Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/26

e-Reformed edisi 26 (7-3-2002)

Teologia Reformed dan Relevansinya
bagi Gereja Masa Kini

(Oleh: Stephen Tong)


PENDAHULUAN

Teologia Reformed merupakan sesuatu gerakan pengertian firman Tuhan
yang berdasarkan hati nurani yang murni dan perasaan tanggung jawab
yang sungguh-sungguh kepada Tuhan. Baik dari Martin Luther, Zwingli
maupun Calvin mereka sebenarnya tidak ada maksud untuk memecah gereja,
mengajarkan doktrin-doktrin yang baru atau memisahkan sebagian orang
untuk memihak mereka, melainkan mereka benar-benar terdorong oleh
suatu keadaan yang menyedihkan yaitu penyelewengan-penyelewengan yang
terjadi dalam gereja terhadap Alkitab dan doktrin-doktrin yang
diajarkan dari jaman ke jaman.

Para Reformator adalah orang-orang jujur yang mau kembali setia kepada
Allah dan mereka juga mau mempengaruhi gereja agar kembali setia
kepada Allah. Mereka tidak menegakkan doktrin yang baru, melainkan
menjelaskan doktrin yang dari kekal sampai kekal tidak berubah
berdasarkan firman Tuhan yang diwahyukan dalam Kitab Suci. Khususnya
Calvin, dalam "Institutes of the Christian Religion", mempunyai
motivasi supaya manusia mengenal bahwa ajaran-ajaran Reformed adalah
sesuai dengan ajaran-ajaran Kitab Suci. Boleh dikatakan ini adalah
semacam kebangunan doktrinal yang bersangkut-paut dengan pengertian
kepada interpretasi yang sah terhadap iman rasuli. Selain daripada
pengaruh dalam hal doktrin yang benar, kekristenan juga membawa kita
sebagai anak-anak Tuhan yang setia menjalankan tugas kehidupan di
dalam dunia ini untuk mempunyai perasaan tanggung-jawab kultural dan
sosial. Baik di dalam aliran Lutheran maupun Calvinis keduanya
memiliki gagasan bagaimana orang Kristen hidup sebagai warga negara
yang harus menjadi terang dunia dan dapat mempengaruhi kebudayaan
serta membawa Kekristenan kepada Kristus yang sebenarnya adalah Raja
di atas segala bidang dan aspek kebudayaan. Dengan demikian di mana
teologi Reformed berada, daerah itu menerima pengaruh daripada
kebenaran di dalam semua aspek kebudayaan.

Selain kembali kepada ajaran Kitab Suci dan hidup bertanggung jawab
dan memberi pengaruh kebudayaan, Calvin juga mementingkan:
- kedaulatan Allah di dalam seluruh dunia, khususnya di dalam
  Tubuh Kristus,
- hanya berdasarkan iman saja manusia dibenarkan.

Di dalam kedua hal di atas, boleh dikatakan bahwa kedua Reformator
mendapat pengaruh dari Agustinus. Doktrin anugerah, doktrin
keselamatan, doktrin Allah dan Injil yang murni ditegakkan kembali di
dalam ajaran teologia Reformed sehingga kita tidak asing dengan
istilah-istilah: sola scriptura, solagratia, sola fide, soli Deo
gloria dan lain-lain. Kesemuanya adalah cetusan istilah yang begitu
singkat namun tepat untuk melukiskan tekanan-tekanan dari gerakan
Reformasi pada jaman itu yang berpengaruh ke segala jaman.

Itulah sebabnya sejak Reformasi, 470 tahun lebih y.l., kita
melihat pengaruh Teologi Reformed sangat menonjol, seperti:

1.  di mana pengajaran Reformed disebarkan di sana penghargaan
    terhadap kehormatan atau martabat manusia tidak terlepas dari
    gerakannya. Dan akibat dari penghargaan terhadap hak manusia ini
    maka di mana Calvinisme berada di sana boleh dikatakan menjadi
    tempat-tempat suburnya demokrasi di dalam pembentukan masyarakat
    dan politik mereka.

2.  selain daripada itu aliran Lutheran dan Calvinis juga berpengaruh
    di bidang sastra, bahasa maupun musik. Ini merupakan suatu
    kontribusi yang penting. Sesudah beberapa ratus tahun kemudian,
    mandat kultural menjadi sesuatu aspek yang dipentingkan dan
    ditekankan oleh kaum Calvinis. Maka kita melihat semua negara
    Protestan mencapai kemajuan di dalam bidang industri, ilmiah lebih
    pesat daripada negara-negara yang tidak dipengaruhi oleh teologia
    Protestan. Sampai hari ini produksi-produksi yang paling akurat
    dan dapat diandalkan, misalnya, adalah berasal dari Jerman, Swedia
    dan sebagainya. Ini adalah pengaruh tidak langsung dari Reformasi.
    Hal yang sama juga terjadi di bidang musik. Jadi boleh dikatakan
    bahwa pengaruh ini telah meluas dan mencapai segala bidang,
    seperti yang dikatakan oleh Abraham Kuyper bahwa tidak ada satu
    inci pun di dalam bidang hidup manusia yang Kristus tidak ada
    takhtanya.


TEOLOGIA REFORMASI DI TENGAH-TENGAH KONTEKS BERGEREJA DI INDONESIA

Indonesia pernah dijajah oleh Belanda sehingga gereja Protestan
merupakan gereja yang sangat luas dan berakar di Indonesia semasa
penjajahan. Kami pikir gereja pada waktu itu merupakan gereja dari
lapisan kelompok masyarakat yang agak tinggi sehingga Keristenan
sebenarnya masih belum terlalu mendarat dan berakar dalam masyarakat
umum. Menunggu sampai Gereja Pentakosta timbul di Indonesia, barulah
Injil dikabarkan kepada khalayak yang lebih banyak. Khususnya melalui
karunia-karunia seperti kesembuhan dan sebagainya. Hal ini menarik
banyak orang miskin datang kepada Kekristenan sehingga Kekristenan
menurun kepada lapisan yang lebih rendah.

Sedikit berbeda dengan penginjilan di daratan Tiongkok yang pada waktu
itu lapisan masyarakat atasnya adalah penganut Konfusianisme, mereka
bersikap antipati kepada Keristenan. Karena itu Kekristenan melalui
OMF (dahulu CIM) hanya mencapai kebanyakan orang dari lapisan bawah
atau rendah. Sedangkan di Indonesia karena gereja adalah milik lapisan
yang agak atas atau tinggi, kecuali di beberapa tempat yang dahulunya
merupakan daerah animisme dan kemudian ada sebagian yang menjadi
daerah Kristen, maka kami tidak berpandangan bahwa orang-orang Kristen
itu sudah menerima dengan jelas atau mempunyai posisi teologia
Reformed dengan pengertian dan kepercayaan yang kuat di dalam kondisi
sedemikian. Setelah gereja-gereja harus menghadapi kultur yang lebih
bersifat pluralistik, kita melihat banyak gereja Protestan mempunyai
gejala yang sangat tidak normal. Misalnya sebagian dari mereka tidak
puas dengan pelayanan gereja masing-masing sehingga banyak yang
terpengaruh dan menuju kepada gereja-gereja yang lebih bercorak
emosional maupun gerakan pengalaman ke gerakan Karismatik atau
Pentakostal dan sebagainya. Sementara banyak orang yang dulunya
anggota Protestan masih menyimpan jimat-jimat dan berhala-berhala
sebagai pengaruh kebudayaan lama yang tidak mereka lepaskan sesudah
menamakan dirinya Kristen. Di sini terlihat bahwa gerakan Protestan
sendiri masih berusaha di dalam suatu ketidak-stabilan teologia maupun
iman kepercayaan dan pengalaman agama yang sesuai dengan teologia itu.
Karenanya teologia Reformed perlu cepat-cepat ditanamkan dengan
sebenar-benarnya dan sekokoh-kokohnya kepada jemaat yang ada bahkan
hendaknya mulai berpengaruh dinamik kepada orang-orang yang belum
mengenal teologia Reformed.

Pada dewasa ini sebagian dari pemimpin-pemimpin gereja Reformed sudah
terlalu menyimpang dan jauh dari ajaran Reformed yang asli. Misalnya
mereka tidak lagi memegang prinsip-prinsip dari jaman Reformasi,
termasuk sola scriptura, sola gratia, sola fide dan sebagainya
sehingga orang-orang gereja Protestan sudah dipengaruhi oleh teologia-
teologia kontemporer yang menamakan dirinya tetap bertradisi Reformed
tetapi yang sebenarnya sudah banyak menyimpang. Misalnya: aliran neo-
ortodoks, baik dari Karl Barth maupun Emil Brunner semuanya menganggap
diri beraliran Reformed. Mereka menganggap sendiri tetap membela
teologia Reformed tetapi dari semangat dan prinsip dasarnya sudah
jauh sekali dari Reformed yang asli. Kalau orang Kristen di Indonesia
sudah banyak terpengaruh oleh mereka sehingga mereka menganggap diri
juga termasuk orang-orang Reformed yang bersifat lebih dinamis karena
merasa gereja harus menyesuaikan atau mempunyai semangat adaptasi di
dalam setiap jaman dan sebagainya, maka kami kira ada bahaya yang
harus cepat disadari oleh para pemimpin gereja maupun orang-orang
Kristen di Indonesia pada jaman ini.


PERKEMBANGAN MANDAT KULTURAL DAN SOSIAL DALAM TRADISI REFORMASI

Teologia Reformed mempunyai satu ciri khas selain memberitakan Injil
sebagai mandat utama juga ada mandat kultural yang harus kita kerjakan
sehingga ini memungkinkan orang Kristen menjadi terang di dalam segala
bidang kehidupan. Jikalau kita mau menyaksikan Kristus bukan hanya di
dalam lingkup gereja, maka kita harus mempunyai semangat Kekristenan
yang harus dibawa ke dalam bidang-bidang di mana kita diutus sebagai
hakim, profesor, presiden, guru, dokter, pedagang dan sebagainya
seharusnya membawa "tanda" dari iman Kristen dan semangat Kekristenan
untuk mempengaruhi bidang-bidang di mana mereka berada. Di dalam hal
ini terlihat bahwa negara-negara Barat menjunjung tinggi kejujuran
lebih daripada negara-negara yang bukan dipengaruhi oleh Kekristenan.
Sedangkan kejujuran ini menjadi suatu hal yang dianggap sangat
merugikan diri di banyak kebudayaan Timur yang kuno, maka akhirnya
kita melihat nilai kejujuran itu bukan saja tidak merugikan Barat
karena negara-negara yang menjunjung tinggi kejujuran malah diberkati
oleh Tuhan dengan kekuatan yang melebihi negara-negara agama lain
maupun negara-negara komunis. Bagi Mao Ze Dong dan bagi Moscow,
Watergate Affair merupakan suatu hal yang tidak perlu diperjuangkan,
tetapi bagi orang-orang yang dipengaruhi oleh Protestantisme, hal itu
merupakan suatu hal yang penting sekali bagi filsafat negara mereka.
Ini adalah suatu contoh kasus untuk membuktikan pengaruh tidak
langsung dari Kekristenan di Barat.

Selain daripada itu pengaruh pertemuan-pertemuan ilmiah menjadi makin
pesat sekali bertumbuh di bawah pengaruh langsung maupun tak langsung
Kekristenan di Barat sehingga negara-negara Protestan jauh lebih cepat
maju dibanding dengan negara-negara Katholik maupun negara-negara
beragama lainnya. Dan di bidang politik karena mereka meninggikan hak
azasi manusia sebagai ciptaan Allah menurut peta dan teladan-Nya, ini
mengakibatkan kesama-rataan dan penghormatan terhadap harkat manusia
menjadi mungkin. Hal inilah yang menjadi dasar yang penting dari
demokrasi di Barat. Meskipun banyak yang belum bisa menjalankan
demokrasi ini, seperti politik Apartheid (diskriminasi) dan
sebagainya, namun hal ini sebenarnya bertentangan dengan semangat
Kekristenan.

Musik sebelum Johan Sebastian Bach dikatakan kebanyakan dimonopoli di
Italia daerah Katholik, tetapi Jerman merupakan suatu negara yang
mengalami Reformasi sehingga semacam semangat keketatan dan semangat
ketelitian diwarisi di sana sampai sekarang ini. Dan Martin Luther
adalah seorang petani yang mempunyai semangat keakuratan, ketelitian,
kejujuran serta kesungguhan yang tak bisa dikompromikan. Hal seperti
ini juga mengakibatkan timbulnya semacam pengalaman peitisme ditambah
dengan semangat keakuratan yang telah berakar menyebabkan Johann
Sebastian Bach dan lain-lainnya mencetuskan musik-musik yang sampai
kini diakui amat tepat dengan presisi yang tinggi bahkan setelah diuji
dan dianalisa dengan komputer. Baik George Frederick Handel maupun
Bach adalah orang-orang Protestan. Semuanya ini merupakan permulaan
kebangunan musik di daerah Jerman yang sebelumnya tidak pernah
mencapai mutu setinggi ini di dalam dunia musik. Kedua orang Jerman
ini telah dikagumi baik oleh Joseph Haydn, Mozart maupun Ludwig van
Beethoven. Dan ketiga orang yang disebutkan belakangan ini adalan
orang-orang Katholik, namun pengaruh dari Handel dan Bach sudah
meresap mendalam kepada mereka.


MISI DAN PEKABARAN INJIL DALAM TRADISI REFORMASI

Sepanjang sejarah penginjilan terlihat Reformasilah yang mengembalikan
Kekristenan kepada Injil yang paling murni dengan pemberitaan,
kepercayaan dan dasar teologi yang tidak berkompromi. Skop Injil ini
adalah bahwa hanya dengan mengenal Tuhan Yesus saja kita diselamatkan,
hanya melalui iman saja kita diterima dan hanya melalui kedaulatan
Tuhan kita boleh menjadi anak-anakNya serta hanya melalui Kristus saja
kita ditebus. Maka Reformasi ini merupakan satu-satunya era yang
begitu kompak dan murni untuk kembali kepada Injil yang asli sehingga
teologi Reformed itu juga disebut teologia Injili. Dan dari permulaan
gereja Lutheran disebut evangelical church sehingga nama "Injili"
merupakan suatu istilah yang tak terpisahkan dari gereja-gereja
Protestan. Misalnya pada waktu Injil disebarkan di Indonesia, 
gereja-gereja Protestan selalu tidak lupa mencantumkan istilah tersebut dalam
nama lengkapnya. Contohnya: Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM),
Gereja Masehi Injili Timor (GMIT), Gereja Masehi Injil Sangir-Talaud
(GMIST) dan istilah-istilah ini adalah suatu indikasi yang menunjukkan
bahwa Injil memang sangat penting. Dan di mana gereja Protestan berada
di sana banyak orang kembali kepada Tuhan sehingga boleh dikatakan
bahwa gereja Protestan mempunyai jiwa injili yang luar biasa. Namun
fakta juga menunjukkan banyak gereja Reformed sesudah melalui suatu
jangka waktu mereka lupa akan anugerah Tuhan atau
menginterpretasikannya secara tidak benar. Kita mengambil contoh:
karena segala sesuatu berdasarkan anugerah maka kalau berdosapun
akan diampuni dan lain sebagainya. Ini mengakibatkan etika dan moral
gereja-gereja Protestan itu tidak ditekankan. Dengan perkataan lain
kesalah-pengertian ini telah mengakibatkan banyak orang Kristen hidup
tak sesuai dengan ajaran kepercayaannya. Hal ini tentu sangat
disesalkan dan menyedihkan.

Itulah sebabnya juga setelah 150 tahun dari gerakan Reformasi Martin
Luther, gerakan Pietisme berusaha merubah kesulitan-kesulitan yang
timbul. Di Indonesia banyak orang Kristen di daerah Protestan yang
sangat tidak mementingkan hidup sesuai dengan panggilan sebagai saksi
Kristus di dalam dunia ini. Salah satu sebab lainnya adalah karena di
dalam gerakan Reformed, Protestan sangat mementingkan penanaman dan
penyebaran gereja, maka banyak yang menjadi anggota gereja tanpa
mempunyai pengalaman sendiri bergumul untuk bertobat, menerima Kristus
secara pribadi dan lain sebagainya. Karena di dalam gereja Protestan
umumnya orang mempercayai akan perjanjian keluarga sehingga seisi
keluarga menjadi orang Kristen, maka amat mungkin sebagian dari anak-
anak yang dibaptiskan itu belum atau tidak mengalami pertobatan
pribadi. Dapat dikatakan inilah letak titik kelemahan jiwa atau
semangat penginjilan dalam gereja-gereja bertradisi Reformed.


ANTARA PROTESTANTISME DAN KAPITALISME

Bagi kami, Kapitalisme adalah semacam hasil dari keserakahan manusia
yang egosentris dan usaha mendapatkan uang melalui cara-cara yang
tidak adil di dalam masyarakat. Maka menurut Max Webber, hal
sedemikian ini makin menonjol sesudah Protestantisme timbul. Tetapi
kita harus mengetahui dan memisahkan hal ini dengan jelas. Sebelum
terjadi Reformasi, Kapitalisme sudah ada. Kapitalisme merupakan
semacam gejala masyarakat yang konsisten semenjak permulaan sejarah
sampai akhir jaman. Tetapi mengapakah kapitalisme dianggap menonjol
sesudah Reformasi timbul, khususnya Calvinisme? Ini adalah karena
ajaran penatalayanan (stewardship) yaitu manusia adalah juru kunci di
hadapan Allah yang harus mempertanggungjawabkan segala sesuatu
termasuk kesehatan, waktu, uang, bakat dan seluruh karunia yang
diberikan-Nya. Ajaran ini menyebabkan semua orang Kristen harus baik-
baik memakai waktunya untuk bekerja. Uang yang mereka dapatkan tidak
boleh dihamburkan untuk berjudi, bermabuk-mabukan, berzinah dan
sebagainya sehingga dengan penghematan sedemikian mereka justru
menyimpan uang lebih banyak lagi. Uang yang banyak ini ditambah dengan
rasa tanggungjawab terhadap Tuhan mengakibatkan mereka tidak secara
sembarangan mempergunakannya. Maka mereka menanam modal dan bekerja
lagi sampai mendapatkan uang (kapital) yang lebih besar lagi. Jadi
kita tidak bisa tidak mengakui bahwa karena konsep bekerja keras,
penghematan dan rasa tanggungjawab kepada Tuhan telah mengakibatkan
dimana Protestantisme sejati berada di sana pasti ada kekayaan yang
lebih besar dibandingkan masyarakat yang bukan Protestan.

Sebagai contoh kita melihat bahwa masyarakat Bali memakai uang yang
banyak hasil kerja mereka untuk upacara pemakaman dan sebagainya,
sehingga bagaimanapun juga mereka tidak akan menjadi terlalu kaya. Ini
merupakan kenyataan bagaimana agama mempengaruhi hidup perekonomian
manusia.

Tetapi karena sesudah negara-negara kapitalis menjadi kaya, lalu
mereka berusaha meminjamkan uang kepada negara-negara miskin, maka
secara tidak langsung ini menimbulkan penindasan antara manusia dengan
manusia melalui penerimaan suku bunga dan sebagainya. Semuanya ini
merupakan suatu hal yang tak bisa dihindarkan. Namun sekalipun
demikian, kita harus membedakan antara Kapitalisme dengan prinsip
Kekristenan. Banyak negara meskipun mayoritas penduduknya Kristen
tetapi tidak menjalankan prinsip Kekristenan karena pemerintahan di
sana dipegang oleh orang-orang yang tidak setia kepada Kekristenan
yang sejati.


MEMPERTAHANKAN TRADISI REFORMASI DALAM KONTEKS GEREJA KONTEMPORER MASA KINI

Kita harus membagi teologia dan aplikasinya secara jelas. Teologia
berarti pengertian manusia secara ilmiah akan Allah, sedangkan
aplikasinya yaitu bagaimana menyatakan iman kita dan fungsi iman di
dalam hidup sehari-hari. Teologia Reformed mengajarkan tentang Allah
Tritunggal, Kristus adalah Mediator satu-satunya, Roh Kudus adalah
diri-Nya Allah, dan Alkitab adalah firman Tuhan yang diwahyukan serta
gereja adalah orang-orang Kristen yang ditebus oleh Tuhan, juga
melalui pertobatan dan diperanakkan pula manusia menjadi anak-anak
Allah dan lain sebagainya. Kesemuanya adalah ajaran yang bukan saja
harus dipertahankan, melainkan tidak boleh berubah dari selama-lamanya
sampai selama-lamanya. Dan ini dimasukkan ke dalam kategori iman
kepercayaan yang bersifat mutlak dan melampaui segala jaman dan
daerah. Kita harus mempertahankan, memperjuangkan dan memperdebatkan
hal ini dalam keadaan bagaimanapun demi menjaga kemurnian kepercayaan
maupun substansi dari Kekristenan itu sendiri.

Sedangkan di dalam masyarakat orang Kristen harus menjadi terang atau
cahaya kesaksian melalui pengamalan akan sifat kasih, keadilan dan
kesucian Allah dalam hidup kita. Hal ini merupakan sesuatu yang harus
kita pelajari yakni bagaimana memancarkan kemuliaan Allah di dalam
setiap jaman yang berbeda. Di samping itu harus diketahui bagaimana
mempertahankan hidup Kekristenan dan bahkan bisa mempengaruhi orang
lain melalui sifat-sifat ilahi yang bersangkut-paut dengan etika serta
penerapannya di dalam masyarakat yang sangat pluralistik.

Dalam katekismus Heidelberg dikatakan bahwa gereja yang benar dan
sejati harus mengajarkan kebenaran firman Tuhan dengan benar dan
ketat, lalu menjalankan sakramen dengan benar serta melaksanakan
disiplin gereja dengan benar pula. Selain itu gereja harus
memberitakan Injil demi menjamin kelangsungan dan kesehatan
pertumbuhan gereja secara konsisten.

Apa yang seharusnya gereja bina pada masa kini?

Gereja yang baik, pertama, harus membenahi doktrin-doktrin
kepercayaannya sehingga berakar dengan mengetahui siapa, apa dan
mengapa kita percaya. Kedua, pengajaran tentang hidup bertanggung
jawab kepada Allah menurut etika yang sesuai dengan ajaran Alkitab
yakni memancarkan sifat ilahi di bidang moral kepada sesama manusia.
Ketiga, membenahi akan makna hidup dan pelayanan. Sebagaimana kita
adalah orang-orang Kristen maka kita harus hidup dan melayani orang
lain sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab. Keempat, kita harus
berusaha membina orang Kristen untuk memuliakan Tuhan di bidang-
bidang yang berbeda dalam masyarakat luas. Kelima, bagaimana gereja
mendorong pelebaran pekabaran Injil di dalam melaksnakan tugas Amanat
Agung.

Akhirnya, bagaimana gereja bisa mempunyai orang-orang yang mampu
memimpin di dalam masyarakat?

Kecuali gereja bisa memberikan isi pemberitaan dan pengajaran yang
dirasakan cukup oleh orang-orang berpotensi maka barulah kita bisa
mendapatkan orang-orang yang bermutu bagi Kekristenan. Mereka yang
berkualitas ini harus membimbing agar lebih berkembang, potensi mereka
perlu digali serta diarahkan dengan benar. Dengan demikian, untuk
mengharapkan munculnya pemimpin-pemimpin yang menjadi kunci dalam
masyarakat maka seharusnya para pemimpin gereja pada masa kini
memiliki hati yang lapang, visi yang jauh, pandangan yang tepat serta
cinta kasih yang limpah dan bijaksana. Jikalau tidak, maka Kekristenan
akan selalu tertinggal di belakang. Di lain pihak kepemimpinan itu
bukanlah sekedar bisa dilatih atau dicetak oleh usaha manusia,
melainkan dibangkitkan oleh Tuhan ditambah dengan penggalian dan
latihan sehingga segenap potensi dapat diperkembangkan. Juga harus
diciptakan kemungkinan praktek di ladang sebagai sarana output
dari apa yang sudah ada padanya ditambah dengan ujian yang lama
barulah seseorang bisa menjadi pemimpin yang kuat yang hebat!


Judul Buku   : Menuju Tahun 2000: Tantangan Gereja Di Indonesia
Judul Artikel: Teologia Reformed dan Revelansinya Bagi Gereja Masa Kini
Penerbit     : Euangelion dan Yakin
Halaman      : 91-99

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org