Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/65

e-Reformed edisi 65 (7-9-2005)

Bimbingan dan Rencana Allah (2)

   

                    BIMBINGAN DAN RENCANA ALLAH  (2)
                   ================================

Providensi Allah dalam Keselamatan dan Penghakiman
--------------------------------------------------

Di sini kita memasuki area providensi yang paling kudus. Kita akan
segera dijadikan rendah hati oleh ketakjuban dan kedahsyatan dari
bagian Kitab Suci yang akan kita baca. Jika kita mendekati perikop
klasik Alkitab yang berkaitan dengan "predestinasi" dan meyakini
pernyataannya yang paling gamblang, maka sangatlah jelas bahwa orang
percaya bisa menjadi percaya karena mereka dipilih oleh Allah. Kita
memilih Dia karena Dia memilih kita. Berikut adalah beberapa ayat yang
mengajarkan hal itu:

  "Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus
  untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya."
  (Efesus 1:5)

  "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu ...
  supaya kamu pergi dan menghasilkan buah, dan buahmu itu tetap."
  (Yohanes 15:16)

  "Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan
  barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang.... Dan inilah
  kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang
  telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya
  Kubangkitkan pada akhir zaman." (Yohanes 6:37,39)

Di ayat-ayat ini Yesus menyatakan bahwa Allah memberi-Nya sekelompok
orang tertentu untuk diselamatkan, dan masing-masing dari mereka akan
sungguh-sungguh diselamatkan. Perhatikan bagaimana Yesus
menyeimbangkan ajaran-Nya dengan mengatakan bahwa setiap orang yang
datang kepada-Nya menginginkan keselamatan akan menemukannya. Ia tidak
akan menolak seorang pun. Keselamatan ini bersifat pribadi dan
eksklusif, tetapi sekaligus terbuka bagi semua orang. Di sini kembali
kita perhatikan paradoks agung itu, yang tercipta oleh cara Allah yang
bertingkat dan misterius (bagi kita), memerintah atas ciptaan-Nya. Ia
memiliki rencana yang kekal dan tidak mungkin berubah, yang tidak
dapat digagalkan oleh apa pun juga, namun Allah dapat menciptakan
dunia dengan martabat dan tanggung jawab yang sesungguhnya.

Cara Allah merencanakan dan menggenapi keselamatan untuk umat pilihan-
Nya ini tercatat dalam Roma 8:28-30, yang berbunyi demikian:

  "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu
  untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu
  bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua
  orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari
  semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia,
  Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan
  mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-
  Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya.
  Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dipermuliakan-Nya."

Seluruh garis waktu keselamatan kita -- sejak sebelum penciptaan
hingga pemuliaan berjalan sesuai "rencana Allah". Setiap orang yang
dipilih-Nya (bdk. Roma 11:2, yaitu Allah tidak menolak umat-Nya yang
dipilih-Nya) telah ditentukan, dan setiap orang yang ditentukan
akhirnya dipermuliakan. Tidak ada orang yang dapat menyimpang dari
sistem ini.

Kitab Roma lebih jauh menyatakan bahwa bahkan mereka yang tidak pernah
bertobat dan yang dihakimi karena kebencian mereka terhadap Allah,
juga berbuat demikian sesuai rencana Allah, yang telah ditetapkan
sebelum penciptaan.

Roma 9:11 berbicara tentang anak-anak Ribka (Yakub dan Esau), "Sebab
waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik
atau yang jahat, supaya rencana Allah tentang pemilihan-Nya
diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilan-
Nya dikatakan kepada Ribka: `Anak yang tua akan menjadi hamba anak
yang muda,` ... Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau." Paulus
kemudian menjelaskan maksud kebenaran ini di ayat 16: "Jadi hal itu
tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada
kemurahan hati Allah."

Paulus tidak menyatakan pokok-pokok filsafat yang dapat dipakai oleh
pikiran-pikiran yang kreatif sesuka mereka. Tidak, ia menyingkapkan
tirai yang ada di ruang tahta Allah supaya kita dapat melihat bahwa
keselamatan kita adalah karena anugerah semata, bersumber di dalam
kasih Allah yang murni dan pribadi. Sekali lagi, yang dapat kita
kerjakan hanyalah menyembah.

Sementara kita merasa begitu sulit untuk mencerna obat keras yang
menyembuhkan kesombongan manusia ini, doktrin ini tidak akan terlalu
menyulitkan bila kita memakainya di dalam tujuan pastoral yang memang
menjadi maksud diwahyukannya kebenaran ini. Saya harus kembali berkata
bahwa kebenaran-kebenaran teologis, tidak peduli betapa alkitabiahnya,
harus dipakai secara alkitabiah. Kebenaran-kebenaran ini bukan peluru
yang dapat kita tembakkan ke semua arah, melainkan hanya kepada arah
yang dinyatakan dalam Alkitab.

Misalnya, kita tidak dapat memakai hak Allah untuk memilih sebagai
alasan untuk menyangkal tanggung jawab manusia atau untuk meyakinkan
diri bahwa usaha kita menginjili atau berdoa bagi orang-orang yang
belum percaya tidak ada gunanya. Sebaliknya, predestinasi dan
pengendalian Allah memberi harapan bahwa Allah akan bertindak. Karena
itu, kita berdoa agar Allah menyelamatkan mereka. Allah dapat
menyelamatkan atau menghukum dengan adil, dan Ia memiliki otoritas dan
kuasa untuk melakukan keduanya.

Paulus menampilkan sikap yang benar tentang para kerabat Yahudinya
yang belum diselamatkan.

  "Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara
  hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, bahwa aku sangat berdukacita
  dan selalu bersedih hati. Bahkan aku mau terkutuk dan terpisah dari
  Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani.
  Sebab mereka adalah orang Israel." (Roma 9:1-4)

Paulus memahami pergumulan kita dan menyuarakan kesedihan yang kita
rasakan saat memikirkan kesesatan orang-orang yang kita kasihi. Tetapi
ia menanggapi kerinduannya akan keselamatan mereka dengan memberitakan
Injil tanpa gentar kepada saudara sebangsanya di tiap kota, dan dengan
berdoa agar mereka diselamatkan (Roma 10:1).

Rencana dan kehendak Allah yang dilaksanakan dalam providensi
merupakan realitas yang sangat besar dan tidak terlihat aktif setiap
menit untuk melindungi, membimbing, dan menentukan aliran nasib kita.
Jika kita ada di dalam Kristus, kita memiliki hak untuk mempercayakan
diri kepada kehendak Allah yang kekal dan tidak berubah, yang menopang
hidup kita sehari-hari. Anda berada dalam keharmonisan yang tidak
terlihat dengan rencana Allah atas hidup Anda. Tidak ada Rencana B, C,
atau D. Yang ada hanya apa yang Allah tetapkan dalam rencana-Nya, dan
tindakan kita yang harus dipertanggungjawabkan. Dalam kedaulatan-Nya
yang misterius (bagi kita), keduanya menjadi satu.

Kristus menawarkan keamanan yang tidak terbayangkan bagi siapa pun
yang ingin datang kepada-Nya untuk beroleh keselamatan. Kebenaran
bahwa Kristus dapat menawarkan pilihan kepada ciptaan mana pun yang
menginginkannya rasanya merupakan "hal yang terlalu muluk untuk bisa
dianggap sebagai kenyataan" bagi pikiran manusia yang merasa dirinya
mandiri. Kristus dapat menawarkan pilihan dan kasih Allah yang dari
kekal hingga kekal kepada orang-orang yang datang kepada-Nya dan
meminta hal itu. Mungkin Injil adalah satu-satunya hal yang sungguh-
sungguh "terlalu muluk untuk bisa dianggap sebagai kenyataan" di alam
semesta ini, tetapi toh Injil tetap merupakan kenyataan. Sekali lagi,
tidak seorang pun dapat membayangkan bagaimana Allah melakukan hal
tersebut, namun Allah benar-benar melakukannya. Kita hanya dapat
menarik nafas melihat kebesaran dan keluarbiasaan Allah dalam
menyatakan kuasa dan kemurahan-Nya.

Pengetahuan yang Beracun?
-------------------------

Anda mungkin seperti saya di bulan-bulan pertama saya di seminari.
Saya marah dan meremehkan pemikiran bahwa saya tidak bisa memahami
pengaturan Allah atas kebaikan dan kejahatan. Saya menuntut,
"Bagaimana Anda bisa mempercayai Allah Alkitab tanpa memahami hal ini?
Bagaimana Anda bisa tahu bahwa kekristenan benar jika Anda tidak dapat
memeriksanya?" Banyak orang rindu untuk bisa mengetahui seperti Allah
mengetahui, tetapi saya menuntut untuk mengetahuinya.

Itulah godaan yang dialami Adam dan Hawa di taman Eden (Kejadian 3:5).
Tetapi inilah esensi kuasa dan kekuatan Allah yang memampukan diri-Nya
untuk menetapkan dan mengetahui setiap peristiwa yang akan terjadi di
surga dan alam semesta. Pengetahuan akan masa depan seperti ini tidak
diberikan kepada kita demi kebaikan kita sendiri. Ada sejumlah alasan
mengapa kita akan mendapatkan masalah bila kita memiliki pengetahuan
semacam itu.

PERTAMA, pengetahuan Allah mencakup segalanya. Pengetahuan itu
menciptakan dan meliputi gerakan setiap partikel atom sejak awal
penciptaan. Bahkan, Daud mengakui bahwa pikiran Allah tentang dirinya
saja lebih banyak dari pasir yang ada di tepi laut (Mazmur 139:7),
yang mungkin ratusan juta jumlahnya. Singkat kata, rencana Allah dalam
memerintah dunia jauh melampaui tingkatan kita -- baik dalam kerumitan
maupun kuantitas informasinya. Sebagai misal, ketika Allah menjelaskan
apa sebenarnya relasi antara teori kuantum dan gravitasi, Ia bahkan
tidak mungkin menemukan satu orang ilmuwan di bumi yang dapat
memahaminya. Bahkan, kata gravitasi dan kuantum bisa begitu dangkal
dan sama sekali tidak berguna. Bahkan, pemahaman kita mengenai proses-
proses yang telah Allah jadikan begitu jelas tetapi seperti lelucon
primitif. Contohnya, para ilmuwan telah mempelajari bentuk kehidupan
yang paling sederhana selama ratusan tahun, dan meskipun kita memiliki
begitu banyak contoh kehidupan "primitif", kita tetap belum mampu
menghasilkan bentuk kehidupan yang paling sederhana sekalipun.
Pertanyaan Allah kepada Ayub mengenai alam (psl. 38-42) menantang Ayub
hingga ia meminta Allah berhenti bertanya.

Tetapi, kita dapat bertanya apakah kita setidaknya bisa memiliki
sebagian kecil saja dari sketsa rencana Allah yang begitu luas atas
hidup kita. Hal ini membawa kita kepada alasan KEDUA mengapa kita
tidak dapat mengetahui rencana Allah. Informasi itu akan merusak kita.
Hal itu terlalu beracun untuk bisa kita tangani. Mari saya jelaskan.

Misalnya, kita mungkin berpikir bahwa akan sangat menentramkan hati
bila kita dapat melihat daftar orang yang Allah pilih untuk menerima
hidup kekal. Kita ingin memastikan apakah kita termasuk di dalam
daftar, atau justru tidak terdaftar, sehingga kita bisa berhenti
berusaha dan mulai bersantai, makan, minum, dan bergembira sepanjang
sisa waktu yang kita miliki. Tetapi, mengetahui dengan pasti
pengetahuan Allah bahwa kita akan diselamatkan, tidak peduli apa yang
kita lakukan atau percayai, akan merusak kita sehingga tidak lagi
dapat dikenali sebagai orang Kristen. Pengetahuan itu akan menjadi
racun bagi perjalanan kekristenan kita.

Saya pernah mengkonseling sepasang suami istri Kristen yang secara
menyedihkan berusaha menghujat Roh Kudus agar mereka bisa memastikan
kebinasaan mereka. Demikian besar obsesi mereka untuk "mengetahui
dengan pasti". Mereka pikir hal itu setidaknya dapat membuat mereka
bisa mengendalikan masa depan dan tempat di mana mereka akan menjalani
kekekalan. Mereka percaya mereka dapat merampas kendali Allah atas
masa depan. Mereka menyimpulkan dengan tepat bahwa mereka tidak akan
pernah bisa mengetahui dengan kepastian seperti yang dimiliki Allah
mengenai apakah mereka akan pergi ke surga atau ke neraka. Namun,
mereka berencana bahwa jika mereka menghujat Roh Kudus, mereka (dengan
kuasa seperti yang dimiliki Allah) dapat memutuskan sendiri nasib
mereka dan lepas dari ketidakpastian dan kecemasan. Mereka bernafsu
mendapatkan kepastian pengetahuan Allah akan masa depan dan mereka
bersedia menukarnya dengan nyawa!

Pengetahuan akan kematian merupakan contoh lain dari pengetahuan
beracun. Kita mungkin berpikir akan sangat menarik bila dapat
mengetahui hari dan cara kematian kita, atau kematian anak-anak dan
orang yang kita cintai. Kita pikir akan sangat menolong bila kita
dapat mengetahui lebih dulu hal-hal mengerikan dan hal-hal ajaib yang
akan terjadi bertahun-tahun sebelum kejadiannya. Tidakkah menentramkan
hati bila kita dapat mengetahui lebih dulu apakah karir kita akan
sukses atau tidak? Apakah usaha kita akan sukses? Ketika kita
memikirkan hal ini, ada hal yang jelas muncul di benak kita. Jika kita
tahu apa yang tercakup dalam sebagian besar tindakan kita, kita
mungkin tidak akan pernah memulainya. Kita dapat mengatasi
permasalahan yang muncul sehari-hari, namun kita tidak akan dapat
mengatasi masalah jika kita telah terlebih dahulu mengetahuinya.

Pengetahuan kita tentang kebaikan dan kejahatan dibatasi oleh kasih
Allah kepada kita. Yang baik terlalu baik dan yang jahat terlalu jahat
bagi kita. Sebagai contoh, Allah tidak memberi tahu Ayub asal-usul
malapetaka yang menimpanya, padahal ia adalah orang yang saleh dan
benar, yang takut akan Allah dalam semua jalannya. Ia juga tidak
memberi tahu Ayub tentang peperangan kosmis antara diri-Nya dan Iblis
yang terjadi melalui penderitaan Ayub. Sama dengan hal ini, Allah juga
tidak menyingkapkan rencana dekritif-Nya kepada ciptaan-Nya -- dan ini
demi kebaikan kita.

Problema kejahatan telah mengesalkan hati orang Kristen selama
berabad-abad (khususnya generasi Kristen yang kedua). Orang-orang non-
Kristen dengan gembira menolak pernyataan Kristus sambil berkata,
"Jika Allah begitu baik dan berdaulat, mengapa Ia mengizinkan
kejahatan ada?" Karena Allah tidak menyingkapkan jawaban yang spesifik
bagi pertanyaan itu, maka itulah yang harus kita katakan kepada
mereka. Bagi orang tidak percaya, hal tersebut otomatis berarti Allah
tidak baik atau Ia tidak berdaulat atau Allah tidak baik dan sekaligus
tidak berdaulat. Mereka secara naluriah membatasi pilihan Allah
sebatas yang dapat mereka bayangkan. Itu meliputi apa yang dapat
mereka pahami, dengan pengetahuan manusia yang ditempatkan sebagai
titik awal, tertinggi, dan penentu kebenaran.

Mereka tidak pernah berpikir bahwa Allah sedang menjaga kita dari
informasi yang tidak dapat kita tangani. Suatu hari kelak, saya
percaya kita akan belajar lebih banyak tentang pemberontakan Iblis
yang terjadi sebelum penciptaan [dunia]. Kita akan belajar lebih
banyak tentang asal mula Iblis. Mungkin kita akan belajar lebih
banyak tentang mengapa Allah memilih untuk menyelamatkan dunia yang
telah dirusak oleh pengaruh Iblis, dan bukannya memusnahkan dan
memulai lagi dari awal. Ada berbagai tingkatan irasionalitas mengenai
asal-usul kejahatan yang tidak dapat dipahami oleh ciptaan yang
terbatas, atau akan melumpuhkan jika kita berusaha menyingkapkannya
saat ini. Kita berada pada posisi dimana kita harus bergantung pada
penilaian yang baik dari Allah yang mengasihi kita dan yang
berketetapan memberi hidup sekalipun kita pernah memberontak melawan-
Nya.

Allah telah berketetapan, dengan beberapa pengecualian, bahwa nama-
nama umat pilihan dan orang binasa harus tetap menjadi rahasia. Kitab
kehidupan dan "kitab" lainnya itu tidak dibuka hingga Hari Penghakiman
(Wahyu 20:12). Perang ultimat antara kebaikan dan kejahatan, dan
refleksi perang itu dalam providensi Allah, paling baik kita serahkan
kepada Allah.

Yesus mengajarkan bahwa kita "dimampukan" untuk mengatasi kekuatiran
sehari untuk sehari tidak lebih daripada itu (Matius 6:34). Dalam
praktik konseling, saya mendapati bahwa hampir semua masalah yang
berkaitan dengan kekuatiran, disebabkan oleh kebutuhan yang dipaksakan
untuk mengetahui masa depan. Itulah yang ditawarkan oleh astrolog,
pelihat, penyihir, dan seluruh armada ilmu gaib. Semua itu jelas
bertentangan dengan orang yang takut akan Tuhan, yang percaya bahwa
Allah sanggup memerintah semesta seorang diri.

"Pengetahuan tentang kebaikan dan kejahatan" yang sekarang kita pahami
secara terbatas adalah akibat pemberontakan manusia terhadap Allah
(Kejadian 3:5). Manusia ingin mengetahui dan memahami dasar dari
segala yang Allah perintahkan, namun karena kita bukan Allah,
pengetahuan ini memicu problema yang mengancam hidup kita. Pemahaman
akan kejahatan tampaknya mengandung unsur yang mematikan. Bahkan apa
yang Allah nyatakan sepertinya dipaparkan dalam bahasa kiasan, dan
sepertinya Ia sengaja membiarkan pertanyaan-pertanyaan kita tidak
terjawab, demi kebaikan kita.

Musa dengan indah mengungkapkan perbedaan antara dua macam pengetahuan
ini dalam Ulangan 29:29.

  "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-
  hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai
  selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat
  ini."

Dalam ayat ini Musa mengajar kita untuk tidak mencari tahu hal-hal
yang Allah sembunyikan, dan mendorong kita untuk memusatkan diri pada
apa yang telah Allah nyatakan, yaitu hukum-hukum-Nya, dan bagaimana
kita dapat menerapkannya pada masa kini. Ia menasihati kita untuk
tidak memboroskan tenaga dan waktu mencari cara membuka rencana-
rencana Allah yang tersembunyi, baik bagi kita maupun bagi orang lain.
Allah ingin kita mempercayai-Nya untuk hal itu. Allah menghendaki kita
memusatkan diri untuk menata hidup kita sesuai dengan apa yang telah
Ia nyatakan, yaitu Firman-Nya.

Kebanyakan pengetahuan gaib berusaha menerobos batasan pemahaman yang
bermanfaat yang telah Allah tetapkan. Para penyihir menawarkan
komunikasi dengan arwah orang mati. Para petenung berupaya menembus
batasan alam berpikir seseorang. Para pelaku praktik semacam itu tidak
mempercayai kuasa Allah atas masa depan ataupun keterbatasan mereka.
Mereka menginginkan pengetahuan yang dapat memberikan kuasa dan
kelegaan yang muncul dari ketidakpercayaan mereka. Bruce Waltke
menunjukkan bahwa gagasan tentang "menemukan kehendak Allah" adalah
gagasan kafir (Waltke 1995, 30) karena gagasan itu biasanya berusaha
menembus rencana Allah yang bersifat rahasia (dekritif).

Mendapatkan arahan semacam itu dari para dewa merupakan kegiatan utama
di dalam hampir semua masyarakat pra-Kristen. Hal ini menghabiskan
banyak uang dan waktu dari para praktisi agama-agama non-Kristen
(Waltke 1995, 30). Kuasa atas masa depan juga dianggap sangat
bermanfaat. Manfaat ini dicari mulai dari Afrika pedalaman (Oosthuizen
dkk. 1988, 47-62) hingga kebudayaan Druids yang paling maju (Ellis
1994, 248).

Bertolak belakang dengan pengetahuan yang menjanjikan terbatasnya
manusia dari ketergantungan kepada Allah, Yesus menyingkapkan Allah
dalam bentuk yang memberi hidup, tidak beracun, dan tidak mematikan.
Ia memberi tahu kita apa yang kita perlu ketahui agar dapat
diperdamaikan dengan Allah dan mendapatkan hidup baru di dalam-Nya.
Kematian-Nya di atas kayu salib mengubah hati kita yang menakutkan dan
sombong agar kita dapat menjadi ciptaan yang penuh sukacita, bukan
dewa-dewi yang frustrasi. Kini kita dapat mempercayai Allah yang
mengendalikan masa depan kita, dan memusatkan diri untuk hidup bagi-
Nya di masa sekarang ini.

Terangkatnya seluruh beban kekuatiran akan masa depan dari pundak kita
merupakan pengalaman yang sangat membebaskan. Yesus tidak datang untuk
memberi kita akses ke dalam hal-hal rahasia yang ada di dalam
providensi Allah, namun untuk menyingkapkan misteri tersembunyi
tentang bagaimana Allah menebus dunia yang berdosa ini. Ia memberikan
kebenaran yang membebaskan kita. Kebenaran-Nya memusatkan kekuatan
kita pada ketaatan dan pelayanan saat ini. Kita dapat berkata seperti
Salomo, "Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan
jalanmu." (Amsal 3:6) Allah berjanji memperhatikan setiap rintangan
yang ada di jalan orang-orang yang percaya kepada-Nya. Yesus berjanji,
"Tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya
itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33) Kini kita dapat kembali
pada situasi yang dihadapi Rick dengan memegang semua konsep ini.

Saat Rick bergumul menentukan apakah ia harus berwiraswasta atau
tidak, ia tidak akan mampu membedakan rencana Allah bagi dirinya
seketika itu juga. Namun, ia dapat mengetahui bahwa karena karya
Kristus, ia tidak berada di Rencana B, C, atau Z. Di dalam Kristus
hanya ada satu rencana: Rencana A. Ia harus berusaha keras menemukan
prinsip-prinsip Alkitab dan mengaplikasikannya pada situasi yang ia
hadapi. Ia harus mengumpulkan informasi tentang dirinya dan situasi
yang dihadapinya. Ia harus berdoa lalu mengambil keputusan. Rick akan
sangat diteguhkan jika ia tahu bahwa ia membuat keputusan dalam
keadaan terlindung. Sang Gembala Agung, Allah Yang Mahakuasa,
mengawasinya. Pengawasan itulah yang disebut providensi.

Pagar Pengaman Providensi
-------------------------

Providensi Allah mirip dengan pagar pengaman di pegunungan. Di suatu
musim panas ketika saya masih kuliah, saya pergi ke Amerika Selatan
dalam suatu perjalanan misi bersama dua belas rekan musisi muda lain.
Suatu hari kami harus melintasi dua kota di Kolombia yang terletak di
pegunungan Andes. Kami berangkat jam enam pagi dan mengembara hingga
jam enam sore melintasi sebuah jalan kecil berkerikil. Jalan yang
mengerikan ini tingginya ratusan kaki dari permukaan lembah, dengan
belokan tajam setiap menit.

Tidak ada pagar pengaman, satu pun tidak! Saya ingat si sopir meluncur
diiringi bunyi klakson di setiap tikungan untuk memperingatkan
pengendara lain dari arah berlawanan yang hampir tertabrak oleh kami.
Sepanjang jalan ada tanda peringatan bagi korban yang meninggal di
lokasi itu. Ada catatan angka pada setiap rambu peringatan di
sepanjang jalan itu. Karena bus yang seharusnya berkapasitas empat
puluh dua telah diisi hingga enam puluh lima orang penumpang, saya
mendapat kehormatan harus berdiri dalam bus itu seharian. Saya sangat
tertolong karena bisa bersandar pada tiga orang ketika saya muntah
dari jendela bus (saya mabuk darat bila naik mobil).

Tetapi kemudian saya sadar bahwa sesungguhnya terdapat pagar pengaman
di tepian jalan itu: providensi Allah yang berdaulat. Saya terhibur
oleh fakta bahwa saya tidak akan bisa disentuh oleh kematian, kecuali
Allah menyetujui terjadinya kecelakaan. Saya bayangkan pagar pengaman
yang tidak terlihat dan tidak dapat ditembus, ditopang, dan dijaga
oleh Allah yang hidup. Saya pikir kami benar-benar telah menabrak
pagar pengaman yang tidak terlihat itu beberapa kali.

Bagi keputusan yang kita ambil, providensi Allah yang berdaulat
menyerupai pagar pengaman itu. Kita meluncur cepat di gunung kehidupan
dengan melintasi belokan-belokan tajam dan jalur-jalur pindah yang
terus ada di depan kita. Namun, kita memiliki keyakinan bahwa Allah
telah menetapkan batasan hidup kita. Ia menggandeng kita dengan hati-
hati di tangan-Nya meskipun ada bahaya yang harus kita hadapi dan
keputusan-keputusan bodoh yang telah kita buat. Hanya di surga kita
akan mengetahui berapa kali kita telah menabrak pagar pengaman rencana
Allah dan kita tetap dilindungi demi rencana-Nya yang penuh kemurahan
itu.

Bagaimana mungkin kita tidak sujud dan menyembah Allah yang berdaulat
seperti ini, yang mempedulikan baik perkara kecil maupun besar dalam
hidup kita? Ia adalah Allah yang melindungi kita, melatih kita dengan
providensi-Nya, dan cukup mengasihi kita sehingga bersedia mengajar
kita untuk percaya kepada-Nya di saat kita merasa sulit memahami-Nya.
Bukankah pengetahuan bahwa ada rencana berdaulat semacam itu
seharusnya membuat kita menyembah, hormat, bersyukur, dan berkeyakinan
penuh di dunia yang semakin kacau ini?

Mereka yang ada di dalam Kristus tahu bahwa terlepas dari semua
keputusan yang dihadapi, kesalahan yang diperbuat, dosa yang
ditinggalkan, dan hal-hal yang tidak diperkirakan, Allah bekerja dalam
segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan yang mengubah kita menjadi
serupa dengan gambar Kristus, Anak Allah (Roma 8:28). Melalui
providensi Allah atas anak-anak-Nya, Allah, Gembala Agung kita,
memimpin kita dengan tongkat-Nya yang perkasa menuju hidup yang kekal.
Jika itu tujuan hidup Anda, Anda pasti akan aman-aman saja!

Untuk Tinjauan dan Refleksi

1. Apa perbedaan penting antara kehendak dekritif Allah dan kehendak
   preseptif Allah?
2. Bagaimana pemahaman yang kacau atas kedua bentuk kehendak itu dapat
   menimbulkan masalah bagi orang Kristen yang sedang menghadapi
   berbagai pilihan dalam kehidupan?
3. Bagaimana kita menyelaraskan antara kendali Allah yang berdaulat
   atas seluruh kehidupan dan tanggung jawab moral kita?
4. Mengapa Allah tidak menjawab pertanyaan kita tentang problema
   kejahatan?
5. Mengapa pengetahuan kita tentang kedaulatan Allah harus membuat
   kita menyembah dan percaya kepada-Nya?

======================================================================

Bahan di atas diedit dari sumber:
---------------------------------
Judul buku   : Step By Step
Penulis      : James C. Petty
Penerbit     : Momentum, Surabaya, 2004
Hal          : 55 - 67

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org