Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/67

e-Reformed edisi 67 (31-10-2005)

Sola Fides Justificate

                       SOLA FIDES JUSTIFICATE
                       ======================

  Pertanyaan: "Bagaimanakah Anda dibenarkan di hadapan Allah?"
  Jawab: "Hanya oleh iman yang sejati kepada Yesus Kristus sehingga,
  walaupun setahu hati saya mengemukakan tuduhan, bahwa saya berdosa
  sekali terhadap segala Firman Allah, dan tidak ada yang saya taati,
  dan bahwa saya masih tetap cenderung kepada segala macam kejahatan,
  namun Allah, dengan tak ada jasa barang apapun dari pihak saya,
  tetapi semata-mata karena anugerah saja, memberikan dan
  menghitungkan kepada saya penggantian dan pelunasan yang sempurna,
  kebenaran dan kesucian dari Kristus, seolah-olah saya belum pernah
  berdosa atau berbuat dosa, bahkan seolah-olah saya sendirilah
  mengerjakan, jikalah saya menerima kebajikan itu dengan hati yang
  percaya."
                                (Katekismus Heidelberg: Pertanyaan 60)


Bulan Oktober bagi orang Kristen Protestan adalah bulan bersejarah.
Bila bangsa kita memperingati Hari Kesaktian Pancasila tiap 1 Oktober,
gereja-gereja Protestan memperingati Hari Reformasi, yaitu hari
kemenangan Firman Injil kebenaran tiap tanggal 31 Oktober. Di hari
itulah, pada tahun 1517, Martin Luther dengan berani telah menempelkan
95 pernyataan teologis yang tanpa dimaksudkannya semula telah
mengobarkan api reformasi. Reformasi adalah suatu revolusi teologis
dan spiritual. Bila kita membandingkannya dengan revolusi Copernicus
yang menemukan tempat di bumi sesungguhnya sebagai satelit matahari;
Reformasi mengakui kedudukan manusia sesungguhnya yang harus
bergantung penuh pada kemurahan dan anugerah Allah.

Pergumulan Martin Luther
------------------------

Sesudah beralih studi dari hukum ke teologi karena suatu peristiwa
dramatis yang hampir merenggut nyawanya, Martin Luther banyak
dibimbing oleh seorang profesor teologi dari ordo Agustinian bernama
Johann Staupitz. Meskipun Luther adalah seorang biarawan yang taat,
namun ia banyak bergumul tentang dosa-dosanya. Dalam terang Roma 1:17
yang diartikannya sebagai pernyataan keadilan Allah, dia hanya mampu
melihat dirinya sebagai orang yang tidak mungkin mencapai standar
kebenaran Allah. Dia hanyalah seorang berdosa yang harus dimurkai
Allah.

Sesuai dengan ajaran gereja pada waktu itu, Luther berusaha
memperoleh anugerah Allah dengan berdoa, berpuasa, berjaga dalam doa
semalam suntuk, melakukan berbagai perbuatan kebajikan. Namun, dalam
tulisan-tulisannya terbaca bahwa pada saat yang sama jiwanya tetap
merana, seolah sedang menenggak hukuman kekal Allah.

Karena itu, berulangkali ia menjumpai mentor teologis dan
spiritualnya: Johann Staupitz, mengakui dosa-dosanya. Seringkali ia
memerlukan waktu berjam-jam, mengakui dosa di hadapan Staupitz. Yang
diakuinya itu kebanyakan adalah hal-hal yang timbul dalam hati dan
angan-angannya. Seringkali sesudah satu sesi pengakuan dosa selesai,
ia kembali lagi kepada Staupitz untuk mengakui hal yang teringat dan
belum diakuinya. Itu sebabnya pada suatu kesempatan Staupitz
mengatakan demikian: "Saudara Martin, jika begitu banyak hal yang
ingin kauakui, mengapa tidak kau buat sesuatu yang nyata yang memang
patut untuk diakui? Bunuhlah ayah atau ibumu. Berzinahlah. Jangan lagi
bolak-balik ke sini hanya mengakui dosa-dosa yang hanya merupakan
angan-angan dan semu belaka!"

Ucapan itu tentu tidak dimaksudkan Staupitz secara harafiah. Namun,
ucapan itu membuat Martin Luther menggumuli dosa bukan saja secara
pribadi, melainkan juga secara teologis, dalam kadar sangat dalam yang
mungkin tak seorang pun pernah menggumulinya sedalam itu. Pada saat
itu ajaran gereja menganggap dosa sebagai penyimpangan, atau penyakit,
atau kelemahan. Dengan kata lain, dosa adalah ketidakberdayaan moral.
Padahal, ajaran gereja saat itu juga mengatakan bahwa secara kodrati
manusia masih memiliki kemampuan budi pekerti, intelektual, moral yang
baik yang dapat dikembangkan untuk mengupayakan anugerah Allah. Jelas
dua posisi teologis yang bertentangan ini yang membuat orang semacam
Luther mengalami frustrasi yang berat. Tambahan, ajaran tentang
anugerah pun tidak memberinya jalan keluar. Allah memang memberikan
pengampunan aktual, yaitu mengampuni dosa-dosa aktual. Tetapi anugerah
pengampunan dosa-dosa aktual itu harus dilengkapi dengan anugerah
untuk dosa-dosa habitual yang ditanamkan ke dalam manusia untuk
mengubah kecenderungan hatinya. Anugerah habitual itu harus
diusahakan. Jelas semakin berat saja tindihan di hati Luther.
Bagaimana mungkin orang yang dibuat tidak berdaya oleh dosa berupaya
untuk beroleh anugerah dengan usahanya sendiri?

Puncak kegelapan jiwa Luther dialaminya ketika ia menyadari bahwa
dosa bukan saja kelemahan, tetapi yang ada di hatinya itu juga
diinginkannya sebab itu adalah sifat berontak dirinya yang terdalam
melawan kehendak Allah. Dalam kegelapan itu, Luther membuat suatu
pernyataan penting: "Jika ada orang yang sungguh merasakan besarnya
dosanya, ia tidak mungkin lagi sesaat pun melanjutkan hidupnya.
Alangkah besar dan berkuasanya dosa!"

Terang Firman Tuhan
-------------------

Selain dibimbing oleh Staupitz dan banyak membaca buku-buku rohani,
terang yang mengenyahkan kegelapan hatinya itu terbit ketika ia mulai
menafsirkan Kitab Mazmur dan kemudian Kitab Roma. Dalam perspektif
Mazmur, dilihatnya bahwa Daud beroleh anugerah dan pengampunan bukan
karena usahanya untuk mengubah kondisi hidupnya, melainkan karena
Allah tidak memperhitungkan dosa-dosanya itu kepadanya. Pembenaran
bukan seperti pernyataan dokter yang memeriksa pasiennya dan menemukan
bahwa kondisi pasien itu sehat-sehat saja. Pembenaran lebih tepat
diumpamakan sebagai pernyataan seorang hakim yang menyatakan seorang
terdakwa bebas dari hukuman karena dinyatakan tidak bersalah.
Pernyataan Allah yang membebaskan seseorang dari salah itu tidak
didasarkan atas usaha atau kondisi manusia, tetapi atas hidup dan
karya Yesus Kristus yang diimani oleh orang bersangkutan.

Itu sebabnya, reformasi dikenal dengan slogan-slogan teologis penting:
Sola Gratia, Sola Fide, Sola Scriptura. Keselamatan hanya karena iman
berdasarkan anugerah semata. Kebenaran penting yang membangkitkan
kehidupan penuh syukur dan bebas untuk hidup benar itu dialami karena
Martin Luther mempersilakan Allah berbicara kepadanya melalui Alkitab.
Di dasar terdalam semua prinsip penting itu adalah Kristus saja: Solo
Christo!

Iman yang hidup
---------------

Reformasi meletakkan anugerah Allah dalam Yesus Kristus sebagai pusat
pengharapan untuk manusia. Tetapi, pemberian Allah yang tanpa syarat
itu yang berkhasiat untuk menyelamatkan siapa saja, hanya akan
bermanfaat bagi orang yang beriman kepada Kristus.

Luther melihat iman sesuai yang Firman Allah ajarkan. Tidak cukup
beriman bahwa Kristus untuk Petrus, untuk Paulus, dan lain sebagainya.
Tidak cukup beriman tentang fakta-fakta sejarah kehidupan dan
perbuatan Yesus Kristus. Iman itu harus merupakan langkah yang
melaluinya seseorang percaya masuk dalam relasi yang hidup: "Kristus
untukku, untuk kita": Christo pro me, pro nobis! Iman yang merupakan
uluran tangan menyambut uluran tangan Allah itu harus bersifat
fiducia, sikap mempercayakan diri penuh terhadap janji-janji Allah
dalam Firman Injil dan pada realitas sifat Allah yang membuat janji-
janji-Nya patut dipercayai. Luther juga melihat iman seumpama tindakan
seorang wanita menerima cincin pernikahan dari suaminya, suatu
ungkapan komitmen dan persekutuan hidup timbal-balik yang dinamis.

Bebas untuk Allah
-----------------

Luther melihat dengan jelas bahwa di dalam dirinya sendiri manusia
sejati (dalam tulisannya: The Freedom of a Christian), ia merdeka dari
murka Allah. Kemerdekaan itu memungkinkan orang tidak lagi hidup di
sekitar poros keakuannya yang berdosa, tetapi di sekitar poros
anugerah Allah dalam Yesus Kristus, suatu hidup yang penuh dengan
kegembiraan karena keselamatan, penuh dengan suasana syukur yang pada
waktu berikutnya mendorong orang untuk mempersembahkan seluruh
hidupnya bagi Tuhan.

Prinsip-prinsip penting reformasi ini patut kita hayati ulang secara
segar dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi. Kehidupan
Kristen adalah kehidupan yang direguk dalam suasana iman. Orang benar
akan hidup dari iman kepada iman. Hanya bila kita sudah mengalami
anugerah Allah yang membenarkan diri kita, kita dimungkinkan hidup
bagi Allah, bebas bagi Dia. Bahkan, iman dan semua perbuatan baik kita
pun adalah akibat dari bekerjanya anugerah Allah itu dalam diri kita.

=====================================================================

Bahan di atas diambil dari sumber:
---------------------------------
Judul buku   : Menerbangi Terowongan Cahaya
Penulis      : Paul Hidayat
Penerbit     : PPA, Jakarta, 2002
Hal          : 29 - 33

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org