Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/98

e-Reformed edisi 98 (17-4-2008)

Introduksi pada Iman Reformed (Bagian 2)

Dear Reformed Netters,

Kiriman artikel bulan April ini adalah sambungan dari artikel yang 
dikirim bulan Maret lalu. Selamat menyimak.

Jika Anda belum mendapatkan kiriman artikel bulan Maret yang lalu dan 
ingin mendapatkannya, silakan menghubungi saya.

In Christ,
Yulia
< yulia(a t)in-christ.net >
---------------------------------------------------------------------

                  INTRODUKSI PADA IMAN REFORMED
                  =============================
                       Oleh: John M. Frame

                            (Bagian 2)

IMAN REFORMED MENGAJARKAN KOVENAN KETUHANAN ALLAH SECARA KOMPREHENSIF

Saya sekarang akan melanjutkan dengan ringkasan yang lebih 
komprehensif dari sistem doktrin Reformed. Argumentasi yang akan saya 
berikan adalah sebagai berikut: Allah biblikal adalah "Tuhan kovenan" 
dan semua karya-Nya dalam penciptaan dan keselamatan adalah sebuah 
karya berdasarkan pada ketuhanan kovenan-Nya. Oleh karena itu, "Allah 
adalah Tuhan kovenan" merupakan ringkasan dari berita Alkitab. Iman 
Reformed juga bisa diringkaskan dengan cara ini: semua unsur esensial 
dari iman Reformed dapat dilihat sebagai karya dari ketuhanan kovenan 
Allah. Fakta bahwa "ketuhanan kovenan" merupakan hal yang sentral di 
Kitab Suci, dan teologi Reformed adalah suatu argumen besar yang 
berpihak pada teologi Reformed sebagai formulasi pengajaran Kitab Suci 
yang terbaik.

Saudara akan menemukan bahwa "kovenan" itu telah dijelaskan secara 
berbeda oleh teolog yang berbeda, bahkan di kalangan Reformed. Tetapi 
bagi saya, hal berikut ini kelihatannya mencakup unsur-unsur esensial 
dari kovenan yang alkitabiah antara Allah dan manusia. Sebuah 
"kovenan" adalah sebuah relasi antara "Tuhan" yang berdasarkan 
kedaulatan-Nya, dengan memanggil sekelompok "umat"(8) menjadi milik-
Nya, yaitu umat yang disebut sebagai alat-alat Tuhan atau hamba-hamba 
Tuhan. Ia memerintah atas mereka dengan kuasa dan hukum-Nya, dan 
memberikan kepada mereka berkat yang unik (atau dalam kasus tertentu, 
kutuk yang unik). Supaya kita dapat memahami "kovenan" dengan lebih 
baik, maka kita harus memahami "ketuhanan" dengan lebih baik.

ARTI DARI KETUHANAN

Pertama, "Tuhan" merepresentasikan istilah Ibrani "YHWH" yang 
merupakan misteri (pada umumnya dilafalkan "Yahweh", kadang-kadang 
ditemukan sebagai "Jehovah" atau "Lord" dalam terjemahan bahasa 
Inggris). Kata ini dikaitkan dengan kata kerja "to be" seperti dalam 
"I am" di Keluaran 3:14 (perhatikan kehadiran YHWH di ayat 15). Selain 
Keluaran 3:12-15, ada beberapa pasal di Kitab Suci yang kelihatannya 
pada derajat tertentu menjelaskan tentang arti dari nama yang 
merupakan misteri itu. Lihat Keluaran 6:1-8, 20, 33, 34; Imamat 18-19; 
Ulangan 6:4, dst.; Yesaya 41:4, 43:10-13, 44:6, 48:12, dst. Di PB, 
Yesus memakai nama "Kurios", sebuah istilah Yunani yang digunakan 
untuk menerjemahkan YHWH di dalam PL yang berbahasa Yunani. Pada saat 
Ia memakai nama itu, Ia mengambil peran yang dimiliki oleh Yahweh di 
PL sebagai Tuhan, kepala dari kovenan. Di dalam pikiran saya, hal itu 
merupakan salah satu dari bukti yang paling kuat tentang keilahian 
Kristus. Oleh karena itu, bagian-bagian tertentu di PB, seperti 
Yohanes 8:31-59; Roma 10:9; 1 Korintus 12:3; Filipi 2:11, juga sama 
pentingnya bagi pemahaman kita tentang konsep ketuhanan di Alkitab.
 Dalam pengajaran saya tentang doktrin Allah, saya menjelaskan tentang 
hal ini dengan lebih rinci,(9) yaitu memerlihatkan kepada Saudara 
bagaimana ayat-ayat itu mengajarkan suatu konsep tertentu tentang 
ketuhanan ilahi. Dalam tulisan ini, saya hanya sekadar menyajikan 
konklusi-konklusi dari studi saya. Namun demikian, penyelidikan atas 
ayat-ayat ini akan berguna bagi Saudara untuk melihat bagaimana 
konsep-konsep berikut ini saling berkaitan satu dengan yang lain.

Konklusi saya adalah bahwa ketuhanan di Alkitab meliputi tiga aspek: 
kontrol, otoritas, dan kehadiran.

Pertama, kontrol. Tuhan adalah pribadi yang memiliki kontrol yang 
total atas dunia ini. Pada waktu Allah menebus Israel dari Mesir, Ia 
melakukannya dengan tangan yang kuat dan berkuasa. Ia mengontrol semua 
kekuatan alam untuk mendatangkan kutuk atas Mesir serta mengalahkan 
kekuatan-kekuatan dari penguasa terbesar yang totaliter pada saat itu. 
Lihat Keluaran 3:8, 14, 20, 20:2, 33:19, 34:6; Yesaya 41:4, 43:10-13,
44:6, 48:12, dan seterusnya. Saya telah menjelaskan tema biblikal ini 
dalam kaitan dengan doktrin predestinasi. Seharusnya disebutkan juga, 
bahwa kontrol Allah bukan hanya berkaitan dengan doktrin keselamatan, 
melainkan atas seluruh alam dan sejarah. Efesus 1:11 dan Roma 11:36 
menyatakan kebenaran ini secara khusus, dan banyak bagian lain di 
Kitab Suci yang berkaitan dengan kejadian-kejadian yang didasarkan 
pada pengaturan Allah. Hal itu termasuk penjelasan tentang jatuhnya 
burung pipit dan jumlah rambut di kepala kita.

Dosa dan kejahatan juga bagian dari rencana Allah. Hal itu merupakan 
misteri, dan kita harus hati-hati dalam pernyataan kita. Namun 
demikian, Kitab Suci memang mengaitkan keberdosaan manusia dengan 
tujuan-tujuan Allah. Contohnya, lihat Kejadian 45:7, 50:20; 2 Samuel 
24:1, 10 
(bdk. lTawarikh 21:1); 1 Raja-raja 22:19-23; Kisah Para Rasul 
2:23, 4:27-28; 
Roma 1:24, 26, 28, 9:11-23.

Bagaimana kita dapat merekonsiliasikan fakta-fakta ini dengan 
kebenaran dan kebaikan Allah? Saya telah membahas "problema kejahatan" 
ini dengan rinci dalam buku "Apologetics to the Glory of God", halaman 
149 -- 190. Saya tidak percaya bahwa kita bisa sepenuhnya memahami 
alasan-alasan Allah untuk mengaitkan kejahatan ke dalam rencana-Nya. 
Dengan jelas, Ia melakukannya supaya suatu tujuan yang berada dalam 
konteks sejarah secara menyeluruh merupakan suatu tujuan yang baik 
(Kejadian 50:20). Di samping itu, yang terbaik adalah meneladani Ayub 
yang berdiam diri pada saat berhadapan dengan misteri dari kejahatan 
(Ayub 40:4-5, 42:1-6). Tentu saja kita tidak mengompromikan kedaulatan 
Allah dengan menyetujui ide seperti konsep Arminian tentang "kehendak 
bebas", yaitu tindakan-tindakan manusia yang tidak ditetapkan 
sebelumnya oleh Allah.(10)

Kontrol ilahi tentu saja tidak mengimplikasikan penyebab sekunder, 
contohnya pilihan-pilihan manusia tidaklah penting. Allah umumnya 
mencapai tujuan-tujuan-Nya yang agung dengan menggunakan alat-alat 
yang fana. Tujuan-Nya adalah untuk menyebarkan Injil ke seluruh dunia, 
bukan melalui pernyataan mukjizat, tetapi melalui pemberitaan dan 
pengajaran yang dilakukan oleh manusia (Matius 28:19, dst.). Tidak ada 
keselamatan (paling tidak di kalangan orang dewasa) tanpa iman dan 
pertobatan manusia (Yohanes 3:16; Kisah Para Rasul 2:38). Mereka, yang 
berargumen atas dasar kedaulatan Allah, para penginjil sama sekali 
tidak boleh mengajak orang untuk mengambil "keputusan", tidak memahami 
keseimbangan biblikal. Kedaulatan Allah tidak mengesampingkan penyebab 
sekunder; melainkan menguatkan mereka, memberikan mereka signifikasi.

Allah dari Kitab Suci bukan jenis yang abstrak, yang berlawanan dengan 
dunia, sehingga segala sesuatu yang dikaitkan pada-Nya harus 
disangkali ada pada manusia, demikian pula sebaliknya. Melainkan, 
Allah adalah pribadi, dan Ia telah menciptakan dunia sesuai dengan 
rencana-Nya. Beberapa hak prerogatif tidak ada pada makhluk ciptaan, 
seperti hak Allah yang eksklusif untuk disembah dan hak-Nya untuk 
melakukan sebagaimana yang dikehendaki-Nya dalam kehidupan manusia. 
Tetapi kebanyakan peristiwa dalam dunia memiliki penyebab-penyebab 
ilahi dan makhluk ciptaan; yang satu tidak membatalkan yang lain. 
Arminian dan hiper-Calvinis melakukan kesalahan dalam hal ini.

Kedua, otoritas. Otoritas adalah hak untuk ditaati. Tuhan memiliki hak 
tertinggi untuk itu. Sewaktu Ia berfirman, firman-Nya harus ditaati. 
Kovenan selalu mencakup firman, sebagaimana yang akan kita lihat dalam 
studi kita tentang doktrin firman Allah. Tuhan kovenan berbicara pada 
umat kovenan-Nya berkaitan dengan nama-Nya yang kudus, berkat-berkat-
Nya di masa lampau bagi mereka, tuntutan-tuntutan-Nya atas perilaku 
mereka, janji-janji-Nya, dan peringatan-peringatan-Nya. Firman yang 
ditulis dalam sebuah dokumen, dan pelanggaran terhadap firman Tuhan 
dalam dokumen tertulis itu berarti pelanggaran terhadap kovenan itu 
sendiri.

Sewaktu Allah menemui Musa di Mesir, Ia datang dengan firman yang 
berotoritas bagi Israel dan Firaun, yaitu suatu firman yang tidak 
mereka taati atas risiko mereka sendiri. Lihat Keluaran 3:13-18, 20:2, 
dan seterusnya; Imamat 18:2-5, 30, 19:37; Ulangan 6:4-9; Lukas 6:46, 
dan seterusnya. Otoritas-Nya mutlak dalam tiga arti: (a) Ia tidak 
dapat dipertanyakan (Roma 4:14-20; Ibrani 11; Ayub 40:1, dst.; Roma 
9:20). 
(b) Kovenan-Nya melampaui semua kesetiaan pada yang lainnya 
(Keluaran 20:3; Ulangan 6:4, dst.; Matius 8:19-22, 10:34-38; Filipi 
3:8). 
(c) Otoritas kovenan-Nya meliputi semua area kehidupan manusia 
(Keluaran -- Ulangan; Roma 14:23; 1 Korintus 10:31; 2 Korintus 10:5; 
Kolose 3:17, 23).

Ketiga, kehadiran. Tuhan ialah pribadi yang mengambil suatu umat 
menjadi milik-Nya. Ia menjadi Allah mereka, dan mereka menjadi umat-
Nya. Jadi, Ia "bersama mereka" (Keluaran 3:12). Kehadiran Tuhan 
bersama umat-Nya merupakan suatu tema yang indah yang tersebar di 
Kitab Suci; lihat Kejadian 26:3, 28:15, 31:3, 46:4; Keluaran 3:12,
33:14; Ulangan 31:6, 8, 23; Hakim-hakim 6:16; Yeremia 31:33; Yesaya 
7:14; 
Matius 28:20; Yohanes 17:25; 1 Korintus 3:16, dan seterusnya; 
Wahyu 21:22.

Jadi, Yahweh dekat dengan umat-Nya, tidak seperti ilah-ilah dari 
bangsa lain (Imamat 10:3; Ulangan 4:7, 30:11-14 [Roma 10:6-8]; Mazmur 
148:14; 
Yeremia 31:33; Yunus 2:7; Efesus 2:17; Kolose 1:27). Ia secara 
harfiah "mendengar" Israel dalam kemah suci dan bait Allah. Kemudian 
Ia mendekat di dalam Yesus Kristus dan dalam Roh Kudus. Dan 
berdasarkan kemahakuasaan-Nya dan kemahatahuan-Nya, Ia tidak pernah 
jauh dari siapa pun (Kisah Para Rasul 17:27-28). Berdasarkan pemahaman 
ini, seluruh ciptaan terikat dengan Dia oleh kovenan. Lihat Kline, 
"Images of the Spirit".

Kehadiran Allah berarti suatu berkat, tetapi dapat juga berarti suatu 
kutukan, pada saat umat itu melanggar kovenan. Lihat Keluaran 3:7-14,
6:1-8, 20:5, 7, 12; Mazmur 135:13, dan seterusnya; Yesaya 26:4-8; 
Hosea 12:4-9, 13:4, dst.; Maleakhi 3:6; Yohanes 8:31-59.

Saya akan merujuk pada tiga kategori ini sebagai "atribut ketuhanan". 
Mereka tidak terpisahkan; setiap kategori terkait dengan dua kategori 
lainnya. Kontrol Tuhan dilaksanakan melalui otoritas perkataan-Nya 
pada ciptaan (Kejadian 1); oleh karena itu "kontrol" melibatkan 
otoritas. Kontrol itu komprehensif, jadi meliputi kehadiran Allah di 
seluruh ciptaan. Demikian halnya dengan setiap atribut ketuhanan 
termasuk dua yang lainnya. Oleh karena itu, setiap atribut hadir, 
bukan "terpisah" dari ketuhanan Allah, tetapi keseluruhannya, dari 
satu "perspektif"(11) yang partikular.

SENTRALITAS DARI KETUHANAN DI KITAB SUCI

"Tuhan" merupakan nama dasar kovenan dari Allah (Keluaran 3:13-15,
6:1-8; Roma 14:9). Ada nama lain dari Allah, tetapi ini merupakan nama 
yang berarti bahwa Ia adalah kepala dari kovenan dengan umat-Nya. Ini 
adalah nama, di mana dengan nama itu Ia berharap dikenali oleh umat 
kovenan-Nya.

Hal itu dapat ditemukan dalam pengakuan dasar dari iman umat Allah di 
Kitab Suci (Ulangan 6:4, dst.; Roma 10:9; 1 Korintus 12:3; Filipi 
2:11). 
Dasar pengakuan dari Kovenan Lama adalah "Tuhan Allah kita 
adalah Tuhan yang esa". Pengakuan dasar dari Kovenan Baru adalah 
"Yesus Kristus adalah Tuhan".(12)

Semua tindakan Allah yang maha kuasa dalam ciptaan dan sejarah 
dilakukan "supaya mereka mengetahui bahwa Aku adalah Tuhan" 
(Keluaran 14:18; l Raja-raja 8:43; Mazmur 9:10; dst.). Berulang kali di Yesaya, 
Tuhan menyatakan bahwa "Akulah Tuhan, Akulah Dia" (Yesaya 41:4, 43:10-
13). Kata "Aku adalah" mengingatkan pada Keluaran 3:14.

SENTRALITAS KETUHANAN KOVENAN DALAM IMAN Reformed

Iman Reformed juga menekankan ketuhanan kovenan Allah atas umat-Nya. 
Konsep kovenan tidak digunakan secara sistematis oleh Calvin, meskipun 
secara partikular kesinambungan dari ide tentang kontrol, otoritas, 
dan kehadiran cukup menonjol dalam pikirannya. Merupakan hal yang 
alamiah bahwa di kalangan penerus Calvin ada perkembangan yang 
menyeluruh dan aplikasi dari ide kovenan, dan bahwa konsep itu telah 
menjadi perhatian utama dari para teolog Reformed sampai hari ini.

Pertama, kontrol. Jelas sekali teologi Reformed telah menekankan 
kontrol Allah, yang "melakukan segala sesuatu menurut keputusan 
kehendak-Nya" (Efesus 1:11). Kita telah membahas penekanan ini dalam 
pembahasan kita tentang predestinasi dan teologi Reformed juga 
menekankan kedaulatan Allah dalam penciptaan dan providensia. Bersama 
Kitab Suci, teologi Reformed juga memertahankan kepentingan dari 
penyebab sekunder. "Hyper-Calvinist", yang berada di perbatasan 
fatalisme,(13) kadang-kadang menyangkali kepentingan dari keputusan 
serta aktivitas makhluk ciptaan; tetapi hal ini tidak 
merepresentasikan tradisi Reformed yang utama.

Kedua, otoritas. Reformed telah selalu menekankan, lebih dari 
kebanyakan cabang kekristenan lain, bahwa manusia harus tunduk pada 
hukum Allah. Sebagian orang yang mengaku orang Kristen telah 
mengatakan bahwa hukum dan anugerah, atau hukum dan kasih, selalu 
berlawanan, sehingga orang Kristen tidak ada kaitan dengan hukum. 
Namun, kaum Reformed menyatakan bahwa apabila kita mengasihi Yesus, 
maka kita akan melakukan perintah-Nya (Yohanes 14:15, 21, 15:10; l 
Yohanes 2:3, dst.; 3:22, dst.; 5:2, dst.; 2 Yohanes 6; Wahyu 12:17,
14:12). Tentu saja melakukan hukum tidak mendatangkan keselamatan bagi 
kita. Hal itu tidak membenarkan kita di hadapan Allah. Hanya kebenaran 
dari Kristus yang melakukan hal itu. Tetapi bagi mereka yang 
diselamatkan, mereka akan melakukan perintah Allah.

Reformed juga menekankan kelanjutan kenormatifan dari hukum PL, 
khususnya atas orang percaya di PB (Matius 5:17-20). Ada perdebatan di 
kalangan Reformed atas "teonomi", yang pada dasarnya suatu perdebatan 
tentang bagaimana hukum PL digunakan dalam kehidupan orang 
Kristen.(14) "Teonomis" maupun kritik Reformed terhadap teonomi 
sepakat bahwa hukum PL memiliki suatu pengajaran dan pengaturan yang 
penting dalam kehidupan orang Kristen; kedua kelompok juga sepakat 
bahwa sebagian hukum PL tidak lagi mengikat secara harfiah, karena 
kita sekarang hidup dalam suatu situasi yang berbeda dari zaman 
bilamana perintah-perintah ini diberikan. Argumen atas nama perintah-
perintah ini berasal dari kategori itu. Semua Calvinis percaya bahwa 
hukum-hukum PL adalah firman Tuhan dan bermanfaat untuk mengajar, 
untuk menyatakan kesalahan, untuk memerbaiki kelakuan, dan untuk 
mendidik orang dalam kebenaran, dengan demikian tiap-tiap manusia 
kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik. (2 Timotius 
3:16-17).

Secara khusus dalam area ibadah, Reformed telah menekankan otoritas 
dan kecukupan firman Allah. Sementara kaum Lutheran dan kaum Roma 
Katolik berargumentasi bahwa apa pun diizinkan dalam ibadah, kecuali 
yang dikutuk oleh Kitab Suci. Kaum Reformed memertahankan bahwa semua 
yang tidak diotorisasi oleh Kitab Suci, tidak diizinkan dalam ibadah. 
Hal itu dikenal sebagai "prinsip peraturan untuk ibadah". Telah ada 
perdebatan di kalangan kaum Reformed tentang implikasi konkrit dari 
prinsip ini. Sebagian orang telah berargumen bahwa hal itu menuntut 
penggunaan yang eksklusif dari Mazmur dalam ibadah dan melarang 
penggunaan alat-alat musik, penyanyi solo, atau paduan suara. Sebagian 
orang yang lain berargumen bahwa hal itu menuntut suatu upacara ibadah 
yang merujuk pada model ibadah yang digunakan pada abad XVII oleh kaum 
Puritan. Analisis saya berbeda.(15) Saya tidak diyakinkan oleh 
penafsiran yang telah digunakan untuk mencapai konklusi yang terbatas 
ini. Dan selaras dengan prinsip-prinsip dari Reformasi, saya melihat 
peraturan yang prinsip pada dasarnya sebagai suatu prinsip yang 
memberikan kepada kita kebebasan dari tradisi manusia, dan mengikat 
kita hanya pada firman Allah.

Hal itu membangkitkan suatu poin yang penting dari natur yang lebih 
umum. Teologi Reformed bukan hanya suatu teologi tentang ketuhanan 
Allah, tetapi juga suatu teologi dari kebebasan manusia. Teologi 
Reformed menolak, tentu saja, konsep Arminian tentang "kehendak bebas" 
yang sudah dibahas terdahulu. Tetapi mengakui kepentingan dari 
keputusan makhluk ciptaan, sebagaimana yang telah kita lihat 
sebelumnya. Dan hal itu juga membebaskan kita dari ikatan tirani 
manusia, sehingga kita bisa menjadi hamba Allah saja. Untuk pastinya, 
Allah memang menetapkan otoritas yang sah atas umat manusia, dan Ia 
memanggil kita untuk menghormati dan menaati otoritas-otoritas itu. 
Tetapi pada saat otoritas-otoritas itu memerintahkan sesuatu yang 
bertentangan dengan firman Tuhan, atau pada saat mereka menempatkan 
ide mereka setara dengan Kitab Suci, kita boleh dan bahkan harus tidak 
menghormati klaim-klaim mereka. Kita harus lebih menaati Allah dari 
pada manusia. Oleh karena itu, Saudara dapat melihat bahwa otoritas 
kovenan Allah bukan merupakan suatu doktrin yang membebani. Hal itu 
merupakan kemerdekaan yang paling besar.

Oleh karena itu, iman Reformed pada esensinya bukan "tradisionalis", 
meskipun sebagian orang Reformed menurut perkiraan saya telah memiliki 
penghormatan yang tidak sehat terhadap tradisi. Ada sebuah slogan 
Reformed, "semper reformanda", "always reforming". Oleh karena itu, 
"fades reformata semper reformanda est", "the Reformed Faith is always 
reforming". Ada beberapa divisi di kalangan Reformed, sebagian 
menekankan reformata (Reformed) dan yang lain yang menekankan 
reformanda (reforming). Keduanya adalah penting dan keduanya harus 
tetap dipertahankan keseimbangannya. Iman kita haruslah "Reformed", 
yaitu dalam kesesuaian dengan prinsip fundamental dari Kitab Suci, 
sebagaimana yang diringkas dalam pengakuan-pengakuan Reformed. Namun 
demikian, hal itu harus juga di-"reforming", berusaha untuk membawa 
pemikiran dan praktik kita lebih seturut dengan Kitab Suci, meskipun 
proses itu menuntut pengeliminasian beberapa tradisi. Para reformator 
adalah keduanya: konservatif dalam penganutan mereka pada doktrin 
Alkitab dan radikal dalam kritik mereka terhadap tradisi gereja. Kita 
harus demikian pula. Oleh karena itu, berhati-hatilah pada orang yang 
mengatakan kepada Saudara bahwa Saudara harus beribadah, atau berpikir 
atau berperilaku sesuai dengan tradisi historis tertentu. Buktikan itu 
semua berdasarkan firman Allah (l Tesalonika 5:21). Selidiki Kitab 
Suci setiap hari untuk melihat apakah yang Saudara dengar itu memang 
benar (Kisah Para Rasul 17:11).

Karena waktu terbaiknya iman Reformed telah kritis terhadap tradisi 
manusia, bahkan di kalangannya sendiri. Iman Reformed memiliki sumber-
sumber untuk kontekstualisasi yang efektif. Kontekstualisasi adalah 
usaha untuk menyajikan kebenaran Kitab Suci dalam istilah yang 
dipahami oleh budaya yang berbeda dengan yang kita miliki, dan berbeda 
dengan budaya di mana Kitab Suci ditulis. Khotbah Reformed telah 
tercatat mengalami kesuksesan sepanjang sejarah dalam pekerjaan 
kontekstualisasi. Calvinisme telah secara dalam memengaruhi budaya 
yang sangat berbeda dengan budaya Swiss, mulai dari Belanda, Jerman, 
Inggris, Hungaria, dan Korea. Calvinisme memiliki pengikut yang cukup 
besar di Perancis dan Itali sampai kebanyakan mereka telah diusir 
keluar dengan paksa.

Oleh karena itu, sepenuhnya Reformed mengatakan sama halnya dengan 
saya, di "Doctrine of the Knowledge of God" bahwa teologi merupakan 
aplikasi dari kebenaran Kitab Suci ke dalam situasi manusia. 
Perkembangan dalam teologi merupakan kesinambungan aplikasi dari Kitab 
Suci pada situasi yang baru dan konteks yang muncul. Hal itu bukan 
sekadar repetisi dari formulasi doktrin yang bekerja dalam generasi 
pada masa lalu, sebagaimana yang dianggap oleh sebagian 
"tradisionalis". Melainkan pekerjaan teologi melibatkan kreativitas 
kita tanpa mengompromikan otoritas dan kecukupan dari Kitab Suci.

Calvinisme telah merupakan semacam teologi yang "progresif". Teologi 
Reformed biasanya bukan hanya sekadar menyatakan ulang pernyataan 
Calvin dan pengakuan-pengakuan. Calvinisme terus mengembangkan 
aplikasi yang baru dari Kitab Suci dan doktrin Reformed. Pada abad 
ketujuh belas, ada perkembangan yang signifikan dari pemikiran 
Reformed tentang kovenan Allah.

Pada abad kedelapan belas, pemikir Jonathan Edwards mengajukan 
pengajaran baru tentang dimensi subjektif dari kehidupan Kristen. Pada 
abad kesembilan belas dan permulaan abad kedua puluh, ada perkembangan 
yang luar biasa, di bawah Vos dan yang lainnya, tentang "teologi 
biblika", analisis Kitab Suci sebagai suatu sejarah keselamatan. Pada 
abad kedua puluh ada apologetika Van Til dan "Structure of Biblical 
Authority" dari Meredith Kline.

Pekerjaan "mereformasi" di bawah otoritas Allah tidak terbatas, juga 
bagi gereja dan teologi. Calvinis telah sering menekankan "mandat 
budaya" dari Kejadian 1:28-30, bahwa Allah memerintahkan umat manusia 
untuk menaklukkan seluruh bumi di dalam nama-Nya. Ini berarti bahwa 
semua wilayah kehidupan umat manusia harus direformasi oleh firman 
Allah. Abraham Kuyper, seorang jenius agung dari Belanda yang 
memberikan kontribusi yang besar pada bidang teologi, filsafat, 
jurnalisme, pendidikan, dan politik, berargumen bahwa seharusnya ada 
politik, seni, literatur, demikian juga teologi Kristen yang unik.(16) 
Firman Allah memerintah di semua area kehidupan (1 Korintus 10:31; 2 
Korintus 10:5; Roma 14:23; Kolose 3:17, 23). Jadi, orang Reformed 
telah menekankan kebutuhan untuk sekolah-sekolah, gerakan-gerakan 
buruh, bisnis, universitas, filsafat, ilmu pengetahuan, gerakan 
politik, sistem ekonomi Kristen yang unik.

Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa teologi Reformed prihatin bukan 
hanya tentang keselamatan individu, dan kesalehan (lihat di bawah), 
melainkan juga tentang struktur dari masyarakat. "Kovenan", walau 
bagaimanapun, berkaitan dengan relasi suatu kelompok dengan Allah, 
lebih daripada hanya sekadar dengan seorang individu.(17) Dalam 
kovenan, Allah memilih suatu umat. Kitab suci menjelaskan bahwa Allah 
memilih seisi rumah, keluarga. Oleh karena itu, Calvinis umumnya 
percaya pada baptisan anak. Baptisan anak mengatakan bahwa pada saat 
Allah mengklaim orang tua, Allah mengklaim seluruh isi rumah sebagai 
milik-Nya (Kisah Para Rasul 11:14, 16:15, 31-34, 18:8; l Korintus 
1:11, 16).

Memertimbangkan doktrin otoritas ilahi menolong kita untuk melihat 
dari arah lain(18) relasi antara kedaulatan Allah dan tanggung jawab 
manusia. Umat manusia bertanggung jawab karena mereka harus tunduk 
pada perintah Allah. Oleh karena itu, pengajar-pengajar Reformed tidak 
mempresentasikan tanggung jawab manusia sebagai suatu konsesi dendam 
terhadap Arminianisme. Melainkan, mereka menekankan tanggung jawab dan 
bersukacita di dalamnya.

Tanggung jawab manusia adalah doktrin Calvinistis. Hal itu menyatakan 
struktur yang berarti dari rancangan Allah yang berdaulat dan otoritas 
normatif dari hukum Allah yang berdaulat.(19)

Secara historis, kadang-kadang orang bertanya-tanya mengapa Calvinis 
yang percaya pada kedaulatan Allah, tidak memiliki sikap pasif dalam 
hidupnya. Pada faktanya, Calvinis berusaha untuk melayani Tuhan yang 
telah memanggil kita dengan sebaik mungkin. Hasilnya ada di tangan-
Nya, tetapi kita telah memiliki kehormatan untuk melayani Dia dengan 
tugas yang paling agung, yang melaluinya berarti menaklukkan semua 
kehidupan pada Kristus.

Ketiga, kehadiran. Teologi Reformed pada saat terbaiknya bersifat 
devosional secara mendalam, yaitu menyadari intimasi kedekatan dengan 
Allah pada setiap saat dalam hidup kita. Tentu saja, sebagian pemikir 
Reformed, mendasarkan profesi mereka sendiri sebagai "intelektualis", 
telah meremehkan semua keprihatinan orang Kristen dengan subjektivitas 
dan kedalaman manusia. Tetapi, menurut pendapat saya intelektualisme 
itu tidak merepresentasikan yang terbaik atau mentalitas umum dari 
kebanyakan kaum Reformed. Calvin memulai institutnya dengan mengatakan 
bahwa pengetahuan Allah dan pengetahuan tentang diri saling 
berhubungan, dan "saya tidak tahu yang mana yang lebih dahulu". Ia 
sadar karena kita diciptakan berdasarkan gambar-Nya, kita tidak dapat 
mengenal diri sendiri dengan benar, tanpa mengenal Allah pada saat 
yang sama. Dengan kata lain, Allah ditemukan dalam setiap sudut dari 
kehidupan manusia, termasuk yang subjektif. Ia juga bersikeras bahwa 
kebenaran-kebenaran firman Allah ditulis secara mendalam dalam hati, 
bukan hanya sekadar "di dalam kepala".(20) Emblemnya memerlihatkan 
sebuah hati di dalam sebuah tangan, diarahkan pada Allah, dengan 
tulisan, "My heart I give you, promptly and sincerely."

Jadi orang Reformed telah berbicara tentang hidup dalam semua 
kehidupan coram Deo, di hadirat Allah. Pemahaman tentang realitas 
Allah ini mendorong kesalehan yang kaya, demikian pula ketaatan yang 
bersemangat dalam semua kehidupan.

KONKLUSI

Saudara dapat melihat bahwa iman Reformed sangat kaya! Dapat dipahami 
adanya beberapa perdebatan di kalangan orang Reformed, sebagian telah 
saya sebutkan dalam tulisan ini. Telah ada juga perbedaan penekanan di 
antara para teolog Reformed dan gereja-gereja. Sebagian telah lebih 
terfokus pada "lima poin", "doktrin anugerah". Penekanan ini khususnya 
menonjol di kalangan Reformed Baptis, tetapi ditemukan dalam kalangan 
lainnya juga. Yang lain (teonomis) telah terfokus pada otoritas dari 
hukum Allah. Sedangkan yang lainnya (Kuyperian, Dooyeweerdian) telah 
menekankan aplikasi dari kebenaran Allah dalam struktur sosial.

Wolterstorff dan yang lain mengusulkan suatu cara untuk membedakan 
beragam mentalitas teologis di kalangan gereja-gereja Reformed 
(khususnya yang berlatar belakang Belanda). Mereka berbicara tentang 
"piets, kuyps and docts". "The piets" dipengaruhi oleh pietisme, yang 
terutama mencari suatu relasi yang personal dengan Kristus. "The 
docts" yang terutama memerhatikan memertahankan teologi ortodoksi. 
"The Kuyps" memerhatikan perubahan besar dalam masyarakat.(21)

Kelihatannya bagi saya ada ruang dalam gerakan Reformed untuk semua 
penekanan yang berbeda ini. Tidak ada seorang pun di antara kita yang 
memertahankan keseimbangan yang sempurna. Situasi yang berbeda 
menuntut kita untuk memberikan penekanan yang berbeda, seperti halnya 
pada waktu kita "mengontekstualisasikan" teologi kita untuk membawa 
firman Allah ke dalam situasi di mana kita berada. Allah juga 
memberikan karunia yang berbeda pada orang yang berbeda. Tidak semua 
berkarunia dalam aksi-aksi politik, atau dalam perumusan doktrin-
doktrin dengan teliti, atau dalam penginjilan pribadi. Kita semua 
melakukan apa yang dapat kita lakukan, dan kita melakukan apa yang 
kelihatannya paling harus dilakukan pada situasi itu. Di dalam batasan 
iman Reformed sebagaimana digambarkan di sini, kita harus bersyukur 
atas perbedaan penekanan itu, bukan mengkritik mereka. Perbedaan 
penekanan saling melengkapi satu dengan yang lainnya.

-------------
Catatan Kaki:

8. Berbeda dengan Dispensasionalisme, teologi Reformed mengajarkan
   (sesuai dengan kitab suci, menurut pendapat saya) bahwa hanya ada
   satu umat Allah, mencakup semua pilihan Allah, menerima
   berkat-berkat yang sama di dalam Kristus, berkat-berkat yang
   dijanjikan pada Abraham dan keturunannya.

9. Penjelasan yang lebih komprehensif dibaca dalam buku "Doktrin
   Pengetahuan tentang Allah" (Doctrine of the Knowledge of God) dari
   John M. Frame yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
   dan diterbitkan oleh literatur SAAT (catatan terjemahan).

10. Namun demikian, ada konsep-konsep lain tentang kehendak bebas
    yang sepenuhnya alkitabiah; lihat "Apologetics to the Glory of
    God".

11. Relasi "perspektival" semacam itu umum di kitab suci.

12. Nanti seharusnya menjadi jelas bahwa Alkitab mengajarkan
    "Ketuhanan dan Keselamatan", yang sebagaimana diajarkan dalam
    imam Reformed. Mereka yang diselamatkan, yang mengakui ketuhanan
    Kristus dari hati. Tentu saja, hal ini tidak berarti bahwa
    mereka yang mengakui ketuhanan Kristus harus sempurna dari
    awalnya dalam pengabdian mereka kepada Dia. Aplikasi ketuhanan
    Yesus dalam kehidupan orang Kristen merupakan suatu proses yang
    tidak akan selesai sampai kita ke surga.

13. Fatalisme adalah pandangan bahwa "apa yang terjadi, terjadilah",
    apa pun yang kita lakukan. Kekristenan biblika bukanlah
    fatalistik, karena ia mengajarkan suatu relasi teratur antara
    penyebab sekunder dan akibat-akibat yang terjadi. Rencana Allah
    pasti akan berhasil; tetapi akan terjadi dengan sukses karena
    Allah akan menyediakan alat fana yang dibutuhkan. Contohnya, bahwa
    orang pilihan akan diselamatkan terlepas dari pemberitaan Injil.

14. Lihat. Simposium WTS, "Theonomy: a Reformed Critique", diedit oleh
    W. Robert Godfrey dan Will Barker, khususnya dalam esai saya
    dalam terbitan itu!

15. Bacalah buku saya "Worship in Spirit and Truth" (Phillipsburg:
    P & R, 1996).

16. Lihat. "Lectures on Calvinism", sebuah buku yang menggerakkan,
    menantang, mentransformasi hidup, yang setiap orang Kristen
    harus membacanya.

17. Meskipun tentu saja ada aspek-aspek individual untuk keselamatan
    dan kehidupan Kristen, Allah memanggil setiap individu untuk
    bertobat dan percaya.

18. Kita telah menyebutkan kepentingan keputusan manusia dan tindakan
    manusia dalam rancangan Allah secara keseluruhan.

19. "Tanggung jawab" Arminian berdasarkan pada kekuatan kehendak
    manusia untuk melakukan peristiwa-peristiwa yang tidak disebabkan.
    Tetapi peristiwa yang tidak disebabkan adalah kebetulan, bisa jadi
    tidak masuk akal, peristiwa yang tidak ada hubungan apa pun dengan
    struktur rasional yang telah ditetapkan sebelumnya. Melakukan
    tindakan yang hanya kebetulan sukar, dikatakan sebagai "tanggung
    jawab". Lebih jauh, tanggung jawab dalam Kitab Suci selalu
    merupakan tanggung jawab pada Allah, bukan pada diri sendiri. Oleh
    karena itu, hal itu menyatakan adanya hukuman Allah.

20. Oleh karena itu, Calvin adalah sumber dari kontras antara
    "kepala/hati" yang sering kali diremehkan oleh "intelektualis"
    Reformed. Calvin bukan, demikian pula dengan saya,
    antiintelektualisme. "Hati" di Kitab Suci adalah hati yang
    berpikir. Tetapi ada semacam pengetahuan intelektual yang diterima
    secara superfisial, suatu pengetahuan yang sebenarnya bukan aturan
    dari kehidupan seseorang. Itu bukan pengetahuan yang diajarkan
    oleh Calvin dan Kitab Suci kepada kita.

21. Dalam terminologi saya, tiga gerakan ini adalah eksistensional,
    normatif, dan situasional secara respektif.

======================================================================

  Diambil dari:
  Judul buku   : Veritas, Volume 08, Nomor 02 (Oktober 2007)
  Judul artikel: Introduksi pada Iman Reformed
  Penulis      : John M. Frame
  Penerbit     : Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang 2007
  Halaman      : 179 -- 189

------------------------- ><> e-Reformed <>< -------------------------
Anda terdaftar dengan alamat: $subst(`Recip.EmailAddr`)
Kontak Redaksi  : < Reformed(a t)sabda.org >
Untuk mendaftar : < subscribe-i-kan-untuk-Reformed(a t)hub.xc.org >
Untuk berhenti  : < unsubscribe-i-kan-untuk-Reformed(a t)hub.xc.org >
Arsip e-Reformed: < http://www.sabda.org/publikasi/e-Reformed >
SOTeRI          : < http://Reformed.sabda.org/ >
><>  e-Reformed -------------------------------------- e-Reformed  <><

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org