensi
perkembangan gereja dan masyarakat abad ke-21?

Ladang pelayanan penggembalaan gereja Asia adalah negara-negara di
Asia, maka sebelum membicarakan bagaimana menyusun strategi
penggembalaan gerejawi di Asia dalam menghadapi tendensi perkembangan
gereja dan masyarakat abad ke-21, perlu meninjau kembali prinsip dan
strategi perkembangan sejarah tiap suku bangsa, sambil juga meninjau
bagaimana pemimpin-pemimpin negara di Asia merancangkan rencana
pembangunan negara untuk masa mendatang. Selain itu, yang terpenting
adalah cara-cara Allah. Penguasa sejarah dalam menangani segala
perkara dengan benar, yang tercantum dalam Alkitab itu perlu
didiskusikan dan dipanuti sebagai strategi yang terbaik.

I. MENINJAU KEMBALI PRINSIP DAN STRATEGI PERKEMBANGAN SEJARAH NEGARA-
    NEGARA DI ASIA

Suku bangsa tertua di Asia adalah suku Jawa. Menurut catatan
arkeologi, telah ditemukan fosil "manusia Jawa" yang berumur
10.000-100.000 tahun. Karena belum ada kesimpulan akhir, maka kita
tidak perlu membicarakannya. Memang benar bahwa suku Jawa telah 4.000
tahun lebih dapat menerima sejarah itu. Menurut Buku Sejarah yang
diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, 3.000
tahun yang lalu sejumlah besar suku Mongol berimigrasi ke Kepulauan
Indonesia. Rute perjalanan suku Mongol ini mula-mula ke Han Chong
(daratan Tiongkok Tengah), kemudian Yun Nan, Thailand, Semenanjung Malaka,
Sumatra, Jawa, akhirnya tersebar ke Kalimantan, Sulawesi, Bali dan
Kepulauan lainnya. Imigrasi kedua terjadi pada 2.000 tahun yang
lampau, sekitar abad ke-1, termasuk sejumlah suku Yun Nan yang
berimigrasi ke Selatan. Suku Yun Nan sebenarnya adalah suku Mongol
yang mula-mula, setelah imigrasi ke Selatan berbaur dengan suku
setempat. Jalur perjalanan imigran kedua ini sama dengan yang pertama.
Alasan imigrasi adalah karena kekacauan akibat peperangan,
perdagangan, mencari tempat tinggal yang lebih aman dan sejahtera.

Imigrasi besar ketiga berasal dari India. Mereka memakai jalur darat
dan laut: Lautan Hindia, Thailand, Myanmar ke Sumatra, Jawa, dan
kemudian pada abad ke-2 mendirikan Kerajaan Prambanan di Jawa Tengah.
Sampai pada abad ke 8, penganut agama Budha dari Tiongkok dan India datang
dan mendirikan Kerajaan Sriwijaya di Palembang, Sumatra Selatan.

Imigrasi besar keempat adalah penganut agama Islam dari Arabia, di
Timur Tengah. Kebanyakan di antaranya yang kini menjadi orang-orang
Pakistan. Pada abad ke-12, dengan amanat untuk menaklukkan dunia bagi
Islam, mereka datang ke Aceh, Sumatra Utara, Kalimantan, kemudian ke
Selatan, tiba di Pulau Jawa, dan mendirikan Kerajaan Majapahit.
Sesudah itu ekspansi ke Timur Laut menaklukkan Sulawesi, dan ke Utara
sampai ke Pulau Mindanao, Filipina Selatan. Pada abad ke-15, tentara
Spanyol menaklukkan Pulau Luzon, kemudian ke Selatan menghambat
rencana ekspansi Islam ke utara ke Pulau Luzon itu.

Kolonialisme Eropa Barat pertama yang berekspansi ke Timur adalah
Portugis, yang mulai menaklukkan Goa di pantai Barat India, kemudian
menyeberangi selat Malaka di Lautan Hindia, tiba di Pulau Jawa,
memerintah Indonesia selama kurang lebih 100 tahun lamanya. Bangsa
Spayol menjajah pulau Luzon. Pada abad ke-16, Belanda menyerang
Indonesia, mengusir Portugis dan menjajah Indonesia selama 350 tahun
lamanya. Pada abad ke-18, kolonialisme Inggris menjajah negara-negara
Arab, India, Myanmar, Malaysia, Borneo Utara (sekarang Sarawak, Sabah
dan Brunei). Sampai Perang Dunia II, negara-negara Eropa dikalahkan
Jepang. Abad ke-19, Perancis menjajah daratan Indochina: Vietnam,
Kamboja, Laos. Melihat negara-negara Eropa memiliki negara jajahan di
Asia Tenggara, Timur Tengah, daratan India dan memiliki kekayaan yang
besar, maka tentara Amerika Serikat maju ke Timur, mengusir Spanyol,
dan menjajah Filipina selama 50 tahun lamanya. Usia Perang Dunia II,
Amerika Serikat menang atas Jerman, Italia dan Jepang, dan mengusir
kolonialisme Inggris, Perancis dan Belanda kembali ke Eropa, bersikap
sebagai pahlawan mendukung negara-negara di Asia Tenggara.
Perusahaan-perusahaan besar Amerika Serikat mulai menanam modal di
Asia Tenggara, melalui pendidikan dan teknologi menarik para
cendekiawan untuk melakukan berbagai penelitian. Dengan demikian
Amerika Serikat menjadi negara adikuasa dalam bidang pendidikan,
kesenian, ekonomi, militer dan dunia hiburan (catatan: Materi di atas
dikutip dari Sejarah Indonesia, dan artikel Ensiklopedia Britanica
tentang perkembangan kolonialisme di Asia).

Di masa 500 tahun yang silam, kolonialisme yang menjajah negara-negara
di Asia Tenggara, memiliki angkatan laut yang kuat, dan menguasai
perniagaan dan ekonomi. Dengan filsafat Romawi dan Yunani, serta
kemajuan teknologi (sebenarnya adalah relatif), membuat rasa
superioritas bangsa dan budaya, yang meremehkan bangsa dan budaya
Timur. Pandangan tersebut kemudian berubah sejalan dengan kemajuan
ekonomi yang telah dicapai negara-negara Asia akhir-akhir ini.

Meninjau kembali sejarah singkat di atas, Asia didiami oleh berbagai
suku bangsa, dan pemeluk berbagai agama, memiliki beraneka ragam
budaya dan pemikiran filsafat, serta berbagai sistem pemerintahan.
Wilayah ini memiliki sumber daya alam yang kaya raya, oleh sebab itu
beratus-ratus tahun lamanya terjadi perebutan kekuasaan, yang kuat
menindas yang lemah. Mungkin karena iklim yang baik sepanjang tahun,
alam yang indah, sehingga yang pernah datang mengunjungi negeri-negeri
di sini, ingin datang lagi, bahkan berusaha menetap untuk jangka waktu
yang panjang. Penduduknya ramah dan sopan, lapang dada dan terbuka,
mudah menerima kebudayaan dan agama lain yang masuk. Tidak demikian
dengan para pendatang yang kuat itu, yang sering menindas, merampok
dan membunuh. Namun setelah lewat puluhan, ratusan tahun, yang tidak
membaur, setelah tiba waktunya, di saat kekuatan makin melemah, mereka
pun kembali ke negerinya.

Dari perkembangan sejarah di atas, kita dapat mengambil beberapa
prinsip: Dengan sikap yang sabar dan lapang dada menerima budaya,
agama dan bangsa lain, memberikan ruang gerak bagi mereka dan waktulah
yang akan menentukan semuanya. Kebijakan yang diambil oleh
negara-negara Asia adalah bersatu berjuang untuk bangsa dan negara,
walaupun cara atau strategi berbeda, tetapi tujuannya adalah sama.

II. RENCANA PEMBANGUNAN NEGARA-NEGARA DI ASIA UNTUK MASA MENDATANG

Di masa 30 tahun silam (1965-1995), kebanyakan pemimpin-pemimpin
politik di negara-negara Asia berunding dengan kelompok pemikir
internasional untuk menggariskan rencana politik negara jangka
panjang. Seperti Indonesia, Rencana Pembangunan Jangka Panjang 25
tahun tahap pertama: tahun 1969-1994. Pembangunan tersebut meliputi:
Wajib belajar 9 tahun (bebas biaya) untuk warga negara Indonesia.
Minimal mendirikan sebuah Perguruan Tinggi di setiap ibukota
kabupaten, mendorong lembaga-lembaga keagamaan berperan serta dalam
pembangunan di sektor pendidikan. Anggaran pendidikan mencapai 12%
dari Rancangan Anggaran Belanja Negara. Mendirikan satu poliklinik
dengan tim dokter di setiap desa yang berpenduduk 500 kepala keluarga.
Mengupayakan listrik masuk desa. Demi kelancaran transportasi,
dibangun jalan-jalan raya, pelabuhan laut, lapangan udara, dan jalan
kereta api. Juga membangun tempat-tempat pariwisata. Di sektor
perekonomian, mengupayakan kemajuan di bidang industri, perdagangan
dan pertanian. Membangun industri minyak bumi, petrokimia,
pertambangan, pertanian, perikanan, industri mobil dan pesawat
terbang, bank-bank dan perusahaan asuransi yang bertaraf
internasional, investasi modal asing. Laporan akhir dari hasil
pembangunan jangka panjang tahap pertama ini menunjukkan peningkatan:
12% warga negara sudah dapat mengenyam pendidikan perguruan tinggi,
28% pendidikan menengah dan 48% pendidikan dasar 6 tahun. Pendapatan
per kapita setiap tahun meningkat dari US$ 15 menjadi US$ 1,000, 1997.
Perdagangan internasional meningkat dari US$ 800 juta menjadi US$ 67,6
miliar. Laju perekonomian tiap tahun meningkat 6,5%-7,8%. Rencana
Pembangunan Jangka Panjang tahap kedua dimulai tahun 1994 sampai tahun
2019.

Sejak 30 tahun silam, Singapura juga melaksanakan pembangunan jangka
panjang. Penduduk yang dapat mengenyam pendidikan telah mencapai 98%,
pendapatan per kapita sebesar US$ 22,520, 98,3% penduduk telah beroleh
pekerjaan. Perdagangan internasional mencapai US$ 200 miliar tiap
tahun. Laju ekonomi tiap tahun meningkat 6,8-8,3%. Kini Singapura
telah mengembangkan industri elektronik yang canggih dan mahal, dan
menjadi pusat moneter, pusat perhubungan di Asia, dan kota
internasional.

Sejak merdeka di tahun 1957, Malaysia dipimpin oleh lebih dari sepuluh
partai politik. Malaysia juga melaksanakan rencana pembangunan jangka
panjang tahun 1991-2020. 90% penduduk sudah bisa mengenyam pendidikan.
Pendapatan per kapita telah mencapai US$ 3,530. 97,1% penduduk telah
beroleh pekerjaan. Perdagangan internasional mencapai US$ 120 miliar
lebih per tahun. Laju perekonomian tiap tahun meningkat 8,5-10%.
Negara ini kaya akan hasil tambang: minyak bumi, batu bara, timah,
tembaga dan sebagainya. Kekayaan hutan yang besar terdapat di Sabah
dan Sarawak. Dalam kurun waktu yang tidak lama lagi, negara ini bisa
menjadi negara terkaya ke-5 di Asia.

Sistem pemerintahan Thailand adalah monarki konstitusional, dipimpin
oleh Kabinet Parlementer. Pada masa lalu secara bergantian dipimpin
oleh kekuatan militer, namun kini dikuasai oleh kaum cendekiawan.
Walaupun selalu berganti kabinet, tetapi dengan dilaksanakannya
rencana pembangunan jangka panjang, maka tercapailah kemajuan di
sektor pendidikan dan ekonomi. Pemerataan pendidikan baik pendidikan
umum juga pendidikan wihara. 87% penduduk telah mengenyam pendidikan
dasar. Pendapatan per kapita telah mencapai US$ 2,315. 96,3% penduduk
telah beroleh pekerjaan. Perdagangan internasional mencapai US$ 100
miliar per tahun. Laju perekonomian tiap tahun meningkat sejumlah
7-8%. Setelah Perang Dunia II, negara ini menjadi markas besar ASEAN.
Pada masa 20 tahun perang di daratan Indochina, negara ini dijadikan
markas bagi tentara PBB dan Amerika Serikat.

Sejak Filipina merdeka di tahun 1946, karena dijajah dan dididik
selama 500 tahun lebih oleh Spanyol dan Amerika Serikat, negara ini
telah menjadi negara Timur yang sangat dipengaruhi oleh budaya barat.
Agama Roma Katolik ditetapkan sebagai agama negara. Pemerataan
pendidikan menengah ke atas mencapai angka 90%. Pendapatan per kapita
US$ 1,010. 89,1% penduduk telah mendapat pekerjaan. Tetapi
diperkirakan ada 600.000 tenaga kerja yang dikirim ke luar negeri,
yang menghasilkan devisa negara sebesar US$ 2,5 miliar tiap tahun.
Sejak tahun 1986, dibawah kekuatan pemerintahan rakyat, sangat
mengutamakan kesejahteraan dan keamanan masyarakat, kemajuan ekonomi,
investasi modal asing dan sebagainya.

Brunei adalah sebuah negara kecil yang berpenduduk 300.000 orang. Yang
dipimpin oleh Sultan. Secara geografis letaknya tidak terlalu
menonjol, namun produksi minyaknya mencapai 200.000 barel per hari,
sehingga pendapatan per kapita mencapai US$ 18,500 per tahun. Semua
penduduk dapat menikmati pendidikan dan pengobatan gratis. Setiap
tahun Departemen Pendidikan menyediakan bea siswa untuk 1.000 orang
pemuda yang diutus belajar di universitas-universitas terkemuka di
dunia. Setelah menyelesaikan pendidikan, mereka kembali untuk
membangun tanah air. Tidak ada pengangguran di negara ini (0%),
sebaliknya kira-kira ada 17.000 orang asing yang bekerja di negara
ini. Perdagangan internasional mencapai US$ 6 miliar. Laju
perekonomian tiap tahun meningkat 3%.

Setelah usai perang Vietnam tahun 1975, walaupun Vietnam menganut
paham komunis, pada tahun 1985 Vietnam mulai mengubah perekonomian
pasar, dengan memberi kesempatan bagi penanam modal asing untuk
mendirikan industri-industri. Walaupun kini pendapatan per kapita
hanya US$ 220 per tahun tetapi laju perekonomian telah meningkat 8%.
Volume perdagangan internasional telah mencapai US$ 10 miliar. 88%
warga negara yang telah beroleh pekerjaan. (Materi di atas diambil
dari laporan dalam Majalah Tahunan Bank Dunia edisi 1994, dan Asiaweek
edisi Juni 1995).

Dalam segi keagamaan, mayoritas penduduk Indonesia, Malaysia dan
Brunei adalah pemeluk agama Islam, juga ada pemeluk agama Kristen,
Budha dan Hindu. Mayoritas penduduk Thailand dan Vietnam adalah
pemeluk agama Budha, tetapi diberikan juga ruang gerak yang luas bagi
agama Islam, Kristen dan agama tradisional Tiongkok. Penduduk di Singapura
memeluk agama tradisional Tiongkok, Budha, Kristen, Hindu dan Islam, dan
ada kerukunan beragama di sana. Walaupun Filipina adalah negara Roma
Katolik, tetapi penduduk di Pulau Mindanao (Selatan Filipina) adalah
pemeluk agama Islam, juga ada agama tradisional Tiongkok dan Agama
Kristen.

Kini penduduk Asean sudah berjumlah 420 juta jiwa, pertambahan
pendudukan per tahun 2,2%, berarti setiap tahun akan bertambah ± 10
juta jiwa. Sampai tahun 2.000, jika Kamboja, Myanmar dan Laos masuk
ASEAN, maka jumlah penduduk akan menjadi 500 juta jiwa. Sedangkan umat
Kristen, termasuk umat Roma Katolik hanya berjumlah sekitar 100 juta,
20% dari jumlah seluruhnya. Setiap negara berusaha untuk mencapai
masyarakat yang sejahtera, agar dapat memajukan perekonomian, sehingga
sikap terhadap kemajuan di bidang agama adalah "terbatas tapi bebas,
bebas tapi terbatas." Dilarang menyerang kegiatan agama lain. Dilarang
melanggar apa yang telah menjadi ketetapan pemerintah. Sebaliknya
mendukung semua kegiatan yang memasyhurkan dan mengharumkan nama
bangsa dan negara di mata internasional. Meninjau tendensi-tendensi di
atas, bagaimanakah gereja-gereja Asean menggariskan strategi dan
langkah-langkah untuk menghadapi era pemerataan pendidikan, era
informatika, era globalisasi, pluralis, dan teknologi canggih ini?
Semuanya ini harus menjadi perenungan bagi para pemimpin gereja.
Berdoalah kepada Kristus, Kepala Gereja itu, agar Ia mengutus Roh
Kudus untuk memimpin kita, bagaimana berlandaskan kepada
prinsip-prinsip Alkitab untuk mendobrak tradisi-tradisi denominasi
gereja, berembuk menyusun rencana dan strategi, yang mendukung rencana
pembangunan pemerintah, menunaikan Amanat Agung Kristus, menunggu
Kristus datang kembali.

III. PERLENGKAPAN YANG DIBUTUHKAN DALAM PENGGEMBALAAN DI GEREJA-GEREJA
      ASEAN
(Bersambung ke Bagian 2)

======================================================================
Sumber:
Judul Buku: Hamba Tuhan dan Jemaat Kristus yang Melintasi Zaman
Pengarang : Dr. Peter Wongso
Penerbit  : Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT)
Tahun     : 1997/2002
Halaman   : 7 - 23

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org