Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/29

e-Reformed edisi 29 (31-5-2002)

Mengusahakan Pertumbuhan
Pola Pikir Rohani

    CARA ALLAH MENDORONG KITA MEMILIKI POLA PIKIR ROHANI  (Bab 11)

Suatu pola pikir rohani tumbuh serta terdiri dari kesukaan akan hal-
hal rohani: apa yang kita cintai, itulah yang akan menawan diri kita.
Pertandingan akbar antara sorga dan neraka dimaksudkan untuk melihat
yang mana di antara keduanya yang paling kita cintai. Orang yang
memiliki cinta kita akan memiliki seluruh diri kita. Cinta membuat
kita memberikan seluruh diri kita, seperti yang belum pernah terjadi
sebelumnya. Cinta bagaikan kemudi kapal -- kemana kemudi itu mengarah,
ke sanalah kapal tersebut akan menuju.

Tidak mengherankan bila dunia berusaha mendapatkan cinta kita. Dunia
harus mencoba untuk menarik minat kita sekarang, selagi ada waktu,
karena dunia ditakdirkan untuk berakhir nantinya. Tetapi yang
mengejutkan adalah, bila ternyata Allah pun berusaha mendapatkan cinta
kita (Amsal 23:26). Karena itulah, saya ingin menasihatkan agar
Saudara memikirkan hal-hal yang dapat menolong mengalihkan cinta
Saudara dari dunia ini, serta mengarahkannya kepada Allah. Mengabaikan
ajaran Allah yang telah dinyatakan melalui pemeliharaan-Nya atas
dunia, berarti juga menghina hikmat-Nya.

Allah telah menyatakan dengan jelas bahwa dibandingkan dengan hal-hal
rohani, hal-hal duniawi adalah sia-sia. Sebelum kejatuhan manusia
dalam dosa, Allah pernah menyatakan bahwa dunia ini amat baik adanya.
Tetapi setelah peristiwa kejatuhan tersebut, dunia kemudian berada di
bawah kutuk. Alkitab menasihati orang Kristen untuk tidak mengasihi
dunia ini (1Yohanes 2:15-17). Melalui banyak hal yang telah dilakukan-
Nya, Allah telah menyatakan dengan jelas bahwa dunia ini tidak layak
mendapatkan cinta kita.

Contohnya, hakekat sejati dunia ini telah dinyatakan melalui reaksi
manusia yang hidup di dalamnya terhadap Kristus, selama Ia ada di
tengah-tengah mereka. Ia hidup dengan benar dan tak bercacat, tetapi
dunia menolak-Nya. Penolakan Kristus oleh manusia di dunia semata-mata
menunjukkan kebobrokan penilaian mereka sendiri. Mungkinkah orang
percaya mencintai nilai-nilai serta pendapat dari orang-orang yang
telah menyalibkan Tuhan mereka?

Kemudian, Allah kembali menunjukkan hakekat dunia yang sudah berdosa
ini melalui cara nenek moyang mereka memperlakukan para rasul. Apakah
dengan para rasul berusaha menegakkan kemuliaan kerajaan Allah di
dunia ini, maka kemudian dunia menerima mereka dengan penuh sukacita?
Ternyata sebaliknya, mereka justru harus hidup dan mati di dalam
kemuskinan dan aniaya (1Korintus 4:11-13).

Kita juga dapat melihat bagaimana Allah mengutuk dunia berdosa ini,
melalui kenyataan bahwa Ia seringkali melimpahkan kekayaan dan
kekuasaan justru kepada orang-orang tak beriman Tak akan ada yang
menganggap berharga, benda-benda yang telah dlemparkan orang bijak
kepada kawanan babi tersebut! Sebagian dari orang-orang yang paling
kaya dan paling berkuasa di dunia ini adalah mereka yang tak beriman
dan tak mengenal Tuhan. Tidakkah ini menyatakan kutukan Allah? Jika
itu memang berharga, tidakkah Allah akan memberikan kepada mereka yang
dikasihi-Nya?

Memang ada cara yang tepat dalam menggunakan hal-hal tersebut dan
banyak masalah yang akan timbul bila manusia tidak mengetahuinya.
Menurut saya, hanya mereka yang berpola pikir rohanilah yang dapat
memiliki hikmat untuk menemukan cara tersebut. Orang-orang yang
berpola pikir rohani akan mengerti bahaya dari itu. Mereka tidak akan
memusingkan cara memperoleh semua itu, karena mereka menyadari bahwa
kenikmatan hidup bukanlah diberikan untuk menjadi milik mereka,
melainkan sekedar dipinjamkan kepada mereka agar dapat digunakan
secara benar.

Sikap orang percaya terhadap hal-hal duniawi merupakan petunjuk yang
akurat bagi kondisi kerohaniannya. Seseorang tidak mungkin dapat
melepaskan diri dari hal-hal duniawi, kecuali hatinya melekat pada
hal-hal rohani! Untuk dapat tidak memikirkan sesuatu hal, seseorang
harus berusaha untuk lebih memikirkan hal-hal lainnya.

Kecintaan kita terhadap hal-hal duniawi benar-benar perlu ditertibkan.
Bagaimana mungkin kita mencintai hal-hal yang dikutuk Allah? Kecintaan
kita akan hal-hal duniawi tidak akan hilang dengan sendirinya. Kita
perlu berjuang untuk menolak kuasanya atas diri kita. Seluruh hidup
kita hendaknya dikendalikan oleh Firman Allah saja (1Yohanes 2:5).

Orang Kristen mungkin saja terlihat sangat bersemangat, tetapi bila
mereka juga mencintai dunia ini, fakta inilah yang menjadi ukuran
kerohanian mereka yang sesungguhnya, bukan semangat mereka tersebut.
Jadi bagaimana kita dapat mengetahui kalau kita telah sungguh-sungguh
mencintai hal-hal rohani? Inilah topik pembahasan kita untuk bab
berikutnya.


             CINTA SEJATI AKAN HAL-HAL ROHANI  (Bab 12)

Tanpa adanya perasaan cinta dan sukacita atas hal-hal rohani, kita
tidak akan dapat memiliki pola pikir rohani! Bagaimana kita tahu bahwa
itu adalah cinta sejati? Apakah yang dimaksud dengan cinta rohaniah?
Dalam beberapa bab berikut ini saya akan mencoba menguraikannya,
menunjukkan ciri-cirinya sekaligus cara-cara meningkatkannya.

Hal utama yang harus kita ingat adalah: tidak akan ada cinta sejati
atas hal-hal rohani dalam diri manusia, kecuali bila terjadi
pembaharuan rohani atau kelahiran baru dalam hidup mereka, sebagai
karya dari anugerah Allah dan kuasa Ilahi-Nya!

Kita hendaknya mulai dengan pernyataan tersebut, karena semua
aktivitas alamiah jiwa kita memang telah dicemari oleh dosa
(Titus 3:3). Karena ini bukan tempat yang tepat untuk mendiskusikan
masalah tersebut secara terperinci, maka saya hanya akan memberikan
sedikit komentar singkat. Fakta pencemaran jiwa kita oleh dosa telah
dipahami oleh semua orang, termasuk oleh mereka yang tidak mempelajari
Alkitab sekalipun. Sudah menjadi rahasia umum bahwa di dalam diri kita
senantiasa terdapat kesiapan untuk melakukan kesalahan. (Dan bila
hanya dengan pemahaman akal manusia semata, kecemaran ini telah dapat
menjadi nyata, betapa berdosanya mereka yang mengabaikan dan
menolaknya justru setelah memperoleh pengajaran Alkitab tentang hal
ini!)

Kesiapan untuk melakukan kesalahan yang merupakan kecenderungan
alamiah setiap kita, terjadi bukan hanya pada satu macam dosa
tertentu. Sebaliknya, kesiapan tersebut nampak dalam berbagai bidang
kehidupan secara menyeluruh! Itulah sebabnya, tak satu pun dosa dapat
ditanggalkan tanpa adanya pembaharuan pada hakekat keberdosaan
seseorang. Kalaupun orang tersebut telah berhenti melakukan suatu
jenis dosa tertentu, dosa-dosa lainnya akan segera bermunculan oleh
adanya hakekat keberdosaan di dalam dirinya. Adanya hakekat berdosa
dalam diri kita akan membuat kita memiliki kemungkinan melakukan dosa
apa pun! Kita akan melakukan apa saja yang kita inginkan
(Kolose 3:5-7). Bahkan meskipun akal kita telah memberitahukan kita
bahwa menuruti naluri berdosa merupakan suatu kebodohan, namun kuasa
naluri berdosa tersebut sedemikian kuat, hingga kita tetap
melakukannya.

Bukti paling sederhana dari hakekatnya keberdosaan kita adalah:
pertama, adanya kebencian terhadap Allah dan hal-hal rohaniah; dan
kedua, adanya kecintaan akan dunia ini yang membuat kita sibuk
mengejar keuntungan duniawi, bagaikan sekawanan lebah yang mengitari
sebuah stoples madu.

Saya harus mengingatkan Saudara bahwa ada kemungkinan bagi seseorang
untuk mengalami suatu pembaharuan dalam hidupnya, yang meskipun cukup
penting tetapi tidak dapat menghasilkan suatu pola pikir rohani. Ini
jelas bukan merupakan pembaharuan khusus Allah. Adakalanya seseorang
untuk sementara waktu dapat dipengaruhi oleh pemberitahuan firman dari
Alkitab (Matius 13:20-21). Kadang, seseorang juga dapat berubah oleh
pendekatan suatu konsep filsafat, suatu pengalaman mengerikan, ataupun
oleh pendidikan serta suatu tanggungjawab yang baru (1Samuel 10:9).
Tetapi pembaharuan semacam itu tidak akan menghasilkan suatu pola
pikir rohani, karena hanya mengubahkan arah keinginannya dari duniawi
menjadi sorgawi. Mencintai hal-hal terindah didunia ini mungkin dapat
membangun, tetapi tetap saja tidak ada keterlibatan konsep keagungan
rohaniah di dalam hal-hal tersebut. Aroma darah akan segera membuat
seekor hewan jinak menjadi liar kembali.

Kadangkala, orang-orang tidak beriman mempermalukan kita yang mengaku
sebagai orang percaya, dengan cara hidup mereka yang demikian sabar,
baik, dan bermanfaat bagi orang lain. Tetapi hanya pembaharuan yang
dikaryakan oleh Roh Kudus di dalam diri seseoranglah, yang dapat
mengubahkan inti dari hakekat kemanusiaannya dan dengan demikian,
menjadikannya orang saleh sejati (Efesus 4:23).


                SUKACITA SEJATI DALAM PENYEMBAHAN (Bab 15)

Orang-orang yang memiliki pola pikir rohani menemukan sukacita sejati
dalam semua aspek penyembahan, sehingga mereka tidak ingin kehilangan
kesempatan semacam itu. Karena itu pula terdapat begitu banyak martir
-- mereka ini memilih untuk mati daripada harus berhenti melakukan
penyembahan. Daud seringkali menyatakan kerinduannya untuk dapat
memiliki pengalaman penyembahan seperti yang dinikmati oleh orang-
orang dengan pola pikir rohani, justru ketika kesempatan tidak
memungkinkan baginya (Mazmur 42:1-4, 63:1-5, 84:1-4). Selain itu,
kesukaan Yesus Kristus akan kegiatan penyembahan tidak perlu diragukan
lagi (Yohanes 2:17).

Bagaimanakah cara orang-orang saleh tersebut mendapatkan sukacita dari
keterlibatan mereka dalam melakukan penyembahan? Apakah bedanya dengan
pengalaman mereka yang tak beriman dalam memperoleh manfaat
penyembahan? Saya akan menyatakan beberapa hal yang akan mengungkapkan
perbedaan penting di antara keduanya.

Pertama, mereka yang mengalami pembaharuan rohani dalam hidupnya, akan
dapat bersukacita dalam penyembahan karena mereka menemukan bahwa
iman, kasih, dan sukacita mereka di dalam Allah dibangkitkan
melaluinya. Mereka tidak sekedar menampilkan formalitas, suatu
tingkah-laku agama yang pada dirinya sendiri tidak bernilai sama
sekali di hadapan Allah (Yesaya 1:11; Yeremia 7:22-23). Jika Allah
memerintahkan kita melakukan suatu perbuatan, seringkali itu bukan
demi perbuatan itu sendiri,tetapi demi menumbuhkan kasih, iman,
sukacita, dan hormat kita kepada Allah. Inilah yang dialami oleh orang
yang sungguh-sungguh berpola pikir rohani. Bagi mereka penyembuhan
merupakan cara menumbuhkan kasih kita kepada Allah!

Mereka yang tidak pernah mengalami pembaharuan rohani yang
sesungguhnya, tidak akan dapat melakukan yang lain kecuali menampilkan
formalitas. Yang menyedikan, sementara orang-orang tersebut mengira
telah menyenangkan Allah, hal ini ternyata justru merupakan suatu
penghinaan bagi Allah yang memang membenci formalitas kosong. Dan yang
menjadi masalah adalah, tidak ada lagi hal yang dapat dilakukan oleh
orang semacam itu. Ketidakpercayaan mereka yang sedemikian kuat telah
menunjukkan tidak adanya hal lain dalam penyembahan mereka kecuali
formalitas (Yesaya 29:13-14).

Untuk mengidari terjadinya formalitas penyembahan kosong semacam
inilah, orang beriman sejati mempersiapkan diri agar dapat memperoleh
manfaat sebesar-besarnya dari kesempatan-kesempatan seperti ini.
Mereka tahu bahwa iman merupakan satu-satunya jalan untuk mendekatkan
diri kepada Allah; kasih merupakan satu-satunya jalan bagi ketaatan
total kepada-Nya; hormat dan sukacita merupakan satu-satunya jalan
untuk hidup berkenan kepada-Nya. Mereka yang akan memperoleh manfaat
dari suatu penyembahan adalah mereka yang berusaha melakukan
penyembahan dengan segenap jiwa! Melakukan penyembahan tanpa memahami
alasan ataupun caranya, bukan hanya akan membuat seseorang gagal
memperoleh manfaatnya, tetapi juga membuatnya semakin jauh dari Allah.

Saya tidak pernah menemukan orang percaya yang menolak untuk terlibat
dalam penyembahan bersama, tetapi dapat memiliki kehidupan rohani yang
sejahtera. Karena itulah kita sebaiknya lebih memikirkan hakekat dari
penyembahan semata-mata demi memeliharakan iman dan kasih kita.
Tetapi, hal itu bukan terjadi dengan sendirinya! Kita perlu
mempersiapkan diri sebelum melakukan penyembahan. Selain itu, kita
hendaknya menyembah dengan segenap hati dan pikiran kita
(Pengkhotbah 4:17-5:1). Hal ini diperlukan karena kita dapat dengan
begitu mudah mengalahkan perhatian dan minat kita kepada hal-hal
lahiriah, lebih daripada kepada kuasa dan makna yang sejati.
Selanjutnya, kita juga harus dapat memastikan bahwa acara penyembahan
tersebut hanya berisikan hal-hal yang diperintahkan oleh firman Allah
sendiri. Berbagai kesukaan yang diperoleh melalui suatu aktivitas
rohani, tetapi yang sebenarnya tidak dituntut dari diri kita bukanlah
timbul dari iman, melainkan dari keinginan manusia semata!

Saya yakin terdapat lebih banyak kesukaan dalam diri seorang pemimpin
pelayanan penyembahan dibandingkan dengan mereka yang lain. Ini bukan
karena masalah perbedaan metode ataupun pendidikan, melainkan lebih
disebabkan oleh perbedaan kesesuaian dengan kebutuhan kita masing-
masing akan karunia rohani. Tetapi adanya perbedaan pengaruh
penyembahan yang terjadi atas diri kita dari waktu ke waktu, tidak
akan mengubahkan fakta bahwa kesukaan dari penyembahan sejati terletak
pad kenyataan bahwa hal tersebut membangkitkan dan memperbaharui iman
serta kasih mereka yang telah mengalami pembaharuan rohani. Bagi
sebagian orang lainnya, sukacita mereka dalam penyembahan semata-mata
diperoleh melalui penghargaan mereka terhadap  kehebatan kemampuan
manusia semata.

Alasan kedua yang membuat mereka yang telah mengalami pembaharuan
rohani dapat bersukacita dalam penyembahan adalah, karena acara
penyembahan itu sendiri (khotbah, doa, puji-pujian, persekutuan, dll.)
merupakan jalan menuju pengalaman kehadiran Allah bagi mereka. Kita
mendekatkan diri kepada Allah dengan harapan dapat menumbuhkan iman
dan kasih kita; tetapi ketika harapan tersebut telah terpenuhi,
sukacita kita ternyata ikut pula menjadi bertambah-tambah.

Melalui penyembahan, orang yang telah lahir baru menerima keyakinan
akan kasih Kristus. Inilah karya Roh Kudus (Roma 5:5) melalui
penyembahan.

Melalui penyembahan pula, orang yang telah lahir baru mendengar
ketukan Sang Kristus pada pintu hatinya (Yohanes 14:23; Wahyu 3:20).
Penyembahan bagaikan sebuah taman dimana Kristus menjumpai mereka yang
dikasihi-Nya (Kidung Agung 7:21). Kenangan terhadap saat-saat dimana
jiwa kita merasakan pengalaman kehadiran Kristus akan meningkatkan
sukacita kita saat mengalami peristiwa-peristiwa berikutnya.

Melakukan penyembahan dengan pikiran yang sedang dipenuhi oleh
pemikiran akan hal lain, atau tidak dengan diisi oleh pemikiran yang
seharusnya, akan menimbulkan sikap suam-suam kuku, dingin, dan tidak
perduli. Kita hendaknya segera mengenali tanda keberadaan proses
pembusukan yang sedang terjadi dalam hati kita ini.

Alasan ketiga bagi mereka yang telah lahir baru untuk bersukacita
dalam penyembahan adalah karena mereka mengetahui bahwa penyembahan
merupakan cara untuk mempermuliakan Allah, yang memang adalah tujuan
utama penyembahan. Yesus telah menyatakan hal ini dengan sangat jelas
melalui doa yang dia ajarkan kepada murid-murid-Nya (Matius 6:9-13).
Doa tersebut penuh dengan ungkapan kerinduan akan pernyataan kemuliaan
Allah di dunia. Keselamatan maupun kesejahteraan rohani kita sebagai
orang percaya tergantung pada realisasi doa tersebut. Kasih kita
kepada Allah identik dengan motivasi kita dalam merindukan penyataan
kemuliaa-Nya. Karena itulah, orang percaya senantiasa bersukacita
untuk melakukan apa saja yang dapat menyatakan kemuliaan-Nya.

Barangsiapa tidak memiliki kerinduan seperti ini ketika melakukan
penyembahan, tidak akan memperoleh sukacita sejati di dalamnya,
kecuali sekedar perasaan senang yang bersumber dari anggapan pribadi
mereka bahwa penyembahan tersebut mempermuliakan diri mereka sendiri
di hadapan Allah -- yang seperti kita lihat, ternyata tidak demikian.


Sumber:
Judul Buku   : Berpola Pikir Rohani
Penulis      : John Owen
Penerbit     : Momentum, Surabaya, 2001 (114 halaman)
Halaman      : 67-78 dan 83-87

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org