Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/187

e-Penulis edisi 187 (2-3-2017)

Merangsang Minat Baca Generasi Digital (I)

e-Penulis -- Edisi 187; 2 Maret 2017
 
Merangsang Minat Baca Generasi Digital (I)
e-Penulis -- Edisi 187; 2 Maret 2017
 
e-Penulis

DARI REDAKSI Pentingnya Membaca Buku

Tinggi atau rendahnya minat baca masyarakat akan memengaruhi banyak aspek kehidupan, mulai dari pendidikan, sumber daya manusia, kehidupan sosial, bahkan sampai stabilitas bangsa. Tidak mengherankan, jika masyarakat Jepang, yang sudah dilatih sejak dini untuk gemar membaca, menganggap bahwa membaca buku merupakan sebuah budaya. Bagaimana dengan masyarakat Indonesia? Budaya gemar membaca harus terus dipompa dengan kerja keras banyak pihak. Budaya gemar membaca tidak bisa diwujudkan secara instan. Masyarakat harus mengalami kedekatan dengan ketersediaan sumber informasi, misal perpustakaan, dan pemerintah juga harus serius mengupayakan promosi budaya gemar membaca. Mari, kita sebagai masyarakat Indonesia, sadar akan pentingnya membaca. Marilah kita melakukannya secara disiplin dan bijaksana.

Melalui edisi e-Penulis kali ini, redaksi menyajikan tip mengenai bagaimana menggairahkan minat baca. Silakan membaca edisi ini secara keseluruhan dan dapatkan berkatnya. Tuhan Yesus memberkati.

Santi T.

Pemimpin Redaksi e-Penulis,
Santi T.

 

ARTIKEL Menggairahkan Minat Baca

Bangsa Indonesia telah meraih kemerdekaan dari penjajah selama tujuh puluh tahun. Dalam mengisi kemerdekaan ini, diperlukan generasi cerdas dan tangguh dalam memegang kendali pemerintahan. Untuk menjadi generasi yang sesuai harapan bangsa, diperlukan mental yang terdidik dengan baik. Apalagi, pada era pemerintahan Jokowi sekarang ini, slogan revolusi mental kerap didengungkan. Revolusi mental diharapkan bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Negeri Indonesia semakin makmur dan praktik korupsi dapat dikikis habis.

Gerakan revolusi mental tengah diupayakan agar bergulir seperti bola salju. Namun, perubahan mental tidak bisa lepas dari budaya baca. Dengan menciptakan budaya baca di lingkungan generasi bangsa, diharapkan akan lahir masyarakat cerdas dan berkualitas, dan mampu mengendalikan bangsa ini dengan baik. Namun, sayang sekali, budaya gemar membaca masih terasa asing di lingkungan kita. Bagi sebagian orang, membaca adalah hal yang sangat menyenangkan. Sementara, bagi pihak lain, membaca adalah hal yang sangat membosankan. Membaca dianggap sebagai kegiatan yang menjemukan. Kegiatan bergosip, menonton televisi, atau berkumpul dengan teman sebaya dianggap lebih asyik daripada membaca buku.

Gambar: Minat membaca buku

Kita bisa berkaca dari keberhasilan bangsa Jepang dalam membudayakan minat baca bagi masyarakatnya. Orang Jepang terkenal akan kecintaannya terhadap buku sehingga di banyak tempat sering ditemukan warganya sedang membaca buku. Kecintaan mereka terhadap buku sudah tidak bisa dikatakan hanya sebatas kegemaran lagi, tetapi membaca buku sudah menjadi budaya masyarakat Jepang. Masyarakat Jepang terbiasa membaca buku karena dibiasakan membaca buku. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa Inggris, Perancis, Jerman, dsb.). Konon, kabarnya, sejarah penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684 seiring dibangunnya institut-institut penerjemahan, dan terus berkembang hingga zaman modern. Biasanya, terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku dalam bahasa asingnya diterbitkan. Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Itulah salah satu kunci mengapa orang Jepang mudah meraih sukses. Jika masyarakat Jepang bisa selangkah lebih maju dalam budaya baca, bagaimana bangsa Indonesia menyikapi dan mengejar ketertinggalan ini?

Upaya menggairahkan budaya baca sudah sering dilakukan oleh berbagai pihak. Pemerintah, pendidik/guru, pustakawan, penulis, dan orangtua sering dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab secara aktif dalam menumbuhkan minat baca di tanah air. Salah satu elemen penting dalam meningkatkan minat baca adalah pemerintah. Pemerintah, dalam hal ini, berperan sebagai penentu kebijakan utama, terlebih dalam mengokohkan tanggung jawabnya terhadap Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa melalui minat baca masyarakat. Bicara tentang budaya baca tidak bisa dipisahkan dari perpustakaan. Keberadaan perpustakaan merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam mendorong masyarakat untuk dapat meningkatkan minat baca. Namun, banyak warga masyarakat yang kurang sadar akan pentingnya perpustakaan. Data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sarana utama dalam mendapatkan informasi. Masyarakat lebih memilih menonton televisi (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) daripada membaca koran (23,5%). (sumber: www.bps.go.id). Rendahnya minat baca dapat berdampak buruk pada kualitas pendidikan. Rendahnya pendidikan berimplikasi pada kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola masa depan. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dapat memperpanjang angka kemiskinan. Sumber daya manusia yang berkualitas rendah juga akan memudahkan bangsa lain untuk kembali menjajah bangsa kita. Suatu hal yang patut kita renungkan.

Dalam UU No. 43 Tahun 2007, disebutkan tentang peran dan fungsi perpustakaan. Pemerintah telah menyediakan beragam jenis perpustakaan. Akan tetapi, minat baca masyarakat ternyata masih rendah. Pergeseran informasi dan budaya telah menjadikan masyarakat cenderung bersifat konsumtif dan serba glamor. Lihat saja anak muda zaman sekarang. Lebih suka berkunjung ke pusat perbelanjaan/mal daripada mengunjungi perpustakaan. Melihat fenomena tersebut, perpustakaan perlu mengambil peran aktif agar masyarakat mau melirik dan memanfaatkan sumber-sumber informasi yang disediakannya. Selama ini, persepsi masyarakat terhadap citra perpustakaan masih rendah. Sebagian menganggap bahwa perpustakaan hanya sebagai gudang buku yang kuno dan membosankan. Tentu saja, anggapan keliru tersebut harus diluruskan.

Era digital telah merambah berbagai segi kehidupan, termasuk dalam lingkup perpustakaan. Jika dulu perpustakaan terkesan sebagai tempat yang kurang menarik, tidaklah demikian dengan keberadaan perpustakaan modern saat ini. Banyak perpustakaan yang berbenah dengan memoles tata ruang dan desain mereka secara modern. Bangunan yang megah, koleksi yang lengkap baik manual maupun digital, dan desain yang menarik telah disediakan perpustakaan untuk melayani masyarakat. Perpustakaan bukan sekadar tempat monoton untuk meminjam dan mengembalikan buku saja, melainkan dapat dijadikan wahana untuk bertukar informasi dan berdiskusi. Bahkan, ada perpustakaan yang menyediakan layanan rekreatif di mana pengunjung perpustakaan dimanjakan dengan koleksi hiburan menarik, seperti novel, koleksi musik, tari, dan koleksi hiburan lainnya. Di sinilah, peran perpustakaan dan pustakawan untuk wajib mempromosikan secara gencar kepada masyarakat agar mereka lebih tahu dan lebih dekat dengan ketersediaan beragam sumber informasi yang dimiliki perpustakaan. Pustakawan harus dapat berperan menciptakan inovasi dan strategi baru sehingga masyarakat memiliki ketertarikan terhadap perpustakaan.

Kegemaran membaca tidaklah terwujud secara instan. Selain kedekatan masyarakat dengan ketersediaan sumber informasi, pemerintah juga harus serius mengupayakan promosi budaya gemar membaca dan pemanfaatan perpustakaan. Jika selama ini pemerintah gencar mempromosikan pariwisata, pemerintah juga diharapkan mengupayakan promosi budaya gemar membaca dengan lebih giat lagi. Sudah sepatutnya pemerintah menggalakkan fungsi perpustakaan. Misalnya saja, dengan beriklan di televisi tentang pentingnya budaya baca di kalangan masyarakat. Pemerintah harus mampu mengambil inisiatif yang positif bagi ketersediaan buku bermutu dengan harga terjangkau. Hal ini mencakup pula kewajiban pemerintah untuk mengambil inisiatif terhadap kemungkinan terjadinya kevakuman ketersediaan buku akibat liberalisasi pasar maupun sebab lain di luar kendali pemerintah.

Lembaga pendidikan dan tenaga pendidik juga harus berperan aktif dalam menumbuhkan minat baca di kalangan peserta didiknya. Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu mendorong anak didik dalam menumbuhkan minat baca mereka. Proses pembelajaran di sekolah harus dapat mengarahkan peserta didik untuk rajin membaca buku dengan memanfaatkan literatur yang ada di perpustakaan atau sumber lainnya. Guru harus dapat memotivasi anak didik untuk lebih meningkatkan pengetahuan dengan membaca. Tidak dapat dimungkiri, banyak sekali manfaat membaca yang bisa siswa peroleh. Dengan membaca, siswa dapat merasakan perjuangan Bung Karno, Bung Hatta, dan pahlawan yang lain. Kepahlawanan mereka akan dapat dirasakan oleh siswa dengan membaca rekam jejak pejuang kemerdekaan dalam meraih kemerdekaan bangsa. Membaca tidak harus dibatasi pada bidang ilmu yang diajarkan. Penyediaan bacaan yang dapat menunjang ilmu akan sangat bermanfaat bagi kelanjutan siswa dalam mengembangkan kemampuan dan kecerdasan mereka. Peran perpustakaan sekolah perlu lebih ditingkatkan.

Gambar: Anak membaca buku

Tidak ketinggalan pula, peran orangtua sangatlah penting dalam memacu kreativitas anak dalam meningkatkan minat baca mereka. Kecintaan terhadap buku dapat dimulai dari pangkuan ibu dengan mendidik dan mengajarkan anak tentang kebiasaan membaca sejak dini. Peran orangtua dalam membimbing anak-anak untuk membangun minat baca sangat dibutuhkan. Peran penerbit buku juga dibutuhkan untuk menyediakan buku yang berkualitas dan juga menarik untuk dikonsumsi masyarakat. Anak-anak lebih menyukai bahan bacaan yang berwarna dan bergambar menarik. Keterampilan membaca akan tumbuh dengan sendirinya apabila sejak kecil anak dibiasakan untuk membaca. Dengan membaca, anak dapat memiliki pengetahuan yang luas. Dengan menanamkan kegemaran cinta membaca, diharapkan akan tumbuh generasi bangsa yang santun, berakhlak luhur, dan mampu mengatasi persoalan bangsa. Keberhasilan tersebut akan dapat tercapai apabila berbagai pihak saling bergandengan tangan untuk lebih menyukseskannya.

Diambil dari:
Nama situs : UPT Perpustakaan Institut Seni Indonesia Surakarta
URL : http://digilib.isi-ska.ac.id/?p=631
Judul artikel : Menggairahkan Minat Baca di Era Kemerdekaan
Penulis artikel : Wahyu Karminah
Tanggal akses : 8 Februari 2017

Download Audio

 

POJOK BAHASA Kesalahan Penggunaan Kata "Daripada" Diringkas oleh: Santi T.

Para penutur bahasa Indonesia harus menggunakan kosakata dengan tepat supaya dapat menghasilkan pembicaraan yang enak didengar. Jika penggunaan kosakata tidak tepat, pembicaraan akan membingungkan pendengar. Pemilihan kata yang kurang tepat akan membuat kalimat menjadi samar-samar atau bahkan menggelikan dan bisa juga dari segi kaidah penulisan kata, kata tersebut tidak termasuk kata baku.

Gambar: Penulisan daripada

Pemilihan kata harus dilakukan dengan cermat agar kalimat dapat dipahami dengan baik. Misalnya, penggunaan kata "daripada" yang tidak tepat atau ungkapan yang harusnya menggunakan "daripada" diganti dengan kata lain.

Contoh:

  1. Kesalahan penulisan: ditulis secara terpisah, yaitu "dari pada".
  2. Kata "daripada" digunakan sebagai perangkai predikat dengan objek kalimat. Contoh: Saya tidak dapat menyetujui daripada pendapatnya. Seharusnya: Saya tidak dapat menyetujui pendapat itu.
  3. Kata "daripada" digunakan untuk menyatakan milik. Contoh: Amanat daripada kedua orangtuanya.

Fungsi kata "daripada" digunakan untuk menyatakan perbandingan. Contoh: Nilai ekspor Indonesia pada tahun 2010 lebih besar daripada nilai ekspor tahun sebelumnya. Kata "daripada" juga digunakan untuk menyatakan pilihan. Contoh: Lebih baik belajar daripada tidur. Terkait dengan kesalahan pemakaian kata "daripada" yang sudah banyak digunakan, marilah kita segera meluruskannya.

Diringkas dari:
Nama situs : Rubrik Bahasa
Alamat situs : https://rubrikbahasa.wordpress.com/2011/04/13/kesalahan-daripada/
Judul artikel : Kesalahan "Daripada"
Penulis artikel : Ninawati Syahrul
Tanggal akses : 3 Januari 2017
 

RESENSI BUKU Rasio bagi Allah

Gambar: Rasio bagi Allah
Judul buku
:
Rasio bagi Allah: Kepercayaan dalam Zaman Skeptisisme
Judul asli
:
Reason for God: Belief in an Age of Skepticism
Penulis/​Penyusun
:
Tim Keller
Penerjemah
:
Junedy Lee
Editor
:
Stevy Tilaar
Penerbit
:
Momentum
Ukuran buku
:
14 x 21 cm
Tebal
:
292 halaman
ISBN
:
978-602-8165-36-5
Buku online
:
--
Download
:
--

Kekristenan bukanlah kepercayaan yang tidak berdasar, yang memiliki doktrin dan pengajaran yang tidak masuk akal dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Meski ada banyak hal dalam firman Tuhan yang tidak dapat dijelaskan dengan nalar dan logika manusia, bukan berarti kebenaran yang ada di dalamnya dapat dipertanyakan. Dalam dunia di mana sains, teknologi, dan logika serta rasio mengemuka dan menjadi standar bagi semua dalil dan pernyataan, iman kepada Allah sungguh dapat menjadi kompas yang menuntun manusia kepada kebaikan, kebenaran, dan tujuan hidup yang sejati. Inilah yang ingin diungkapkan oleh Tim Keller dalam bukunya "Rasio Bagi Allah".

Dalam buku bergenre apologetika setebal 292 halaman ini, Tim Keller mengulas banyak hal di seputar iman Kristen yang mungkin sering menjadi bahan pertanyaan kita atau orang-orang yang skeptis. Mungkinkah hanya ada satu kepercayaan yang benar? Mengapa Allah mengizinkan penderitaan terjadi? Apakah isi Alkitab benar dan dapat dipertanggungjawabkan? Bagaimana Allah yang penuh kasih dapat menghukum orang di neraka? Dan, beberapa pertanyaan lainnya yang akan dijawab oleh penulis dalam kerangka filsafat, sastra, dan kebenaran Alkitab. Membagi bukunya menjadi dua bagian besar, penulis berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan untuk mengatasi keraguan tentang Allah dan iman Kristen di dalam bab 1 -- 7 serta mengulas tentang alasan-alasan untuk percaya pada iman kristiani melalui bab 8-14. Pembagian tersebut akan sangat membantu pembaca untuk berangkat dari hal-hal mendasar untuk terus dibawa pada level iman dan pengajaran yang lebih detail dan mendalam.

Melalui berbagai ilustrasi, cerita, pertanyaan, pendapat, kesaksian, dan kutipan dari para teolog, ahli sains, sastrawan, masyarakat awam, dan banyak tokoh lainnya yang dicantumkan dalam tulisan Tim Keller ini, wawasan kita terhadap iman Kristen yang bersumber pada kebenaran Alkitab akan semakin terbuka dan bahkan mendapat pencerahan. Disebut sebagai salah satu buku yang laris versi New York Times, "Rasio bagi Allah", menjadi buku yang sangat baik untuk kita baca. Bukan hanya akan menjelaskan iman Kristen kepada mereka yang skeptis dan tidak percaya dengan argumen intelektual yang sangat baik, buku ini juga sangat baik sebagai bahan untuk memupuk pertumbuhan iman kita secara pribadi.

Peresensi: N. Risanti

 
Anda terdaftar dengan alamat: $subst('Recip.EmailAddr').
Anda menerima publikasi ini karena Anda berlangganan publikasi e-Penulis.
penulis@sabda.org
e-Penulis
@sabdapenulis
Redaksi: Santi T., N. Risanti, dan Odysius
Berlangganan | Berhenti | Arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
©, 2017 -- Yayasan Lembaga SABDA
 

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org