Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/181

e-Penulis edisi 181 (1-9-2016)

Sastra Apokaliptik (I)

__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________
                      Edisi 181/September/2016
                       Sastra Apokaliptik (I)

e-Penulis -- Sastra Apokaliptik (I)
Edisi 181/September/2016

DAFTAR ISI

DARI REDAKSI: MENGENAL SASTRA APOKALIPTIK YUK!
ARTIKEL: SASTRA APOKALIPTIK
POJOK BAHASA: KESALAHAN BERBAHASA
RESENSI BUKU: CONVERSATIONAL EVANGELISM


DARI REDAKSI: MENGENAL SASTRA APOKALIPTIK YUK!

Seberapa banyak Sahabat Penulis mengetahui tentang sastra apokaliptik? 
Atau, justru belum tahu apa itu apokaliptik? Tak menjadi soal jika 
kita belum mengetahuinya. Sebab, e-Penulis akan membeberkan mengenai 
salah satu gaya penulisan yang estetik ini. Apokaliptik merupakan gaya 
penulisan yang penuh dengan simbolisme. Lalu, apa menariknya gaya 
penulisan ini? Yuk, baca selengkapnya artikel di bawah ini, dan 
perluas juga wawasan Anda mengenai kebahasaan dan seputar penginjilan! 
Selamat membaca.

Pemimpin Redaksi e-Penulis,
Santi T.
< santi(at)in-christ.net >
< http://pelitaku.sabda.org >


ARTIKEL: SASTRA APOKALIPTIK

Gaya penulisan apokaliptik tampaknya terinspirasi dari kitab-kitab 
nubuatan di Alkitab, khususnya Daniel. Apa arti pentingnya bagi kita 
sekarang?

Sastra Apokaliptik

Kitab Wahyu (El Apocalipsis dalam bahasa Spanyol) adalah contoh dari 
sastra apokaliptik. Mengapa beberapa literatur dalam gaya ini termasuk 
di dalam Alkitab?

Banyak nabi Perjanjian Lama diberi penglihatan oleh Allah tentang 
seperti apa nantinya keadaan masyarakat ketika Israel dan Yehuda 
kembali kepada Allah dan Kerajaan Allah didirikan di bumi. Aspek 
futuristik ini adalah tema yang umum.

Dalam penglihatan-penglihatan kepada para nabi ini, sesekali terdapat 
simbol-simbol yang menggambarkan kerajaan dan kekuasaan akhir zaman. 
Simbol-simbol seperti ini terutama sangat banyak didapati dalam kitab 
Daniel. Dalam Daniel 2, gambaran yang dilihat oleh Raja Nebukadnezar 
dalam mimpi ditampilkan untuk melambangkan empat kerajaan yang 
berkuasa di dunia. Dalam Daniel 7, empat binatang melambangkan empat 
kerajaan yang sama yang akan menguasai dunia.

Kitab Wahyu, yang merupakan salah satu buku paling kontroversial dan 
paling sedikit dipahami di Alkitab, adalah juga penuh dengan simbol. 
Tidak seperti kitab-kitab lainnya di dalam Perjanjian Baru, Wahyu 
memiliki binatang simbolis dan keterangan waktunya adalah waktu 
sebelum kedatangan Kristus ke bumi dan apa yang Dia akan lakukan 
sesudahnya.

Gaya penulisan yang penuh dengan simbolisme dan penglihatan ini 
kemudian dikenal sebagai apokaliptik. Apokaliptik berasal dari kata 
"apokalupsis" Yunani, yang berarti "pengungkapan" atau "wahyu" (Wahyu 
1:1).

Pengkritik kadang-kadang mencoba untuk meremehkan pentingnya bagian 
dari Alkitab yang ditulis dalam gaya apokaliptik dengan alasan bahwa 
kita bisa sangat yakin mengenai tulisan-tulisan ini adalah bahwa 
akhirnya kebaikan menang atas kejahatan.

Meskipun memang benar bahwa kebaikan jalan hidup Allah akan menang 
dalam jangka panjangnya, ada banyak lagi yang bisa kita peroleh dari 
kitab-kitab di Alkitab yang ditulis dalam gaya apokaliptik. 
Bagaimanapun, Allah Bapa menginspirasi gaya penulisan ini dalam 
Alkitab (2 Timotius 3:16) dan menggunakannya untuk menyampaikan isi 
kitab Wahyu (Wahyu 1:1).

Mengapa gaya ini digunakan dalam Alkitab?

Karena gaya penulisan apokaliptik melibatkan simbolisme yang 
membutuhkan interpretasi. Beberapa orang bertanya-tanya mengapa gaya 
ini dimasukkan dalam Alkitab. Bukankah akan lebih sederhana dan lebih 
mudah untuk dipahami jika menggunakan pendekatan yang lebih langsung?

Mengomentari gaya apokaliptik di kitab Wahyu, buku "The Expositor`s 
Bible Commentary" mengatakan, "Mengapa Tuhan menggunakan metode yang 
tampaknya membuat pesannya begitu tidak jelas? Jawabannya ada dua. 
Pertama, bahasa dan penggambaran tidak begitu aneh bagi pembaca abad 
pertama seperti halnya bagi pembaca masa kini. Kedua, topik 
pembicaraannya, dengan penglihatan sekilas masuk ke masa depan dan 
bahkan masuk ke surga itu sendiri memerlukan jenis bahasa yang 
digunakan oleh Yohanes. Hanya melalui simbolisme dan penggambaran, 
maka kita bisa memperoleh beberapa pemahaman tentang hal-hal yang 
Tuhan singkapkan (Pengantar Kitab Wahyu)".

"Penggunaan tulisan apokaliptik di Alkitab diilhami oleh Allah, dan 
gaya ini berfungsi sebagai media sastra yang sangat baik untuk 
menyampaikan peristiwa nubuatan masa depan. Fakta bahwa penipu juga 
menggunakan gaya yang sama tidak mengurangi nilai dari nubuat-nubuat 
di Alkitab." Sebagaimana dicatat oleh The Expositor`s Bible 
Commentary, gaya apokaliptik itu terutama cocok untuk menggambarkan 
peristiwa masa depan. Gaya ini menjembatani sekitar 2.000 tahun dari 
saat penglihatan-penglihatan di dalam kitab Wahyu pertama kali 
tercatat sampai ke saat ini. Terminologi yang digunakan hari ini 
berbeda dari apa yang umum di abad pertama untuk menggambarkan 
tindakan politik negara, pemimpin agama, wabah penyakit, dan 
peperangan. Namun, melalui penelitian yang cermat tentang kitab Wahyu, 
kita dapat menerjemahkan simbol-simbol ke dalam terminologi abad ke-
21.

Tulisan-Tulisan Nonkanonik

Gaya penulisan Alkitab tampaknya telah mengilhami sejumlah tulisan 
non-Alkitab. Ungkapan "sastra apokaliptik" digunakan untuk 
menggambarkan beberapa tulisan nonkanonik yang disebut Apokrifa.

Kitab-kitab yang membentuk Apokrifa disertakan di dalam beberapa 
Alkitab di antara kitab Perjanjian Lama dan Baru. Meskipun kitab-kitab 
ini bukan bagian dari firman Allah, beberapa dari mereka (misalnya 1 
Makabe) memberikan rincian sejarah yang menarik. Perlu diperhatikan 
bahwa beberapa tulisan dari Apokrifa bertentangan dengan Alkitab dan 
bahwa karya-karya ini tidak pernah dikutip oleh para penulis 
Perjanjian Baru. Mereka tidak dianggap sebagai bagian dari Alkitab 
pada abad pertama.

Kitab-kitab lain dalam gaya apokaliptik disebut sebagai 
pseudepigrapha, karena identitas penulis yang sebenarnya sering 
disembunyikan. Menurut "The Message of Daniel" oleh Ronald S. Wallace, 
"Hal itu menambahkan wewenang pada pesan bagi penulis untuk 
menyembunyikan identitasnya dan untuk menempatkan pesan seolah-olah 
itu adalah nubuatan atau mimpi yang diberikan berabad-abad sebelumnya. 
... Wahyu mereka kemudian menjelaskan rencana rahasia Allah bagi akhir 
zaman dengan penggunaan istilah dan simbol yang sama dengan yang 
digunakan dalam kitab Daniel" (1973, hlm. 24).

Karya sastra apokaliptik "terutama berasal dari Yahudi" dan muncul 
"selama periode antara 210 sM dan 200 M" (The International Standard 
Bible Encyclopedia, "Apocalyptic Literature Introduction ").

The International Standard Bible Encyclopedia juga menjelaskan bahwa 
"karya-karya pseudepigraphic ... memiliki banyak fitur yang sama. Yang 
paling mencolok adalah kemiripan mereka semua dengan yang ada di kitab 
Daniel." Serupa dengan kitab Daniel, banyak dari mereka menggambarkan 
penglihatan-penglihatan yang konon dilihat oleh penulisnya.

Singkatnya, penggunaan tulisan apokaliptik di Alkitab diilhami oleh 
Allah, dan gaya ini berfungsi sebagai media sastra yang sangat baik 
untuk menyampaikan peristiwa nubuatan masa depan. Fakta bahwa penipu 
juga menggunakan gaya yang sama tidak mengurangi nilai dari nubuat-
nubuat di Alkitab. (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs: Life, Hope, and Truth
Alamat URL: http://lifehopeandtruth.com/prophecy/understanding-the-book-of-daniel/apocalyptic-literature/
Judul asli artikel: Apocalyptic Literature
Penulis artikel: David Treybig
Tanggal akses: 10 Juni 2016


POJOK BAHASA: KESALAHAN BERBAHASA

Dalam pemakaian bahasa Indonesia, termasuk bahasa Indonesia ragam 
ilmiah, sering dijumpai penyimpangan dari kaidah yang berlaku sehingga 
memengaruhi kejelasan pesan yang disampaikan. Penyimpangan/kesalahan 
umum dalam berbahasa Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

1. Hiperkorek
   Kesalahan berbahasa karena "membetulkan" bentuk yang sudah benar 
   sehingga menjadi salah. Contoh:
   - utang (betul) --> hutang
   - pihak (betul) --> fihak

2. Pleonasme
   Kesalahan berbahasa karena kelebihan dalam pemakaian kata yang 
   sebenarnya tidak diperlukan. Pleonasme ada tiga macam:
   a. Penggunaan dua kata yang bersinonim dalam satu kelompok kata.
      - zaman dahulu (benar)
      - dahulu kala (benar)
      - zaman dahulu kala (pleonasme)
   
   b. Bentuk jamak dinyatakan dua kali.
      - ibu-ibu (benar)
      - para ibu (benar)
      - para ibu-ibu (pleonasme)
   
   c. Penggunaan kata tugas (keterangan) yang tidak diperlukan karena 
      pernyataannya sudah cukup jelas.
      Contoh: maju ke depan, kambuh kembali.

3. Kontaminasi
   Istilah "kontaminasi" diambil dari bahasa Inggris "contamination" 
   (pencemaran). Dalam ilmu bahasa, kata itu diterjemahkan dengan 
   "kerancuan". Rancu artinya "kacau", dan kerancuan artinya 
   "kekacauan". Yang dimaksud kacau ialah susunan unsur bahasa yang 
   tidak tepat, seperti morfem dan kata. Morfem-morfem yang salah 
   disusun menimbulkan kata yang salah bentuk. Kata yang salah disusun 
   menimbulkan frase/kalimat yang kacau. Kontaminasi terjadi karena 
   salah nalar, penggabungan dua hal yang berbeda sehingga menjadi 
   tumpang tindih. Contoh kontaminasi imbuhan:
   (meng+kesamping+kan) --> mengesampingkan (benar)
   (men+samping+kan) --> menyampingkan (benar)
   mengenyampingkan (kontaminasi)

   Contoh kontaminasi frase:
   - Berulang-ulang (benar)
   - Berkali-kali (benar)
   - Berulang kali (kontaminasi)

   Contoh kontaminasi kalimat:
   - Anak-anak dilarang merokok. (benar)
   - Anak-anak tidak boleh merokok. (benar)
   - Anak-anak dilarang tidak boleh merokok. (kontaminasi)

4. Perombakan Bentuk Pasif
   Perombakan bentuk pasif ada tiga:
   a. Pemakaian awalan di- untuk bentuk pasif yang seharusnya tidak 
      berawalan di-.
      Contoh:
      - Buku itu dibaca oleh saya. (tidak baku)
      - Buku itu saya baca. (baku)
   
   b. Penghilangan awalan di- untuk bentuk pasif yang seharusnya 
      menggunakan awalan di-.
      Contoh:
      - Buku itu dibaca oleh mereka. (baku)
      - Buku itu mereka baca. (tidak baku)
   
   c. Penyisipan kata di antara dua kata dari sebuah frase terikat.
      Contoh:
      - Masalah itu kami sudah bahas kemarin. (tidak baku)
      - Masalah itu sudah kami bahas kemarin. (baku)

5. Kesalahan berbahasa yang berhubungan dengan pemakaian/penghilangan 
   kata tugas dalam berbahasa Indonesia ada tiga macam:
   a. Ketidaktepatan kata tugas yang digunakan. Contoh:
      - Hasil daripada penelitian itu sangat memuaskan. (tidak tepat)
      - Hasil penelitian itu sangat memuaskan. (baku)

   b. Pemakaian kata tugas yang tidak diperlukan. Contoh:
      - Kepada mahasiswa yang terlambat tidak diizinkan mengikuti 
        kuliah. (tidak baku)
      - Mahasiswa yang terlambat tidak diizinkan mengikuti kuliah. (baku)
   
   c.Penghilangan kata tugas yang diperlukan. Contoh:
     - Dia bekerja sesuai peraturan yang berlaku. (tidak baku)
     - Dia bekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku. (baku)

6. Pengaruh Bahasa Daerah
   Pengaruh bahasa daerah menimbulkan kesalahan dalam berbahasa 
   Indonesia.
   a. Pengaruh dalam pembentukan kata, yaitu pemakaian awalan ke-
      (yang seharusnya awalan ter-) dan penghilangan imbuhan.
      Contoh pemakaian awalan ke-:
      - ketabrak, kepukul. (tidak baku)
      - tertabrak, terpukul. (baku)
   
      Contoh penghilangan imbuhan:
      - Hasil penelitiannya beda dengan hasil penelitian saya. (tidak 
        baku)
      - Hasil penelitiannya berbeda dengan hasil penelitian saya. 
        (baku)
   
   b. Pengaruh dalam susunan kalimat, penggunaan akhiran ?nya.
      Contoh:
      - Rumahnya Pak Ahmad sangat besar. (tidak baku)
      - Rumah Pak Ahmad sangat besar. (baku)

7. Pengaruh Bahasa Asing
   Pengaruh bahasa asing menimbulkan kesalahan dalam pemakaian kata 
   tugas (kata ganti penghubung) seperti: yang mana, di mana, kepada 
   siapa.
   Contoh:
   - Baju yang mana baru saya beli telah sobek. (tidak baku)
   - Baju yang baru saya beli telah sobek. (baku)
   - Bandung di mana saya dilahirkan sekarang sangat panas. (tidak baku)
   - Bandung tempat saya dilahirkan sekarang sangat panas. (baku)

Diambil dari:
Nama situs: Belajar Bahasa
Alamat URL: http://belajarbahasa-bahasaindonesia.blogspot.co.id/2012/05/kesalahan-berbahasa.html
Judul asli artikel: Kesalahan Berbahasa
Penulis artikel: Tim Belajar Bahasa
Tanggal akses: 4 Juli 2016


RESENSI BUKU: CONVERSATIONAL EVANGELISM

Judul buku: Conversational Evangelism
Judul asli: Conversational Evangelism
Penulis/Penyusun: Norman Geisler dan David Geisler
Penerjemah: C. Krismariana W., Elisabeth Chandra
Editor: Nicholas Kurniawan, Johan Setiawan, C. Widyo Hermawan
Penerbit: Katalis Media
Ukuran buku: 21,5 x 14 cm
Tebal: 285 halaman
ISBN: 978-602-97892-4-9
Buku Online: https://books.google.co.id/books?id=GfRer4Had8sC&printsec=frontcover
Download: --

Apakah Anda rindu membawa seseorang kepada Kristus? Bagaimana 
memulainya? Pertanyaan ini kerap diajukan ketika akan melakukan 
penginjilan. Buku "Conversational Evangelism" adalah salah satu 
jawabannya. Buku ini akan mengubah paradigma Anda tentang penginjilan. 
Penulis buku ini, Norman Geisler dan David Geisler, merupakan tokoh 
yang tidak diragukan lagi dalam bidang apologetika. Norman Geisler 
sudah menulis 70 buku dan ratusan artikel, baik sendiri maupun bersama 
rekan penulis lain. Adapun buku tersebut seperti "I Don`t Have Enough 
Faith to Be an Atheist", "If God, Why Evil?", "Why I Am a Christian", 
"Reasons for Belief", dan buku lainnya. Setiap karyanya menolong 
orang-orang, khususnya yang memiliki kesulitan dalam intelektual, 
untuk percaya pada Kristus. Dalam buku ini, Norman G. berkolaborasi 
bersama anaknya, David Geisler, untuk membahas tentang prapenginjilan, 
bagaimana mendengarkan dan berbicara agar Anda didengarkan.

Di bab awal membahas "Kebutuhan Pra-Penginjilan dalam Dunia 
Pascamodern" bahwa metode dan sarana penginjilan tahun 1960-an dan 
1970-an tidak bisa dilakukan secara efektif pada zaman sekarang. Jika 
kita ingin melihat lebih banyak orang datang kepada Kristus, kita 
perlu sungguh-sungguh memahami zaman di mana kita hidup. Maka dari 
itu, dibutuhkan prapenginjilan. Prapenginjilan adalah persiapan lahan 
pikiran dan hati orang untuk membuat mereka lebih bersedia 
mendengarkan kebenaran. Membangun relasi dan mendengarkan adalah salah 
satu elemen penting dalam prapenginjilan. Ada 4 peran/langkah yang 
bisa Anda lakukan dalam kehidupan sehari-hari agar Anda bisa membawa 
seseorang satu langkah lebih dekat pada Kristus:
1. Pemusik, percakapan yang mendengarkan.
2. Pelukis, percakapan yang menjelaskan.
3. Arkeolog, percakapan yang menyingkapkan.
4. Ahli bangunan, percakapan yang membangun.

Namun, peran/langkah tersebut tidaklah mutlak, Anda juga harus 
mendengar tuntunan dari Roh Kudus. Dengan membaca buku ini, tidak 
berarti Anda akan otomatis fasih dalam penginjilan. Penginjilan adalah 
proses, dan memerlukan latihan. Di setiap akhir bab di buku ini akan 
ada tantangan untuk Anda tentang penerapan yang dapat Anda lakukan. 
Selain itu, buku ini dilengkapi dengan lampiran mengenai pertanyaan-
pertanyaan yang bisa diajukan saat ingin membangun "jembatan" kepada 
orang yang belum percaya. Keunggulan lainnya adalah penulisan yang 
sistematis, diuraikan dengan bahasa yang sederhana, dan hampir dalam 
tiap bab terdapat contoh percakapan yang nyata. Buku ini sangat cocok 
untuk setiap orang percaya yang rindu untuk melakukan penginjilan, 
tetapi tidak tahu harus mulai dari mana dan bagaimana caranya. 
Percakapan Anda dengan teman-teman Anda yang belum percaya akan terasa 
berbeda.

Peresensi: Liza


Kontak: penulis(at)sabda.org
Redaksi: Santi T., Margaretha I., N. Risanti, dan Odysius
Berlangganan: subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-penulis/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2016 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org