Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/19

e-Reformed edisi 19 (31-7-2001)

Naskah Khotbah:
Hamba Tuhan dan Bacaannya

(Ditulis oleh Daniel Lukas Lukito)

Nas Alkitab: II Timotius 4:13: "Jika engkau ke mari bawa juga... kitab-
kitabku, terutama perkamen itu."


Antara tahun 1835-1910 hiduplah seorang yang bernama Samuel Langhorne
Clemens atau yang lebih dikenal dengan nama Mark Twain. Ia adalah
seorang penulis novel Amerika, khususnya novel anak-anak. Dua buah
karyanya yang terkenal berjudul Huckleberry Finn dan Tom Sawyer.
Sebagai seorang penulis yang cukup dikenal, pada suatu kali Mark Twain
mengundang cukup banyak orang ke rumahnya untuk beramah-tamah. Istri
Mark Twain yang bernama Olivia sibuk sekali mempersiapkan acara
tersebut dan mengatur segala urusan rumah tangga. Tidak heran, karena
mereka mengadakan arisan bagi para tamu di mana yang datang terutama
adalah ibu-ibu tetangga mereka.


Ketika mereka sedang menikmati makanan kecil, salah seorang tamu
bertanya tentang buku-buku yang dimiliki Mark Twain. Ia memang
mempunyai banyak sekali buku. Ada yang berderet rapi dan ada juga yang
berserakan di sana-sini. "Untuk apa buku sebanyak ini?" demikian tamu
tersebut bertanya heran. Olivia yang sederhana dan memang lugu itu
menjawab singkat: "Untuk dibaca." Mendengar jawaban singkat itu tamu
tersebut bertambah penasaran sehingga ia bertanya lagi "Dibaca
semuanya?" "Tentu. Bahkan, kadang-kadang ada buku yang dibaca berulang-
ulang," sahut Olivia ringan.


Percakapan tersebut kebetulan didengar Mark Twain. Kemudian sesudah
para tamunya pulang, ia berkata kepada istrinya: "Oliv-ku sayang, lain
kali kalau ada tamu yang datang dan bertanya seperti itu lagi tentang
buku kita, katakan saja bahwa buku-buku itu memiliki banyak kegunaan:
buku itu ada yang tebal, yang tipis, dan yang sedang. Yang tebal bisa
kita gunakan sebagai bantal, kalau kita tidak punya bantal; bisa juga
kita pakai sebagai anak tangga, atau bisa juga untuk tempat duduk
darurat kalau engkau sedang bekerja dan kebetulan tidak ada kursi.
Sedangkan buku yang berukuran sedang bisa untuk mengganjal meja, kalau
misalnya meja kita goyang-goyang, juga untuk mengganjal almari, dan
bisa juga untuk melempar ayam, kucing, memukul kecoa atau apa saja.
Buku yang tipis bisa dipakai untuk kipas-kipas, atau menyabet anak
yang bandel dan anjing yang susah diatur dan perlu didisiplin. jadi,
katakan kepada tamu kita bahwa buku itu mempunyai banyak sekali
kegunaan." Begitu kira-kira sindiran Mark Twain untuk orang yang tidak
mengerti apa artinya buku.


Bagi kita yang hidup di zaman modern ini, kalau suatu ketika kita
berkunjung ke rumah seseorang yang makmur secara materi, kadang-kadang
kita juga akan melihat berderet-deret buku diletakkan dengan sangat
rapi di rak yang mahal bersama dengan benda-benda antik. Biasanya
mereka juga meletakkan berbagai set ensiklopedia yang disorot dengan
lampu yang tertata apik. Sebagai tamu mungkin kita masih boleh
bertanya tentang apa nama atau judul buku tersebut. Tetapi sedapat
mungkin jangan bertanya apa isinya, karena jangan-jangan tuan atau
nyonya rumah akan kebingungan untuk menjawabnya. Mengapa? Karena
sebagian orang akan lebih siap menjelaskan isi album foto, arti
lukisan mahal yang dipajang, dan nilai atau harga barang hiasan dan
benda-benda antik seperti patung, guci atau apa saja, daripada harus
menjelaskan isi buku tertentu.


Buku ternyata sudah sedemikian bergeser fungsinya bagi sebagian orang.
Saya tidak tahu bagaimana kebanyakan hamba Tuhan memperlakukan buku-
buku yang dimilikinya. Berkaitan dengan buku, pada kesempatan ini saya
mengajak kita memikirkan apa yang dapat kita pelajari dari rasul
Paulus.


Pertama, bagi Paulus buku adalah bagian dari kehidupan yang esensial
atau penting sifatnya. Ketika menulis ayat di atas, Paulus sedang
bermukim di dalam penjara yang pengap. Bantalkah yang ia perlukan
sehingga Paulus mencari buku? Tentunya tidak demikian. Saya kira
Paulus juga bukan seperti orang modern yang saya sebutkan tadi yang
menginginkan buku sekadar untuk koleksi saja; perkara dibaca atau
tidaknya, itu urusan belakangan. Ia juga bukan sekadar ingin
memperlihatkan kepada rekan kerja atau temannya dan juga orang lain di
kota Roma bahwa ia mempunyai sedemikian banyak koleksi kitab. Sekali
lagi, saya kira kita tidak akan berpikir demikian. Kemungkinan besar
Paulus meminta kitab itu karena ia rindu untuk bisa membaca, ditengah-
tengah kehidupan penjaranya yang terakhir itu. Bayangkan, seorang
rasul seperti Paulus saja memerlukan buku untuk dibaca, apalagi kita
yang bukan nabi dan rasul. Bayangkan juga, sebagai seorang rasul yang
telah melayani selama lebih kurang 30 tahun -- suatu pengalaman yang
panjang sekali -- Paulus tetap rindu membaca buku.


Saudara, Paulus adalah seorang rasul yang mempunyai banyak pengalaman
spektakuer (mujizat, nubuat, penglihatan). Kita dapat menyimak fakta
tersebut di Alkitab. Ia pernah berjumpa dengan Tuhan Yesus, pernah
menyaksikan seseorang yang naik ke langit yang ketiga, pernah
mendapatkan wahyu atau penyataan seperti yang disebutkan dalam Galatia
1:12. Semua pengalaman tersebut dapat dikatakan tidak pernah kita
alami sekarang, kecuali ada tokoh aliran tertentu yang mengaku-aku
demikian. Kalau kita perhatikan kesaksian-kesaksian orang-orang
terkenal, misalnya seorang pengusaha besar, tokoh bisnis atau artis,
atau bahkan kita sendiri yang mempunyai satu pengalaman pertobatan
tertentu, seringkali ternyata pengalaman yang itu-itu saja dipakai
terus-menerus baik untuk kesaksian, untuk pelayanan, untuk khotbah.
Cerita yang disampaikan dari tempat yang satu ke tempat lainnya
biasanya yang itu-itu juga. Oleh sebab itu, tidak heran kalau saudara
menjumpai bacaan yang berisi kesaksian Catherine Baxter yang katanya
dituntun oleh Tuhan Yesus 40 hari 40 malam turun ke neraka, dan ada
begitu banyak orang yang tertarik untuk membaca tulisan tersebut.
Berbeda sekali dengan rasul Paulus. Walaupun ia telah berjumpa dengan
Tuhan Yesus, tetapi ketika menceritakan pengalaman spektakuler itu,
Paulus melakukannya dengan sangat hati-hati dan ia tidak membanggakan
pengalaman tersebut. justru yang kita lihat disini pada hari tuanya
pun Paulus tetap rindu membaca buku. Padahal, kita pasti tahu bahwa
biasanya orang-orang tua senang sekali menceritakan pengalaman masa
lalunya, mengulang cerita yang itu-itu juga sampai-sampai yang
mendengar menjadi jenuh karena terus-menerus mendengar pengulangan
ceritanya.


Yang kedua, bagi Paulus semua orang boleh meninggalkan dia, rekan
kerja boleh pergi ke tempat yang lain, tetapi harus ada buku yang
menemani untuk menghangatkan kehidupan. Kalau saudara membaca ayat 10,
di sana dikatakan "Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan
aku ... Kreskes telah pergi ke Galatia dan Titus ke Dalmatia." Lalu
ayat 12, "Tikhikus telah kukirim ke Efesus." Kemudian juga di ayat 14
dan 15 kita membaca tentang seorang bernama Alexander yang menyakiti
hati Paulus dengan cara berbuat jahat kepadanya. Pada ayat 16 Paulus
mengatakan: "Pada waktu pembelaanku yang pertama, tidak seorang pun
yang membantu aku, semuanya meninggalkan aku." Di tengah kesepian
seperti itulah, Paulus rindu kepada satu itu yaitu kitab-kitab yang
bisa dan biasa menemaninya. Memang kalau saudara perhatikan ayat 11,
Paulus mengatakan hanya Lukas yang tinggal dengan dia. Dan kalau kita
perhatikan sosok pribadi Lukas, selain disebut sebagai seorang dokter
dan seorang sejarawan, ia juga dapat disebut sebagai seorang kutu
buku, orang kitab. Yang menemani Paulus adalah orang yang mencintai
kitab atau mencintai buku. Saya katakan demikian sebab Lukas
mengatakan bahwa sebelum ia menulis Injil Lukas ia menyelidiki dengan
teliti bahan-bahan yang ada, literatur yang ada. Jadi boleh dikata ia
adalah seorang yang suka melakukan riset dan mencintai kitab. Paulus
pun sama. Ia adalah seorang yang mencintai kitab.


Suatu kali saya pernah berjumpa dengan seorang teolog Injil ketika
saya melanjutkan studi di Trinity Evangelical Divinity School. Ia
adalah seorang yang sudah berusia tujuh puluhan dan dari caranya
berjalan orang dapat menduga bahwa ia sudah cukup uzur. Orang itu
sering memakai topi bila berjalan di udara terbuka karena ia sudah
kehilangan banyak rambut alias botak. Walaupun ketika itu musim
dingin, ia masih mengajar di sana padahal umurnya sudah kakek. Orang
itu adalah Carl F.H. Henry. kalau ia masih hidup sekarang (tahun 2000)
pasti usianya sudah 80 tahun lebih. Bayangkan, pada waktu itu ia masih
rajin ke perpustakaan, rajin menulis dan rajin membaca buku. Saya yang
masih muda merasa malu kalau saya menjadi sedikit malas ketika
mengerjakan sesuatu. Setiap kali saya menjadi sedikit malas, saya
teringat pada orang itu. Ia telah memberi teladan tentang suatu
semangat hidup yang sedemikian besar. Jikalau dalam kehidupan kita
sekarang ini kita cenderung bermalas-malasan baik dalam studi,
pelayanan atau apa saja, kita seharusnya malu kepada orang-orang yang
usianya lebuh tua dari kita tetapi masih tetap rajin. Oleh sebab itu
marilah kita mengingat orang rajin yang usianya lebih tua dari kita
seperti Carl Henry atau seperti Paulus. Suatu hari nanti, jika dalam
pelayanan kita merasa tidak ada orang yang menemani, dan kebanyakan
orang sudah meninggalkan kita atau meninggal lebih dulu, kita mewarisi
suatu kebiasaan yang baik dari teladan rasul Paulus, yaitu buku yang
bisa menemani kita dan tidak ada yang dapat digantikan dengan apa pun
juga.


Yang ketiga, bagi Paulus sekalipun buku-buku adalah penting tetapi
Kitab itu yang adalah firman Tuhan merupakan bagian yang paling utama.
Saya katakan firman Tuhan karena disini ada dua istilah yang berbeda:
kitab-kitab dan perkamen. Kitab (biblion) yaitu gulungan atau
terjemahan. Biasanya satu gulungan adalah satu buku. Tetapi istilah
"perkamen" (dalam bahasa Yunani "membrana"; bahasa Inggris
"parchment") diterjemahkan oleh F.F. Bruce sebagai "let it be
especially the Bible." Perkamen biasanya dibuat dari kulit binatang,
misalnya kulit kambing, antope dan sebagainya. Oleh karena itu
perkamen umumnya lebih tahan lama. Tetapi, selain itu, harganya lebih
mahal. Dengan demikian jelaslah bagi kita mengapa materi perkamen
dipakai untuk penulisan bagian dari firman Tuhan. Jadi yang Paulus
maksud ketika ia meminta dibawakan perkamen itu ke penjara tempat ia
ditahan, berarti ia minta dibawakan sebagian dari Alkitab Perjanjian
Lama atau bagian dari Injil atau bagian dari surat-surat yang pernah
ia tulis atau yang ditulis rasul lain. Yang mana yang Paulus minta
tidak jelas, tetapi yang pasti itu adalah bagian dari Alkitab yang
adalah firman Allah.


Coba kita perhatikan: pada waktu itu rasul Paulus sedang mengalami
kesusahan yang besar. Ia harus berada dalam penjara yang sama sekali
tidak menyenangkan di hari tuanya. Ia berada dalam keadaan kedinginan,
kesepian, tetapi dalam keadaan demikian, selain buku, ia mencari
firman Tuhan. Saya rasa Paulus sesungguhnya tahu cukup banyak tentang
Alkitab Perjanjian Lama. Bahkan ia mungkin telah hafal bagian-bagian
tertentu dari firman Tuhan, apalagi ia pernah mendapatkan wahyu secara
langsung. Tetapi pada hari tuanya ia tetap minta dibawakan kitab-kitab
dan perkamen dari kota yang bernama Troas yang jaraknya untuk waktu
itu jauh sekali, yaitu kurang lebih 500 kilometer.


Bagi kita yang saat ini sedang melayani di ladang Tuhan atau yang
sedang menempuh pendidikan di sekolah teologi, kita tidak boleh
melupakan pentingnya membaca buku, terutama Alkitab. Jikalau kita
tidak membiasakan diri membaca ketika masih berusia muda, tidak ada
jaminan bahwa nanti setelah 10, 20 atau 30 tahun kemudian kita masih
mau dan mampu membaca. Harapan dan doa saya adalah supaya kita semua
yang dipanggil untuk melayani Dia, kita juga akan tetap mencintai buku-
buku dan terutama firman Tuhan sepanjang hidup kita di dunia ini.
Sebab, jikalau kita tidak melatih tubuh dan jiwa kita sekarang untuk
mencintai firman Tuhan dan buku-buku, di tengah-tengah kesibukan
pelayanan kita nanti di ladang Tuhan, agaknya kita tidak akan
mempunyai cukup waktu lagi baik untuk persiapan pelayanan maupun untuk
pertumbuhan kerohanian kita. Kiranya Tuhan mendorong kita semua supaya
lebih mencintai literatur tetapi yang terutama adalah mencintai firman
Tuhan. Amin.


 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org