Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/103

e-Reformed edisi 103 (15-9-2008)

Berkhotbah

 
    Dear e-Reformed Netters,

  Halo ..., apa kabar? Saya sangat menyesal karena pengiriman edisi 
  September ini mengalami keterlambatan. Semoga Anda bisa memaafkan 
  (seperti biasanya). Harapan saya, artikel dalam edisi September ini 
  dapat memberi pelajaran berharga bagi pengkhotbah maupun jemaat. 
  Mengapa pelayanan berkhotbah penting? Berikut sebuah kutipan 
  yang merupakan salah satu jawaban dari pertanyaan ini.
  
  "Tak dapat diragukan bahwa kadar kedewasaan rohani dari sebuah    
  jemaat biasanya naik turun menurut naik turunnya kadar 
  khotbah-khotbah yang disampaikan berdasarkan firman Allah." 
  
  Jadi, betapa naifnya kalau para pendeta mengganggap berkhotbah 
  adalah hal yang sepele. Namun pada kenyataannya, memang banyak 
  pendeta yang menggaggap tugas berkhotbah itu bukan tugas yang 
  penting. Apa buktinya? Buktinya, masih banyak pendeta yang 
  berkhotbah secara sembarangan, atau dengan kata lain, tidak ada 
  isinya selain sekadar khotbah humanisme (bagaimana menjadi 
  orang baik), bukan berkhotbah berdasarkan firman Tuhan. Tapi hal ini
  tidak bertepuk sebelah tangan, karena sering kali jemaat membiarkan 
  pendetanya berkhotbah dengan tidak bertanggung jawab. Apa buktinya? 
  Buktinya, walaupun pendeta memberi makanan tidak bergizi, alias 
  khotbah yang tidak berdasarkan firman Tuhan, tidak ada jemaat yang 
  protes. Tentu saja dalam hal ini "silence is not golden".
  
  Bagaimana seharusnya sikap jemaat dalam hal ini? Penulis artikel 
  ini, Warren W. Wiersbe, berkata: 
  "Anggota-anggota gereja kemungkinan akan menerima dan memaafkan 
  segala kekurangan gembala sidang mereka ... kecuali jika ia kurang 
  memberi mereka makanan rohani dan ajaran Alkitab dari mimbar."
  
  Dengan berani, penulis bahkan berkata, kalau tidak bisa berkhotbah 
  dengan baik, maka lebih baik posisi pendeta mimbar diturunkan 
  menjadi pendeta pembantu saja, alias mengerjakan tugas lain yang 
  bukan berkhotbah, karena tugas berkhotbah tidak seharusnya 
  dikerjakan secara tidak bertanggung jawab.
  Ada banyak poin penting yang disampaikan dalam artikel ini. 
  Silakan menyimak lebih dalam. Saya berharap inti pelajaran dalam 
  artikel ini dapat menaikkan kadar tanggung jawab kita, baik sebagai 
  pembawa khotbah maupun penerima khotbah, untuk meningkatkan 
  pertumbuhan iman jemaat. 
  In Christ,
  Yulia
  < yulia(at)in-christ.net >
  < http://reformed.sabda.org >
  
  ====================================================================
  
                              BERKHOTBAH

  Sungguh pentingkah hal berkhotbah dalam pelayanan gereja?
  Memang, berkhotbah hanyalah salah satu cara yang telah diberikan 
  Allah untuk menyampaikan firman-Nya; namun kami sungguh percaya 
  bahwa berkhotbah itu merupakan cara yang paling penting.
  
  Tentu saja kita juga menyampaikan firman Allah melalui pembaptisan 
  dan perjamuan Tuhan. Kita juga menyampaikannya melalui pelayanan 
  pribadi yang dilaksanakan oleh setiap orang percaya: 
  "Hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka 
  melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu Yang 
  di surga" (Mat 5:16). Namun tidak ada hal lain yang dapat 
  menggantikan penyampaian firman Allah melalui apa yang kita kenal 
  sebagai "berkhotbah".
  
  Pada saat Allah Bapa hendak menyatakan Putra-Nya di depan umum, 
  Ia pun mengutus seorang pengkhotbah bernama Yohanes Pembaptis. 
  Isi Alkitab ada banyak yang terdiri dari khotbah-khotbah sebagaimana 
  disampaikan oleh para hamba Tuhan. Tak dapat diragukan bahwa kadar 
  kedewasaan rohani dari sebuah jemaat biasanya naik turun menurut 
  naik turunnya kadar khotbah-khotbah yang disampaikan berdasarkan 
  firman Allah. Anggota-anggota gereja kemungkinan akan menerima dan 
  memaafkan segala kekurangan gembala sidang mereka ... kecuali 
  jika ia kurang memberi mereka makanan rohani dan ajaran Alkitab 
  dari mimbar.
  
  Seorang pendeta akan mengalami kesulitan dalam pelayanannya bila ia 
  kurang yakin akan pentingnya hal berkhotbah, atau kurang rajin 
  berusaha menjadi seorang pengkhotbah yang lebih mahir. 
  Mungkin orang yang kurang yakin atau kurang rajin seperti itu lebih 
  baik menerima tugas sebagai pendeta pembantu, sambil mengembangkan 
  talenta-talenta yang dikaruniakan Tuhan kepadanya.
  
  Berapa banyak politikus atau pendidik yang mengharapkan banyak 
  orang akan menghadiri pidato atau ceramah mereka -- minggu demi 
  minggu, bahkan tahun demi tahun? Namun jutaan orang di seluruh dunia 
  rela pergi ke gereja setiap minggu untuk mendengar seorang 
  hamba Tuhan yang mengkhotbahkan firman Allah.
  
  G. Campbell Morgan menyebutkan hal berkhotbah itu sebagai 
  "pekerjaan yang paling utama dari pelayanan Kristen". 
  Berkhotbah pun pekerjaan yang paling sulit dari pelayanan Kristen, 
  bila dilaksanakan dengan setia.
  
  Mengapa kadar khotbah itu rasanya menurun pada tahun-tahun 
  belakangan ini? Mungkin karena gereja-gereja kita terlalu mudah 
  terpengaruh oleh cara-cara yang paling mutakhir dari dunia luar -- 
  misalnya, oleh penyuluhan, dinamika kelompok, dialog, drama, dan 
  sebagainya. Semuanya ini memang berfaedah dalam pelayanan gereja, 
  namun tidak ada satu pun di antaranya yang dapat menggantikan tempat
  khotbah berdasarkan firman Allah. Manusia mungkin terharu oleh film 
  dan musik, oleh drama dan diskusi panel. Namun watak mereka tidak 
  akan berubah dan rohani mereka tidak akan meningkat, kecuali jika 
  ada penyampaian firman Allah. Mungkin alasan utama mengapa 
  khotbah-khotbah itu sering dikritik adalah karena banyak khotbah 
  memang kurang memenuhi kebutuhan jemaat, serta disampaikan dengan 
  cara yang kurang efektif. Seorang gembala sidang yang lari ke sana 
  ke mari dengan kesibukan yang dibuat-buat saja sepanjang minggu, 
  lalu yang secara tergesa-gesa menyiapkan khotbahnya pada hari 
  Sabtu malam, dia itu bagaikan orang yang menggali kuburnya sendiri. 
  Sayang, jemaat yang digembalakan olehnya itu mungkin ikut terkubur 
  bersama-sama dengan sang pendeta!
  
  Menyiapkan dan menyampaikan khotbah yang benar-benar menguraikan 
  firman Allah itu merupakan pekerjaan yang berat. Mungkin itulah 
  sebabnya ada sebagian gembala sidang yang melarikan diri ke bentuk 
  pelayanan lain, sedangkan pelayanan mimbar mereka abaikan.
  
  Jika Saudara, sebagai gembala sidang, menganggap hal berkhotbah 
  sebagai pelayanan yang penting, pasti orang lain pun akan menyadari 
  fakta itu. Mereka akan sadar bahwa Saudara memerlukan waktu hari 
  demi hari untuk menyelidiki firman Allah. Mereka akan melihat bahwa 
  Saudara berkunjung dan memberi penyuluhan, sehingga berdasarkan 
  pengalaman itu, Saudara dapat lebih mengerti keperluan para anggota 
  jemaat. Mereka akan merasakan bahwa Saudara mengatur cara kehidupan 
  Saudara menurut suatu daftar prioritas. Lebih daripada 
  segala-galanya, ketika mereka mendengar Saudara berkhotbah, mereka 
  akan berterima kasih, baik kepada Tuhan maupun kepada Saudara 
  sendiri, oleh karena gembala sidang mereka begitu mengasihi 
  jemaatnya sehingga ia rela bekerja keras sebagai seorang 
  pengkhotbah.
  
  Bila Saudara tergoda untuk meragukan pentingnya hal berkhotbah dalam
  pelayanan Saudara, ingatlah apa yang pernah dihasilkan oleh 
  khotbah-khotbah Martin Luther di negeri Jerman, atau oleh 
  khotbah-khotbah John Wesley di negeri Inggris. Pikirkanlah George 
  Whitefield, Jonathan Edwards, D. L. Moody, dan Billy Graham. 
  Pikirkanlah juga kawanan domba yang lapar, yang minggu demi minggu 
  datang kepada Saudara untuk diberi makanan rohani. Sebagaimana 
  ditegaskan oleh Rasul Paulus: "Celakalah aku, jika aku tidak 
  memberitakan Injil" (1 Korintus 9:16).

  Bagaimanakah Saya Dapat Memerbaiki Cara Berkhotbah Saya?
  
  Mulailah dengan tidak pernah merasa puas dengan cara berkhotbah 
  Saudara. Mulailah dengan tidak percaya begitu saja jika ada pujian 
  yang diberikan orang terhadap khotbah-khotbah Saudara. Memang kita 
  menghargai pujian yang membesarkan hati karena khotbah kita telah 
  menolong seseorang yang tadinya merasa gundah atau khawatir. Namun, 
  kita tidak boleh merasa puas seolah-olah kita sudah mencapai tingkat
  tertinggi dalam pelayanan mimbar itu.
  
  C. H. Spurgeon, pengkhotbah terbesar di negeri Inggris itu, telah 
  seperempat abad lamanya berpengalaman sebagai pengkhotbah ketika ia 
  menyatakan: "Saya masih tetap belajar bagaimana caranya 
  berkhotbah." Pengkhotbah yang mudah puas, tidaklah akan 
  bertumbuh. Ia akan menjadi penerima pujian yang muluk-muluk; 
  ia tidak akan menjadi sumber kekuatan rohani.
  
  Jalan memerbaiki cara berkhotbah ialah dengan lebih dahulu 
  memerbaiki sang pengkhotbah. Benarlah definisi yang diberikan oleh 
  Phillips Brooks: "Berkhotbah adalah penyampaian kebenaran ilahi 
  melalui kepribadian insani" (dari buku "Lectures on 
  Preaching"[Ceramah-ceramah Tentang Hal Berkhotbah]).
  
  Perhatikanlah Yohanes 1:6: "Datanglah seorang 
  [yaitu insan biasa] yang diutus Allah [yaitu dengan berita ilahi],
  namanya Yohanes." Jika kita bertumbuh "dalam kasih karunia 
  dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juru Selamat kita, Yesus 
  Kristus" (2 Petrus 3:18), jika kita memelihara kebiasaan saat 
  teduh yang memuaskan, pasti tak dapat tidak kita pun akan memerbaiki 
  cara kita belajar, cara kita menyiapkan khotbah, dan cara kita 
  menyampaikannya.
  
  Jangan segan-segan menerima kritik yang membangun. Selama 
  tahun-tahun pertama dalam pelayanannya, setiap hari Senin, 
  C. H. Spurgeon menerima sepucuk surat dari salah seorang 
  pendengarnya yang tidak membubuhkan namanya. Isi setiap surat itu 
  tak lain ialah kesalahan-kesalahan dalam khotbahnya kemarin, yang 
  semuanya ditunjukkan dalam suasana kasih. Spurgeon tidak merasa 
  tersinggung; justru ia merasa senang dan sangat tertolong oleh 
  pengkritik anonim itu.
  
  Kebiasaan merekam khotbah pada kaset itu dapat sangat menolong 
  dalam memerbaiki cara berkhotbah ... asal Saudara tahan mendengarkan 
  khotbah Saudara sendiri! Seorang istri pendeta yang setia dapat juga 
  menjadi seorang pendengar dan pengkritik khotbah yang membangun.
  
  Carilah kesempatan untuk mendengarkan khotbah orang-orang lain -- 
  bukan hanya pengkhotbah yang ternama, melainkan juga rekan-rekan 
  sepanggilan di sekitar tempat pelayanan Saudara. Dari setiap 
  pengkhotbah itu, Saudara dapat mempelajari sesuatu, apakah 
  teladannya positif atau pun negatif. Tersedia juga kaset dari 
  pengkhotbah yang ternama. Namun, perhatikanlah peringatan ini: 
  Sekali-kali jangan secara membabi buta meniru seorang pengkhotbah 
  yang ternama. Janganlah mendewakan rekaman khotbah pada kaset!
  
  Bacalah buku-buku yang baik tentang homiletika (ilmu berkhotbah).
  * Bacalah juga khotbah-khotbah yang sudah diterbitkan.
  ** George Morrison membiasakan diri membaca sebuah khotbah setiap 
  hari, yang dipilih dari antara hasil karya banyak pengkhotbah yang 
  berbeda-beda. Bacalah khotbah orang lain, mula-mula demi 
  perkembangan rohani Saudara sendiri. Kemudian barulah membaca demi 
  pengertian tentang teknik dan cara pendekatan pengkhotbah itu. 
  Janganlah membeo dia, tetapi bergurulah kepadanya.
  
  John Henry Jowett mengakui bahwa selama mempelajari bahan khotbah, 
  ia sering bertanya pada dirinya sendiri: "Bagaimanakah kiranya 
  Spurgeon akan menangani nas ini? Bagaimanakah Alexander Whyte akan 
  menggali maknanya?" ("The Preacher: His Life and Work" 
  [Sang Pengkhotbah: Kehidupannya dan Pekerjaannya]). Sebaiknya setiap 
  terbitan atau naskah berupa khotbah yang Saudara miliki itu diberi 
  catatan indeks, sehingga dengan mudah Saudara dapat menemukan, 
  membaca, dan membandingkannya.
  
  Beranilah menjelajahi benua baru! Terlalu banyak orang di antara 
  kita yang begitu menikmati menyampaikan khotbah tentang tema-tema 
  kesayangan, sehingga kita segan menangani pokok-pokok baru. Rasul 
  Paulus menasihati Timotius agar mendalami dan merenungkan firman 
  Allah, "supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang" 
  (1 Timotius 4:15). Kata "kemajuan" di sini menunjukkan hal 
  menjelajahi benua baru. Paulus ingin supaya Timotius berani maju ke 
  dalam kawasan yang masih asing baginya. Awas, janganlah Saudara 
  seolah-olah mempromosikan hobi sambil berkhotbah mengenai tema yang 
  itu-itu juga!
  
  (* Misalnya, "Menyampaikan Firman Allah dengan Efektif", 
  terbitan Lembaga Literatur Baptis.)
  
  (** Misalnya, "Kumpulan Khotbah Berkat-Berkat dari Mimbar 
  Kristen", terbitan Lembaga Literatur Baptis.)
  
  Jika bahasa-bahasa asli Alkitab digunakan secara mahir, di dalamnya 
  terdapat banyak gizi rohani guna mempertumbuhkan para anggota jemaat 
  Yang kami tekankan di sini ialah penggunaan secara mahir. Ada 
  sebagian pengkhotbah yang menggunakan bahasa Ibrani dan bahasa 
  Yunani itu secara kurang mahir. Jemaat rindu mendapat makanan, 
  bukannya resep makanan. Jika kita melontarkan terlalu banyak 
  penjelasan teknis tentang seluk-beluk bahasa-bahasa asli itu, mereka 
  akan kurang berselera mencicipi santapan rohani yang Anda sajikan.
  
  Ada banyak buku yang berguna dalam penyelidikan firman Allah, bahkan 
  ada banyak buku yang cocok untuk pendeta yang belum sempat 
  mempelajari bahasa-bahasa asli Alkitab. Baktikanlah diri Saudara 
  pada penggunaan yang mahir dari alat-alat pembantu seperti itu; 
  pasti Saudara sendiri akan mengalami pertumbuhan rohani, sambil 
  menolong para anggota jemaat supaya bertumbuh juga.
  
  Jika Saudara sungguh-sungguh ingin memerbaiki cara berkhotbah 
  Saudara, pasti Tuhan akan memberi kesempatan kepada Saudara untuk 
  berbuat demikian. Ia akan mengizinkan kejadian-kejadian dalam jalan 
  kehidupan Saudara yang akan mendorong Saudara untuk lebih rajin 
  berdoa dan mempelajari firman-Nya. Tempat terbaik untuk membaca 
  firman Allah ialah ... di tengah-tengah api pencobaan.
  
  Bila Tuhan ingin menyampaikan berita-Nya, Ia pun mempersiapkan 
  seorang pemberita. Jadilah pemberita itu!
  
  Adakah Saran-Saran Praktis tentang Persiapan Khotbah yang Efektif?
  - Bersikaplah wajar. 
  
  Memang sewajarnya Saudara bersikap sebagai seorang hamba Tuhan. 
  Tetapi sekali-kali jangan membeo orang lain, sehingga sikap Saudara 
  sebagai pengkhotbah itu menjadi kurang wajar.
  
  Banyak pengkhotbah yang menyukai cara berkhotbah ekspositori, atau 
  pengupasan arti dan ajaran ayat demi ayat dan pasal demi pasal. Kami 
  pun menyarankan agar Saudara mencoba sistem yang demikian. Namun, 
  banyak juga pengkhotbah ternama yang tidak memakai cara berkhotbah 
  ekspositori itu. Dua contoh yang klasik adalah Phillips Brooks dan 
  George W. Truett.
  
  Jadi, belajarlah dari hamba-hamba Tuhan yang lain, lebih-lebih 
  mereka yang sangat mahir berkhotbah; tetapi sekali-kali jangan 
  kehilangan berkat yang disediakan Tuhan khususnya bagi Saudara 
  sendiri, asal Saudara bersikap wajar pada waktu berkhotbah.
  
  - Rencanakanlah pelayanan mimbar Saudara. 
  Janganlah menghabiskan banyak waktu minggu demi minggu dengan 
  kepanikan sambil mencari sesuatu pokok untuk dikhotbahkan. 
  Berkhotbahlah berturut-turut dari isi satu kitab di dalam Alkitab. 
  Atau, sampaikanlah suatu seri khotbah menurut tema yang sama: 
  doa-doa yang dicatat di dalam Alkitab, perumpamaan-perumpamaan 
  Tuhan Yesus, tanda-tanda ajaib-Nya, atau uraian sifat tokoh-tokoh 
  Alkitab yang berwatak kuat.
  
  Jika Saudara mengetahui arah pelayanan mimbar minggu demi minggu,
   maka Saudara dapat mulai memikirkan isi khotbah jauh lebih awal. 
   Sungguh ajaib caranya Roh Kudus dapat memanfaatkan suatu seri 
   khotbah demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan jemaat, walaupun kita 
   sendiri belum sadar bahwa kebutuhan-kebutuhan itu memang ada!
   
  Namun, sebaiknya Saudara jangan diperbudak oleh suatu rencana 
  pelayanan mimbar. Jika timbul krisis yang tak terduga, atau jika 
  Tuhan memberi Saudara beban di dalam hati tentang pokok khotbah yang 
  baru, sekali-kali jangan menolak petunjuk ilahi itu. Sesungguhnya, 
  sebuah khotbah yang diselipkan sebagai variasi di tengah-tengah seri 
  khotbah itu justru dapat menambah minat jemaat terhadap kelanjutan 
  dari seri tersebut.
  
  - Mulailah sedini mungkin. 
  Mulailah sedini mungkin setiap minggu, juga sedini mungkin setiap 
  hari. Misalnya, andaikan Saudara sedang menyiapkan seri khotbah dari 
  satu kitab di dalam Alkitab. Saudara dapat mulai menyelidiki ayat 
  atau pasal yang lebih banyak jumlahnya daripada jumlah yang sempat 
  Saudara uraikan dalam khotbah minggu ini; dengan cara demikian, 
  sudah tersedia bahan cadangan untuk minggu depan.
  
  Tentukanlah batas waktu untuk diri Saudara sendiri. Misalnya,
   usahakan supaya kedua khotbah untuk hari Minggu depan sudah 
   rampung pada jam 12 siang hari Jumat. Tidak ada frustrasi yang 
   lebih besar daripada jika kita baru mulai mempersiapkan khotbah 
   pada jam 12 siang hari Sabtu. Usaha mengerjakan tugas yang 
   seharusnya sudah kita kerjakan sepanjang minggu itu, tentu akan 
   membuat kita frustrasi!
   
  - Gunakanlah suatu sistem arsip bahan khotbah yang rapi. 
  Banyak pendeta yang menyimpan beberapa stofmap di atas meja tulis 
  mereka; satu untuk khotbah pagi hari Minggu depan; satu lagi untuk 
  khotbah sore hari Minggu depan; yang ketiga untuk renungan jam doa, 
  dan sebagainya.
  
  Alangkah baiknya jika Saudara mencatat hanya satu ide saja pada 
  setiap carik kertas. Jadi, pada saat Saudara hendak menyusun sebuah 
  khotbah, Saudara hanya tinggal menyusun kertas-kertas kecil itu 
  menurut urutannya yang baik!
  
  - Mulailah dengan firman Allah. 
  Sebelum membuka-buka kitab lain, bukalah dulu Alkitab. Carilah 
  berita ilahi dalam nas atau perikop yang telah dipilih itu. Catatlah 
  gagasan-gagasan yang diberikan oleh Roh Kudus. Jika mungkin, galilah 
  bahasa-bahasa asli Alkitab. Paling sedikit Saudara dapat 
  membandingkan lebih dari satu terjemahan, dalam bahasa Indonesia 
  dan/atau dalam bahasa lain. Baru kemudian carilah buku-buku tafsiran 
  agar dapat meralat pikiran Saudara seandainya tadi ada yang keliru.
  
  Ajukanlah kepada diri sendiri empat pertanyaan ini:
  1) Apakah arti kata-kata ini?
  2) Apakah maksud dari kata-kata ini?
  3) Apakah maksud dari kata-kata ini untuk diri saya sendiri?
  4) Bagaimana saya dapat menyampaikan arti dan maksud itu sehingga 
  dapat dipahami serta diterapkan oleh orang-orang lain?
  
  Sekali-kali jangan melompati pertanyaan yang ketiga itu! Jika sebuah 
  khotbah disaring melalui hati dan hidup sang pengkhotbah sendiri, 
  barulah khotbah itu dapat menjadi berita ilahi.
  
  - Susunlah bahan khotbah Saudara dengan baik. 
  Khotbah yang jelas itu harus dimulai dengan pikiran yang jelas pula. 
  Semestinya Saudara dapat menyatakan inti dari sebuah khotbah dalam 
  satu kalimat pendek saja. Butir-butir dalam rangkaian khotbah itu 
  semestinya menyokong dan mengembangkan satu pokok utama tadi.
  
  Penting ada garis besar atau rangkaian khotbah! Jika Saudara 
  menggunakannya secara mahir, maka para pendengar dengan lebih mudah 
  mengikuti dan mengingat isi khotbah Saudara. Rangkaian khotbah itu 
  pun dapat menolong Saudara mencernakan isinya, sehingga Saudara 
  dapat berkhotbah secara lebih bebas.
  
  Carilah tempat di mana kebenaran ilahi mengena pada kehidupan insani. 
  Di situlah Saudara akan menemukan berita yang perlu dikhotbahkan.
  
  - Biarlah Tuhan menggunakan diri Saudara. 
  Menyiapkan khotbah itu merupakan pengalaman rohani. Proses persiapan 
  itu ibarat bergulat, atau berperang, bahkan ibarat menderita sakit 
  bersalin!
  
  Lebih dahulu, Roh Kudus harus berbicara kepada Saudara, baru 
  kemudian Ia dapat berbicara melalui Saudara. Jadi, terimalah lebih 
  dahulu berita ilahi untuk hati Saudara sendiri: "Apakah maksud dari 
  ayat-ayat ini untuk diri saya sendiri?"
  
  - Tetap peliharalah hubungan yang erat dengan jemaat. 
  Pelayanan menggembalakan jemaat dan pelayanan mimbar itu tidak 
  berlawanan; kedua macam pelayanan itu saling mengisi. Sebagai 
  gembala sidang, kita dapat mengetahui keperluan-keperluan para 
  anggota jemaat; sebagai pengkhotbah, kita dapat menggunakan firman 
  Allah untuk memenuhi keperluan-keperluan itu. Sering Saudara akan
  memeroleh inspirasi untuk sebuah khotbah pada saat Saudara melayani
  di sisi tempat tidur di rumah sakit, bahkan di sisi liang kubur 
  yang baru digali.
  
  Ada suatu tipe pengkhotbah yang seolah-olah hidup di dalam menara 
  yang terbuat dari gading, jauh dari kehidupan sehari-hari. Dua kali 
  seminggu, ia sudi turun ke bawah untuk menyampaikan berita ilahi, 
  lalu ia menarik diri lagi ke kamar belajar. Mungkin pengkhotbah 
  seperti itu mengandalkan kesarjanaan yang tinggi serta kemahiran 
  homiletika; tetapi tidak ada kehangatan yang hanya dapat dihasilkan 
  oleh hubungan pribadi. Mungkin indahnya khotbah yang disampaikan 
  oleh dia itu ibarat "lautan kaca" yang disebut-sebut pada 
  Wahyu 15:2, ... namun tiada "bercampur api"! Ingat, Surat Ibrani 
  mengajarkan bahwa kita harus berani masuk "melalui tabir" 
  (Ibrani 6:19, 10:19-20), yaitu harus memasuki tempat yang Mahakudus, 
  dengan jalan menggali isi firman Allah. Tetapi Surat Ibrani itu pun 
  mengajarkan bahwa kita harus berani pergi "di luar perkemahan dan 
  menanggung kehinaan" karena Kristus (13:13). Kedua istilah tadi, 
  "melalui tabir" dan "di luar perkemahan", 
  itulah yang seharusnya menggambarkan kedua segi dari kehidupan dan 
  pelayanan seorang hamba Tuhan yang setia.
  
  - Selalu siap sedia! 
  Kapan kita menyiapkan khotbah? Jawabannya yang tepat: Setiap waktu! 
  Sebaiknya Saudara membuka lebar-lebar mata dan telinga Saudara, 
  kalau-kalau ada gagasan tentang pokok khotbah yang baru, ilustrasi 
  khotbah yang baru, atau cara pendekatan nas khotbah yang baru. 
  Sebaiknya Saudara membawa serta sebuah bloknot kecil ukuran saku 
  untuk mencatat ide-ide yang sewaktu-waktu timbul; kalau tidak, pasti 
  Saudara akan melupakannya.
  
  Sewaktu-waktu, isilah sebuah buku catatan atau arsip khusus dengan 
  ide-ide untuk khotbah-khotbah yang belum jadi. Andrew Blackwood 
  menamakan buku catatan atau stofmap semacam itu sebagai 
  "persemaian khotbah". Siapa tahu kapan salah satu benih 
  itu akan bertunas menjadi sebuah khotbah yang berguna.
  
  Setiap hamba Tuhan harus mengerjakan sistemnya sendiri. Pepatah lama 
  itu masih tepat: "Rencanakanlah kerja, lalu kerjakanlah 
  rencana."Ingatlah selalu bahwa pekerjaan Saudara menyangkut 
  soal kekekalan; jadi, berilah pelayanan Saudara yang terbaik demi 
  pekerjaan yang mulia itu.
  
  Bagaimana caranya saya dapat mengadakan keseimbangan dalam pelayanan 
  mimbar, sehingga saya tidak terlalu sering berkhotbah mengenai salah 
  satu pokok kesayangan saja yang seolah-olah menjadi hobi saya?
  
  Spurgeon pernah bercerita tentang dua petani yang bertemu di pasar 
  pada hari Senin. "Apakah kau ke gereja kemarin?" salah 
  seorang petani itu bertanya kepada temannya.
  
  "Tentu saja," jawabnya.
  
  "Apa yang kaudengar di sana?" tanya petani yang pertama itu.
  
  "O ..., yang itu-itu juga, kaya lonceng aja -- 
  tik-tak-tik-tak-tik-tak."
  
  "Wah, mujur kamu," kata temannya. "Yang terdengar 
  di gereja kami, cuma tik-tik-tik-tik terus!"
   
  Mengembangkan kehidupan rohani Saudara sendiri, melalui penyelidikan 
  firman Allah dan pelayanan penggembalaan, adalah cara terbaik untuk 
  menjamin bahwa jemaat Saudara akan menerima gizi rohani yang 
  seimbang, dan bukan hanya "yang itu-itu juga". 
  Menurut 2 Timotius 3:16, "Segala tulisan yang diilhamkan Allah 
  memang bermanfaat untuk mengajar." Tuhan Yesus sendiri berkata: 
  "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap 
  firman yang keluar dari mulut Allah" (Matius 4:4).
  
  Tetaplah menggali firman Allah; tetaplah berani menjelajahi benua 
  baru. Sebagai akibatnya, Saudara sendiri maupun jemaat yang Saudara 
  gembalakan itu akan terus bertumbuh secara rohani.
  
  Di sinilah terlihat mutu khotbah ekspositori, atau berkhotbah dengan 
  menguraikan pasal demi pasal. Kekayaan firman Allah itu menuntut 
  supaya kita mengkhotbahkan isinya yang beraneka ragam. Tak mungkin 
  memainkan lagu surgawi dengan kecapi yang senarnya hanya 
  seutas saja!
  
  Biarlah Tuhan menunjukkan kepada Saudara salah satu kitab di dalam 
  Alkitab. Lalu siapkanlah suatu seri khotbah yang meliputi kitab itu 
  dari permulaan sampai akhir. Sebaiknya kitab itu dipilih dengan 
  hati-hati; bacalah keseluruhan isinya beberapa kali, dan baru 
  kemudian umumkanlah seri khotbah berdasarkan kitab tersebut. Jika 
  Saudara tidak berbuat demikian, mungkin Saudara akan terpaksa 
  berhenti di tengah jalan!
  
  Utamakanlah pokok-pokok Alkitab yang paling luhur. Jauhilah 
  khotbah-khotbah yang bernada "sok pintar", 
  berdasarkan nas yang aneh-aneh. Dengan sengaja menggumuli 
  pasal-pasal sulit yang sebelumnya Saudara hindari, bahkan 
  pasal-pasal yang dulu Saudara merasa takut mengkhotbahkan isinya.
  
  Rencanakanlah pelayanan mimbar Saudara sehingga menjadi seimbang. 
  Seorang ibu rumah tangga yang bijaksana akan merencanakan makanan 
  yang hendak disajikannya. Seorang gembala sidang yang bijaksana akan 
  merencanakan khotbah yang hendak disampaikannya -- dengan 
  keseimbangan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, antara 
  penginjilan dan pendidikan/pembinaan, antara kewajiban dan hak 
  istimewa, antara sejarah dan nubuat, antara mengupas dosa manusia 
  dan membesarkan hati manusia.
  
  Ada sebagian pendeta yang dapat merencanakan seri khotbah yang amat 
  panjang berdasarkan satu kitab, tetapi tidak semua pendeta sanggup 
  berbuat demikian. Agak awal dalam pelayanannya, W. Graham Scroggie 
  mengadakan suatu seri khotbah yang amat panjang berdasarkan Surat 
  Roma. Minggu demi minggu, jumlah orang yang hadir itu semakin 
  sedikit. Akhirnya, ia menerima sepucuk surat dari salah seorang 
  pendengarnya yang meyakinkan dia bahwa rencana pelayanan mimbar yang 
  demikian itu kurang bijaksana, maka ia menghentikan rencananya.
  
  Ada pendeta yang memunyai karunia berkhotbah yang hebat, sehingga 
  mereka dapat menguraikan ayat demi ayat, walaupun seri khotbah itu 
  sangat panjang. Tetapi bila kita tidak diberi karunia berkhotbah 
  yang begitu luar biasa, lebih baik kita hanya memetik ayat-ayat yang 
  paling baik saja untuk ditekankan, sehingga berita inti dari satu 
  kitab dapat disampaikan melalui suatu seri khotbah yang tidak 
  terlampau panjang.
  
  Penting sekali sang pengkhotbah mengetahui kebutuhan-kebutuhan 
  rohani para anggota jemaat, agar ia dapat memberi mereka makanan 
  rohani yang tepat. Itulah sebabnya kunjungan penggembalaan dan 
  penyuluhan pribadi menjadi sangat penting. Camkanlah semboyan ini 
  untuk pelayanan mimbar Saudara: VARIASI dan VITALITAS.
  
  Kadang-kadang, saya dikritik jika saya membaca nas khotbah dari 
  terjemahan Alkitab Kabar Baik dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari, 
  atau dari Firman Allah yang Hidup.* Namun saya tahu bahwa ada juga 
  anggota-anggota jemaat yang lebih suka terjemahan-terjemahan itu 
  yang berbeda susunan kata-katanya daripada terjemahan biasa. Apa 
  yang sebaiknya saya lakukan?
  
  Janganlah mengkritik atau meremehkan terjemahan Alkitab yang biasa 
  dipakai itu. Sebaliknya, uraikan artinya dan perdalam maknanya 
  dengan memanfaatkan terjemahan-terjemahan lain. Setiap terjemahan, 
  dalam bahasa apa saja, pasti ada kekuatannya, ada juga kelemahannya. 
  
  Kita memanfaatkan setiap terjemahan itu atas dasar kekuatannya, 
  walaupun kita sadar pula akan kelemahannya. Jika Saudara mendalami 
  bahasa-bahasa asli Alkitab, maka Saudara pun dapat bertindak dengan 
  lebih bebas karena tidak usah merasa terikat pada terjemahan 
  apa pun.
  
  Sediakanlah waktu untuk menjelaskan kepada jemaat Saudara 
  bagaimana Alkitab disampaikan kepada kita. Uraikanlah bagaimana 
  proses terjemahan itu dilaksanakan. Mungkin Saudara memunyai teman 
  atau kenalan, orang lokal atau utusan Injil orang asing, yang 
  terlibat dalam pelayanan penerjemahan, dan Saudara dapat minta 
  tolong kepadanya.
  
  Jika dalam sebuah ayat tertentu dari suatu versi 
  tertentu ada terjemahan yang kurang memadai, sebaiknya Saudara 
  menjelaskan hal itu secara wajar dalam rangka mengkhotbahkan nas 
  tersebut. Tetapi sadarilah bahwa setiap terjemahan firman Allah itu 
  bermanfaat; jangan sampai ada perpecahan dalam gereja hanya oleh 
  karena soal terjemahan manakah yang lebih disukai. Mengucap 
  syukurlah jika ada banyak orang di antara jemaat Saudara yang suka 
  membaca Alkitab dalam terjemahan apa saja; banyak juga anggota 
  gereja yang tidak biasa berbuat demikian!
  
  (* Contoh kedua terjemahan ini sengaja dimasukkan oleh penyadur, 
  agar prinsip-prinsip nasihat yang diberikan oleh para pengarang itu 
  menjadi lebih jelas.)
  
  ====================================================================
  
  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: Memimpin Gereja Secara Mantap: Petunjuk-Petunjuk Praktis 
  untuk Gembala Sidang
  Penulis: Warren W. Wiersbe dan Howard F. Sugden
  Penerjemah: Tidak dicantumkan
  Penerbit: Lembaga Literatur Baptis, Bandung 1994
  Halaman: 71 -- 84

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org