Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/44 |
|
e-Reformed edisi 44 (21-10-2003)
|
|
CALVIN DAN TUDUHAN SKISMA DARI KATOLIK ROMA TERHADAP PARA REFORMATOR: SEBUAH STUDI TENTANG KESATUAN GEREJA (Bag. 2) HIDALGO B. GARCIA PELAYANAN GEREJA DAN FIRMAN ALLAH Salah satu isu yang Calvin bahas dengan Sadoleto adalah masalah jabatan-jabatan gereja. Ia mengamati dari surat Sadoleto bahwa Sadoleto menuntut ketaatan dan kesetiaan kepada pejabat-pejabat gereja dengan landasan bahwa mereka dianugerahkan otoritas. Calvin mengoreksi gagasan yang keliru ini. Baginya, otoritas dan kekuasaan orang-orang yang ditunjuk untuk jabatan gereja dibatasi dalam limit-limit tertentu sesuai jabatan mereka menurut firman Allah. Dalam limitasi ini Kristus membatasi penghormatan yang Ia haruskan untuk diberikan kepada para rasul dan, karena itu, juga kepada para gembala. Tugas utama para gembala adalah memberitakan dan mengajarkan sabda Tuhan guna memajukan gereja. Inilah satu-satunya tujuan kekuasaan rohani, yakni "to avail only for edification, to wear no semblance of domination, and not to be employed in subjugating faith."[46] Paus, meskipun mengklaim sebagai pengganti Petrus, juga tidak dibebaskan dari limitasi ini. Kemerosotan disiplin di kalangan para uskup Roma, menurut pengamatan Calvin, adalah salah satu alasan mengapa gereja telah jatuh ke dalam kondisi yang demikian menyedihkan. Disiplin gereja mempunyai beberapa implikasi bagi kesatuannya karena menurutnya, agar gereja bersatu harus diikat bersama-sama melalui disiplin seperti halnya tubuh yang diikat otot-ototnya. Dalam hal ini menuduh balik para pejabat Katolik Roma yang telah menghancurkan integritas gereja melalui penyalahgunaan jabatan eklesiastikal; merekalah yang menabur benih-benih perpecahan. Ia secara tegas menyangkal tuduhan Sadoleto yang mengatakan bahwa para Reformator melepaskan diri dari kuk tirani gereja agar mereka sendiri bebas untuk melakukan tindakan amoral yang tak terkendalikan.[47] Dalam The Necessity of Reforming the Church, Calvin mengevaluasi pertanyaan tentang suksesi yang berhubungan dengan masalah disiplin gereja, dan dengan demikian, seperti telah kita lihat di atas, berhubungan juga dengan kesatuan gereja. Mengenai hubungan antara kontinuitas (atau suksesi) dan kesatuan ia mengatakan, "no one, therefore, can lay claim to the right of ordaining, who does not, by purity of doctrine, preserve the unity of the Church."[48] Pernyataan ini merupakan reaksi terhadap klaim Katolik Roma bahwa hanya merekalah yang memiliki hak dan kekuasaan untuk menahbiskan orang-orang ke dalam pelayanan gereja dan menentukan bentuk ordinasinya. Para pengikut Paus menyebut kanon-kanon kuno yang mereka klaim telah memberikan superintendensi untuk masalah-masalah mengenai para uskup dan klerus.[49] Suksesi yang konstan telah dilimpahkan kepada mereka, bahkan itu berasal dari para rasul. Mereka menyangkal bahwa jabatan itu bisa ditransfer secara sah kepada orang lain. Dengan demikian, berkaitan dengan klaim suksesi ini, para Reformator yang menjalankan pelayanan tanpa otoritas Katolik Roma, telah merampas kekuasaan eklesiastikal dan telah melakukan invasi terhadap wewenang hierarki Katolik Roma.[50] Calvin membantah klaim suksesi ini dengan menyatakan bahwa suksesi apostolik telah lama diinterupsi oleh keuskupan Katolik Roma. But if we consider, first, the order in which for several ages have been advanced to this dignity, next the manner in which they conduct themselves in it, and lastly, the kind of persons whom they are accustomed to ordain, and to whom they commit the goverment of churches, we shall see that this succession on which they pride themselves was long ago interrupted.[51] Ia menguraikan tiga kategori aturan penunjukan para uskup, cara bagaimana mereka mengatur diri mereka sendiri dalam jabatan itu, dan jenis orang yang mereka tunjuk.[52] Pertama, oleh karena hierarki Katolik telah merebut bagi diri mereka sendiri kekuasaan tunggal untuk menunjuk para klerus, Calvin mendebatnya dengan bertitik tolak dari sejarah gereja, "the magistracy and people had a discretionary power (arbitrium) of approving or refusing the individual who was nominated by the clergy, in order that no man might be intruded on the unwilling or not consenting."[53] Dalam hal cara para uskup mengatur diri mereka, ia bersikeras agar siapapun yang mengatur gereja, hendaknya ia juga mengajar.[54] Tujuan Kristus menunjuk para uskup dan gembala ialah, seperti dinyatakan Paulus, agar mereka mengajar gereja dengan doktrin yang sehat. Menurut pandangan ini, seorang gembala gereja yang baik tidak mungkin tidak melaksanakan tugas mengajar.[55] Ia mengamati bahwa para uskup tidak melaksanakan tugas ini dengan setia. "As if they had been appointed to secular dominion, there is nothing they less think of than episcopal duty."[56] Tidak heran jika kemudian orang-orang yang mereka promosikan untuk mendapat kehormatan sebagai imam adalah mereka yang memiliki karakter serupa. Ia menuntut dengan tegas agar ada eksaminasi yang ketat terhadap kehidupan dan doktrin mereka yang ingin menjadi pendeta, seperti yang sekarang dilakukan di gereja-gereja para Reformator.[57] Mengenai upacara ordinasi, Calvin berargumen bahwa praktek Katolik Roma tidak bersumber dari Alkitab.[58] "Satu-satunya yang kita baca, seperti yang biasa dilakukan pada zaman kuno, adalah penumpangan tangan."[59] Hal yang sangat kritis dalam semua klaim suksesi apostolik ini ialah doktrin Injil yang murni. Keprihatinannya ini ia rangkum dengan kalimat, "Setiap orang yang melalui tingkah lakunya memperlihatkan bahwa ia adalah musuh dari doktrin yang sehat, apapun gelar yang mungkin ia banggakan, ia telah kehilangan semua otoritasnya dalam gereja,"[60] karena itu ia pun tidak bisa mengklaim suksesi apostolik. Pernyataan-pernyataan ini begitu signifikan sebab telah menggoncangkan fondasi utama gereja Roma. KESATUAN DAN FIRMAN ALLAH Pemahaman yang benar mengenai gereja dalam relasinya dengan firman Allah, batasan-batasan dan tujuan jabatan otoritas gereja dan disiplin, serta suksesi apostolik yang tepat telah meletakkan dasar bagi pembelaan Calvin terhadap tuduhan skisma dan bidat. Dalam jawabannya kepada Sadoleto, ia membuat pembelaan ini dengan mempertentangkan pengakuan dari orang Kristen Reformed dengan kesetiaan Katolik yang dipaparkan oleh Sadoleto. Reformator itu mengaku bahwa tidak ada hal lain yang ia lakukan kecuali percaya bahwa tidak ada kebenaran yang dapat mengarahkan jiwa seseorang menuju jalan kehidupan selain dari apa yang dikobarkan melalui firman itu. Segala hal lain yang berasal dari penemuan manusia adalah kesombongan yang sia-sia dan pemberhalaan. Calvin berusaha menghadirkan dan menguraikan apa yang dipercayainya sebagai doktrin yang murni dan kebenaran Injil. Melalui hal ini ia memperjelas bahwa tujuan para Reformator adalah untuk kebangkitan gereja kembali. Ia memperhatikan bahwa sejumlah besar kebenaran dari doktrin kenabian dan evangelikal telah musnah dan telah "diusir dengan kasar oleh api dan pedang"[61] dalam gereja Roma. Ia menolak tuduhan Sadoleto bahwa semua yang coba dilakukan oleh para Reformator hanyalah untuk menghancurkan semua doktrin sehat yang telah disetujui oleh orang-orang beriman selama lima belas abad. Dengan gamblang ia menjelaskan bahwa para Reformator jauh lebih sesuai dengan zaman awal kekristenan dibanding gereja Roma,[62] dan Sadoleto sendiri tidak dapat menyangkalnya. Bagi Calvin, bentuk gereja yang telah diinstitusikan oleh para rasul merupakan satu-satunya model yang benar, dan bentuk kuno gereja itu yang dibuktikan dalam tulisan-tulisan bapa-bapa gereja kini telah menjadi puing-puing. Ia memperjelas tujuan tindakan para Reformator yaitu untuk memperbarui gereja, dan perlunya melakukan hal itu bukan disebabkan oleh imoralitas dari keuskupan Roma seperti yang diklaim oleh Sadoleto. Menurut Calvin, yang mendorong para Reformator melakukan reformasi ialah karena "cahaya kebenaran ilahi itu telah dipadamkan, firman Allah telah dikubur, kebaikan Kristus tertinggal dalam pengabaian yang dalam, dan jabatan gembala ditumbangkan."[63] Dengan berjuang menentang kejahatan-kejahatan seperti itu, mereka tidak berperang melawan gereja, namun justru mendampingi gereja di tengah penderitaannya yang sangat.[64] Ia bertanya kepada Sadoleto dengan tajam, apakah seseorang yang "sangat giat untuk kesalehan dan kekudusan seperti pada zaman gereja mula-mula, yang tidak puas dengan kondisi yang ada dalam gereja yang pecah dan rusak, dan berusaha untuk memperbaiki kondisi gereja serta merestorasinya agar mencapai kemegahan yang sejati" akan dianggap sebagai musuh?[65] Pastor Jenewa itu menyebut dua tanda dari gereja yang telah disebutkan di atas dan bertanya kepada kardinal Katolik itu, "dengan yang manakah dari hal- hal ini yang kalian ingin kami gunakan untuk menilai gereja?"[66] Apa yang disebut skisma oleh orang-orang Katolik Roma, Calvin menyatakannya sebagai usaha para Reformator untuk membawa gereja yang terdisintegrasi itu kepada kesatuan.[67] Ia membuat sebuah analogi menarik antara orang yang melakukan Reformasi dan seseorang yang mengangkat panji pimpinan militer untuk memanggil prajurit-prajurit yang terpencar agar kembali ke pos mereka. Pemimpin militer itu adalah Kristus dan prajurit-prajurit yang terpencar itu ialah para pemimpin gereja. Orang yang mengangkat bendera pemimpin itu adalah Reformator, dan diangkatnya bendera menandakan sebuah panggilan bagi kesatuan, yang diekspresikan Calvin dengan tajam, In order to bring them together, when thus scattered, I raised not a foreign standard, but that noble banner of thine whom we must follow, if we would classed among thy people .... Always, both by word and deed, have I protested how eager I was for unity. Mine, however, was a unity of the Church, which should begin with thee and end in thee. For as oft as thou didst recommend to us peace and concord, thou, at the same time, didst show that thopu wert the only bond for preserving it. But if I desired to be at peace with those who boasted of being the heads of the Church and pillars of faith, I behoved to purchase it with the denial of thy truth. I thought that any thing was to be endured sooner than stoop to such a nefarious paction.[68] Calvin menyamakan para klerus Roma dengan serigala yang sangat lapar dan nabi-nabi palsu yang Kristus prediksikan akan ada di antara umat- Nya. Tindakan para Reformator dibandingkan dengan pelayanan para nabi zaman kuno, yang tidak dianggap skismatik ketika mereka mengharapkan bangkitnya kembali agama yang telah terdekadensi. Mereka tetap berada di dalam kesatuan gereja,[69] "walaupun mereka ditetapkan untuk dihukum mati oleh para pendeta yang jahat, dan dianggap tidak layak memperoleh tempat di antara manusia ..... [70] Jelaslah bahwa motif para Reformator bukan untuk memecah-belah gereja tetapi untuk memperbaharuinya dan memimpin kelompok-kelompok Kristen ke dalam kesatuan.[71] Baginya ada perbedaan besar antara "skisma dari gereja dan belajar untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan di mana gereja sendiri pun telah terkontaminasi."[72] Skisma muncul ketika gereja Roma menolak untuk dikoreksi: Thou, O Lord, knowest, and the fact itself has testified to men, that the only thing I asked was, that controversies should be decided by thy word, that thus both parties might unite with one mind to establish thy kingdom; and I declined not to restore peace to the Church at the expense of my head, if I were found to have been unnecessarily the cause of tumult. But what did our opponents?... Did they not spurn at all methods of pacification?[73] Ia mengakhiri jawabannya kepada Sadoleto dengan sebuah doa yang merefleksikan esensi responsnya atas tuduhan skisma Katolik Roma: The Lord grant, Sadolet(o), that you and all your party may at length perceive, that the only true bond of Ecclesiastical unity would exist if Christ the Lord, who hath reconciled us to God the Father, were to gather us out of our present dispersion into the fellowship of his body, that so, through his one Word and Spirit, we might join together with one heart and one soul.[74] OTORITAS GEREJA DAN FIRMAN ALLAH Kini kita akan mempertimbangkan Response (or Antidote) to Articles Agreed Upon by the Faculty of Sacred Theology of Paris (1543) dari Calvin. Walaupun kepentingan utama dari artikel itu adalah untuk menentukan doktrin-doktrin yang harus diajarkan dan dipercayai, artikel tersebut memiliki implikasi-implikasi penting bagi pemahaman Katolik Roma mengenai kesatuan. Artikel-artikel inilah yang mendefinisikan gereja Katolik yang satu dan kudus. Apa yang mereka sebar luaskan adalah cara Katolik Roma berjuang dengan kekuatan- kekuatan yang memecah-belah di dalamnya; artikel-artikel ini dimaksudkan untuk "menenangkan gelombang opini yang menentang."[75] Prolog dari artikel-artikel ini menyebut peringatan Paulus untuk kesatuan dalam kitab Efesus, yaitu agar mereka jangan "seperti anak- anak yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran." Menanggapi hal ini Calvin memberikan antidot pertama di mana ia menekankan firman Allah, dan bersikeras bahwa inilah (firman Allah) yang menjadi otoritas satu-satunya untuk menyelesaikan atau memutuskan kontroversi-kontroversi. Ia menyebut beberapa bagian dari Alkitab dan bapa-bapa leluhur gereja untuk membuktikan bahwa otoritas satu-satunya yang membuat gereja tetap bereksistensi adalah firman Allah. Ia menyimpulkan, Oleh karena itu, di tengah pertanyaan-pertanyaan yang bertentangan di masa sekarang ini, marilah kita mengikuti nasihat yang menurut Theodoret, (Lib. I. Hist. Eccles. cap. 7) diberikan oleh Constantine kepada para uskup di konsili Nicea -- marilah kita mencari kebulatan hati dari sabda Allah yang murni.[76] Otoritas Alkitab menjadi sangat berarti ketika kita memperhatikan cara Calvin meletakkannya di atas dan terhadap otoritas gereja seperti yang diajukan dalam Artikel-artikel Iman, khususnya bab XVIII-XXIII, oleh Fakultas Teologi di Paris. Dengan berdasar pada otoritas Alkitab ia menantang klaim gereja mengenai otoritas. Pada Artikel XVII, bersama dengan orang-orang Katolik Roma, ia mengakui bahwa hanya ada satu gereja yang universal. Kendati demikian, pertanyaan yang lebih krusial bagi Calvin adalah bagaimana seseorang mengenali penampakan dari gereja. Jawabannya sederhana, yaitu firman Allah. "Kita menempatkannya di dalam firman Allah, atau, dengan kata lain, karena Kristus adalah Kepalanya, kita percaya bahwa gereja harus dilihat dalam Kristus sebagaimana seseorang dikenali melalui wajahnya."[77] Apa yang ia maksud dengan firman Allah dan Kristus adalah pemberitaan Injil? Baginya, pemberitaan Injil dan visibilitas Kristus dan gereja saling berkorelasi. "Sebagaimana pemberitaan Injil yang murni tidak selalu dinyatakan, maka wajah Kristus pun tidak selalu menarik perhatian,"[78] demikian juga gereja tidak selalu dapat dilihat.[79] Orang-orang Katolik Roma mendasarkan visibilitas dan otoritas gereja Katolik yang satu pada hierarkinya, sedangkan Calvin mendasarkannya pada pemberitaan firman.[80] Pada Artikel XIX, berkenaan dengan otoritas gereja yang visibel dalam mendefinisikan dan menentukan isu-isu kontroversial, Calvin menantang pemikiran bahwa yang visibel selalu benar seperti yang diperlihatkan dalam sejarah. Sikap ini berbahaya karena mereka "yang menerima definisi gereja yang visibel tanpa penilaian, dan tanpa terkecuali, bisa membuat seseorang terpaksa menyangkal Kristus."[81] Sekali lagi ia memberi penekanan pada firman untuk menyelesaikan perbantahan. Jika muncul pertikaian diantara gereja-gereja, kita mengakui bahwa metode yang sah untuk menciptakan keharmonisan, yang selalu dicari-cari, adalah para pendeta itu berkumpul, dan mendefinisikan dari firman Allah tentang apa yang harus diikuti.[82] Pada artikel XX, berkaitan dengan hal-hal yang tidak diungkapkan secara jelas dan khusus di dalam Alkitab namun bagaimanapun juga harus dipercaya dan diterima oleh gereja melalui tradisi, Calvin mengutip Agustinus dan Chrysostom, selain dari Alkitab, segala sesuatu yang penting untuk keselamatan telah dinyatakan kepada kita dan hal-hal selain Injil tidak boleh dipercaya. Berkaitan dengan kekuasaan ekskomunikasi, dalam artikel XXI ia mengakui bahwa kekuasaan untuk mengekskomunikasi telah diserahkan kepada gereja, begitu pula cara penggunaannya telah ditentukan (dalam firman Allah). Ini berarti ekskomunikasi harus dilakukan melalui "mulut Allah" dan tujuannya haruslah untuk pertumbuhan kerohanian/ kebaikan.[83] Hal ini jelas merupakan sebuah kontrol atau pembatasan terhadap penyalahgunaan kekuasaan ini yang dilakukan oleh hierarki Katolik yang, Fakultas Teologi di Paris mengakui, tidak boleh mempersoalkan apakah ekskomunikasi itu adil asalkan itu dilakukan dalam nama-Nya (Kristus).[84] Artikel XXII menyatakan bahwa otoritas konsili-konsili tidak dapat salah asal Paus memimpinnya dan bentuk-bentuk legal serta protokol dipelihara sebagaimana mestinya. Terhadap hal ini Calvin menekankan otoritas atau kepemimpinan Kristus. Ia tidak percaya konsili apapun yang hanya bersidang menurut aturan-aturan manusia sebagaimana mestinya, kecuali jika konsili itu dikumpulkan dalam nama Kristus. Maksudnya, Kristuslah yang memimpin, karena jika tidak konsili- konsili itu dipimpin berdasarkan pemikiran mereka sendiri dan karena itu yang mereka lakukan tidak lain dari kesalahan. Sebuah konsili yang berkumpul di dalam nama Kristus dipimpin oleh Roh Kudus, dan di bawah bimbingan-Nya, dipimpin kepada kebenaran.[85] Hal ini mengarah pada pertanyaan mengenai keutamaan Paus dalam Artikel XXII. Artikel ini lebih merupakan suatu pertahanan atas kepausan dari serangan kaum Lutheran, yang bersikeras bahwa Batu Karang itu adalah Kristus sebagai dasar gereja, dan menyangkal suksesi kepausan, serta tidak mau mengakui keutamaan Roma. Bagi Calvin, Kristuslah Kepala Gereja yang universal, bukannya Paus. Alkitab tidak berbicara mengenai pelayanan Paus, dan rasul Paulus pun tidak berpikir bahwa gereja merupakan satu keuskupan yang universal. "Sebagai penghargaan atas kesatuan, ia (Paulus) menyebut satu Tuhan, satu iman, satu baptisan (Efesus 4:11). Mengapa ia tidak menambahkan satu Paus sebagai kepala pelayanan?"[86] Ia menggambarkan relasi antara Petrus dan Paulus dan rasul-rasul yang lain, dan di dalam relasi itu tidak ada isyarat bahwa Petrus superior dibanding yang lain.[87] Bagi Calvin, gereja adalah tubuh Kristus di mana kepada setiap anggotanya diberikan "suatu ukuran yang pasti dan fungsi tertentu serta terbatas agar kekuasaan yang utama dari pemerintah terletak hanya pada Kristus."[88] Dalam keutamaan Kristus yang universal inilah terletak kesatuan dan katolisitas gereja, yang telah terbukti kebenarannya oleh bapa-bapa gereja, antara lain Cyprian dan Gregory. Cyprian secara khusus membuat analogi-analogi tentang satu cahaya (light) dengan banyak berkas cahaya (rays), satu batang yang ditunjang oleh akarnya dan memiliki banyak cabang, (rays), satu batang yang ditunjang oleh akarnya dan memiliki banyak cabang, satu sumber air dan banyak sungai, "demikian juga gereja, dengan diliputi cahaya dari Tuhan, ia mengirim berkas-berkas cahayanya tersebar ke mana-mana; gereja juga memperbanyak cabang-cabangnya, ia mencurahkan sungai-sungai turun ke seluruh dunia; namun tetap semuanya itu berasal dari satu kepala dan satu sumber."[89] Calvin berkomentar bahwa, menurut Cyprian, keuskupan Kristus ialah satu-satunya yang universal, dan ia mengajarkan agar bagian-bagian itu dipegang oleh para pelayan-Nya.[90] KESIMPULAN Polemik-polemik Calvin dengan Roma mengenai tuduhan skisma tidak diragukan lagi telah menghasilkan refleksi-refleksi yang sangat dalam mengenai gereja dan kesatuannya. Isu dasarnya adalah pemahaman tentang gereja, tetapi tidak terlepas dari Kristus dan firman Allah. Gereja adalah milik Kristus dan dipersatukan di dalam Dia. Hal ini paling jelas terlihat melalui pemberitaan Injil dan pelaksanaan sakramen- sakramen yang tepat. Di dalam firman itulah terletak otoritas gereja. Semua kuasa dan fungsi pelayanan gereja dibatasi dalam firman Allah. Jabatan gereja, disiplin, dan aturan suksesi diatur oleh Roh Kristus menurut firman Allah dan semuanya itu dimaksudkan guna memajukan gereja. Calvin dan para Reformator percaya bahwa gereja Roma telah mengkorupsi doktrin Injil yang murni, menyalahgunakan kekuasaannya, dan mempromosikan segala jenis takhayul. Oleh karena itu, tujuan yang jelas dari para Reformator adalah membantu memulihkan atau memperbarui gereja Roma kepada keadaannya yang lebih murni sesuai pola gereja mula-mula seperti yang dikenal oleh bapa-bapa leluhur gereja. Calvin menganggap tuduhan skisma terhadap mereka sebagai suatu pertanyaan untuk memilih Kristus atau gereja Roma. Itu adalah pertanyaan mengenai yang manakah gereja sejati itu. Karena para Reformator taat kepada Kristus dan firman-Nya, mereka tetap berada dalam satu gereja yang sejati, dan oleh sebab itu mereka tidak dapat dianggap memisahkan diri dari gereja atau memecah-belahnya. Calvin mencintai gereja seperti ia mencintai Kristus; kedua hal ini tidak dapat dipisahkan. Ia mengabdikan seluruh buku IV dari Institutes untuk menguraikan secara detail mengenai gereja Katolik yang kudus. Ia menyebut gereja itu sebagai ibu, karena Allah telah menyerahkan kita kepadanya agar kita bertumbuh dalam iman.[91] Itu sebabnya sangat penting untuk mengenalnya dan tidak mengabaikannya. Mereka yang tidak memiliki hubungan dengannya berarti juga tidak memiliki hubungan dengan Kristus, dan oleh karena itu mereka tidak memiliki keselamatan. Mereka yang mengabaikannya adalah orang-orang yang murtad, yang membelot dari kebenaran dan dari keluarga Allah, mereka adalah penyangkal-penyangkal Allah dan Kristus. Calvin percaya bahwa gereja terdiri dari semua orang pilihan Allah, termasuk mereka yang telah meninggal dunia. Gereja adalah katolik atau universal, yang berarti gereja adalah satu. All the elect of God are so joined together in Christ, that as they depend on one head, so they are as it were compacted into one body, being knit together like its different members; made truly one by living together under the same Spirit of God in one faith, hope, and charity, called not only to the same inheritance of eternal life, but to participation in one God and Christ.[92] Sekalipun Calvin berbicara mengenai gereja yang tidak kelihatan, ia tidak mengabaikan berbicara tentang manifestasinya yang kelihatan, tentang jemaat lokal. Ia juga memberi perhatian besar untuk memperlihatkan karakternya yang visibel, yang ditandai terutama sekali dengan kesatuan: This article of the Creed relates in some measure to the external Church, that every one of us must maintain brotherly concord with all the children of God, give due authority to the Church and, in short, conduct ourselves as sheep of the flock. And hence the additional expression, the "communion of the saints;"...just as it had been said, that saints are united in the fellowship of Christ on this condition, that all the blessings which God bestows upon them are mutually communicated to each other.[93] Tetapi kesatuan ini, agar terpelihara, harus diikat dengan aturan yang telah ditentukan Allah[94] dan dengan kebenaran doktrin ilahi.[95] Hal ini mungkin memberi kita suatu kesan bahwa Calvin adalah seorang pendeta yang tidak fleksibel. Namun bagaimanapun juga ia mengakui bahwa ketidaksempurnaan bisa timbul di dalam pemberitaan Injil dan pelaksanaan sakramen-sakramen. Ia membuat perbedaan antara doktrin-doktrin yang fundamental dengan yang sekunder (adiaphora), dan menyatakan bahwa semuanya ini tidak memiliki nilai yang sama[96]. Semua perbedaan minor ini dalam cara apapun seharusnya tidak dijadikan alasan untuk mengabaikan gereja atau untuk menciptakan kelompok lain. "what I say is, that we are not on account of every minute difference to abandon a church, provided it retain sound and unimpaired that doctrine in which the safety of piety consists."[97] Ia juga tidak merekomendasikan agar seseorang meninggalkan gereja karena adanya penyelewengan moral di antara para anggotanya. "Kita terlalu sombong bila kita dengan segera membenarkan diri untuk keluar dari persekutuan gereja, karena kehidupan semua orang tidak sesuai dengan penilaian kita, atau bahkan dengan pernyataan Kristen."[98] Dari presentasi pandangan Calvin mengenai gereja dan kesatuannya, jelaslah bahwa perbedaan-perbedaan antara para Reformator dan gereja Roma pada hakikatnya bersifat fundamental, dan bahwa natur dari Reformasi pada dasarnya bersifat pembaharuan. Tetapi Calvin juga banyak berbicara menentang denominasionalisme dan fundamentalisme yang kaku, yang begitu tidak fleksibelnya sehingga hanya karena ketidaksepakatan doktrinal yang minor dan bahkan karena konflik- konflik pribadi, mereka memecah-belah atau memisahkan diri dari gereja. Boleh dibilang Calvin adalah seorang injili yang ekumenikal. Bahan di atas dikutip dari sumber: ---------------------------------- Judul Majalah : Veritas, Vol. 3/1 (April 2002) Judul Artikel : Calvin dan Tuduhan Skisma Dari Katolik Roma Terhadap Para Reformator: Sebuah Studi Tentang Kesatuan Gereja Penulis : Hidalgo B. Garcia Penerbit : SAAT, Malang (2002) Halaman : 48-59 ===================================================================== Catatan Kaki (Bag. 2): ----------------------- 46. Ibid. 52. Bdk. "Confession of Faith in the Name of the Reformed Churches of France" dalam Tracts and Treatises 2.150-152; Institutes IV.iii.6. 47. Ibid. 54. 48. Ibid. 174. Bdk. Institutes IV.iii.10-12. 49. Ibid. 170. Bdk. Institutes IV.ii.3. 50. Ibid. 172. 51. Ibid. 171. 52. Institutes IV.ii.1-3. 53. Tracts and Treatises 1.172. Bdk. Institutes IV.v.2. Pada zaman sebelum Calvin, pemerintah dan masyarakat memiliki kekuasaan dalam pengangkatan dan penolakan pejabat gerejawi. 54. Ibid. 170. 55. Ibid. 140. 56. Ibid. 172. Bdk. 197, 198, 203, 204, 219; Institutes IV.v.1. 57. Ibid. 170, 171, 204, 205. Bdk. "On Ceremonies and the Calling of the Ministers" dalam Calvin Ecclesiastical Advice (tr. Mary Beaty & Benjamin W. Farley; Louisville: Westminster/John Knox, 1991) 90,91. 58. Ibid. 174, 175. 59. Ibid. 174. Bdk. Institutes IV.iii.16. 60. Ibid. 173. 61. Ibid. 38. 62. Ibid. 37-39, 48, 49, 66. Calvin sering menyebut bapa-bapa gereja untuk menyangkal tuduhan bahwa pengajaran para Reformator itu adalah inovasi-inovasi dan merupakan sesuatu yang baru. Ia tidak hanya yakin bahwa bapa-bapa gereja ada di pihaknya, tetapi ia juga yakin bahwa mereka adalah oposisi bagi gereja Roma sekarang. Untuk studi yang lebih jelas mengenai Calvin dan bapa-bapa gereja, lihat Anthony N. S. Lane, John Calvin: Student of the Church Fathers (Grand Rapids: Baker, 1999) 63. Ibid. 49. Suatu pembelaan yang lebih singkat terhadap tuduhan skisma itu tetapi dalam konteks berbeda diberikan dalam "On Book One (of Pighius)" dalam The Bondage and Liberation of the Will: A Defense of the Orthodox Doctrine of Human Choice Against Pighius (ed. A. N. S. Lane; tr. G. I. Davies; Grand Rapids: Baker, 1996) 7-34. Karya itu (1543) adalah respons Calvin terhadap karya Albert Pighius, Ten Books on Human Free Choice and Divine Grace (1542), yang merupakan evaluasi atas Institutesnya Calvin (edisi 1539), khususnya bab 2 dan 8: "The Knowledge of Humanity and Free Choice," dan "The Predestination and Providence of God" secara berturut-turut. 64. Ibid. 65. Ibid. 66. Ibid. 67. Bdk. Institutes IV.ii.2. 68. Tracts and Treatises, 1.59. 69. Ibid. 60. Bdk. Institutes IV.ii.9, 10. 70. Ibid. Bdk. Institutes IV.ii.10. 71. Ibid. 67. 72. Ibid. 63. Bdk. Institutes IV.ii.5 73. Ibid. 74. Ibid. 68. 75. Tracts and Treatises 1.71. 76. Ibid. 73. Bdk. Institutes IV.ii.10; IV.viii.5. 77. Ibid. 102. Bdk. Institutes IV.viii.7. 78. Ibid. 79. Ibid. 80. Bdk. G. C. Berkouwer, "Calvin and Rome", 185. Berkouwer menganggap pertanyaan mengenai otoritas gereja sebagai isu utama terhadap apa yang diarahkan Calvin dalam polemik-polemiknya. 81. Ibid. 104. 82. Ibid. 83. Ibid. 106. Bdk. Institutes IV.xii.5. 84. Ibid. 85. Ibid. 108. Bdk. Institutes IV.viii.10,11;IV.ix.1-4. Dalam The Necessity of Reforming the Church and Canon and Decrees of the Council of Trent, with the Antidote, Calvin tidak melihat adanya pengharapan di dalam konsili yang bersidang atas inisiasi Paus. Dalam traktatnya yang pertama ia menyerukan kepada kaisar Charles V agar mengadakan konsili persidangan propinsi, yang memiliki preseden sejarah. "Sesering bidat-bidat baru muncul, ataupun gereja diganggu oleh beberapa perselisihan, bukankah merupakan suatu kebiasaan untuk segera mengadakan persidangan sinode secara propinsi, sehingga gangguan itu kemudian dapat diakhiri? Tidak pernah menjadi suatu kebiasaan untuk lagi-lagi mengadakan konsili umum sampai suatu cara lain telah diusahakan" (Tracts and Treatises 1.223). Di dalam pendahuluan antidotnya terhadap konsili Trent, Calvin memunculkan pertanyaan-pertanyaan serius mengenai persidangan dari konsili itu. Ia mengangkat pertanyaan mengenai masalah waktu, komposisi Trent, prosedur-prosedur, dan tujuannya. Menyadari bahwa Paus telah menentukan semua hal ini sebelumnya, Calvin membuang semua harapan akan adanya Reformasi di gereja Roma. "Apakah ini? Seluruh dunia mengharapkan adanya sebuah konsili di mana butir-butir yang bertentangan bisa tetap didiskusikan. Orang-orang ini mengakui bahwa mereka hadir tidak lain hanya untuk menghakimi apapun yang tidak sesuai dengan pikiran mereka. Dapatkah seseorang tetap sedemikian bodohnya dengan berpikir untuk mendapat bantuan atas kesusahan-kesusahan kita dari suatu konsili?" (Tracts and Treatises 3.39). Hal yang sama diungkapkan dalam artikel "If Christians Can be Given a Plan for a General Council" dalam Calvin's Ecclesiastical Advice 46-48. 86. Ibid. 110. Bdk. "Confession of Faith in the Name of the Reformed Churches of France" dalam Tracts and Treatises 2.150, 151; Institutes IV.vi.10. 87. Bdk. Institutes IV.vi.4. 88. Ibid. 111. Bdk. Institutes IV.vi.1, 3, 6 89. Ibid. 112. Bdk. Institutes IV.ii.6;IV.iv.16, 17. 90. Ibid. Bdk. "The Necessity", 218, di mana Calvin menentang keutamaan Paus berdasarkan pada pemikiran apakah gereja Roma adalah gereja sejati dan apakah Paus adalah uskup yang benar. Demi kepentingan argumentasi jika kita mengatakan "bahwa keutamaan itu adalah dicurahkan secara ilahi pada keuskupan Roma, dan telah didukung oleh persetujuan bersama dari gereja mula-mula; kendati demikian keutamaan ini hanya mungkin jika Roma memiliki gereja dan juga uskup yang sejati. Karena penghormatan terhadap kursi jabatan tersebut tidak bisa tetap bertahan setelah kursi jabatan itu tidak ada lagi.", 91. Institutes IV.i.5. 92. Ibid.IV.i.2. Bdk."Cathechism of the Church of Geneva" (1541, 1545) dalam Tracts and Treatises 2.50, 51. 93. Ibid.IV.i.3. 94. Ibid.IV.i.5. 95. Ibid.IV.i.9. 96. Ibid.IV.i.12. 97. Ibid. 98. Ibid.IV.i.18.
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |