Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/53

e-Reformed edisi 53 (31-8-2004)

Kemuliaan Bagi Allah

Dear e-Reformed Netters,

Artikel yang saya kirimkan kepada para pembaca bulan ini, saya ambil
dari Buletin Momentum yang diterbitkan oleh Lembaga Reformed Injili
Indonesia. Saya harap, Anda akan mendapat beberapa ´insight´ dari
pembahasan tentang ´Kemuliaan bagi Allah" yang disampaikan oleh Pdt.
Dr. Stephen Tong ini.

Selamat membaca dan merenungkan!

In Christ,
Yulia Oen


======================================================================
Catatan: Renungan ini ditranskrip dan diedit kembali dari khotbah
         Pdt. Dr. Stephen Tong di Mimbar Gereja Reformed Injil
         Indonesia di Jakarta. Kitab Roma 11:36 ini dikhotbahkan
         sebanyak 4 kali. Renungan ini merupakan khotbah keempat dari
         4 seri itu.


                        KEMULIAAN BAGI ALLAH
                        ====================

    "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada
    Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya." (Roma 11:36)


´Glory to God´ menjadi satu istilah, satu pemikiran yang begitu unik
di dalam kekristenan dan tidak ditemui pada agama-agama lain. Agama
lain lebih merasa takut kepada Tuhan, karena ilah mereka memberikan
unsur kontrol kepada kepribadian. Tetapi dalam kekristenan tidaklah
demikian. Dalam Kitab Yesaya 43:7 dikatakan dengan jelas, "Semua orang
yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku." We
are created in order to glorify God, we are created for His own glory.
Sebab itu, di dalam diri manusia, kita melihat peta dan teladan Tuhan,
yaitu pancaran kemuliaan Tuhan yang mewakili sang Pencipta.

Apakah arti kemuliaan Tuhan itu? Kemuliaan merupakan satu hal yang
abstrak. Jika dilihat dari ´linguistic philosophy´, kemuliaan itu
tidak bisa diuji dan diverifikasikan di dalam laboratorium, sehingga
tidak perlu banyak dibicarakan. Tetapi justru pada waktu tua, Ludwig
Wittgenstein sendiri menarik kembali sedikit pikiran yang ditulis
olehnya.

Istilah kemuliaan memang abstrak, tidak konkret, dan tidak berwujud.
Tetapi, kemuliaan merupakan satu hal yang mau tidak mau akan
mempengaruhi hidup kita. Mengapa kita takut nama kita dicemarkan oleh
orang lain? Mengapa kita takut difitnah orang? Mengapa kalau ada orang
yang salah ketika memberi informasi tentang kita, kita marah? Mengapa
kita selalu membela sesuatu yang seharusnya tidak dirugikan, tetapi
sudah dirugikan? Mengapa kita selalu berdebat? Ini semua karena ada
unsur abstrak, unsur yang melampaui kekonkretan jasmaniah yang memang
berada di dalam kebudayaan. Kita membutuhkan nama baik, membutuhkan
kredibilitas, dan membutuhkan kepercayaan dari orang lain. Semua itu
karena apa? Unsur kemuliaan. Meskipun sama-sama manusia, tetapi ada
yang begitu bercahaya karakternya, ada yang begitu gelap hidupnya, ada
yang begitu menyenangkan orang lain, dan ada yang membuat orang lain
begitu benci, ini semua karena ada unsur abstrak atau tidak konkret
yang ikut berperan di dalam dunia ini. Di dalam dunia bisnis, modal
yang paling besar bukan uang yang Anda pinjam dari bank. Tetapi, modal
yang paling besar adalah kepercayaan dan perasaan tanggung jawab yang
membuat masyarakat mempunyai kesan terhadap diri Anda. Dengan modal
seperti ini, meskipun Anda jatuh, mengalami musibah kebakaran, atau
bangkrut sekali pun, tidak akan menjadi persoalan. Karena modal Anda
adalah kredibilitas. Modal kepercayaan orang lain terhadap diri Anda,
lebih kuat daripada modal yang berupa rupiah atau dollar. Jadi, yang
konkret tidak lebih penting dari yang abstrak dan yang abstrak jauh
lebih berperan daripada yang konkret ini. Itu sebabnya, kemuliaan
justru tidak disangkutpautkan dengan materi. Orang biasa beranggapan
kalau mempunyai giwang dengan berlian yang beberapa karat besarnya,
atau mempunyai mutiara yang begitu cemerlang, tentu akan menarik
orang, karena itu adalah kekayaan yang besar. Tetapi tidaklah
demikian, kemuliaan tidak terletak pada berlian, pada perhiasan, atau
pada pakaian yang bagus, kemuliaan justru terletak di dalam unsur
abstrak: karakter atau kepribadian seseorang. Itu sebabnya, kita akan
memikirkan tentang kemuliaan.

Kalau kita mengerti tentang kemuliaan, juga secara rohani, barulah
kita merenungkan, mengapa segala kemuliaan harus kembali kepada Tuhan
Allah? Kemuliaan mempunyai substansi yang menjadi pangkalan bagi
penghargaan. Kita menghormati atau menghargai seseorang, justru karena
dibalik orang yang kita hormati itu terdapat suatu substansi rohaniah
yang melampaui nilai jasmani. Dan substansi rohaniah itu adalah Tuhan
sendiri. ´God Himself is the substance and the original reality of the
glory´. Apakah arti kemuliaan? Kemulian berasal dari Tuhan dan Tuhan
sendiri adalah penghargaan yang tertinggi, nilai yang tertinggi, diri-
Nya merupakan sumber segala penghargaan dan kehormatan. Sebab itu,
tatkala manusia diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Alkitab
menulis, "Allah memahkotai manusia dengan kemuliaan dan kehormatan."
Manusia adalah manusia, manusia menjadi manusia, dan manusia berharkat
manusia karena manusia mempunyai kehormatan dan kemuliaan sebagai
mahkota. Mahkota ini berasal dari Tuhan. Itu sebabnya, Tuhan adalah
sumber kehormatan, sumber penghargaan, dan sumber kemuliaan. Yesus
Kristus berkata, "Kemuliaan yang Kuterima, bukan dari manusia,
melainkan dari Allah saja."

Pada waktu Yesus Kristus harus mati di atas kayu salib, pada detik-
detik terakhir yang tercatat dalam Injil Yohanes pasal 13 sampai
dengan 15, Dia berbicara banyak tentang ajaran-ajaran yang penting
kepada murid-murid-Nya. Sedangkan dalam Injil Yohanes pasal 17
merupakan satu-satunya pasal yang mencatat bahwa Anak Allah yang suci
itu berbicara kepada Allah Bapa yang suci. Semua isi doa itu
diwahyukan kepada manusia. Sebenarnya, apa yang dibicarakan antara
Allah Anak, Allah Bapa, dan Allah Roh Kudus selalu tidak kita ketahui.
Tetapi, Injil Yohanes pasal 17 merupakan satu-satunya pasal, di mana
seluruh pasal, kecuali kalimat pertama, berisi doa sang Anak kepada
Bapa dalam bentuk literatur manusia, tetapi isinya adalah komunikasi
antara Anak dan Bapa. Dalam pasal itu, kita melihat doa yang luar
biasa. Yesus Kristus mengatakan, "Muliakanlah Aku, sebagaimana Aku di
dunia sudah memuliakan Engkau. Istilah mulia di sini menjadi satu
´mutual communication´. Tuhan Yesus meminta supaya Bapa memuliakan
Dia, apakah sebabnya? Sebab Dia sudah memuliakan Bapa. Maka, di sini
kita dapat melihat, kemuliaan bersubstansi realita pada diri Bapa.
Bapa menciptakan manusia dan mengutus Yesus ke dalam dunia ciptaan-
Nya, justru untuk menyatakan kemuliaan Bapa itu sendiri. Sebab itu,
sesuai dengan Kitab Yesaya 43:7, eksistensi hidup kita justru untuk
memuliakan Tuhan Allah. Tetapi, hal ini sering tidak kita sadari atau
insyafi.

Dalam Injil Yohanes 12:28, Yesus Kristus berkata, "Bapa, muliakanlah
nama-Mu". Maka terdengarlah suara dari surga, "Aku telah memuliakan-
Nya, dan Aku akan memuliakan-Nya lagi." Suara ini didengar oleh begitu
banyak orang pada waktu itu. Tuhan Allah, sumber kemuliaan
menginginkan manusia untuk memuliakan Dia. Barangsiapa memuliakan
Tuhan, Tuhan rela memuliakan Dia pula.

Kemuliaan bersubstansi Tuhan Allah dan kemuliaan itu diwujudkan atau
dinyatakan, sehingga kemuliaan menjadi suatu dasar kebudayaan,
kredibilitas kepribadian, dan keagungan dari pada sejarah dan
pemancaran moral. Kemuliaan itu diwujudkan melalui beberapa tahap:

1. Allah menyatakan kemuliaan-Nya melalui inkarnasi.

   Selain penciptaan, di mana Tuhan menciptakan segala sesuatu untuk
   menyatakan kemuliaan-Nya, pernyataan kemuliaan yang paling konkret
   di dalam sejarah adalah melalui inkarnasi. Dari Injil Yohanes
   1:14,18, kita melihat: pertama, substansi kemuliaan adalah Allah
   sendiri. Pernyataan kemuliaan, pertama-tama dapat kita lihat di
   dalam inkarnasi, yaitu Kristus menjadi manusia. Allah datang ke
   dalam dunia manusia, Roh menjadi daging, yang tidak kelihatan
   sekarang menjadi kelihatan, dari dunia mutlak masuk ke dalam dunia
   relatif, ´from the invisible world, He come into visible realm, to
   become man´. Dia menjadi manusia. Di sini dikatakan, kita sudah
   melihat kemuliaan Allah di dalam diri Kristus, Anak Allah yang
   tunggal yang dikaruniakan kepada manusia. Dalam ayat 18 dikatakan,
   "Tidak ada orang yang pernah melihat Allah, hanya Kristus, Anak
   tunggal Allah, yang berada di dalam pangkuan Allah itu, menyatakan
   Tuhan Allah kepada kita." Baca lagi, Kitab Ibrani 1:1-3. Ayat yang
   paling jelas, menjelaskan siapakah Kristus di dalam alam semesta;
   ´the cosmic Christ, not only the historical Christ, not only the
   Christ in the church´. Kita melihat Kristus, jauh lebih besar
   daripada apa yang kita tahu.

   Di University of Iowa, saya memberi judul khotbah saya, ´How big is
   Christ?´ Pada waktu mereka mendengar judul itu, mereka kaget,
   mengapa judul khotbah ini "Berapa Besarnya Kristus?" Saya berkata
   kepada mereka, berapa besar menurut pengertian Anda, akan
   mempengaruhi iman dan nilai hidup dalam seumur hidup Anda. Seluruh
   hidup Anda akan ditetapkan penilaiannya dengan pengertianmu tentang
   berapa besar Kristus, ´Christ is always bigger than you can
   imagine´, Kristus selalu lebih besar daripada apa yang bisa kita
   bayangkan. Kalau kita mengira Kristus sedemikian besar, Dia lebih
   besar daripada itu. Di sini kita melihat, ´the biggest posibility
   of understanding Christ´. Siapakah Kristus?
   a. Kristus ditetapkan berhak mewarisi sesuatu.
   b. Kristus ditetapkan menjadi pencipta segala sesuatu.
   c. Kristus ditetapkan menjadi penopang segala sesuatu.

   Segala sesuatu bersandar kepada Kristus, segala sesuatu diciptakan
   oleh Dia, dan segala sesuatu pada akhirnya akan kembali kepada-Nya.
   Kitab Ibrani 1:1-3 ini adalah ayat yang supplementary bila
   dibandingkan dengan Roma 11:36. "Nya" di sini adalah Tuhan Allah,
   yang di dalam Kristus. Maka, saya memberikan judul pada ayat-ayat
   ini: ´Christ in the Cosmic Christ´; Kristus adalah Kristus kosmos,
   Kristus alam semesta, Pencipta alam semesta, Penopang alam semesta,
   dan Pewaris alam semesta. Segala sesuatu adalah dari Dia, segala
   sesuatu bersandar kepada Dia, dan segala sesuatu kembali kepada
   Dia. Puji Tuhan!

   Di sini kita dapat melihat bahwa Dia adalah cahaya dari kemuliaan
   Allah dan gambar wujud Allah, yaitu ´the visible glory and the
   visible light of the invisible God´; Allah berada di dalam cahaya
   yang tidak kelihatan, tetapi Kristus adalah cahaya Allah yang dapat
   kita lihat. Umpama saya bertanya kepada Saudara, pernahkah Saudara
   melihat matahari? Saudara akan menjawab, setiap hari saya melihat
   matahari, bahkan sejak kecil saya sudah melihatnya. Saya bertanya
   lagi, sanggupkah Saudara menatap matahari? Saudara mulai merasa
   ragu, apa maksud pertanyaan ini? mengapa Anda menanyakan hal ini?
   Saya berkata, Saudara belum pernah melihat matahari secara
   langsung. Dari ketiga pertanyaan tadi, pernahkah melihat matahari?
   Betulkah Saudara sudah melihatnya? Saudara belum pernah melihat
   langsung, tapi Saudara pasti tahu, ada suatu rahasia dibalik
   pertanyaan itu. Sebenarnya, kita tidak pernah melihat matahari,
   kita hanya melihat cahaya matahari. Yang kita lihat bukan
   mataharinya, tapi cahayanya. Kita belum pernah melihat matahari,
   kita hanya melihat satu substansi yang bercahaya begitu jelas,
   waktu kita melihat, kita tahu itu matahari, padahal yang kita lihat
   bukan elemen dari matahari sendiri, namun hanyalah cahaya yang
   mengeluarkan sinar, yang bersumber dan beradiasi dari matahari. Itu
   sebabnya, ´no one can see God´, tak seorang pun yang bisa melihat
   Allah, yang kita lihat adalah cahaya Allah itu sendiri. Ayat tadi
   mengatakan, "Dia adalah cahaya kemuliaan Allah, dan gambar wujud
   Allah", itu sebabnya kita masuk ke bagian lebih yang dalam.

   Pada waktu inkarnasi itu sudah terjadi, maka keberadaan Yesus, itu
   adalah wujud yang konkret, wakil yang mewakili kemuliaan Allah.
   Sebab itu, Yesus Kristus berani mengatakan satu kalimat, yang belum
   pernah, tidak mungkin, tidak akan pernah mungkin, tidak ada yang
   berani atau boleh diucapkan oleh siapa pun di dalam sejarah. "Kamu
   melihat Aku, bukan melihat Aku, melainkan melihat Dia, yang
   mengutus Aku." Adakah orang lain yang pernah mengatakan, "Kamu
   melihat aku, bukan melihat aku, melainkan melihat presiden
   Soeharto?" Tidak ada orang yang berani mengatakan hal itu, karena
   orang yang mengatakan hal itu bukan presiden Soeharto. Tetapi,
   Yesus berani mengatakan kalimat itu. Ini merupakan satu lompatan
   yang luar biasa. Dari fenomena agama umum, orang Yahudi tak mungkin
   pernah mengerti kalimat itu. Karena mereka tahu, Allah tidak bisa
   dilihat. Saat manusia melihat Allah dengan mata jasmani, saat itu
   pula manusia mati. Inilah pengertian orang Yahudi. Itu sebabnya,
   waktu Yesus mengatakan kalimat itu, mereka mengatakan Dia kurang
   ajar dan menghujat Allah. Padahal, Yesus Kristus tidak menghujat
   Allah. Tetapi Dia mengatakan satu fakta, karena Dia adalah satu-
   satunya cahaya kemuliaan Allah, satu-satunya wujud Dia, Dia adalah
   satu-satunya cahaya kemuliaan Allah, satu- satunya wujud substansi
   Allah, dan satu-satunya yang bisa menyatakan Allah yang tidak
   tampak. Kristus adalah wakil Allah di dalam dunia.

   Yesus Kristus berkata lagi, "Kamu percaya kepada-Ku, bukan percaya
   kepada-Ku, melainkan percaya kepada Dia yang mengutus Aku." Aku
   mewakili Allah. Inilah cahaya kemuliaan. Goethe, seorang Jerman,
   waktu dia muda, dia patah hati dan ingin bunuh diri, tetapi tidak
   jadi. Dia menuliskan niatnya ketika hendak bunuh diri ke dalam satu
   buku. Buku itu dicetak dan dalam 6 bulan, lebih dari 200 orang yang
   membaca buku itu bunuh diri. Lalu selama puluhan tahun, dia
   menyusun sebuah buku yang berjudul "Force" untuk menyatakan seluruh
   filsafat hidupnya dan akhirnya harus diakui, ´no one can surpass
   Jesus´, biar kebudayaan manusia terus maju, tidak akan mungkin
   melampaui orang Nazaret itu, tidak mungkin melampaui moral dan
   kemuliaan Yesus yang dicatat di dalam keempat Injil.

   Waktu saya membaca kalimat itu, saya sangat tergerak. Goethe, orang
   yang besar, yang hidup sezaman dengan Beethoven, Mendelssohn.
   Beethoven mati terlebih dulu dan dia masih hidup. Dia memanggil
   Mendelssohn ke rumahnya untuk memainkan piano, musik yang terbesar,
   yang pernah diciptakan di dalam sejarah. Mendelssohn yang muda
   menabuh dari Bach sampai pada Mozart, Haydn, Bethoven I, II, III,
   dan IV. Sampai Mendelssohn memainkan Beethoven symphoni V, baru
   selesai movement pertama, Goethe mengatakan, "Sudah Mendelssohn,
   stop jangan mainkan lagi." Mengapa? Karena waktu kau memainkan
   Beethoven V, sejahtera yang saya pupuk dan saya latih melalui
   meditasi dan lain-lain sejak saya muda, langsung hilang semuanya.
   Kamu telah mengacaukan sejahteraku. Apa artinya? Sejahtera manusia
   tidak bisa bertahan, hanya sejahtera yang dari Tuhan yang dapat
   bertahan. Waktu dia sudah tua, dia mengira sudah melatih sifat
   manusianya dan sudah sukses. Justru saat itulah, dia sama sekali
   gagal. Pada waktu Kristus akan dibunuh di atas kayu salib, Dia
   mengatakan, "Aku memberikan sejahtera-Ku kepadamu, dan sejahtera
   yang Kuberikan kepadamu, tidak mungkin diberikan oleh orang lain."
   Yesus mati dengan sejahtera, Yesus bangkit dengan sejahtera,
   setelah bangkit Dia mengatakan, "peace on you". Goethe mengetahui,
   ´no one can surpass Jesus´, tidak ada orang seperti Yesus, maka dia
   menuliskan, "Biar pun kebudayaan kebudayaan manusia terus maju, tak
   mungkin melampaui kemuliaan yang pernah dipancarkan Kristus."

   Kemuliaan yang bagaimana yang dipancarkan Yesus? Tema ini
   membutuhkan penguraian yang lebih panjang lagi. Tetapi secara
   singkat, saya berkata kepada Saudara, "Kemuliaan dipancarkan
   melalui hidup-Nya, melalui sengsara-Nya." Pada waktu Dia diumpat,
   difitnah, Dia sangat tenang. Kemuliaan Yesus, kemuliaan Ilahi
   mutlak dan tidak terbatas. Perhatikan teladan Yesus yang menyatakan
   kemuliaan Allah, pernah dinyatakan sampai puncaknya secara konkret
   di Alkitab. Injil Matius 17:2 mengatakan, "Wajah-Nya seperti
   matahari, pakaian-Nya seperti terang yang besar." Di dalam Alkitab,
   hal seperti ini pernah terjadi 3 kali: Pertama kali, waktu Yesus
   masih hidup di dunia. Kedua, waktu Dia memanggil Paulus. Lalu
   ketiga, waktu Dia menyatakan diri kepada Yohanes, rasul termuda di
   pulau Patmos. Ketiga-tiganya memberikan satu kesan bahwa Dia lebih
   bercahaya dibanding dengan matahari, sehingga pada waktu siang
   hari, waktu paling terang, Paulus justru melihat cahaya yang lebih
   terang daripada matahari. Bukan saja demikian, Yohanes melihat, Dia
   mempunyai mata seperti api yang menyala-nyala. Yesus Kristus adalah
   kemuliaan yang diwujudkan di dalam dunia. Pada waktu Petrus tua,
   dia melukiskan istilah kemuliaan hanya satu kali saja, istilah yang
   luar biasa berbeda dengan semua istilah yang ada di dalam Kitab
   Suci. 2Petrus 1:16, dalam terjemahan bahasa Indonesia "kebesaran-
   Nya", tetapi dalam bahasa Inggris "His majesty", dalam bahasa
   Mandarin, kemuliaan yang sangat serius dan berwibawa. Kata
   ´majesty´ dipakai untuk melukiskan keagungan seorang raja. Pada
   waktu Petrus menulis ayat ini, dia membandingkannya dengan berita
   isapan jempol. Ia berkata, "Karena kami pernah melihat dengan mata
   sendiri, satu ´majesty´ atau kemuliaan yang dahsyat dari Tuhan
   sendiri." Mengapa Petrus yang menuliskan hal ini? Karena Petrus,
   Yakobus, dan Yohanes tiga orang yang pernah melihat Yesus Kristus
   menyatakan kemuliaan Allah, melalui perubahan wajah;
   transfiguration; ´change His figure´. Bukan saja demikian, kita
   juga dapat membaca dari Wahyu 1:16-17, Kristus menyatakan diri
   dengan begitu mulia.

2. Apa yang disebut dengan kemuliaan Allah?

   Pertama, kemuliaan Allah di dalam diri Kristus melalui inkarnasi.
   Kedua, kemuliaan Allah di dalam anugerah penebusan. Ini merupakan
   kemuliaan yang paling puncak, yang boleh kita terima di dalam
   pengalaman kita masing-masing. Kita bukan hanya mengenal Dia,
   tetapi kita mengalami. Kita bukan hanya mengetahui Dia, tetapi kita
   memiliki Dia melalui anugerah kemuliaan. Baca Efesus 1:6. "Kasih
   karunia yang mulia atau anugerah kemuliaan Tuhan. Apakah ini? Ini
   adalah kemuliaan yang bersifat paradoks. Anugerah kemuliaan di
   dalam penebusan itu bersifat paradoks artinya, justru semua
   kemuliaan itu tersimpan. Hal ini, dalam theologia Martin Luther
   disebut sebagai ´the hiddeness of God´: suatu ketersembunyian dari
   Tuhan Allah. Martin Luther menggambarkan dua macam hal yang kita
   kenal tentang Kristus, ´the glory of Christ and the cross of
   Christ´. Kita harus mengerti mengenai Kristus yang tersalib dan
   Kristus yang mulia. Banyak orang hanya mau Kristus yang mulia,
   tetapi tidak mau Kristus yang tersalib. Martin Luther mengatakan,
   "Dua-duanya penting. Sebagaimana kita menyaksikan bulan, yang
   menghadapkan kita pada satu aspek, sedangkan aspek yang lain tidak
   pernah bisa kita lihat, kecuali kita melintasinya dengan roket yang
   melebihi tempat itu, barulah kita bisa melihat belakangnya."
   Demikian juga Allah menyatakan kepada kita, aspek-aspek yang rela
   Dia wahyukan, tetapi aspek yang tidak dinyatakan, kita tidak tahu
   itu. Itu disebut sebagai ´the hiddenness of God´.

   Perhatikan, kemuliaan Allah yang kita lihat adalah Kristus yang
   menjadi contoh teladan moral dan hidup yang mewakili Allah di dalam
   dunia ini dan yang dahsyat kemuliaan-Nya, yang pernah Dia nyatakan
   kepada tiga orang murid-Nya dan Paulus. Tetapi kita mau melihat
   sifat paradoks dari aspek yang lain, yaitu kemuliaan yang
   terembunyi. Ketika raja menutup pakaian kerajaannya dengan pakaian
   pengemis, jangan Anda kira bahwa dia adalah seorang pengemis. Biar
   pun secara lahiriah, dia seorang yang miskin, tetapi dia adalah
   tetap seorang raja yang berhak duduk di atas tahta. Demikian juga
   pada waktu kita melihat kemuliaan yang tersembunyi, itu berarti
   kemuliaan paradoks. Pada waktu Yesus dipaku di atas kayu salib, di
   manakah kemuliaan Allah? Tidak ada. Pada waktu itu, seluruhnya
   sudah menjadi tertutup, kebijaksanaan dan kuasa-Nya tidak kelihatan
   dan segala kemungkinan kemuliaan sudah tertudung, sehingga orang
   melihat salib, tempat yang bukan menyatakan kemuliaan, melainkan
   tempat yang memalukan. Orang yang dipaku di atas kayu salib,
   pakaiannya dilepas, mungkin hanya sisa satu helai kain untuk
   menutupi kemaluannya, seluruh tubuh ditelanjangi dan dipamerkan di
   atas kayu salib. Itu adalah tempat yang sangat memalukan, tetapi
   Allah justru  menyatakan bahwa inilah anugerah kemuliaan
   (bandingkan 1Korintus 1:25). Pada waktu kita tidak melihat
   kemuliaan Allah, tidak melihat pertolongan Allah, pada saat kita
   melihat hal demikian di bukit Golgota, justru Tuhan mengatakan,
   "Open your inner eyes, look penetrate into all the bondage, and you
   should understand more than just superficial fenomena. Then look at
   the inner side: the glory of God." Kemuliaan penebusan adalah
   kemuliaan yang ditudung anugerah yang tersembunyi, yaitu kemuliaan
   yang menjadi ujian bagi iman seluruh umat manusia. Puji Tuhan!

   Maafkan saya sekali lagi untuk mengatakan kalimat yang saya ucapkan
   dua tahun yang lalu, bahwa di dalam seluruh Kitab Suci, saya
   percaya orang yang imannya paling besar, bukan Paulus atau Petrus,
   melainkan perampok yang diselamatkan di atas kayu salib. Saya
   tercengang, apakah yang menyebabkan dia mempercayai Kristus? Kalau
   Petrus, Paulus, atau orang lain percaya Yesus adalah Kristus karena
   mereka melihat sesuatu yang agung, bukan ´the hidden side´, tapi
   ´the expose side´, bukan pada anugerah yang paradoks, tapi pada
   anugerah yang dipancarkan, yang kelihatan. Namun, perampok itu sama
   sekali tidak melihat apa-apa dalam diri Yesus Kristus, dia hanya
   melihat Yesus yang mengalirkan darah, menerima ketidakadilan,
   disiksa, menderita, tidak bisa membalas, tidak bisa berbuat apa-
   apa, dicemooh, dipaku, dihina, dan dibuang. Tetapi dia mempunyai
   iman, yang melampaui fenomena, yang menembus paradoks, langsung
   menanamkan imannya di dalam esensi yang melebihi lahiriah. Kalau
   Anda bertanya kepada perampok itu, mengapa Anda percaya kepada
   Yesus Kristus? Dia akan menjawab, saya tidak melihat kedahsyatan
   kemuliaan yang dinyatakan, justru saya melihat ke dalam sumsum,
   yang berada di balik penderitaan yang besar itu.

3. Dengan apa kita memuliakan Allah?

   Sekarang, kita masuki bagian terakhir, saya akan membahas dengan
   ringkas, dengan apa kita memuliakan Allah?
   a. Dengan hidup yang ada, hidup yang diciptakan.
   b. Dengan pengalaman penebusan, kita memuliakan Allah.
   c. Dengan perbuatan dan kesempatan untuk bersaksi (Matius 5:13-16).
   d. Di dalam kesengsaraan dan dengan mulut kita.

   Kita perlu menderita bagi Tuhan supaya bisa mendapat kemuliaan.
   Sebab itu, waktu kita menderita bagi Tuhan, biarlah kita memakai
   mulut kita untuk memuliakan Allah. Pada waktu penganiayaan, kita
   tetap harus memuliakan Allah. Puji Tuhan! Ia ada dalam seumur hidup
   kita, kita harus memuliakan Allah.

   Siapakah orang yang memuliakan Allah? Mungkin Saudara berkata,
   orang-orang yang pandai menyanyi atau yang sering berkhotbah. Jika
   hanya orang yang berkhotbah dan yang menyanyi, yang memuliakan
   Allah, maka hanya segelintir orang Kristen di mimbar saja yang bisa
   memuliakan Allah. Setiap orang Kristen dapat memuliakan Allah
   dengan kesaksiannya. Masyarakat mengetahui bahwa kita adalah orang
   Kristen, kita tidak bisa omong kosong saja, kita harus melakukan
   semuanya dengan baik untuk memuliakan nama Tuhan.

   Ayat ini mudah kita baca, namun masyarakat akan mempermalukan Allah
   Saudara karena hidup Saudara yang sembrono. Saudara harus
   memuliakan Allah di dalam usaha Saudara, di dalam keluarga Saudara,
   dan di dalam pergaulan Saudara (el).

----------------------------------------------------------------------

Bahan di atas diedit dari sumber:
----------------------------------
Buku            : Momentum 28 Desember 1995 -- Buletin
Judul           : Kemulian bagi Allah
Penulis         : Pdt. Dr. Stephen Tong
Penerbit        : Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1995
Hal             : 3 - 11

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org