Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/103 |
|
e-Reformed edisi 103 (15-9-2008)
|
|
Dear e-Reformed Netters, Halo ..., apa kabar? Saya sangat menyesal karena pengiriman edisi September ini mengalami keterlambatan. Semoga Anda bisa memaafkan (seperti biasanya). Harapan saya, artikel dalam edisi September ini dapat memberi pelajaran berharga bagi pengkhotbah maupun jemaat. Mengapa pelayanan berkhotbah penting? Berikut sebuah kutipan yang merupakan salah satu jawaban dari pertanyaan ini. "Tak dapat diragukan bahwa kadar kedewasaan rohani dari sebuah jemaat biasanya naik turun menurut naik turunnya kadar khotbah-khotbah yang disampaikan berdasarkan firman Allah." Jadi, betapa naifnya kalau para pendeta mengganggap berkhotbah adalah hal yang sepele. Namun pada kenyataannya, memang banyak pendeta yang menggaggap tugas berkhotbah itu bukan tugas yang penting. Apa buktinya? Buktinya, masih banyak pendeta yang berkhotbah secara sembarangan, atau dengan kata lain, tidak ada isinya selain sekadar khotbah humanisme (bagaimana menjadi orang baik), bukan berkhotbah berdasarkan firman Tuhan. Tapi hal ini tidak bertepuk sebelah tangan, karena sering kali jemaat membiarkan pendetanya berkhotbah dengan tidak bertanggung jawab. Apa buktinya? Buktinya, walaupun pendeta memberi makanan tidak bergizi, alias khotbah yang tidak berdasarkan firman Tuhan, tidak ada jemaat yang protes. Tentu saja dalam hal ini "silence is not golden". Bagaimana seharusnya sikap jemaat dalam hal ini? Penulis artikel ini, Warren W. Wiersbe, berkata: "Anggota-anggota gereja kemungkinan akan menerima dan memaafkan segala kekurangan gembala sidang mereka ... kecuali jika ia kurang memberi mereka makanan rohani dan ajaran Alkitab dari mimbar." Dengan berani, penulis bahkan berkata, kalau tidak bisa berkhotbah dengan baik, maka lebih baik posisi pendeta mimbar diturunkan menjadi pendeta pembantu saja, alias mengerjakan tugas lain yang bukan berkhotbah, karena tugas berkhotbah tidak seharusnya dikerjakan secara tidak bertanggung jawab. Ada banyak poin penting yang disampaikan dalam artikel ini. Silakan menyimak lebih dalam. Saya berharap inti pelajaran dalam artikel ini dapat menaikkan kadar tanggung jawab kita, baik sebagai pembawa khotbah maupun penerima khotbah, untuk meningkatkan pertumbuhan iman jemaat. In Christ, Yulia < yulia(at)in-christ.net > < http://reformed.sabda.org > ==================================================================== BERKHOTBAH Sungguh pentingkah hal berkhotbah dalam pelayanan gereja? Memang, berkhotbah hanyalah salah satu cara yang telah diberikan Allah untuk menyampaikan firman-Nya; namun kami sungguh percaya bahwa berkhotbah itu merupakan cara yang paling penting. Tentu saja kita juga menyampaikan firman Allah melalui pembaptisan dan perjamuan Tuhan. Kita juga menyampaikannya melalui pelayanan pribadi yang dilaksanakan oleh setiap orang percaya: "Hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu Yang di surga" (Mat 5:16). Namun tidak ada hal lain yang dapat menggantikan penyampaian firman Allah melalui apa yang kita kenal sebagai "berkhotbah". Pada saat Allah Bapa hendak menyatakan Putra-Nya di depan umum, Ia pun mengutus seorang pengkhotbah bernama Yohanes Pembaptis. Isi Alkitab ada banyak yang terdiri dari khotbah-khotbah sebagaimana disampaikan oleh para hamba Tuhan. Tak dapat diragukan bahwa kadar kedewasaan rohani dari sebuah jemaat biasanya naik turun menurut naik turunnya kadar khotbah-khotbah yang disampaikan berdasarkan firman Allah. Anggota-anggota gereja kemungkinan akan menerima dan memaafkan segala kekurangan gembala sidang mereka ... kecuali jika ia kurang memberi mereka makanan rohani dan ajaran Alkitab dari mimbar. Seorang pendeta akan mengalami kesulitan dalam pelayanannya bila ia kurang yakin akan pentingnya hal berkhotbah, atau kurang rajin berusaha menjadi seorang pengkhotbah yang lebih mahir. Mungkin orang yang kurang yakin atau kurang rajin seperti itu lebih baik menerima tugas sebagai pendeta pembantu, sambil mengembangkan talenta-talenta yang dikaruniakan Tuhan kepadanya. Berapa banyak politikus atau pendidik yang mengharapkan banyak orang akan menghadiri pidato atau ceramah mereka -- minggu demi minggu, bahkan tahun demi tahun? Namun jutaan orang di seluruh dunia rela pergi ke gereja setiap minggu untuk mendengar seorang hamba Tuhan yang mengkhotbahkan firman Allah. G. Campbell Morgan menyebutkan hal berkhotbah itu sebagai "pekerjaan yang paling utama dari pelayanan Kristen". Berkhotbah pun pekerjaan yang paling sulit dari pelayanan Kristen, bila dilaksanakan dengan setia. Mengapa kadar khotbah itu rasanya menurun pada tahun-tahun belakangan ini? Mungkin karena gereja-gereja kita terlalu mudah terpengaruh oleh cara-cara yang paling mutakhir dari dunia luar -- misalnya, oleh penyuluhan, dinamika kelompok, dialog, drama, dan sebagainya. Semuanya ini memang berfaedah dalam pelayanan gereja, namun tidak ada satu pun di antaranya yang dapat menggantikan tempat khotbah berdasarkan firman Allah. Manusia mungkin terharu oleh film dan musik, oleh drama dan diskusi panel. Namun watak mereka tidak akan berubah dan rohani mereka tidak akan meningkat, kecuali jika ada penyampaian firman Allah. Mungkin alasan utama mengapa khotbah-khotbah itu sering dikritik adalah karena banyak khotbah memang kurang memenuhi kebutuhan jemaat, serta disampaikan dengan cara yang kurang efektif. Seorang gembala sidang yang lari ke sana ke mari dengan kesibukan yang dibuat-buat saja sepanjang minggu, lalu yang secara tergesa-gesa menyiapkan khotbahnya pada hari Sabtu malam, dia itu bagaikan orang yang menggali kuburnya sendiri. Sayang, jemaat yang digembalakan olehnya itu mungkin ikut terkubur bersama-sama dengan sang pendeta! Menyiapkan dan menyampaikan khotbah yang benar-benar menguraikan firman Allah itu merupakan pekerjaan yang berat. Mungkin itulah sebabnya ada sebagian gembala sidang yang melarikan diri ke bentuk pelayanan lain, sedangkan pelayanan mimbar mereka abaikan. Jika Saudara, sebagai gembala sidang, menganggap hal berkhotbah sebagai pelayanan yang penting, pasti orang lain pun akan menyadari fakta itu. Mereka akan sadar bahwa Saudara memerlukan waktu hari demi hari untuk menyelidiki firman Allah. Mereka akan melihat bahwa Saudara berkunjung dan memberi penyuluhan, sehingga berdasarkan pengalaman itu, Saudara dapat lebih mengerti keperluan para anggota jemaat. Mereka akan merasakan bahwa Saudara mengatur cara kehidupan Saudara menurut suatu daftar prioritas. Lebih daripada segala-galanya, ketika mereka mendengar Saudara berkhotbah, mereka akan berterima kasih, baik kepada Tuhan maupun kepada Saudara sendiri, oleh karena gembala sidang mereka begitu mengasihi jemaatnya sehingga ia rela bekerja keras sebagai seorang pengkhotbah. Bila Saudara tergoda untuk meragukan pentingnya hal berkhotbah dalam pelayanan Saudara, ingatlah apa yang pernah dihasilkan oleh khotbah-khotbah Martin Luther di negeri Jerman, atau oleh khotbah-khotbah John Wesley di negeri Inggris. Pikirkanlah George Whitefield, Jonathan Edwards, D. L. Moody, dan Billy Graham. Pikirkanlah juga kawanan domba yang lapar, yang minggu demi minggu datang kepada Saudara untuk diberi makanan rohani. Sebagaimana ditegaskan oleh Rasul Paulus: "Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil" (1 Korintus 9:16). Bagaimanakah Saya Dapat Memerbaiki Cara Berkhotbah Saya? Mulailah dengan tidak pernah merasa puas dengan cara berkhotbah Saudara. Mulailah dengan tidak percaya begitu saja jika ada pujian yang diberikan orang terhadap khotbah-khotbah Saudara. Memang kita menghargai pujian yang membesarkan hati karena khotbah kita telah menolong seseorang yang tadinya merasa gundah atau khawatir. Namun, kita tidak boleh merasa puas seolah-olah kita sudah mencapai tingkat tertinggi dalam pelayanan mimbar itu. C. H. Spurgeon, pengkhotbah terbesar di negeri Inggris itu, telah seperempat abad lamanya berpengalaman sebagai pengkhotbah ketika ia menyatakan: "Saya masih tetap belajar bagaimana caranya berkhotbah." Pengkhotbah yang mudah puas, tidaklah akan bertumbuh. Ia akan menjadi penerima pujian yang muluk-muluk; ia tidak akan menjadi sumber kekuatan rohani. Jalan memerbaiki cara berkhotbah ialah dengan lebih dahulu memerbaiki sang pengkhotbah. Benarlah definisi yang diberikan oleh Phillips Brooks: "Berkhotbah adalah penyampaian kebenaran ilahi melalui kepribadian insani" (dari buku "Lectures on Preaching"[Ceramah-ceramah Tentang Hal Berkhotbah]). Perhatikanlah Yohanes 1:6: "Datanglah seorang [yaitu insan biasa] yang diutus Allah [yaitu dengan berita ilahi], namanya Yohanes." Jika kita bertumbuh "dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juru Selamat kita, Yesus Kristus" (2 Petrus 3:18), jika kita memelihara kebiasaan saat teduh yang memuaskan, pasti tak dapat tidak kita pun akan memerbaiki cara kita belajar, cara kita menyiapkan khotbah, dan cara kita menyampaikannya. Jangan segan-segan menerima kritik yang membangun. Selama tahun-tahun pertama dalam pelayanannya, setiap hari Senin, C. H. Spurgeon menerima sepucuk surat dari salah seorang pendengarnya yang tidak membubuhkan namanya. Isi setiap surat itu tak lain ialah kesalahan-kesalahan dalam khotbahnya kemarin, yang semuanya ditunjukkan dalam suasana kasih. Spurgeon tidak merasa tersinggung; justru ia merasa senang dan sangat tertolong oleh pengkritik anonim itu. Kebiasaan merekam khotbah pada kaset itu dapat sangat menolong dalam memerbaiki cara berkhotbah ... asal Saudara tahan mendengarkan khotbah Saudara sendiri! Seorang istri pendeta yang setia dapat juga menjadi seorang pendengar dan pengkritik khotbah yang membangun. Carilah kesempatan untuk mendengarkan khotbah orang-orang lain -- bukan hanya pengkhotbah yang ternama, melainkan juga rekan-rekan sepanggilan di sekitar tempat pelayanan Saudara. Dari setiap pengkhotbah itu, Saudara dapat mempelajari sesuatu, apakah teladannya positif atau pun negatif. Tersedia juga kaset dari pengkhotbah yang ternama. Namun, perhatikanlah peringatan ini: Sekali-kali jangan secara membabi buta meniru seorang pengkhotbah yang ternama. Janganlah mendewakan rekaman khotbah pada kaset! Bacalah buku-buku yang baik tentang homiletika (ilmu berkhotbah). * Bacalah juga khotbah-khotbah yang sudah diterbitkan. ** George Morrison membiasakan diri membaca sebuah khotbah setiap hari, yang dipilih dari antara hasil karya banyak pengkhotbah yang berbeda-beda. Bacalah khotbah orang lain, mula-mula demi perkembangan rohani Saudara sendiri. Kemudian barulah membaca demi pengertian tentang teknik dan cara pendekatan pengkhotbah itu. Janganlah membeo dia, tetapi bergurulah kepadanya. John Henry Jowett mengakui bahwa selama mempelajari bahan khotbah, ia sering bertanya pada dirinya sendiri: "Bagaimanakah kiranya Spurgeon akan menangani nas ini? Bagaimanakah Alexander Whyte akan menggali maknanya?" ("The Preacher: His Life and Work" [Sang Pengkhotbah: Kehidupannya dan Pekerjaannya]). Sebaiknya setiap terbitan atau naskah berupa khotbah yang Saudara miliki itu diberi catatan indeks, sehingga dengan mudah Saudara dapat menemukan, membaca, dan membandingkannya. Beranilah menjelajahi benua baru! Terlalu banyak orang di antara kita yang begitu menikmati menyampaikan khotbah tentang tema-tema kesayangan, sehingga kita segan menangani pokok-pokok baru. Rasul Paulus menasihati Timotius agar mendalami dan merenungkan firman Allah, "supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang" (1 Timotius 4:15). Kata "kemajuan" di sini menunjukkan hal menjelajahi benua baru. Paulus ingin supaya Timotius berani maju ke dalam kawasan yang masih asing baginya. Awas, janganlah Saudara seolah-olah mempromosikan hobi sambil berkhotbah mengenai tema yang itu-itu juga! (* Misalnya, "Menyampaikan Firman Allah dengan Efektif", terbitan Lembaga Literatur Baptis.) (** Misalnya, "Kumpulan Khotbah Berkat-Berkat dari Mimbar Kristen", terbitan Lembaga Literatur Baptis.) Jika bahasa-bahasa asli Alkitab digunakan secara mahir, di dalamnya terdapat banyak gizi rohani guna mempertumbuhkan para anggota jemaat Yang kami tekankan di sini ialah penggunaan secara mahir. Ada sebagian pengkhotbah yang menggunakan bahasa Ibrani dan bahasa Yunani itu secara kurang mahir. Jemaat rindu mendapat makanan, bukannya resep makanan. Jika kita melontarkan terlalu banyak penjelasan teknis tentang seluk-beluk bahasa-bahasa asli itu, mereka akan kurang berselera mencicipi santapan rohani yang Anda sajikan. Ada banyak buku yang berguna dalam penyelidikan firman Allah, bahkan ada banyak buku yang cocok untuk pendeta yang belum sempat mempelajari bahasa-bahasa asli Alkitab. Baktikanlah diri Saudara pada penggunaan yang mahir dari alat-alat pembantu seperti itu; pasti Saudara sendiri akan mengalami pertumbuhan rohani, sambil menolong para anggota jemaat supaya bertumbuh juga. Jika Saudara sungguh-sungguh ingin memerbaiki cara berkhotbah Saudara, pasti Tuhan akan memberi kesempatan kepada Saudara untuk berbuat demikian. Ia akan mengizinkan kejadian-kejadian dalam jalan kehidupan Saudara yang akan mendorong Saudara untuk lebih rajin berdoa dan mempelajari firman-Nya. Tempat terbaik untuk membaca firman Allah ialah ... di tengah-tengah api pencobaan. Bila Tuhan ingin menyampaikan berita-Nya, Ia pun mempersiapkan seorang pemberita. Jadilah pemberita itu! Adakah Saran-Saran Praktis tentang Persiapan Khotbah yang Efektif? - Bersikaplah wajar. Memang sewajarnya Saudara bersikap sebagai seorang hamba Tuhan. Tetapi sekali-kali jangan membeo orang lain, sehingga sikap Saudara sebagai pengkhotbah itu menjadi kurang wajar. Banyak pengkhotbah yang menyukai cara berkhotbah ekspositori, atau pengupasan arti dan ajaran ayat demi ayat dan pasal demi pasal. Kami pun menyarankan agar Saudara mencoba sistem yang demikian. Namun, banyak juga pengkhotbah ternama yang tidak memakai cara berkhotbah ekspositori itu. Dua contoh yang klasik adalah Phillips Brooks dan George W. Truett. Jadi, belajarlah dari hamba-hamba Tuhan yang lain, lebih-lebih mereka yang sangat mahir berkhotbah; tetapi sekali-kali jangan kehilangan berkat yang disediakan Tuhan khususnya bagi Saudara sendiri, asal Saudara bersikap wajar pada waktu berkhotbah. - Rencanakanlah pelayanan mimbar Saudara. Janganlah menghabiskan banyak waktu minggu demi minggu dengan kepanikan sambil mencari sesuatu pokok untuk dikhotbahkan. Berkhotbahlah berturut-turut dari isi satu kitab di dalam Alkitab. Atau, sampaikanlah suatu seri khotbah menurut tema yang sama: doa-doa yang dicatat di dalam Alkitab, perumpamaan-perumpamaan Tuhan Yesus, tanda-tanda ajaib-Nya, atau uraian sifat tokoh-tokoh Alkitab yang berwatak kuat. Jika Saudara mengetahui arah pelayanan mimbar minggu demi minggu, maka Saudara dapat mulai memikirkan isi khotbah jauh lebih awal. Sungguh ajaib caranya Roh Kudus dapat memanfaatkan suatu seri khotbah demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan jemaat, walaupun kita sendiri belum sadar bahwa kebutuhan-kebutuhan itu memang ada! Namun, sebaiknya Saudara jangan diperbudak oleh suatu rencana pelayanan mimbar. Jika timbul krisis yang tak terduga, atau jika Tuhan memberi Saudara beban di dalam hati tentang pokok khotbah yang baru, sekali-kali jangan menolak petunjuk ilahi itu. Sesungguhnya, sebuah khotbah yang diselipkan sebagai variasi di tengah-tengah seri khotbah itu justru dapat menambah minat jemaat terhadap kelanjutan dari seri tersebut. - Mulailah sedini mungkin. Mulailah sedini mungkin setiap minggu, juga sedini mungkin setiap hari. Misalnya, andaikan Saudara sedang menyiapkan seri khotbah dari satu kitab di dalam Alkitab. Saudara dapat mulai menyelidiki ayat atau pasal yang lebih banyak jumlahnya daripada jumlah yang sempat Saudara uraikan dalam khotbah minggu ini; dengan cara demikian, sudah tersedia bahan cadangan untuk minggu depan. Tentukanlah batas waktu untuk diri Saudara sendiri. Misalnya, usahakan supaya kedua khotbah untuk hari Minggu depan sudah rampung pada jam 12 siang hari Jumat. Tidak ada frustrasi yang lebih besar daripada jika kita baru mulai mempersiapkan khotbah pada jam 12 siang hari Sabtu. Usaha mengerjakan tugas yang seharusnya sudah kita kerjakan sepanjang minggu itu, tentu akan membuat kita frustrasi! - Gunakanlah suatu sistem arsip bahan khotbah yang rapi. Banyak pendeta yang menyimpan beberapa stofmap di atas meja tulis mereka; satu untuk khotbah pagi hari Minggu depan; satu lagi untuk khotbah sore hari Minggu depan; yang ketiga untuk renungan jam doa, dan sebagainya. Alangkah baiknya jika Saudara mencatat hanya satu ide saja pada setiap carik kertas. Jadi, pada saat Saudara hendak menyusun sebuah khotbah, Saudara hanya tinggal menyusun kertas-kertas kecil itu menurut urutannya yang baik! - Mulailah dengan firman Allah. Sebelum membuka-buka kitab lain, bukalah dulu Alkitab. Carilah berita ilahi dalam nas atau perikop yang telah dipilih itu. Catatlah gagasan-gagasan yang diberikan oleh Roh Kudus. Jika mungkin, galilah bahasa-bahasa asli Alkitab. Paling sedikit Saudara dapat membandingkan lebih dari satu terjemahan, dalam bahasa Indonesia dan/atau dalam bahasa lain. Baru kemudian carilah buku-buku tafsiran agar dapat meralat pikiran Saudara seandainya tadi ada yang keliru. Ajukanlah kepada diri sendiri empat pertanyaan ini: 1) Apakah arti kata-kata ini? 2) Apakah maksud dari kata-kata ini? 3) Apakah maksud dari kata-kata ini untuk diri saya sendiri? 4) Bagaimana saya dapat menyampaikan arti dan maksud itu sehingga dapat dipahami serta diterapkan oleh orang-orang lain? Sekali-kali jangan melompati pertanyaan yang ketiga itu! Jika sebuah khotbah disaring melalui hati dan hidup sang pengkhotbah sendiri, barulah khotbah itu dapat menjadi berita ilahi. - Susunlah bahan khotbah Saudara dengan baik. Khotbah yang jelas itu harus dimulai dengan pikiran yang jelas pula. Semestinya Saudara dapat menyatakan inti dari sebuah khotbah dalam satu kalimat pendek saja. Butir-butir dalam rangkaian khotbah itu semestinya menyokong dan mengembangkan satu pokok utama tadi. Penting ada garis besar atau rangkaian khotbah! Jika Saudara menggunakannya secara mahir, maka para pendengar dengan lebih mudah mengikuti dan mengingat isi khotbah Saudara. Rangkaian khotbah itu pun dapat menolong Saudara mencernakan isinya, sehingga Saudara dapat berkhotbah secara lebih bebas. Carilah tempat di mana kebenaran ilahi mengena pada kehidupan insani. Di situlah Saudara akan menemukan berita yang perlu dikhotbahkan. - Biarlah Tuhan menggunakan diri Saudara. Menyiapkan khotbah itu merupakan pengalaman rohani. Proses persiapan itu ibarat bergulat, atau berperang, bahkan ibarat menderita sakit bersalin! Lebih dahulu, Roh Kudus harus berbicara kepada Saudara, baru kemudian Ia dapat berbicara melalui Saudara. Jadi, terimalah lebih dahulu berita ilahi untuk hati Saudara sendiri: "Apakah maksud dari ayat-ayat ini untuk diri saya sendiri?" - Tetap peliharalah hubungan yang erat dengan jemaat. Pelayanan menggembalakan jemaat dan pelayanan mimbar itu tidak berlawanan; kedua macam pelayanan itu saling mengisi. Sebagai gembala sidang, kita dapat mengetahui keperluan-keperluan para anggota jemaat; sebagai pengkhotbah, kita dapat menggunakan firman Allah untuk memenuhi keperluan-keperluan itu. Sering Saudara akan memeroleh inspirasi untuk sebuah khotbah pada saat Saudara melayani di sisi tempat tidur di rumah sakit, bahkan di sisi liang kubur yang baru digali. Ada suatu tipe pengkhotbah yang seolah-olah hidup di dalam menara yang terbuat dari gading, jauh dari kehidupan sehari-hari. Dua kali seminggu, ia sudi turun ke bawah untuk menyampaikan berita ilahi, lalu ia menarik diri lagi ke kamar belajar. Mungkin pengkhotbah seperti itu mengandalkan kesarjanaan yang tinggi serta kemahiran homiletika; tetapi tidak ada kehangatan yang hanya dapat dihasilkan oleh hubungan pribadi. Mungkin indahnya khotbah yang disampaikan oleh dia itu ibarat "lautan kaca" yang disebut-sebut pada Wahyu 15:2, ... namun tiada "bercampur api"! Ingat, Surat Ibrani mengajarkan bahwa kita harus berani masuk "melalui tabir" (Ibrani 6:19, 10:19-20), yaitu harus memasuki tempat yang Mahakudus, dengan jalan menggali isi firman Allah. Tetapi Surat Ibrani itu pun mengajarkan bahwa kita harus berani pergi "di luar perkemahan dan menanggung kehinaan" karena Kristus (13:13). Kedua istilah tadi, "melalui tabir" dan "di luar perkemahan", itulah yang seharusnya menggambarkan kedua segi dari kehidupan dan pelayanan seorang hamba Tuhan yang setia. - Selalu siap sedia! Kapan kita menyiapkan khotbah? Jawabannya yang tepat: Setiap waktu! Sebaiknya Saudara membuka lebar-lebar mata dan telinga Saudara, kalau-kalau ada gagasan tentang pokok khotbah yang baru, ilustrasi khotbah yang baru, atau cara pendekatan nas khotbah yang baru. Sebaiknya Saudara membawa serta sebuah bloknot kecil ukuran saku untuk mencatat ide-ide yang sewaktu-waktu timbul; kalau tidak, pasti Saudara akan melupakannya. Sewaktu-waktu, isilah sebuah buku catatan atau arsip khusus dengan ide-ide untuk khotbah-khotbah yang belum jadi. Andrew Blackwood menamakan buku catatan atau stofmap semacam itu sebagai "persemaian khotbah". Siapa tahu kapan salah satu benih itu akan bertunas menjadi sebuah khotbah yang berguna. Setiap hamba Tuhan harus mengerjakan sistemnya sendiri. Pepatah lama itu masih tepat: "Rencanakanlah kerja, lalu kerjakanlah rencana."Ingatlah selalu bahwa pekerjaan Saudara menyangkut soal kekekalan; jadi, berilah pelayanan Saudara yang terbaik demi pekerjaan yang mulia itu. Bagaimana caranya saya dapat mengadakan keseimbangan dalam pelayanan mimbar, sehingga saya tidak terlalu sering berkhotbah mengenai salah satu pokok kesayangan saja yang seolah-olah menjadi hobi saya? Spurgeon pernah bercerita tentang dua petani yang bertemu di pasar pada hari Senin. "Apakah kau ke gereja kemarin?" salah seorang petani itu bertanya kepada temannya. "Tentu saja," jawabnya. "Apa yang kaudengar di sana?" tanya petani yang pertama itu. "O ..., yang itu-itu juga, kaya lonceng aja -- tik-tak-tik-tak-tik-tak." "Wah, mujur kamu," kata temannya. "Yang terdengar di gereja kami, cuma tik-tik-tik-tik terus!" Mengembangkan kehidupan rohani Saudara sendiri, melalui penyelidikan firman Allah dan pelayanan penggembalaan, adalah cara terbaik untuk menjamin bahwa jemaat Saudara akan menerima gizi rohani yang seimbang, dan bukan hanya "yang itu-itu juga". Menurut 2 Timotius 3:16, "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar." Tuhan Yesus sendiri berkata: "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah" (Matius 4:4). Tetaplah menggali firman Allah; tetaplah berani menjelajahi benua baru. Sebagai akibatnya, Saudara sendiri maupun jemaat yang Saudara gembalakan itu akan terus bertumbuh secara rohani. Di sinilah terlihat mutu khotbah ekspositori, atau berkhotbah dengan menguraikan pasal demi pasal. Kekayaan firman Allah itu menuntut supaya kita mengkhotbahkan isinya yang beraneka ragam. Tak mungkin memainkan lagu surgawi dengan kecapi yang senarnya hanya seutas saja! Biarlah Tuhan menunjukkan kepada Saudara salah satu kitab di dalam Alkitab. Lalu siapkanlah suatu seri khotbah yang meliputi kitab itu dari permulaan sampai akhir. Sebaiknya kitab itu dipilih dengan hati-hati; bacalah keseluruhan isinya beberapa kali, dan baru kemudian umumkanlah seri khotbah berdasarkan kitab tersebut. Jika Saudara tidak berbuat demikian, mungkin Saudara akan terpaksa berhenti di tengah jalan! Utamakanlah pokok-pokok Alkitab yang paling luhur. Jauhilah khotbah-khotbah yang bernada "sok pintar", berdasarkan nas yang aneh-aneh. Dengan sengaja menggumuli pasal-pasal sulit yang sebelumnya Saudara hindari, bahkan pasal-pasal yang dulu Saudara merasa takut mengkhotbahkan isinya. Rencanakanlah pelayanan mimbar Saudara sehingga menjadi seimbang. Seorang ibu rumah tangga yang bijaksana akan merencanakan makanan yang hendak disajikannya. Seorang gembala sidang yang bijaksana akan merencanakan khotbah yang hendak disampaikannya -- dengan keseimbangan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, antara penginjilan dan pendidikan/pembinaan, antara kewajiban dan hak istimewa, antara sejarah dan nubuat, antara mengupas dosa manusia dan membesarkan hati manusia. Ada sebagian pendeta yang dapat merencanakan seri khotbah yang amat panjang berdasarkan satu kitab, tetapi tidak semua pendeta sanggup berbuat demikian. Agak awal dalam pelayanannya, W. Graham Scroggie mengadakan suatu seri khotbah yang amat panjang berdasarkan Surat Roma. Minggu demi minggu, jumlah orang yang hadir itu semakin sedikit. Akhirnya, ia menerima sepucuk surat dari salah seorang pendengarnya yang meyakinkan dia bahwa rencana pelayanan mimbar yang demikian itu kurang bijaksana, maka ia menghentikan rencananya. Ada pendeta yang memunyai karunia berkhotbah yang hebat, sehingga mereka dapat menguraikan ayat demi ayat, walaupun seri khotbah itu sangat panjang. Tetapi bila kita tidak diberi karunia berkhotbah yang begitu luar biasa, lebih baik kita hanya memetik ayat-ayat yang paling baik saja untuk ditekankan, sehingga berita inti dari satu kitab dapat disampaikan melalui suatu seri khotbah yang tidak terlampau panjang. Penting sekali sang pengkhotbah mengetahui kebutuhan-kebutuhan rohani para anggota jemaat, agar ia dapat memberi mereka makanan rohani yang tepat. Itulah sebabnya kunjungan penggembalaan dan penyuluhan pribadi menjadi sangat penting. Camkanlah semboyan ini untuk pelayanan mimbar Saudara: VARIASI dan VITALITAS. Kadang-kadang, saya dikritik jika saya membaca nas khotbah dari terjemahan Alkitab Kabar Baik dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari, atau dari Firman Allah yang Hidup.* Namun saya tahu bahwa ada juga anggota-anggota jemaat yang lebih suka terjemahan-terjemahan itu yang berbeda susunan kata-katanya daripada terjemahan biasa. Apa yang sebaiknya saya lakukan? Janganlah mengkritik atau meremehkan terjemahan Alkitab yang biasa dipakai itu. Sebaliknya, uraikan artinya dan perdalam maknanya dengan memanfaatkan terjemahan-terjemahan lain. Setiap terjemahan, dalam bahasa apa saja, pasti ada kekuatannya, ada juga kelemahannya. Kita memanfaatkan setiap terjemahan itu atas dasar kekuatannya, walaupun kita sadar pula akan kelemahannya. Jika Saudara mendalami bahasa-bahasa asli Alkitab, maka Saudara pun dapat bertindak dengan lebih bebas karena tidak usah merasa terikat pada terjemahan apa pun. Sediakanlah waktu untuk menjelaskan kepada jemaat Saudara bagaimana Alkitab disampaikan kepada kita. Uraikanlah bagaimana proses terjemahan itu dilaksanakan. Mungkin Saudara memunyai teman atau kenalan, orang lokal atau utusan Injil orang asing, yang terlibat dalam pelayanan penerjemahan, dan Saudara dapat minta tolong kepadanya. Jika dalam sebuah ayat tertentu dari suatu versi tertentu ada terjemahan yang kurang memadai, sebaiknya Saudara menjelaskan hal itu secara wajar dalam rangka mengkhotbahkan nas tersebut. Tetapi sadarilah bahwa setiap terjemahan firman Allah itu bermanfaat; jangan sampai ada perpecahan dalam gereja hanya oleh karena soal terjemahan manakah yang lebih disukai. Mengucap syukurlah jika ada banyak orang di antara jemaat Saudara yang suka membaca Alkitab dalam terjemahan apa saja; banyak juga anggota gereja yang tidak biasa berbuat demikian! (* Contoh kedua terjemahan ini sengaja dimasukkan oleh penyadur, agar prinsip-prinsip nasihat yang diberikan oleh para pengarang itu menjadi lebih jelas.) ==================================================================== Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buku: Memimpin Gereja Secara Mantap: Petunjuk-Petunjuk Praktis untuk Gembala Sidang Penulis: Warren W. Wiersbe dan Howard F. Sugden Penerjemah: Tidak dicantumkan Penerbit: Lembaga Literatur Baptis, Bandung 1994 Halaman: 71 -- 84
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |