Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/158

e-Reformed edisi 158 (27-11-2014)

Penyebab Utama Stagnasi Total dalam Pelayanan

______________________Milis Publikasi e-Reformed______________________

e-Reformed -- Penyebab Utama Stagnasi Total dalam Pelayanan
Edisi 158/November 2014

DAFTAR ISI:
ARTIKEL: PENYEBAB UTAMA STAGNASI TOTAL DALAM PELAYANAN

Dear e-Reformed Netters,

Stagnasi dalam pelayanan kerap dialami oleh hamba-hamba Tuhan dalam
kehidupan pelayanan mereka. Tak jarang, stagnasi atau kemacetan
hubungan dengan rekan sepelayanan ini membuahkan perpecahan dalam
gereja atau tubuh Kristus. Paulus dan Barnabas pun mengalami stagnasi
dalam pelayanan mereka sehingga menimbulkan perpisahan di antara
keduanya. Walau keduanya adalah nama besar dalam gereja mula-mula,
mereka toh tetap dapat tersandung akibat perbedaan pendapat. Untuk
mengulas lebih jauh mengenai stagnasi dalam pelayanan ini, artikel e
-Reformed kali ini akan membahas mengenai stagnasi total dalam
pelayanan dari contoh kasus Paulus dan Barnabas yang terdapat dalam
Kisah Para Rasul, serta cara-cara untuk mengatasinya. Selamat membaca,
kiranya ini menjadi berkat bagi pelayanan Anda.

Staf Redaksi e-Reformed,
N. Risanti
< http://reformed.sabda.org >


        ARTIKEL: PENYEBAB UTAMA STAGNASI TOTAL DALAM PELAYANAN

Kisah Para Rasul mencoba mengetengahkan dan menerjemahkan stagnasi
dalam pelayanan menurut konsep dan pemikiran Lukas. Kisah Para Rasul
9:11-13 mengisahkan indah persahabatan Barnabas dan Paulus. Barnabas
adalah seorang yang penuh Roh Kudus dan mempunyai karunia khusus
"mengajar", yang telah membina dan memberikan kesempatan kepada Paulus
untuk menjadi seorang pahlawan besar rohani untuk segala zaman.
Barnabas adalah seorang berhati mulia, juga seorang yang berpikir
positif yang telah menjadikan Paulus seorang rasul besar yang dipakai
oleh Tuhan Yesus pada abad permulaan. Ia merekomendasikan Paulus agar
diterima oleh jemaat Yerusalem, dan ia juga menghargai karunia dan
panggilan Paulus. Ketika gereja Antiokhia berkembang dan membutuhkan
seorang hamba Tuhan yang melayani, ia memilih Paulus karena mengerti
dan menghargai panggilan Paulus. Untuk kepentingan itu, Barnabas tak
segan-segan pergi ke Tarsus dan membawa Paulus ke Antiokhia. Ia
berusaha seobjektif mungkin dan ingin menerapkan sistem "the right man
in the right place"  di bawah terang pimpinan Roh Kudus. Dalam
perjalanan misi mereka yang pertama, Barnabas dan Paulus telah
mengukir keberhasilan besar --  mendirikan banyak jemaat dan memilih
para pemimpin Kristen melalui bimbingan Roh Kudus, dan hal ini
merupakan awal sejarah perkembangan kekristenan di dunia kafir. Akan
tetapi, siapakah yang mampu menghindarkan kegagalan dari tengah-tengah
keberhasilan?  Hal ini dapat dilihat dari tim Paulus dan Barnabas.
Betapa pun hebatnya seseorang, pasti pernah mengalami kegagalan, satu
atau dua kali. Barnabas dan Paulus telah mendirikan banyak gereja dan
melahirkan banyak pemimpin Kristen pada perjalanan misi mereka yang
pertama. Jemaat pengutusnya, Antiokhia, sangat bersukacita mendengar
laporan mereka yang telah dipilih oleh Roh Kudus, dan yang mereka ulas
melalui doa yang diadakan oleh jemaat. Mereka telah pulang kembali
kepada jemaat dengan penuh tanggung jawab.

Tidak dapat disangkal dan ditutup-tutupi oleh siapa pun, bahwa mereka
telah mengalami suatu kegagalan yang akhirnya memisahkan persahabatan
mereka. Hal ini terkuak pada permulaan perjalanan misi mereka yang
kedua. Pertengkaran Paulus dan Barnabas memang tidak sedap didengar
karena mereka berdua adalah tokoh-tokoh Kristen yang menjadi contoh
bagi orang Kristen lainnya. Namun, kejadian tersebut harus dilihat
dari sudut sejarah keselamatan dunia. Pada perjalanan misi mereka yang
kedua, Barnabas mengusulkan Yohanes Markus yang pernah mengikuti
mereka di Salamis untuk menjadi tim mereka kembali. Barnabas menyadari
bahwa Yohanes Markus pernah meninggalkan mereka di Perga dan kembali
ke Yerusalem. Yang menjadi alasan memang tidak disebutkan secara
jelas, tetapi dapat diperkirakan bahwa yang menjadi masalah utama
adalah Markus telah meninggalkan tim mereka karena masih terlalu muda
dan belum siap mental menjadi seorang misionaris di dunia orang kafir.
Barnabas ingin memberikan kesempatan kedua kepada Markus. Hal ini
justru menjadi masalah besar yang menimbulkan bukan hanya stagnasi
dalam berkomunikasi, melainkan juga pertengkaran yang seru dan tajam,
dan berakhir dengan perpisahan yang menyedihkan. Peristiwa sedih ini
kemungkinan besar disebabkan karena kurang bersandarnya mereka kepada
pimpinan Tuhan.

Dalam hal ini, Paulus dilihat sebagai seorang yang menekankan dan
menerapkan disiplin keras dalam mencapai suatu tujuan akhir dari
perjalanan misinya, sedangkan Barnabas adalah seorang tokoh pendidik
yang sabar, yang siap memberikan kesempatan kedua bagi orang lain
seperti Yohanes Markus yang pernah melakukan kesalahan. Selanjutnya,
Kisah Para Rasul mengisahkan keberhasilan Paulus menjelajah provinsi
Galatia, Asia, Makedonia, Akhaya, dan akhirnya sebagai seorang
tawanan, ia sampai di pusat dunia: kota Roma. Injil telah diberitakan
dari Yerusalem sampai ke kota Roma.

Sedangkan Barnabas bersama Yohanes Markus berlayar menuju Siprus dan
kehidupan mereka seterusnya tidak diceritakan lagi oleh Lukas dalam
buku sejarahnya. Namun, karena kesabaran, Barnabas telah menjadikan
Markus sebagai penulis Injil Sinoptik Pertama, yang kemungkinan besar
menjadi buku acuan Matius dan Lukas dalam menulis Injil. Dapat
dipastikan, meskipun tidak diungkapkan oleh Lukas, bahwa Barnabas
telah memperkenalkan Yohanes kepada murid-murid Yesus lainnya. Dari
merekalah, Yohanes Markus mendapatkan sumber sejarah dari para saksi
mata tentang hidup dan kegiatan Yesus, yang kemudian ditulis di dalam
Injilnya. Nama Barnabas memang tidak begitu populer dalam Kisah Para
Rasul, tetapi harus diakui dialah orang yang telah menjadikan Paulus
dan Markus hamba-hamba Tuhan besar yang mengawali penulisan sejarah
keselamatan dalam Perjanjian Baru. Meskipun Paulus telah menolak
Markus dengan keras, tetapi ketika menulis surat kepada Filemon, ia
menyampaikan salam dari Markus yang disebut sebagai teman sekerja
(Filipi 2:24,25), dan juga dalam suratnya kepada jemaat Kolose,
ia menyampaikan salam Markus yang adalah kemenakan Barnabas
(Kolose  4:10). Paulus adalah orang yang sangat objektif, siap
berekonsiliasi dan melupakan segala peristiwa, dan membangun kembali
persahabatan dan kerja sama baru, seperti yang dilakukannya kepada
Yohanes Markus. Sampai akhir hidupnya, ia tetap menghormati
Barnabas sebagai orang yang pernah berjasa dalam hidup dan
pelayanannya. Walaupun tidak ada uraian yang jelas tentang jalannya
rekonsiliasi antara Paulus dan Barnabas beserta Yohanes Markus,
kalau diteliti dari surat-surat Paulus secara keseluruhan, pasti ia
adalah seorang yang terbuka untuk minta maaf kepada orang lain
atau menerima maaf dari orang lain, karena itulah yang menjadi inti
dalam pengajarannya. Paulus, Barnabas, dan Markus adalah hamba-hamba
Tuhan yang berjiwa besar dan berpikir positif, berani berbeda
pendapat tetapi tetap memelihara kualitas persahabatan mereka, dan
hal itulah yang mendorong untuk rekonsiliasi dan bekerja sama kembali
seperti semula. Kalau Paulus telah menerima Yohanes Markus, ia pasti
juga telah menerima Barnabas. Penyebab utama dari stagnasi adalah
ketertutupan dan sikap arogansi seseorang serta penyakit
"vested interest".

            CARA-CARA MENGATASI STAGNASI DALAM PELAYANAN

Banyak orang berkomentar bahwa sebenarnya tidak perlu terjadi stagnasi
apabila para pemimpin Kristen itu dewasa, berjiwa besar, berpikir
positif, dan saling menghargai seorang terhadap yang lain. Mungkin
ungkapan ini dapat dikatakan sebagai suatu yang terlalu ekstrem,
tetapi kalau mau mengerti maksud yang sesungguhnya, ungkapan itu
mengandung kebenaran yang sejati. Kalau dilihat dari sederet daftar
panjang masalah yang dianggap sangat potensial menyebabkan stagnasi,
baik di dalam gereja maupun di dalam organisasi sekuler, dapat
dikatakan bahwa yang menjadi penyebab utama dari stagnasi adalah
manusianya, dan bukan sistemnya. Sudah jelas dari awal bahwa
modernisasi, arus globalisasi, penerapan teknologi canggih, dan
profesionalisme tidak dapat dijadikan jaminan mutlak untuk tidak
terjadinya  "deadlock" atau  "stagnasi total"  atau "kemacetan total"
dalam suatu organisasi. Segala ilmu pengetahuan hanyalah merupakan
alat bagi manusia. Manusialah yang akan menentukan macet atau tidaknya
suatu organisasi. Dipandang dari sudut perkembangan sejarah manusia,
bahwa perbedaan pendapat justru akan memperkaya kepustakaan hidup
manusia. Dari analisis secara praksis, stagnasi yang ditimbulkan oleh
perbedaan pendapat ternyata jumlahnya sangat kecil sekali. Perbedaan
pendapat dapat diperkecil melalui dialog, interaksi, komunikasi, dan
apresiasi. Perbedaan pendapat justru menjadi sarana untuk mematangkan
suatu ide, dan apabila dikembangkan melalui dialog akan menghasilkan
suatu program yang dapat dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung
jawab.

Yang sering kali menimbulkan kemacetan total dalam kehidupan bergereja
atau pelayanan pada umumnya adalah masalah-masalah teologis yang
berbau dogmatis, yang diwarnai dengan jiwa advonturir dan didorong
oleh suatu gerakan untuk pemenuhan kepentingan pribadi serta ambisi
pribadi. Bila diadakan analisis secara kritis terhadap stagnasi
-stagnasi yang sedang terjadi sekarang ini dan dibandingkan dengan
konsep Petrus dalam 2 Petrus 2:5-8, dapat disimpulkan bahwa kemacetan
-kemacetan tersebut justru disebabkan oleh dangkalnya iman seseorang
kepada Yesus Kristus, kurangnya kedisiplinan dan ketulusan yang
dilandaskan di atas dasar kasih, yang telah menyebabkan menurunnya
jiwa berpikir positif, sehingga mengakibatkan mengaburnya nilai suatu
kebajikan. Dampak luas yang dirasakan oleh masyarakat adalah jalan
buntu dalam pengambilan keputusan, yang disebabkan oleh macetnya
komunikasi, dialog, dan interaksi dari pihak-pihak yang terkait. Untuk
mengatasi masalah krusial ini diperlukan pemimpin-pemimpin yang
dewasa, berjiwa besar, berlapang dada, berpikir positif, tidak berjiwa
advonturir, bersedia mendengar, mengakui kelebihan dan kebenaran orang
lain, serta mendahulukan kepentingan organisasi daripada kepentingan
pribadi. Gereja dan lembaga kristiani seharusnya meletakkan prinsip
-prinsip hidup bergereja dan bermasyarakat di bawah terang firman
Tuhan dan menurut pimpinan Roh Kudus, di atas landasan teologia yang
sesuai dengan Alkitab dan mampu berinteraksi dengan semua golongan
melalui sistem komunikasi dan dialog yang jelas, serta menekankan
kepada kepemimpinan yang partisipatif. Perlunya berpikir kritis,
analitis, dan realistis, tetapi masih bersifat lentur dengan situasi
lingkungan  (konteksnya). Untuk mencegah timbulnya stagnasi dalam
lingkungan bergereja diperlukan loyalitas yang tinggi terhadap sistem
dan disiplin organisasi, dan memerhatikan nilai-nilai moral etis dalam
melaksanakan aktivitas hidup bergereja dan berusaha menjunjung tinggi
nilai-nilai kebersamaan.

Sistem yang rapi dan terbuka dapat menghindarkan terjadinya stagnasi
di semua aras organisasi. Sistem yang terbuka akan membangkitkan rasa
saling menghargai, menghormati, dan saling mendukung sesama teman. Hal
ini harus dijadikan filosofi hidup bergereja yang didukung dengan etos
kerja yang tinggi, berdasarkan konsep yang jelas dengan menekankan
kepada perencanaan terpadu dan kontrol yang memadai, dengan sistem
"the right man in the right place", serta memberikan kesempatan kepada
semua orang yang terlibat dalam organisasi untuk meningkatkan
keterampilan dan kemampuan. Proses yang wajar dengan sistem yang jelas
akan dapat menghilangkan kompetisi yang kurang sehat karena setiap
orang yang menjadi bagian yang bersifat integral dalam organisasi
pasti akan memiliki kesempatan yang besar, melalui peningkatan
keterampilan yang sesuai dengan kemampuannya. Perlunya pelayanan
pastoral yang kondusif bagi setiap orang yang terlibat dalam
pelayanan. Dengan demikian, semua hal yang sangat potensial mendukung
terjadinya stagnasi dapat diubah menjadi sarana yang dapat memperkaya
dan memperkuat kehidupan organisasi melalui suatu sistem kepemimpinan
yang partisipatif. Ancaman yang dapat menghancurkan dapat diubah
menjadi suatu kesempatan untuk kemajuan dalam perkembangan suatu
organisasi.

                            KESIMPULAN

Stagnasi dapat terjadi kalau penyebabnya dibiarkan hidup terus dan
tidak dicarikan jalan keluar untuk mengatasinya. Sebagai murid-murid
Yesus, yang telah dibekali dengan keterampilan dan pengetahuan, kita
seharusnya berusaha dengan pimpinan Roh Kudus untuk menghindarkan
terjadinya suatu stagnasi dalam organisasi yang kita pimpin. Ada
banyak cara menyelesaikan masalah, tetapi ada satu cara yang terbaik,
yaitu menjadi pelayan Tuhan yang memiliki loyalitas tinggi kepada
Kristus dan firman-Nya, berjiwa besar, berpikir positif, dan terus
berusaha memperkecil masalah dan tidak membuat sebaliknya, membesar
-besarkan masalah, yang akan menyebabkan stagnasi total. Menempatkan
seseorang sesuai karunia dan kemampuannya akan menghindarkan
terjadinya stagnasi dalam suatu organisasi.

Bagaimanapun, bergantung kepada Tuhan adalah inti dari segala-galanya
karena modernisasi, globalisasi, dan teknologi bukanlah jaminan untuk
tidak terjadinya suatu stagnasi. Bagi pemimpin Kristen, rekonsiliasi
merupakan kebutuhan yang terutama bertujuan agar tidak terjadi
benturan antarpemimpin secara terus-menerus, yang hanya akan berakhir
pada stagnasi total serta perpisahan. Tentu, hal ini bukan yang
diharapkan oleh semua pihak. Dengan demikian, Barnabas, Paulus, dan
Markus adalah suatu ilustrasi yang sangat cocok bagi para pemimpin
Kristen dalam melaksanakan rekonsiliasi untuk dapat mencairkan
kebekuan dalam organisasi atau stagnasi dalam pelayanan.

Diambil dan disunting dari:
Judul jurnal: Pelita Zaman, vol. 11 no. 1
Judul bab: Stagnasi dalam Pelayanan
Penulis artikel: Eddy Paimoen
Penerbit: Yayasan Pengembangan Pelayanan Kristen Pelita Zaman, Bandung 1996
Halaman: 8 -- 13


Kontak: reformed(at)sabda.org
Redaksi: Ryan, Yulia Oeniyati, dan N.Risanti
(c) 2014 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org