Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/40

e-Reformed edisi 40 (30-6-2003)

Ketidakjelasan dalam Panggilan Tuhan


               "KETIDAKJELASAN" DALAM PANGGILAN TUHAN
                        Pdt. Dr. Stephen Tong

Saya kira tema ini harusnya diganti, yaitu tentang bagaimana "jelasnya
panggilan Tuhan". Jadi bukan tentang ketidakjelasannya, tetapi tentang
jelasnya. Jelas lebih baik daripada tidak jelas, bukan? Seorang yang
melayani Tuhan, kalau dia sendiri tidak jelas bahwa dia dipanggil
Tuhan, dan dia sedang mengerjakan sesuatu menurut panggilan Tuhan, tak
mungkin pelayanannya menjadi kuat. Celaka sekali kalau mereka yang
melayani jiwa-jiwa lain dan seharusnya meneguhkannya, ternyata mereka
sendiri berada dalam kegoncangan. Salah satu bahaya dalam gereja ialah
jika para pemimpinnya sendiri masih meraba-raba, masih ragu-ragu dan
belum jelas apakah yang mereka kerjakan benar atau tidak.

Kalau saudara sendiri belum jelas, bagaimana saudara dapat memimpin
orang lain? Kalau saudara sendiri berada dalam kegelapan, bagaimana
saudara dapat mengeluarkan orang lain dari kegelapan masuk ke dalam
terang? Kalau saudara tidak mempunyai suatu keyakinan yang teguh,
bagaimana saudara bisa meneguhkan orang lain? Itu tidak mungkin.

Di dalam Kristus kita tidak pernah melihat kepemimpinan-Nya dipenuhi
keraguan. Di dalam Kristus ada suatu keyakinan yang dalam, yang sangat
mutlak, akan panggilan Allah yang jelas. Demikian juga di dalam
Paulus. Musa dan semua pejuang Kerajaan Allah, termasuk nabi-nabi
dalam Perjanjian Lama dan rasul-rasul dalam Perjanjian Baru. Mereka
semua mempunyai keyakinan yang jelas, teguh dan kuat tentang panggilan
Tuhan kepada mereka.

Untuk sampai pada kejelasan panggilan Tuhan itu, mungkin mereka
pernah mengalami pergumulan yang lama dan menyakitkan, tetapi ada satu
hal yang tidak mungkin tidak ada, yaitu mereka betul-betul mau tahu
kehendak Allah dan rela menjalankannya. Ini suatu rahasia yang kita
mungkin tahu atau tidak mungkin tahu, yang kita bisa tahu atau tidak
bisa tahu. Kalau kita bisa tahu adalah karena kita mau betul-betul
menaklukkan diri untuk menjalankan kehendak Allah. Saya kira kemauan
ini bukan saja faktor yang paling dasar, tetapi faktor yang paling
penting.

Dari seluruh Kitab Suci kita melihat suatu gambaran, bahwa Allah
tidak mau menyatakan kehendak-Nya kepada mereka yang tidak mau
menjalankannya. Dari sini nyata bahwa kemauan untuk tahu ini merupakan
suatu reaksi, suatu respon yang wajar dari seorang anak Tuhan terhadap
kedaulatan Allah. Maksudnya, sebelum engkau mencapai titik ini,
Saudara mungkin mempunyai motivasi lain. Tetapi kemudian Roh Kudus
menormalkan kemauan Saudara, yaitu yang tadinya bengkok sedikit,
kurang benar, sekarang fungsi dan arahnya dibetulkan. Sesudah Roh
Kudus membetulkan kemauan Saudara yang senantiasa menyeleweng dan
kurang mampu untuk menaati Tuhan, barulah Saudara bisa mengatakan "ya"
kepada Allah.

Tuhan adalah Tuhan yang berdaulat. Kalau Tuhan tidak berdaulat,
Tuhan bukan Tuhan. Kalau Tuhan berdaulat maka biarlah kita yang
menyebut Dia "Tuhan" menaklukkan diri kita kepada kedaulatan-Nya. Dan
kita mengatakan "mau taat", bukan hanya sebagai suatu ide dan berhenti
di situ, tetapi harus langsung mempraktekkanya. Banyak orang menulis
dalam formulir panggilan: "Saya mau menjadi hamba Tuhan." Dalam hal
ini ada dua macam orang. Yang semacam ialah orang yang hanya menulis
konsep "saya mau", tetapi bukan mau yang sesungguhnya. Dia hanya
menyampaikan konsepnya; kemauan itu mungkin akan diwujudkan, tetapi
tidak secara langsung, tidak dipraktekkan dengan sesungguhnya. Itu
berbahaya sekali. Orang seperti itu lambat-laun jadi mengabaikan
panggilan Tuhan. Nah, kalau mengabaikan panggilan Tuhan yang rugi
bukan Tuhan. Akibatnya adalah ia sendiri menjadi kebal dan tidak lagi
peka terhadap suara Tuhan. Jadi pada waktu engkau memberi respon
kepada Allah, itu merupakan salah satu momen yang paling serius dalam
hidupmu. Saat kita berkata "ya" atau "tidak" kepada Allah adalah saat
yang begitu serius dan penting, sehingga menentukan arah hidup kita
selanjutnya.

Saya kira para peserta seminar sehari ini adalah orang-orang yang
pernah mengatakan, "Saya mau melayani Tuhan." Jadi konsep kemauan itu
sudah ada, sekarang Saudara mungkin terjepit di tengah-tengah, konsep
itu mau dipraktekkan sulit, tapi kalau salah bagaimana. Supaya tidak
salah lebih baik hati-hati, perlu mendengar lebih banyak, sehingga
keyakinan itu mempunyai dasar yang kuat. Nah, ini bagus.

Kita kembali ke kalimat tadi: Allah tidak rela menyatakan
kehendak-Nya kepada orang-orang yang tidak mau mengetahui dan
menjalankan kehendak-Nya. Prinsip yang paling penting dalam mengerti
dengan jelas panggilan serta kehendak Allah, adalah kemauan untuk
menjalankannya. The Will of man to do the will of God. Kemauan manusia
untuk menjalankan kemauan Allah. Ini menjadi faktor yang menentukan.

Yohanes 7:17 mengatakan, "Barangsiapa mau melakukan kehendak-Nya, ia
akan tahu entah ajaranKu ini berasal dari Allah, entah Aku berkata-
kata dari diriKu sendiri." Di dalam kalimat ini terkandung suatu
prinsip yang sangat penting mengenai tiga hal: kemauan, pengetahuan,
dan kelakuan. Saya lakukan dulu baru tahu, atau tahu dulu baru
lakukan? Ini selalu menjadi debat dan diskusi dalam filsafat.
Khususnya dalam filsafat Tionghoa ada dua aliran. Yang satu
mengatakan, jalan lebih gampang daripada tahu: yang satu lagi
mengatakan, tidak, tahu lebih gampang daripada jalan. Filsafat Barat
sangat mementingkan teori. Filsafat Timur mementingkan praktek. Orang
Timur kebanyakan tidak belajar musik tetapi menjadi bintang nyanyi TV.
Orang Barat sudah belajar mati-matian tidak jadi bintang. Teorinya
tahu semua, prakteknya kurang. Orang Timur mementingkan pragmatisme
secara tidak sadar. Jalankan dulu, nanti tahu sendiri. Kalau Barat,
belajar dulu semua teori, semua prinsipnya sudah dikuasai, baru
dijalankan.

Kita melihat di sini, kedua kebudayaan manusia mempunyai dua kutub,
jalan dulu baru tahu atau tahu dulu baru jalan. Teori dulu baru
praktek atau praktek dulu baru tahu. Kedua-duanya disingkirkan oleh
Tuhan Yesus dengan prinsip Kitab Suci yang lebih tinggi. Ayat di atas
adalah ayat yang sederhana, tetapi bagi saya ini sekaligus mengikat
dua macam kebudayaan di dunia, yaitu bukan jalan dulu baru tahu atau
tahu dulu baru jalan, melainkan mau jalan dulu baru bisa tahu apakah
itu benar atau tidak. Jadi kemauan mendahalui pengetahuan dan
kelakuan. Ini adalah prinsip Kristen, prinsip Alkitab dan prinsip yang
disimpulkan dari ajaran Yesus Kristus yang jauh lebih tinggi daripada
kebijaksanaan kebudayaan, baik dalam agama maupun dalam filsafat.

Saudara, barangsiapa mau melakukan (ini faktor penentu), maka dia
akan tahu. Saya harap kita yang mau jelas bagaimana Tuhan membimbing
kita, kembali kepada Alkitab terlebih dahulu. Dengan faktor penentu
yang kita pegang sebagai prinsip yang penting, tidak mungkin tidak
diberkati "Tuhan, di sini aku, aku bersedia. Aku mau melakukan." Lalu
Tuhan memberitahu. Engkau akan tahu apakah yang diajarkan oleh Yesus
benar atau tidak. Tahu apakah yang menjadi panggilan khusus untuk
dirimu, kalau engkau mau menjalankan. Bila dirumuskan dengan kalimat
yang lebih gampang: Penyerahan adalah langkah  utama untuk mengenali
dan melakukan pimpinan Tuhan. Penyerahan, dedication.

Sekarang saya mau menggabungkan beberapa istilah dalam salah satu
kategori, yaitu penyerahan, iman, taat dan kerohanian. Aspek-aspek ini
tergolong dalam kategori yang saya sebut sebagai "meletakkan kebebasan
diri di bawah kedaulatan Allah". Apa itu iman? Iman berarti meletakkan
kebebasan Saudara di hadapan kedaulatan Allah. Iman berarti
menyerahkan pikiran Saudara di bawah Firman Allah. Apa itu rohani?
Rohani berarti orang rela menyerahkan diri di bawah pimpinan Tuhan.
Jadi istilah dedikasi, iman, ketaatan, kehormatan itu adalah sama,
yaitu mengakui keTuhanan Tuhan.

Dari Yohanes 7:17 dapat disimpulkan suatu kepastian, bahwa manusia
bisa mengetahui dengan jelas kehendak Allah. Tetapi saya ingin
bertanya, sampai di manakah kepastian kita bahwa kita mengetahui
kehendak Allah? Ada atau tidak, orang yang kurang jelas tentang
kehendak Allah tetapi sedang berjalan di dalam kehendak-Nya? Adakah
orang yang katanya jelas tentang kehendak Allah tetapi yang
dikerjakannya melawan kehendak Allah? Ada!

Saya minta Saudara perhatikan, jangan terlalu gampang percaya kepada
mereka yang selalu mengatakan dirinya sudah jelas mengetahui kehendak
Tuhan. Orang yang terus menyebut dengan mulutnya. "Saya jelas tentang
kehendak Tuhan", malah sering tidak terlalu jelas. Orang yang betul-
betul mau menjalankan kehendak Tuhan tidak sembarangan menyebut
istilah ini. Karena istilah ini terlalu besar, suatu istilah  yang
begitu berat, sehingga orang yang takut akan Tuhan tidak sembarang
menyebut nama Tuhan dan kehendak-Nya. Setiap kali Alkitab menyebut
kehendak Allah, itu sangat serius, tidak main-main ketika kita
menyinggung tentang kehendak Allah.

Calvin berkata, "Tidak ada apa pun yang lebih besar daripada kehendak
Allah kecuali Allah sendiri." Kalimat ini mengingatkan kita kembali
bahwa kehendak Allah begitu terhormat, begitu agung, begitu serius,
sehingga kita harus hati-hati ketika kita menjelajah ke dalam wilayah
kehendak Allah.

Apa yang terjadi pada orang yang terus berbicara tentang kehendak
Allah tetapi jauh dari kehendak-Nya? Apa yang terjadi pada mereka yang
tidak jelas akan kehendak Allah tetapi sedang berjalan dalam
kehendak-Nya? Ada tiga faktor yang perlu diperhatikan, yaitu faktor
takut kepada Tuhan, faktor percaya, dan betul-betul sadar dan peka
bahwa Allah lebih besar daripada perasaan hatimu sendiri. Kita membaca
1 Yohanes 3:19-22, "Demikianlah kita ketahui, bahwa kita berasal dari
kebenaran. Demikian pula kita boleh menenangkan hati kita di hadapan
Allah, sebab jika dituduh olehnya (Oleh siapa? Oleh hati kita
sendiri!) Allah adalah lebih besar daripada hati kita serta mengetahui
segala sesuatu". Saudara-saudaraku yang kekasih, jika hati kita tidak
menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati
Allah, dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari pada-Nya,
karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan
kepada-Nya.

Kata-kata sesudah kata "karena" berarti itu adalah suatu dasar. Kalau
kita sudah menjalankan perintah-Nya, kalau kita sudah menaati apa yang
diminta Tuhan, maka biarlah hati kita selalu tenang dan mendapat damai
sejahtera (Kolose 3:15). Jadi kalau hati kita menegur, jangan
kerjakan. Kalau hati kita tidak menegur, kita tenang saja, kita boleh
datang kepada Tuhan dengan berani. Apakah itu lalu berarti, hati dan
perasaan kita menjadi faktor penentu untuk kita berani mengerjakan
sesuatu atau tidak? Saudara, kalimat yang paling penting di sini
adalah: Ketahuilah bahwa Allah lebih besar daripada hati.

Nah, kalau orang mengatakan "Saya tahu ini kehendak Tuhan karena
hati saya tidak menegur", orang itu tetap mungkin berada dalam bahaya
besar, karena dia belum menetapkan sikap bahwa Allah lebih besar
daripada hati. Dan inilah yang terjadi pada kasus tadi, orang
mengatakan ini kehendak Tuhan tetapi dia menyeleweng jauh dari
kehendak Tuhan.

Sedangkan orang yang betul-betul mau menjalankan kehendak Tuhan
tetapi kurang jelas apakah itu kehendak Tuhan atau tidak, berarti dia
sudah merasa Allah lebih tinggi daripada hati, tetapi hatinya masih
belum teguh, karena ia kurang mahir dalam pergaulan dan kurang
komunikasi dengan Allah.

Prinsip mengetahui kehendak Tuhan
---------------------------------

Sekarang secara singkat kita memikirkan beberapa prinsip bagaimana
mengetahui kehendak Tuhan.

1. Mengetahui kehendak Tuhan karena Alkitab menulisnya. Ini hal yang
   penting. Segala sesuatu yang bersangkut-paut dengan kehendak Tuhan,
   tidak mungkin melawan prinsip Kitab Suci, tidak mungkin melawan
   catatan-catatan yang mengandung prinsip Kitab Suci.

2. Hal-hal yang bersangkut-paut dengan kehendak Tuhan, jika tidak
   dicatat dalam Kitab Suci: pasti tidak melawan prinsip-prinsip etika
   dasar yang sudah diberikan Kitab Suci. Contohnya, jika Kitab Suci
   tidak menyebut apakah sesuatu diperbolehkan atau tidak, bagaimana
   saya tahu? Misalnya, apakah Kitab Suci pernah mengatakan, 'Jangan
   berjudi"? Nah, prinsip dasar Kitab Suci mengenai etika Kristen
   mengandung tiga prinsip besar:
   a) Memuliakan Allah;
   b) Memberi faedah atau membangun iman orang lain;
   c) Tidak ada ikatan dosa.

   Ketiga prinsip ini didasarkan pada tulisan Paulus, "Segala
   sesuatu diperbolehkan". Saya boleh mengerjakan segala sesuatu,
   tetapi waktu saya mengerjakan itu, prinsip pertama ialah, saya
   memuliakan Allah atau tidak. Kedua, saya boleh mengerjakan segala
   sesuatu karena saya sudah dibebaskan oleh Yesus Kristus. Tetapi di
   dalam saya mengerjakan segala sesuatu itu apakah saya membangun
   iman orang lain atau tidak. Ketiga, saya boleh mengerjakan segala
   sesuatu dan di dalam mengerjakannya saya betul-betul tidak ada
   ikatan dosa, ataukah ada.

   Selain tiga prinsip yang besar ini masih ada tiga lingkaran,
   yaitu kerjakan segala sesuatu di dalam lingkaran motivasi kasih,
   lingkaran ikatan kebenaran dan lingkaran prinsip keadilan. Tiga
   prinsip dasar dan tiga lingkaran ini membantu kita untuk tidak
   berjalan di luar kehendak Allah.

3. Kalau kehendak Tuhan ini bersangkut-paut dengan orang lain, maka
   saya harus jelas bahwa orang yang bersangkutan juga dipimpin oleh
   Tuhan dengan jelas. Itu akan memastikan bahwa saya sedang berjalan
   di dalam kehendak Tuhan. Misalnya, seseorang yang menyerahkan diri
   menjadi hamba Tuhan, betul-betul mau mencintai Tuhan dan mau
   mengabarkan Injil, berniat untuk menikah. Dia ingin jelas tentang
   pimpinan Tuhan dalam pernikahan ini. Tidak bisa dia memaksa orang
   lain untuk menikah dengan dia, sekalipun ia merasa dirinya sudah
   berjalan dalam kehendak Tuhan. Pernikahan bukan persoalan satu
   orang, melainkan persoalan dua pihak. Maka pihak lain pun harus
   merasa dipimpin oleh Tuhan. Ini sangat penting. Khusus hari ini
   saya menyinggung tentang pernikahan, karena banyak orang dipanggil
   dan menyatakan mau melayani Tuhan, namun akhirnya tidak jadi sebab
   telah mempunyai jodoh yang tidak bisa dilepas dan tidak mau
   mengikut, sehingga panggilan Tuhan dalam dirinya seolah-olah gagal.
   Ini sering terjadi.

   Jadi untuk mengetahui kehendak Tuhan, yang bersangkut-paut itu
   harus ikut ambil bagian, harus saling menghormati. Tidak tentu
   seorang lulusan teologi harus menikah dengan seorang lulusan
   teologi juga. Mengapa? Karena yang paling penting adalah dua-
   duanya tahu bahwa mereka menikah untuk menjalankan satu tugas, satu
   panggilan, dan mereka rela menaati panggilan itu.

   Kadang-kadang pimpinan Tuhan kepada pasangan kita tidak
   dinyatakan pada waktu yang bersamaan dengan kita. Karena itu kita
   harus sabar. C.T. Studd, salah seorang misionaris yang teragung
   dalam sejarah, yang mendirikan World Evangelization Crusade (WEC),
   sebelum menikah berkata kepada seorang wanita Kristen (waktu itu
   belum menjadi istrinya), "Aku tahu kehendak Tuhan, aku mau menikah
   dengan engkau. Engkau berdoa baik-baik, pasti engkau segera
   diberitahu oleh Tuhan. "Waktu wanita itu menerima surat tersebut,
   dia mulai berdoa sungguh-sungguh. Lalu Tuhan memberi dia kesadaran
   bahwa dia dipimpin oleh Tuhan untuk menikah dengan C.T. Studd.

   Di sini kita melihat, prinsip "waktunya tidak bersamaan" itu
   tetap diambil dari Alkitab. Alkitab menyatakan, kita mengasihi
   Allah karena Allah mengasihi kita lebih dahulu. Maka ada sepihak
   yang lebih dulu dan ada sepihak lagi yang belakangan. Dengan
   demikian perbedaan waktu tidak menjadi soal selama kedua pihak sama-
   sama menjalankan kehendak Tuhan. Tetapi ingat, entah waktunya sama
   atau tidak sama, yang bersangkutan harus mempunyai pimpinan Tuhan
   yang jelas.

4. Sejahtera Kristus harus memerintah dalam hati seseorang. Point
   keempat ini bersangkut-paut dengan yang tadi kita katakan sebagai
   faktor penentu. Faktor penentu yaitu Allah tidak mau menyatakan
   kehendak-Nya pada mereka yang tidak mau menjalankan kehendak-Nya.
   Ini terambil dari Kolose 3:15, "Hendaklah damai sejahtera Kristus
   memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil
   menjadi satu tubuh." Apakah yang diartikan dengan pemerintahan
   damai sejahtera? Itu berarti bahwa damai yang berasal dari Kristus
   sedang memimpin, mengontrol dan memerintah dalam hatimu.
   Pemerintahan damai sejahtera berarti Tuhan memberikan semacam
   kestabilan rohani agar kita tidak ragu-ragu.

   Jika engkau mengerjakan sesuatu dan seluruh dunia setuju, belum
   tentu itu kehendak Allah. Tetapi jika engkau mengerjakan sesuatu,
   disetujui orang lain, dan hatimu diperintah oleh damai Yesus
   Kristus, itu bagus, bukan? Sedangkan kalau terjadi kasus yang yang
   terbalik, dalam hatimu ada damai Kristus tetapi kau tidak disetujui
   orang lain, engkau lebih berani, kerjakan! Daripada engkau
   disetujui banyak orang tetapi tidak ada pemerintahan damai
   sejahtera Kristus.

   Saya tidak mau mengekstrimkan kasus pertama dan ketiga ini,
   sehingga menimbulkan efek sampingan yang tidak perlu. Maksudnya,
   kalau engkau menganggap asal semua setuju berarti itu kehendak
   Allah, ini bahaya. Tetapi kalau engkau menganggap asal damai saja
   hatinya, orang semua tidak setuju, tidak apa, jalankan saja, itu
   juga bahaya. Kalau engkau mengatakan, "Hatiku damai, kok!" jangan
   lupa prinsip mengaitkan dengan faktor penentu, jangan lupa bahwa
   Allah lebih besar daripada hati kita. Kembali kepada tadi. Hatimu
   begitu taat kepada kedaulatan-Nya, sehingga yang disebut ada damai
   sejahtera Kristus di dalam hati, bukan hanya suatu bayang-bayang,
   melainkan suatu fakta melalui ketaatan yang sejati tadi.

5. Sesudah engkau mempunyai keempat hal di atas, tetapi masih kurang
   jelas juga, maka faktor kelima sekarang muncul, yaitu jangan lupa
   berkonsultasi dengan orang yang rohani, yang sungguh-sungguh cinta
   Tuhan dan rela mengerti sesama. Saya kira point ini penting sekali.

   Kadang-kadang dalam pelayanan kita, ada banyak orang tidak setuju
   dengan tindakan kita. Nah, kalau ini terjadi pada Stephen Tong,
   bagaimana? Saya tenang dan berdoa di hadapan Tuhan, sesudah itu
   saya bertanya, orang yang menentang saya itu mencintai Tuhan atau
   tidak? Kalau dia betul-betul mencintai Tuhan dan motivasinya mau
   mengerti, bukan karena iri hati dan lain-lain, saya boleh baik-
   baik mengoreksi diri. Tetapi kalau orang itu tidak cinta Tuhan,
   tidak cinta kerajaan Allah dan tidak cinta sesama, dan bukan betul-
   betul mau mengerti, maka penentangnya tidak begitu berharga dalam
   penilaian saya.

   Hal ini memerlukan kepekaan. Setiap hari kita yang mau menjalankan
   kehendak Tuhan harus bertekad untuk tidak mau menyeleweng, tidak
   mau keluar dari pimpinan itu.

   Jadi itulah yang dianjurkan oleh Alkitab, berdoa bersama mereka
   yang hatinya suci untuk mencari keadilan, mencari damai dari Tuhan.
   Kalau engkau menghadapi kesulitan, carilah beberapa orang Kristen
   yang mahir, yang rohaninya baik, yang betul-betul mau mengerti.
   Mungkin nasihat mereka tidak seratus persen benar, tapi cobalah
   mendengarnya dan menghargainya. Kadang-kadang melalui orang yang
   mencintai Tuhan dan mencintai Saudara ada pengalaman-pengalaman
   seperti ini yang keluar dari mulutnya, yang dapat menjadi pedoman
   bagimu.

6. Prinsip yang ke enam: kalau masih kurang jelas tetapi waktu
   mendesak, sedangkan engkau harus mengambil keputusan, bagaimana?
   Ini situasi yang sangat kritis. Bolehkah kita mengambil keputusan
   tanpa suatu dasar yang jelas mutlak? Saudara-saudara, saya
   menjelaskan hal ini demikian. Kadang-kadang Allah memperbolehkan
   suatu periode kabur bagi orang yang Dia cintai. Engkau harus
   memberi peluang ini, kalau tidak, masih ada bahaya besar. Kadang-
   kadang Allah memperbolehkan orang-orang yang dicintai-Nya mengalami
   suatu periode yang kabur, kurang jelas. Contohnya, Abraham pernah
   mengalami kekurangtahuan akan kehendak dan pimpinan Tuhan, sehingga
   dia bertanya, mengapa Tuhan menyembunyikan kehendak-Nya kepadanya.
   Di dalam Alkitab Allah menyebut Abraham sebagai "sahabatKu,
   Abraham". Keakraban itu melebihi hubungan Allah dengan siapapun.
   Kalau Allah mengizinkan hal ini, apakah artinya bagi kita? Saudara,
   jawaban ada pada pernyataan Tuhan Yesus: akhirnya engkau akan tahu
   dengan jelas. Meskipun sekarang tidak begitu jelas, jalankan saja,
   asalkan kelima prinsip di atas sudah ditempuh. Kalau ini kehendak
   Allah, kalau ini tidak melanggar prinsip Alkitab, kalau ini
   berdasarkan memuliakan Allah, kalau ini tidak ada ikatan dosa,
   orang yang berkaitan juga sudah jelas akan pimpinan Tuhan, kalau
   ada damai sejahtera Roh Kudus dan Kristus memerintah di dalam
   hatimu, maka jalankanlah.

   Alkitab berkata tentang orang-orang yang berada dalam periode
   kekaburan itu: "Jika ia hidup dalam kegelapan dan tidak ada cahaya
   bersinar baginya, baiklah ia percaya kepada nama Tuhan dan
   bersandar kepada Allahnya!" (Yesaya 50:10). Firman ini merupakan
   penghiburan yang besar bagi mereka yang berada sementara dalam masa
   kekaburan itu. Orang yang takut akan Allah, sementara berjalan
   dalam kegelapan peganglah teguh akan Tuhan.


Apakah saya dipanggil untuk menjadi hamba Tuhan?

Untuk mengetahui apakah saya dipanggil menjadi hamba Tuhan, dan
bagaimana saya secara praktis, secara prinsip, boleh mengetahui dengan
jelas, ada tiga prinsip yang penting, yang perlu kita ketahui.

1. Saya jelas tahu tugas ini berat, pelayanan ini sulit, bahaya besar,
   risikonya besar, tetapi ada semacam kerelaan dan kemauan yang terus-
   menerus mendorong, tidak habis-habisnya. Inilah tanda pertama Tuhan
   memanggil engkau menjadi hamba-Nya.

   Sambil mendengar prinsip yang penting ini, saya minta Saudara
   mulai menyelidiki diri, introspeksi ke dalam dirimu. Apakah yang
   menjadi motivasi sehingga Saudara mau menjadi hamba Tuhan? Apakah
   karena engkau ingin seperti Billy Graham? Apakah engkau ingin
   menjadi hamba Tuhan yang besar, kelihatan menonjol di hadpaan orang
   banyak, begitu hebat dan megah berdiri di depan? Apakah engkau
   ingin seperti itu? Kalau itu yang menjadi motivasimu berarti engkau
   tidak akan dipanggil oleh Tuhan. Orang yang dipanggil Tuhan justru
   mengetahui hal ini tidak gampang, ini sulit, ini berat, tugas yang
   berat dan satu risiko yang besar. Sesudah jelas tapi ternyata
   kemauan itu terus saja ada, terus mendorong, ini membuktikan tanda
   pertama. Allah sedang memanggil dia.

2. Engkau mempunyai kerelaan berdasarkan yang tidak habis-habis untuk
   menjadi full-timer, namun kesulitan-kesulitan selalu memberikan
   peringatan sehingga engkau tidak berani, akhirnya engkau mundur dan
   hanya menjadi pelayan Tuhan part-time. Hal ini selalu terjadi dalam
   gereja.

   Waktu konflik ini terjadi dan engkau mengambil keputusan untuk
   melayani part-time, langsung engkau kehilangan sejahtera. Damai
   sejahtera yang memerintah itu sekarang mulai menghilang, engkau
   mulai kacau karena tidak ada sejahtera. Ini tanda kedua bahwa Tuhan
   mau engkau full-time. Kadang-kadang engkau berdalih, "Tidak semua
   harus menjadi pendeta, kan? Banyak juga yang melayani part-time,
   malah sebagai orang Kristen awam bisa lebih baik daripada yang
   menjadi hamba Tuhan." Ini benar. Saya percaya banyak orang awam
   yamg rohaninya mungkin lebih baik daripada sebagian pendeta yang
   kurang bertanggungjawab. Saya percaya itu. Tetapi bukan karena
   engkau lebih baik dibandingkan dengan yang menjadi pendeta full-
   time, lalu itu berarti engkau sudah diperbolehkan oleh Allah
   menjadi part-timer seumur hidup. Tidak! Saudara harus melihat suatu
   prinsip: apakah yang sebaiknya bagimu? Bukan karena engkau
   dibandingkan dengan orang lain. Sekali lagi, apa yang direncanakan
   Tuhan untukmu tidak bisa ditentukan dengan membandingkan dirimu
   dengan orang lain. Karena setelah Adam berdosa manusia mempunyai
   satu kecenderungan, selalu membandingkan dengan yang lebih jelek.
   "Oh, saya toh lebih baik dari pendeta ini." Cukup, lalu memuaskan
   diri. Kalau kepuasan yang bukan dari Allah itu engkau sudah ambil
   sebagai suatu bagian dalam hidupmu untuk menipu diri, maka Allah
   akan tarik kembali pemerintahan damai sejahtera dalam dirimu.

   Saudara-saudara, engkau harus betul-betul datang kepada Tuhan,
   minta penjelasan dari Tuhan. Apakah dirimu sudah mencapai keadaan
   maksimal yang ditetapkan oleh Tuhan? Jadi prinsip yang kedua, yaitu
   kemungkinan kehilangan damai itu, sampai engkau menjadi full-timer
   baru engkau merasa damai itu kembali.

3. Setelah engkau diberi tanda pertama dan kedua, tetapi engkau tetap
   menolak, maka baru tanda ketiga datang melalui cambukan, pukulan,
   ajaran yang keras dari Tuhan sehingga engkau tidak bisa tidak taat.

   Saya memberikan tiga prinsip ini bukan berdasarkan hal-hal yang
   selalu berubah. Tetapi berdasarkan suatu kemantapan yang jika
   Saudara kelak, bertahun-tahun kemudian memikirkannya kembali, bisa
   dipertanggungjawabkan.

   Prinsip pertama diambil dari Filipi 2:13, "Karena Allahlah yang
   mengerjakan di dalam kamu, baik kemauan maupun pekerjaan menurut
   kerelaan-Nya." Ini adalah satu-satunya ayat di mana kemauan ganda
   itu muncul. The will of man and the will of God. Karena Allahlah
   yang telah mengerjakan di dalam dirimu menurut kemauan-Nya: yang
   dikerjakan adalah kemauanmu. Jadi kemauan Allah sedang bekerja
   untuk menormalkan kemauan manusia. Engkau sendiri tidak mengerti
   mengapa sudah tahu menjadi hamba Tuhan itu sulit, mempunyai risiko
   yang besar, tugas yang berat tapi dorongan kemauan itu terus ada,
   itu dari mana? Saudara-saudara, sesudah Adam jatuh manusia berdosa
   tidak mungkin mempunyai kemauan untuk menanggung yang berat-berat,
   yang sudah ia ketahui sebelumnya, meskipun orang-orang kolerik
   lebih dekat dengan kemungkinan ini. Tetapi Alkitab berkata bahwa
   kemauan Allah yang mengerjakan di dalam dirimu kemauan dan
   perbuatan itu.

   Prinsip kedua tadi diambil dari Kolose 3:15. Damai Kristus
   memerintah di dalam hatimu dan kalau engkau tidak taat, damai itu
   tidak lagi memerintah, ia hilang dan engkau mengalami
   ketidakmantapan dalam hatimu.

   Ketiga, kalau engkau masih tidak taat dipukul dan dihajar, itu
   prinsip yang diambil dari Ibrani 12, yaitu Dia menghajar anak-Nya
   sendiri. Ibrani 12:7-10, "jika kau harus menanggung ganjaran, Allah
   memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang
   tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi jikalau kamu bebas dari
   ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah
   anak, tetapi anak-anak gampang." Selanjutnya dari ayah kita yang
   sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau
   demikian bukankah kita harus lebih taat kepada segala roh, supaya
   kita boleh hidup? Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang
   pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia
   menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian
   dalam kekudusan-Nya.

=====================================================================

Sumber:
Judul Buku   : Momentum Vol. 4 Desember 1987
Judul Artikel: "Ketidakjelasan" dalam Panggilan Tuhan
Penulis      : Pdt. Dr. Stephen Tong
Penerbit     : LRII (Lembaga Reformed Injili Indonesia)
Halaman      : 8-10, 18-21 

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org