Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/144

e-Reformed edisi 144 (1-9-2013)

Memahami Ulang Konteks Berteologi John Calvin dalam Doktrin Predestinasi (1)

e-Reformed -- Memahami Ulang Konteks Berteologi John Calvin dalam Doktrin Predestinasi (1)
Edisi 144/September 2013

DAFTAR ISI:
ARTIKEL: MEMAHAMI ULANG KONTEKS BERTEOLOGI JOHN CALVIN DALAM DOKTRIN PREDESTINASI (1)

Dear e-Reformed Netters,

Maafkan kami atas keterlambatan terbit yang sering terjadi akhir-akhir ini. Kami 
harap Anda dapat terus menikmati artikel-artikel yang kami kirimkan.

Artikel e-Reformed bulan September ini membahas seputar doktrin Predestinasi 
yang pasti sering kita dengar. Namun, dalam edisi ini, kita akan lebih berfokus 
pada konteks berteologi John Calvin ketika menggumuli doktrin ini. Sebagaimana 
yang kita tahu, doktrin ini menjadi perdebatan yang tidak pernah terselesaikan, 
terutama oleh kaum Calvinis dan Armenian. Hal ini terjadi karena banyak orang 
yang sesungguhnya tidak mengerti konteks ketika doktrin ini dicetuskan, dan 
menjadi salah kaprah ketika mengartikannya lepas dari konteks. Oleh karena itu, 
artikel ini berusaha meluruskan kembali konteks pergumulan yang sebenarnya 
dialami oleh John Calvin ketika mencetuskan doktrin ini. Karena artikel yang 
asli relatif panjang untuk dimuat, redaksi berusaha memadatkan isi artikel ini 
sehingga dapat dimuat dalam 2 (dua) edisi September dan Oktober. Kiranya artikel 
ini dapat membukakan pengertian yang benar akan keagungan dan kekayaan Diri 
Allah yang tak terselami oleh pikiran manusia. Soli Deo Gloria!

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Teddy Wirawan
< teddy(at)in-christ.net >
< http://reformed.sabda.org >


ARTIKEL: MEMAHAMI ULANG KONTEKS BERTEOLOGI JOHN CALVIN DALAM DOKTRIN PREDESTINASI (1)

PENDAHULUAN

Artikel ini tidak bermaksud secara langsung dan detail menguraikan doktrin 
predestinasi, atau bahkan menjawab serangkaian pertanyaan rumit yang sering kali 
muncul seputar doktrin ini. Artikel ini lebih merupakan suatu usaha untuk 
memahami kembali kerangka dasar atau konteks doktrin predestinasi sebagaimana 
diajarkan oleh John Calvin. Hal ini perlu kita lakukan karena di satu pihak, 
Calvin percaya bahwa doktrin predestinasi memberikan manfaat yang tidak sedikit 
dalam kehidupan orang percaya, tetapi di lain pihak, sejak awal ia sendiri telah 
menyadari banyaknya orang yang akan menyimpangkan ajarannya tentang 
predestinasi.

Penyimpangan-penyimpangan tersebut, sebagaimana dikatakan oleh Henry Cole, telah 
mengakibatkan orang yang mempelajari doktrin predestinasi Calvin tidak dari 
sumber aslinya bukan saja menjadi salah mengerti, melainkan juga kehilangan 
"religious spirit" sebenarnya yang membangun.[1] Hal ini dapat terjadi karena 
doktrin predestinasi Calvin sering kali hanya dibicarakan secara terpotong-
potong, lepas dari konteksnya.

Calvin memang bukan orang pertama dan satu-satunya yang mencetuskan doktrin 
predestinasi. Dalam tulisan-tulisannya, ia banyak memakai argumentasi Agustinus 
untuk menjelaskan beberapa masalah predestinasi. Namun, bila kemudian doktrin 
ini sering kali diidentikkan dengan Calvin, tidak lain karena dalam 
pemikirannya, paham predestinasi memperoleh pengupasan secara lebih komprehensif 
dan utuh.[2] Di samping itu, ia adalah tokoh yang paling gigih mengajarkan dan 
membela kebenaran doktrin ini, lebih dari siapa pun, bahkan teolog-teolog di 
masa kini.[3]

Barangkali, prinsip awal dan pertama yang kita bisa pelajari dari Calvin adalah 
sikapnya yang percaya sepenuhnya dan apa adanya terhadap wahyu Allah di dalam 
Alkitab. Sikap ini memberikan dua dampak. Pertama, ia berani masuk ke kedalaman 
firman Tuhan dan mengajarkannya, bahkan hal-hal yang tampaknya kontroversial, 
dengan suatu keyakinan bahwa baginya, tidak ada hal yang Allah wahyukan yang 
sifatnya sia-sia, termasuk kebenaran predestinasi. Ia meyakini sepenuhnya bahwa 
Allah dan firman-Nya adalah sumber kebenaran doktrin ini. Kedua, ia bukan saja 
dengan penuh rasa hormat kepada Allah berani mengajarkan doktrin predestinasi 
secara jujur, melainkan juga secara berhati-hati berusaha untuk tidak melampaui 
apa yang Alkitab katakan sehingga tidak jatuh ke dalam spekulasi metafisika.

Walaupun menelusuri sejarah pemikiran Calvin untuk mendapatkan keutuhan kerangka 
berpikirnya adalah hal yang hampir mustahil, tetapi saya berangkat dari 
keyakinan sebagaimana dikatakan oleh Richard Muller bahwa selama tulisan-tulisan 
Calvin masih dapat kita pelajari, berarti masih ada harapan.[4] Itu sebabnya, 
melalui tulisan ini, saya berharap cukup untuk memberikan kerangka dasar 
pemikiran Calvin tentang predestinasi, melalui penelusuran secara historis dan 
teologis terhadap tulisan-tulisan Calvin, khususnya "Institutes".[5]

Artikel ini dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama membahas konteks pemahaman 
doktrin predestinasi Calvin dengan mengamati perkembangan tulisan-tulisannya 
guna melihat kerangka atau pola dasar pemikirannya tentang predestinasi. Bagian 
kedua merupakan aplikasi pemahaman bagian pertama dalam membaca tulisan Calvin 
tentang predestinasi, dalam relevansinya dengan konteks yang ia maksud.

SURVEI HISTORIS DAN TEOLOGIS POLA DASAR PEMIKIRAN PREDESTINASI CALVIN

Doktrin predestinasi Calvin tidak ditulis dalam suasana yang "aman dan tentram". 
Doktrin ini mengalami proses perkembangan hingga menjadi benar-benar matang di 
dalam karya-karyanya, khususnya "Institutes" edisi 1559, setelah melalui 
berbagai perlawanan frontal dari lawan-lawannya. Perlawanan dari teolog Roma 
Katolik, Albertus Pighius, pada tahun 1543, mendorongnya untuk menulis "The 
Bondage and Liberation of the Will: A Defense of the Orthodox Doctrine of Human 
Choice against Pighius",[6] guna menolak konsep Pighius yang terlalu menekankan 
kebebasan manusia. Dua tahun kemudian, yaitu tahun 1545, ia menulis "Treatises 
Against the Anabaptists and Against the Libertines",[7] sebagai jawaban terhadap 
kelompok Libertines yang menolak dosa asal. Tahun 1552, ia menulis "Concerning 
the Eternal Predestination of God",[8] yang isinya bukan saja menjawab Georgius 
the Sicily, melainkan juga diarahkan kepada Pighius dalam kaitannya dengan 
problem prapengetahuan Allah dan, lagi-lagi, kebebasan manusia.

Di samping karya di atas, masih banyak karya lainnya yang hampir semuanya 
ditulis dalam suasana "pembelaan iman". Ia juga banyak dibantu oleh murid dan 
asistennya yang setia, Theodore Beza, dalam menegakkan kebenaran predestinasi, 
khususnya ketika ia terlibat dalam perdebatan panjang (tahun 1551 -- 1555) 
dengan Jerome Bolsec, menyangkut kekekalan, prapengetahuan Allah, dan iman.[9]

Dalam seluruh rangkaian perdebatan ini, Calvin tetap berpegang teguh pada 
tradisi monergisme Agustinian, sementara kebanyakan lawannya mengekspresikan 
pola teologi sinergisme yang merupakan sasaran utama penolakan para tokoh 
Reformasi. Tradisi monergisme Agustinian menekankan keselamatan yang sepenuhnya 
berdasarkan anugerah Allah, sedangkan tradisi sinergisme mendasarkan keselamatan 
kepada pra-pengetahuan Allah (divine foreknowledge) dan usaha iman dari manusia.

Pergumulan Calvin di atas, dan tulisan-tulisan lainnya, sudah tentu banyak 
memengaruhi tulisannya tentang predestinasi, terutama tafsirannya terhadap kitab 
Roma yang disebut-sebut paling banyak memengaruhi Calvin dalam menulis 
"Institutes" edisi terakhir (1559).[10] Mulai edisi pertama, 1536, hingga yang 
terakhir, 1559, "Institutes" mengalami perkembangan yang tidak sedikit, tetapi 
bukan dalam arti adanya pergeseran posisi atau pengubahan isi yang mendasar dari 
waktu ke waktu, melainkan usahanya untuk terus menambahkan pokok-pokok ajaran 
yang ia anggap penting. Sebuah fakta yang mengherankan ialah, ketika memberikan 
tambahan-tambahan, secara prinsip ia senantiasa konsisten dengan apa yang telah 
diajarkan sebelumnya.

Ketika Calvin menulis "Institutes" pada tahun 1536, doktrin predestinasi belum 
memperoleh pembahasan secara khusus. Di dalam enam bab tulisannya ini, paham 
predestinasi ia sisipkan dalam pembahasan tentang "turun ke dalam kerajaan maut" 
dari pengakuan iman rasuli dan penjelasan tentang hakikat gereja. Dalam 
penjelasan kalimat yang berdasarkan 1 Petrus 3:19 tersebut -- yang ia mengerti 
bukan secara harfiah, melainkan sebagai manifestasi kuasa penebusan Kristus 
kepada mereka yang telah mati pada zaman sebelum Kristus -- ia menyisipkan 
prinsip perbedaan dampak penebusan Kristus kepada orang-orang percaya dan orang-
orang fasik. Sedangkan dalam pembahasan tentang gereja, pengertian predestinasi 
mendominasi penjelasannya tentang hakikat gereja. Berdasarkan Efesus 1:4, 
misalnya, ia mendefinisikan gereja sejati sebagai "orang-orang yang telah 
dipilih di dalam Dia sebelum dunia dijadikan, dengan tujuan agar semua dapat 
berkumpul di dalam Kerajaan Allah".[11] Gereja adalah universal karena orang-
orang percaya di dalamnya dipilih dan dipersatukan di dalam Kristus (Efesus 
1:22-23).[12] 
Hakikat gereja adalah kudus karena "orang-orang yang telah dipilih 
oleh providensi Allah untuk ditetapkan sebagai anggota-anggota gereja -- mereka 
dikuduskan oleh Tuhan (Yohanes 17:17-19)".[13]

Dari semua contoh di atas, jelas bahwa Calvin senantiasa berusaha untuk tidak 
melepaskan predestinasi dalam kaitannya dengan landasan bagi identitas umat 
tebusan Kristus. Pada tahun 1539, ketika "Institutes" bertambah menjadi tujuh 
belas bab, satu hal yang tetap konsisten adalah bahwa konteks praktis, 
eklesiologis, dan soteriologis, terus mewarnai pembicaraan tentang predestinasi. 
Namun, di dalam edisi ini, ia juga membahas predestinasi secara lebih luas 
sebagai penjelasan ontologis tentang kedaulatan Allah terhadap ciptaan-Nya, 
dengan tambahan konsep tentang providensi Allah.

Barangkali, progresivitas yang paling radikal ada di dalam edisi terakhir, tahun 
1559, ketika "Institutes" jadi lima kali lebih panjang dari edisi pertama, dan 
dibagi menjadi empat "buku", masing-masing dengan topik utama: "The Knowledge of 
God the Creator", "The Knowledge of God the Redeemer", "The Receiving of the 
Grace of Christ", dan "The Holy Catholic Church". Di dalam edisi ini, ia bukan 
saja membahas predestinasi secara khusus dan panjang (empat bab), tetapi ia juga 
memisahkan pembicaraan predestinasi dari providensi. Jika providensi ditempatkan 
di akhir pembahasan tentang doktrin Allah (I.xvi-xviii), maka ia meletakkan 
predestinasi di dalam konteks pembahasan soteriologi, di bawah topik besar "The 
Receiving of the Grace of Christ", atau tepatnya, sesudah pembicaraan tentang 
iman, pembenaran, dan doa (III.xxi-xxiv).

Dampak pemisahan ini, sekali lagi, bukan karena adanya perubahan konsep teologis 
dalam diri Calvin mengenai providensi dan predestinasi. Bukan pula pemisahan 
dalam arti pembedaan secara tajam antara providensi dan predestinasi.[14] 
Pemisahan tersebut dilakukan karena ia lebih memilih pendekatan "ordo 
cognoscendi" (urutan secara logis atau mana yang harus diketahui terlebih 
dahulu) dalam memahami predestinasi, ketimbang "ordo essendi" (urutan secara 
esensi atau ontologis).[15] Pola semacam ini tampaknya cukup berhasil membuatnya 
menjauhkan diri dari pembahasan spekulasi metafisika dan determinisme, dan 
sebaliknya, mendekatkan diri kepada pemahaman tentang predestinasi yang lebih 
menampung relevansi rohani secara praktis, khususnya dengan jaminan keselamatan 
orang percaya.

Secara praktis, prinsip di atas dapat dibahasakan sebagai berikut. Ketika kita 
mencoba memahami predestinasi dengan berangkat secara deduktif dari pernyataan 
seperti: "Kehendak Allah adalah penyebab segala sesuatu," akan menjadi lebih 
sulit dan tak terselami daripada jika kita mencoba memahami predestinasi dengan 
berangkat dari pertanyaan seperti: "Mengapa Tuhan mau mengampuni dosaku? Mengapa 
Yesus Kristus mau mati untukku?" Melalui pola pendekatan ordo cognoscendi, 
Calvin ingin paham predestinasi itu muncul melalui pemahaman terhadap aspek-
aspek penebusan di dalam diri orang percaya. Begitu pemilihan itu telah muncul 
dalam pikiran dan dipercayai, atau paling tidak, secara samar-samar diterima 
oleh orang percaya, esensi pemilihan, sejauh yang Alkitab wahyukan, harus segera 
diajarkan.

Belajar dari Calvin, Beza menegaskan bahwa ketika kita mencoba memahami 
predestinasi dengan memulainya dari "first" atau "final causality" dalam rahasia 
kekekalan Allah, itu hanya menyebabkan kita tidak bisa menarik makna barang 
sedikit pun karena pada akhirnya, mata kita akan tertutup terhadap dinamika 
karya Allah dalam sejarah keselamatan manusia.[16] Sedangkan, Wendel menafsirkan 
bahwa Calvin memilih ordo cognoscendi dalam konteks soteriologis karena 
seseorang yang mempelajari doktrin predestinasi dengan berangkat dari hakikat 
ketetapan-ketetapan Allah atau providensi Allah, atau membawa predestinasi ke 
dalam kategori pembicaraan providensi Allah, hal itu memang bukan sesuatu yang 
sepenuhnya salah, tetapi tidak tepat dan bahkan berbahaya.[17]

Catatan kaki:

1. Kata pengantar H. Cole dalam terjemahan buku "Calvin`s Calvinism 6".
2. McNeill, John T (ed.). "Calvin: On the Christian Faith". (New York: Bobbs-
   Merill, 1957) xxii.
3. Cole. "Calvin`s Calvinism 6".
4. Muller, Richard A. "The Unaccommodated Calvin: Studies in the Foundation of 
   Theological Tradition". (New York: Oxford, 2000) 3.
5. Tentunya dengan tidak mengabaikan sumber-sumber tulisan Calvin lainnya.
6. (Ed. A. N. S. Lane, tr. G. I. Davies; Grand Rapids: Baker, 1996); bah. Latin: 
   Defensio sanae et orthodoxae doctrinae de servitute et liberatione humani 
   arbitrii adversus calumnies Alberti Pighii Coampensis.
7. (Tr. & ed. Benjamin W. Farley; Grand Rapids: Baker, 1982)&h. Prancis: Contre 
   la secte phantastique et furieuse des Libertins que se nomment Spirituels.
8. (Tr. J. K. S. Reid; London: Clarke, 1961); bah. Latin: Da aetema Dei 
   praedestinatione; dan idem, Calvin`s Calvinism.
9. Lihat Muller, Richard A. "The Use and Abuse of a Document: Beza`s Tabula 
   Praedestinationis, The Bolsec Controversy, and the Origins of the Reformed 
   Orthodoxy". dalam "Prostestant Scholasticism: Essays in Reassessment" (ed. Carl 
   R. Trueman & R. Scott Clark; Cumbria: Paternoster, 1999) 40-41.
10. Lihat Klooster. "Calvin`s Doctrine of Predestination 21".
11. Ibid. III.xxii.1.
12. Ibid. IV i.2.
13. Ibid. IV i.17.
14. Providensi sering dimengerti sebagai ketetapan-ketetapan rahasia dan kekal 
    Allah secara umum terhadap dunia ciptaan-Nya, sedangkan predestinasi berkaitan 
    dengan pemilihan untuk hidup kekal atau membiarkan (passing by) orang di dalam 
    dosa-dosanya (reprobation).
15. Dowey, Edward A. Jr. "The Knowledge of God in Calvin`s Theology". (Grand 
    Rapids: Eerdmans, 1995) 218.
16. Ibid.
17. Wendel. "Calvin: Origins and Development of His Religious Thought". 268.

Diambil dan disunting dari:
Judul jurnal: Veritas Jurnal Teologi dan Pelayanan, Volume 02, Nomor 02 (Oktober 2001)
Judul artikel: Memahami Ulang Konteks Berteologi John Calvin dalam Doktrin Predestinasi
Penulis: Kalvin S. Budiman
Penerbit: Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang, 2001
Halaman: 159 -- 175


Kontak: reformed(at)sabda.org
Redaksi: Teddy Wirawan, Yulia Oeniyati, dan Ryan
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >


______________________________e-Reformed______________________________
Kontak Redaksi: < reformed(a t)sabda.org >
Untuk mendaftar: < subscribe-i-kan-untuk-Reformed(a t)hub.xc.org >
Untuk berhenti: < unsubscribe-i-kan-untuk-Reformed(a t)hub.xc.org >
Arsip e-Reformed: < http://www.sabda.org/publikasi/e-reformed >
SOTeRI: < http://soteri.sabda.org/ >
Situs YLSA: < http://www.ylsa.org/ >
Situs SABDA Katalog: < http://katalog.sabda.org/ >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org