Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/110

e-Reformed edisi 110 (30-4-2009)

Ziarah Spiritual Martin Luther

 
 Dear e-Reformed Netters,
 
 Senang sekali bisa bertemu Anda lagi di edisi April e-Reformed. 
 Kutipan kecil tentang seorang tokoh Reformasi, Martin Luther, ini 
 saya ambil dari buku "Membangun Wawasan Dunia Kristen, Volume 1: 
 Allah, Manusia, dan Pengetahuan", yang diterbitkan oleh Penerbit 
 Momentum (2006).
 
 Kita tahu bahwa kekristenan bukan sekadar agama, melainkan sebuah 
 iman percaya pada Kristus Yesus yang bangkit pada hari Paskah, yang 
 baru saja kita rayakan. Luther lahir di keluarga yang taat dan 
 kemudian setelah dewasa menjadi biarawan. Tidak berhenti di sana, ia 
 mempelajari dan mempraktikkan ritus-ritus keagamaan dengan ketat, 
 namun ternyata ia belum "mengalami Tuhan" secara pribadi sampai pada 
 suatu ketika ia membaca dan memahami perkataan Paulus di dalam kitab 
 Roma.
 
 Mungkin kita atau anak-anak kita sudah sejak lahir hidup di keluarga 
 Kristen, memiliki nama Kristen, besar di lingkungan gereja, sekolah 
 di sekolah Kristen, dan seumur hidupnya dikepung dengan budaya 
 kekristenan, namun jika kita atau anak-anak kita belum memiliki 
 perjumpaan pribadi dengan Allah, berdoalah supaya iman itu hidup dan 
 tumbuh, bukan sebagai pengetahuan saja, tapi sebagai kuasa yang 
 memperbarui hidup yang dari dalam. Dari perjumpaan pribadi dengan 
 Kristus itu akhirnya kita tidak hanya akan menyembah Dia sebagai 
 Tuhan di dalam agama Kristen, tapi sebagai Tuhan di dalam hidup kita 
 yang sesungguhnya, yang membuahkan perubahan cara pandang dan pola 
 pikir yang sesuai dengan firman-Nya.
 
 Akhir kata, mari sebelum kita menyimak artikel di bawah, kita amini 
 syair pujian berikut. Selamat belajar!
 
 "Ku telah mati
  dan tinggalkan
  cara hidupku yang lama.
 
  Semuanya sia-sia
  dan tak berarti lagi.
 
  Hidup ini kuserahkan
  pada mezbah-Mu ya, Tuhan.
 
  Jadilah pada-Mu seperti
  yang Kau ingini."
 
 Dalam anugerah-Nya,
 Kusuma Negara
 
 
 ----------------------------------------------------------------------
 
                    ZIARAH SPIRITUAL MARTIN LUTHER
 
 Orang yang berhasil membawa reformasi bagi gereja di mana orang-orang 
 lain telah gagal ini berasal dari latar belakang yang sederhana. 
 Martin Luther dilahirkan pada tahun 1483 dan dibesarkan menjadi 
 seorang Katolik yang taat oleh kedua orang tuanya yang petani itu. 
 Sebagai seorang anak, ia mempelajari kredo-kredo, Doa Bapa Kami, dan 
 Sepuluh Perintah serta menghormati gereja dan para santo/santa. Ia 
 berumur 20 tahun sebelum ia mulai membaca Alkitab, dan ia kemudian 
 melaporkan bahwa ia terkejut menemukan bahwa Alkitab berisi jauh 
 lebih banyak daripada yang diduganya. Luther belajar untuk sebuah 
 karier dalam bidang hukum, tetapi kematian seorang kawan secara 
 mendadak dan lolosnya dia dari sambaran kilat dalam suatu badai guruh 
 memimpin dia untuk masuk biara Augustinian pada tahun 1505. Karena 
 sangat mengkhawatirkan jiwanya, ia menjadi seorang biarawan yang 
 sangat cermat, terkesan berlebihan, dan ia menghukum diri secara 
 berat karena dosa-dosanya. Ia kemudian menyatakan bahwa jika seorang 
 bisa diselamatkan karena kebiarawanannya, maka ia adalah orangnya!
 
   "Saya sendiri adalah seorang biarawan selama 20 tahun dan begitu 
   berjerih lelah dalam doa, puasa, tidak tidur, dan kedinginan 
   sehingga saya hampir mati karena kedinginan .... Apa lagi yang 
   harus saya cari melalui ini kecuali Allah yang melihat bagaimana 
   saya menaati peraturan-peraturan dan menjalani suatu kehidupan yang 
   begitu kaku?" (Werke 49, 27).
 
 Pada tahun 1507, ia ditahbiskan menjadi imam, tetapi ia melanjutkan 
 kehidupan studinya dan menjadi seorang guru besar bidang teologi di 
 Universitas Wittenberg di Jerman. Tugas-tugasnya termasuk mengajar 
 berbagai bagian Alkitab.
 
 Luther menyelesaikan gelar doktornya pada tahun 1512 dan memperoleh 
 penghargaan karena kemampuan-kemampuan praktisnya dan 
 kecemerlangannya sebagai seorang cendekiawan dan teolog dengan 
 memimpin sebelas biara. Ia juga berkembang menjadi seorang 
 pengkhotbah yang penuh kuasa dan memakai talentanya untuk 
 mengomunikasikan dengan efektif pesan sederhana Alkitab yang 
 diperolehnya dari hasil penelitiannya. Studinya tentang Augustinus 
 membuatnya menjadi seorang Augustinian yang lebih dari sekadar nama, 
 dan menolak Aristoteles dan tradisi teologi Kristen yang bertumpu 
 pada fondasi-fondasi Aristotelian. Pada tahun 1516, sementara 
 mengajar Surat Roma, ia memahami untuk pertama kalinya pengajaran 
 Paulus tentang pembenaran oleh iman dengan cara yang sangat pribadi. 
 Sebelumnya, rasa bersalah dan berdosa telah membuat dia takut pada 
 keadilan Allah. Tentang hal ini ia berkata:
 
   "Siang dan malam saya merenungkan sampai saya dapat melihat 
   hubungan antara keadilan Allah dan pernyataan bahwa `orang benar 
   akan hidup oleh iman`. Kemudian saya menangkap bahwa keadilan Allah 
   adalah kebenaran, yang dengannya, melalui anugerah dan rahmat, 
   Allah membenarkan kita melalui iman. Di sana saya merasa diri saya 
   dilahirkan kembali dan mengalami pintu firdaus terbuka. Keseluruhan 
   Alkitab diberikan dalam kasih yang lebih besar. Nas Paulus ini bagi 
   saya menjadi satu pintu gerbang ke surga ...." (Lectures on 
   Romans).
 
 Suatu hubungan iman pribadi dengan Allah melalui Yesus Kristus 
 mengubah hidupnya dan perspektifnya. Pada tahun 1517, pandangannya 
 bahwa keselamatan yang dihasilkan oleh iman kepada Kristus 
 menyebabkan dia menantang klaim Gereja Katolik Roma yang mengeluarkan 
 surat indulgensi sebagai pengampunan dosa. Indulgensi ini, surat yang 
 dibeli dengan sejumlah uang, membebaskan seseorang dari kewajiban 
 melakukan suatu perbuatan melalui sakramen pertobatan. Praktik ini 
 bermula pada waktu perang salib, ketika orang-orang kaya membeli 
 indulgensi daripada ikut berperang dalam perang salib. Setiap orang 
 yang berpartisipasi, baik dengan ikut berperang ke Tanah Suci atau 
 ikut menyokong dana, secara otomatis menerima janji bahwa ia tidak 
 akan dihukum atas dosa-dosanya dalam api penyucian (purgatori).
 
 Pada masa Luther, uang yang didapat dari penjualan indulgensi itu 
 biasanya digunakan untuk membangun katedral Santo Petrus di Roma. 
 Lutther sadar bahwa praktik-praktik seperti itu bertentangan dengan 
 pengajaran Alkitab. Hanya hubungan yang benar dengan Allah melalui 
 iman yang dapat membawa pengampunan dosa dan keselamatan. Sebab itu, 
 ia menantang apa yang dianggapnya memperdagangkan anugerah Allah.
 
 Pada 31 Oktober 1517, Luther memakukan 95 tesisnya pada pintu gereja 
 di Wittenberg. Menempel pengumuman-pengumuman seperti itu, yang 
 sebenarnya hanya untuk mengundang perdebatan dan diskusi tentang hal-
 hal yang tercantum di dalamnya, merupakan hal yang biasa dilakukan 
 pada masa Abad Pertengahan. Namun, tanggapan positif terhadap tesis-
 tesis Luther membawa perubahan yang revolusioner pada gereja. Tesis 
 kuncinya adalah nomor 62, yang menyatakan, "Perbendaharaan (harta 
 karun) yang sejati dari gereja adalah Injil suci kemuliaan dan 
 anugerah Allah." Dengan kata-kata ini, Luther dengan berani menolak 
 gagasan Abad Pertengahan tentang perbendaharaan jasa-jasa yang diatur 
 melalui hierarki gereja. Tesis-tesis lain menegaskan kerusakan 
 manusia, perlunya pertobatan seumur hidup (bertentangan dengan remisi 
 instan dari melalui pembayaran uang), dan anugerah Allah yang 
 sepenuhnya dan cuma-cuma dalam Kristus. Tesis-tesis Luther menantang 
 beberapa dogma dan praktik Katolisisme Abad Pertengahan. Karena 
 tesis- tesis itu, ia diekskomunikasikan oleh Paus dan dicap sebagai 
 pelanggar hukum oleh keputusan kaisar setelah suatu pertemuan yang 
 dramatis di hadapan Kaisar Charles V di Diet of Worms.
 
 Ide-ide Luther mulai mendapat bentuknya yang pasti pada tahun 1520. 
 Tiga prinsipnya menjadi semboyan teologi Reformasi.
 
 1. Sola Scriptura: Sebagai firman Allah yang diilhamkan, Alkitab 
 adalah satu-satunya dasar otoritatif bagi semua doktrin Kristen. 
 Tradisi -- pengajaran lisan dan tertulis dari para bapa gereja mula-
 mula dan para teolog Abad Pertengahan -- yang dipakai untuk 
 mengesahkan penjualan indulgensi dan praktik-praktik gereja lainnya, 
 termasuk penambahan beberapa sakramen, tidak boleh dipakai sebagai 
 suatu otoritas yang setara dengan Alkitab.
 
 2. Sola Gratia: "Hanya Anugerah" -- digabung dengan Sola Fide, "Hanya 
 Iman" -- menjelaskan pandangan alkitabiah tentang penebusan. 
 Keselamatan hanya dihasilkan oleh anugerah Allah yang berdaulat dalam 
 mengutus Kristus. Kematian-Nya di atas salib dan kebangkitan-Nya dari 
 kematian adalah satu-satunya penyembuh bagi dosa manusia. Kebenaran 
 diimputasikan kepada manusia atas dasar karya penebusan Kristus di 
 atas salib. Tanggapan manusia kepada anugerah Allah adalah iman 
 kepada janji-janji Allah, secara spesifik adalah bahwa Allah akan 
 menyelamatkan semua orang yang percaya bahwa kematian dan kebangkitan 
 Kristus telah dilaksanakan bagi mereka. Keselamatan seluruhnya adalah 
 hasil anugerah Allah, dan kita memperoleh keselamatan bukan oleh 
 usaha atau perbuatan kita, tetapi hanya atas dasar iman kepada 
 provisi Allah. Mengikuti Rasul Paulus dalam Surat Roma, Luther 
 mengajarkan bahwa orang-orang percaya dibenarkan dalam pandangan 
 Allah bukan melalui usaha manusia, tetapi melalui iman sederhana 
 kepada janji- janji Allah yang dinyatakan dalam Kristus. Betapa 
 jauhnya perjalanan yang telah dilakukan Martin Luther sejak hari-
 harinya dalam biara ketika ia percaya bahwa ia harus membuat dirinya 
 layak bagi anugerah Allah!
 
 3. Keimaman bagi semua orang percaya. Gereja tidak memerlukan satu 
 kelas imam untuk menjadi pengantara antara orang percaya dan Allah. 
 Sebaliknya, setiap orang menjadi imam bagi dirinya sendiri dan 
 memunyai akses langsung kepada Allah melalui Kristus. Kristus adalah 
 Imam Besar Agung kita yang menggantikan semua imam manusia. Melalui 
 iman kita kepada Kristus, kita berdiri di hadapan Allah sebagai imam 
 dan tidak memerlukan lembaga manusia mana pun untuk bersyafaat bagi 
 kita.
 
 Tiga ide ini mendasar bagi Reformasi dan menjadi doktrin-doktrin 
 fundamental Protestanisme. Semua perubahan dalam doktrin, 
 spiritualitas, dan organisasi gereja yang menghasilkan terbentuknya 
 berbagai kelompok Protestan adalah didasarkan pada prinsip-prinsip 
 ini.
 
                    Bangkitnya Kembali Teologi dan
                   Antropologi Alkitabiah oleh Luther
 
 Pandangan-pandangan Luther tentang Allah terus berkembang ketika ia 
 memperdalam pengetahuannya tentang Alkitab dan meneliti implikasi-
 implikasi tiga prinsip utamanya. Selama tahun-tahun awal dalam biara, 
 ia mengalami rasa berdosa dan kecemasan karena ketakutannya pada 
 Allah dan keadilan-Nya. Namun, setelah mengalami anugerah Allah, 
 Luther memahami keadilan Allah dalam terang kasih-Nya. Penolakannya 
 terhadap gagasan apa pun tentang Allah yang berasal dari Alkitab 
 membuatnya secara terbuka menertawakan keberadaan pertamanya 
 Aristoteles. Di samping itu, ia mengkritik Thomas karena mengambil 
 pandangan- pandangannya tentang Allah dari Aristoteles dan bukan dari 
 Alkitab. Keyakinan-keyakinan Augustinian Luther memimpin dia bahkan 
 lebih keras lagi mencela pengaruh Aristoteles pada interpretasi Abad 
 Pertengahan tentang manusia. Menolak pernyataan Aristoteles dari "On 
 the Saul" bahwa "jiwa mati bersama dengan tubuh", Luther berkata:
 
   "Seolah-olah kita tidak memunyai Alkitab di mana kita menemukan
   pengajaran yang luar biasa melimpahnya tentang seluruh pokok itu,
   yang justru tak pernah terpikirkan oleh Aristoteles. Tetapi orang
   kafir yang sudah binasa ini justru telah memeroleh supremasi,
   menghambat, dan hampir menindas Kitab Suci dari Allah yang hidup."
   (An Appeal to the Ruling Class).
 
 Berdasar pada Alkitab, khususnya Kitab Kejadian dan tulisan-tulisan 
 Paulus, Luther menyimpulkan seperti Augustinus bahwa masalah dosa 
 berakar pada ketidakpercayaan Adam. Gambar Allah setelah kejatuhan 
 "begitu ternoda dan dikaburkan oleh dosa" dan "begitu berkusta dan 
 najis" sehingga kita hampir tidak dapat memahaminya. Gambar Allah 
 "hampir seluruhnya hilang" (Commentary on Genesis). Berbagai 
 pandangan antropologi-antropologi Abad Pertengahan memperlihatkan 
 bahaya dari membentuk pandangan-pandangan Kristen di bawah pengaruh 
 pemikiran sintesis. Bagi Luther, dosa yang terbesar adalah 
 kesombongan, ketidaksediaan kita untuk mengakui kondisi kita yang 
 telah jatuh dan berdosa. Dosa kini menjalankan kekuasaan sedemikian 
 rupa sehingga kehendak manusia jatuh tertelungkup dan tak berdaya 
 sampai anugerah Allah membebaskannya.
 
 Ide tentang manusia yang tidak memunyai kebebasan moral begitu 
 sentral bagi seluruh antropologi Luther sehingga ia menulis "The 
 Bondage of the Will", suatu jawaban yang keras terhadap Erasmus, 
 pakar humanis terbesar yang mempertahankan kehendak bebas manusia. Di 
 dalamnya, Luther menulis:
 
   "Ketika manusia tanpa Roh Allah, perbuatan jahatnya bukan 
   bertentangan dengan kehendaknya, tetapi perbuatan itu sesuai dengan 
   kehendaknya sendiri .... Dan kesediaan ini ... tak dapat ia 
   tiadakan, dilawan, atau diubah dengan kekuatannya sendiri .... 
   Artinya adalah bahwa kehendak itu tidak dapat mengubah dirinya 
   sendiri dan berbelok ke arah yang berlainan .... Pilihan bebas 
   tanpa anugerah Allah sama sekali tidak bebas, tetapi terus menjadi 
   tawanan dan budak kejahatan karena pilihan itu tidak dapat mengubah 
   dirinya sendiri ke arah yang baik."
 
 Ini adalah suatu ringkasan yang sangat baik dari prinsip "non posse 
 non peccare" Augustinus. Seperti pendahulu teologinya itu, Luther 
 terutama ingin menunjukkan bahwa anugerah Allah secara mutlak 
 esensial bagi keselamatan. Jika manusia mampu memilih kebaikan moral 
 dan spiritual, maka keselamatan akan menjadi suatu usaha kerja sama 
 antara Allah dan manusia. Luther menolak posisi Semi-Pelagian ini 
 karena jika manusia dapat mengawali suatu hubungan dengan Allah, maka 
 anugerah hanya merupakan suatu bantuan bagi usaha manusia dan bukan 
 sebagai keharusan seperti yang dikatakan Alkitab.
 
 Teologi Luther menghidupkan kembali tekanan-tekanan utama Augustinus. 
 Tokoh Reformasi itu mencela pembedaan-pembedaan Aquinas antara 
 anugerah operatif dan kooperatif, dan antara kebajikan natural dan 
 supernatural. Sampai anugerah Allah membebaskan manusia dari belenggu 
 dosa dan kejahatannya, manusia tidak memunyai kehendak "bebas". Satu-
 satunya kehendak "bebas" yang sesungguhnya adalah bebas melakukan apa 
 yang baik. Karena dosa melumpuhkan kehendak manusia, kehendak kita 
 tidak memiliki kuasa seperti itu. Dosa sangat merusak kapasitas 
 manusia untuk melakukan apa yang baik secara moral. Hanya oleh 
 anugerah Allah kita mampu melakukan kebaikan moral.
 
                          Tiga Tulisan Luther
 
 Perpecahan awal Luther dengan Roma menjadi tak dapat diperbaiki 
 ketika ia menerbitkan tiga tulisan utama pada tahun 1520. Tulisan-
 tulisan ini meringkaskan pemikirannya. Traktatnya yang pertama, "An 
 Appeal to the Ruling Class", adalah suatu seruan lantang kepada para 
 petinggi Jerman untuk mereformasi gereja. Di dalamnya, ia berusaha 
 meruntuhkan apa yang disebutnya "tiga tembok" yang telah didirikan 
 oleh kaum "Romanis" untuk memperkuat kendali para rohaniwan terhadap 
 gereja. Luther dengan kuat menyangkal bahwa Alkitab membedakan antara 
 orang-orang Kristen awam dan para rohaniwan. Pernyataan Petrus 
 tentang "imamat yang rajani" (1 Ptr. 2:9) berarti bahwa semua orang 
 Kristen, bukan hanya sebagian tertentu, adalah imam. Para teolog Abad 
 Pertengahan secara tak layak telah meninggikan kelas imam, kaum 
 rohaniwan, di atas orang- orang percaya biasa, dan menyebut mereka 
 "religius" dalam pengertian jabatan mereka yang tinggi. Tetapi Luther 
 menunjukkan bahwa pengajaran Petrus tentang keimaman semua orang 
 percaya berarti bahwa karena anugerah Allah, setiap orang Kristen 
 berdiri dalam Yesus Kristus di hadapan Allah dan tidak memerlukan 
 seorang pun dari kelas istimewa untuk menjadi perantara antara Allah 
 dan dia sendiri.
 
 "Tembok" kedua yang hendak diruntuhkan Luther adalah keutamaan Paus 
 sebagai penafsir Alkitab. Setiap orang percaya wajib membaca Alkitab 
 bagi dirinya sendiri dan tidak bergantung pada Paus atau gereja untuk 
 menafsirkan Alkitab bagi dia. Bagaimanapun, para Paus telah berbuat 
 salah di masa lampau, dan otoritas spiritual diberikan kepada semua 
 rasul dalam Perjanjian Baru, bukan hanya kepada salah satu di antara 
 mereka. Setiap orang Kristen wajib memajukan iman mereka, 
 memahaminya, dan membelanya.
 
 "Tembok" ketiga yang dibangun oleh para teolog Abad Pertengahan untuk 
 mempertahankan gereja agar berada di bawah kendali kaum rohaniwan 
 adalah ide bahwa hanya Paus yang dapat mengadakan konsili untuk 
 mereformasi gereja. Luther percaya bahwa gereja sangat membutuhkan 
 reformasi, dan karena kaum rohaniwan tidak bersedia untuk 
 melaksanakan tanggung jawab ini, maka ia mendesak para penguasa 
 sekuler, kaum ningrat Jerman, untuk meruntuhkan "tembok" ketiga 
 dengan mengadakan konsili umum untuk mengawali reformasi. Inilah 
 sebabnya mengapa tulisan itu ditujukan kepada kelas penguasa di 
 Jerman. Karena dua "tembok" pertama secara tak layak memberi kuasa 
 kepada Paus dan para imam, orang-orang Kristen tidak perlu menunggu 
 mereka untuk mendesak dilakukannya reformasi yang sangat dibutuhkan. 
 Penginterpretasian ulang tentang peran orang-orang percaya Kristen 
 dan posisi mereka dalam gereja ini memberi kesaksian tentang sifat 
 radikal dari bentrokan Luther dengan Roma.
 
 Dalam tulisannya yang kedua, "The Babylonian Captivity of the 
 Church", Luther memfokuskan perhatiannya pada masalah-masalah lain 
 dengan kekristenan Abad Pertengahan. Jika tulisan pertamanya 
 menyerang struktur hierarki gereja, maka yang kedua adalah untuk 
 menentang penempatan sakramen gereja di bawah kendali total para 
 rohaniwan. Dengan melakukan hal ini, gereja berada di bawah tawanan 
 hierarki tersebut, sama seperti orang-orang Babel menawan orang-orang 
 Yahudi pada abad keenam SM. Luther berpendapat bahwa Kristus hanya 
 melembagakan dua sakramen selama pelayanannya di bumi, yaitu Baptisan 
 dan Perjamuan Kudus. Namun, para pemimpin gereja pada Abad 
 Pertengahan, tanpa dukungan alkitabiah, telah menambahkannya sampai 
 tujuh. Di samping itu, para teolog Abad Pertengahan menempatkan 
 hierarki pejabat gereja untuk memegang kendali atas sakramen-
 sakramen. Lagipula, para rohaniwan telah menyalahgunakan otoritas ini 
 dengan menegaskan bahwa jasa yang menyelamatkan orang-orarg dari 
 dosa-dosa mereka diberikan hanya melalui sakramen-sakramen tersebut.
 
 Luther juga menolak posisi Abad Pertengahan bahwa nilai satu-satunya 
 dari suatu sakramen terletak dalam hubungannya dengan jasa-jasa yang 
 terkumpul yang disalurkan melalui para rohaniwan yang melakukan 
 sakramen. Sebaliknya, Luther menegaskan, nilai dari sakramen-sakramen 
 terletak pada janji Allah. Dengan demikian, Allah sendiri, bukan kaum 
 rohaniwan, yang memberikan anugerah-Nya, bukan menurut perbuatan yang 
 berjasa, tetapi menurut iman orang percaya tersebut kepada janji 
 firman Allah. Karena itu, Luther setuju bahwa sakramen penting karena 
 mengomunikasikan anugerah Allah kepada orang-orang yang ambil bagian 
 dalam sakramen. Tetapi pengakuan dosa dan hidup saleh lebih penting 
 dari partisipasi ritualistis dalam sakramen-sakramen. Jadi, Luther 
 secara tajam menyingkirkan pandangan Abad Pertengahan tentang 
 kehidupan Kristen yang bertumpu terutama pada partisipasi dalam 
 kehidupan sakramen gereja institusional. Allah menetapkan sarana-
 sarana anugerah yang lain di samping sakramen-sakramen yang harus 
 dipelihara oleh semua orang percaya dalam hubungan dengan Allah, 
 seperti doa dan pembacaan Alkitab.
 
 Tulisan Luther yang ketiga, "Freedom of the Christian Man", 
 barangkali adalah yang terbaik dalam meringkaskan teologinya. Tulisan 
 ini adalah suatu pernyataan klasik Reformasi tentang natur kehidupan 
 Kristen, khususnya tentang hubungan antara hukum dan iman dalam 
 pengalaman Kristen. Orang-orang Kristen bebas dalam pengertian bahwa 
 mereka tidak lagi terikat untuk menaati Perjanjian Lama untuk 
 menegakkan suatu hubungan yang benar dengan Allah. Sebaliknya, orang-
 orang Kristen dibenarkan melalui iman kepada Kristus, yang diberi 
 oleh Allah sebagai suatu karunia yang cuma-cuma. Perbuatan seseorang 
 sama sekali tidak ada nilainya untuk memperoleh keselamatan. Manusia 
 ditebus bukan karena perbuatan baik mereka sendiri, tetapi karena 
 kematian Kristus bagi mereka di atas salib. Orang-orang yang mengakui 
 bahwa Kristus menanggung dosa mereka dan menerima Kristus sebagai 
 Tuhan dan Juru Selamat mereka memunyai kebenaran Kristus yang 
 diimputasikan kepada mereka. Pada saat yang sama, setiap orang 
 Kristen terikat pada sesamanya oleh hukum kasih. Perbuatan baik tidak 
 membenarkan seseorang dalam pemandangan Allah. Namun, perbuatan baik 
 adalah hasil dari pembenaran, yang dilakukan orang-orang Kristen dari 
 keinginan spontan untuk menaati kehendak Allah. Jadi, Luther 
 menyajikan suatu pandangan Reformed tentang hubungan antara Taurat 
 dan Injil, yang secara tajam berbeda dengan pandangan dominan yang 
 diekspresikan dalam penjualan surat indulgensi dan iman kepada 
 perbendaharaan jasa.
 
 Kontribusi besar Luther bagi Reformasi adalah usahanya menghidupkan 
 kembali interpretasi Augustinus tentang kekristenan yang alkitabiah. 
 Luther menegaskan jurang pemisah antara Allah dan manusia berdosa dan 
 menekankan pada keniscayaan anugerah dan rahmat Allah bagi 
 keselamatan manusia. Dengan melakukan hal ini, ia menolak Semi-
 Pelagianisme dan Aristotelianisme dari para pendahulunya. Dengan 
 menyuarakan kembali ajaran Paulus, dengan menyatakan bahwa tanpa 
 Allah manusia tersesat, dan penalaran serta pengetahuan sedikit 
 gunanya kecuali mereka didasarkan pada Alkitab. Orang-orang Katolik 
 menyatakan bahwa Luther terlalu berlebihan dalam menekankan kerusakan 
 manusia dalam reaksinya terhadap optimisme kaum Thomis dan Renaisans 
 tentang manusia natural dan kemampuannya. Para pengikut Luther 
 menjawab bahwa dalam hal menjadi tawanan firman Allah, Luther, 
 seperti Augustinus sebelum dia, hanya menyatakan kembali dan 
 menerangkan pengajaran alkitabiah tentang Allah dan manusia.
 
 
                       Untuk Bacaan Lebih Lanjut
 
 Althaus, P. "The Theology of Martin Luther". Philadelphia: Fortress,
   1966.
 
 Bainton, Roland H. "Here I Stand: A Life of Martin Luther". New York:
   Abingdon Cokesbury, 1950.
 
 Bangs, C. D. Arminius. "A Study in the Dutch Reformation". Nashville:
   Abingdon, 1971.
 
 ______. "The Reformation of the Sixteenth Century". Boston: Beacon,
   1952.
 
 Chadwick, Owen. "The Reformation". Baltimore: Penguin, 1968.
 
 Dickens, A. G. "The Counter Reformation". New York: Harcourt Brace
   Jovanovich, 1963.
 
 Duffield, John, ed. "John Calvin". Grand Rapids: Eerdmans, 1966.
 
 Leith, John. "An Introduction to the Reformed Tradition". Atlanta:
   John Knox Press, 1977.
 
 McNeill, John T. "The History and Character of Calvinism". New York:
   Oxford University Press, 1954.
 
 McNeill, John T. dan Ford Lewis Battles, ed. "John Calvin: Institutes
   of the Christian Religion". Philadelphia: Westminster Press, 1960.
 
 Niesel, W. "The Theology of Calvin". London, 1956.
 
 Ozment, Steven. "The Age of Reform: An Intellectual and Religious
   History of Late Medieval and Reformation Europe". New Haven: Yale
   University Press, 1980.
 
 Parker, T. H. L. "John Calvin: A Biography". Philadelphia: Westminster
   Press, 1975.
 
 Pelikan, J. dan H. T. Lehmann, ed. Luther`s Works. ",55 vol". St.
   Louis: Concordia, 1955-76.
 
 Schwiebert, E. G. "Luther and His Times". St. Louis: Concordia, 1950.
 
 Wendel, Francois. "Calvin: The Origin and Development of His Religious
   Thought". New York: Oxford, 1954.
 
 =====================================================================
 Diambil dan disunting seperlunya dari:
 Judul buku: Membangun Wawasan Dunia Kristen, 
 	     Volume 1: Allah, Manusia, dan Pengetahuan
 Judul buku asli: Building Christian Worldview, 
 		  Vol. 1: God, Man, and Knowledge
 Penulis: W. Andrew Hoffecker
 Penerjemah: Peter Suwandi Wong
 Penerbit: Momentum, Surabaya 2006
 Halaman: 129 -- 137

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org