Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/179

e-Penulis edisi 179 (14-7-2016)

Panggilan Seorang Penulis Kristen (I)

__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________
                            179/Juli/2016
            Panggilan Seorang Penulis Kristen (I)

e-Penulis -- Panggilan Seorang Penulis Kristen (I)
Edisi 179/Juli/2016

DAFTAR ISI

DARI REDAKSI: KARYA AGUNG ALLAH MENJADI DASAR BAGI PARA PENULIS KRISTEN
ARTIKEL: PANGGILAN PARA PENULIS KRISTEN
POJOK BAHASA: ALANGKAH KACAU-BALAUNYA PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA SAAT INI
RESENSI BUKU: CALLED (DIPANGGIL)


  DARI REDAKSI: KARYA AGUNG ALLAH MENJADI DASAR BAGI PARA PENULIS 
                              KRISTEN

Karya agung Allah yang dinyatakan melalui kematian dan kebangkitan 
Kristus tak hanya untuk menebus manusia dari dosa dan mendamaikan 
mereka dengan Allah, melainkan karya penebusan ini juga menjadi dasar 
bagi setiap orang percaya dalam menjalani hidup. Seorang penulis 
Kristen pun tak luput dalam hal ini. Baik imajinasi maupun seni yang 
dihasilkan harus dibentuk dari pemikiran Kristen yang didasarkan pada 
karya agung Allah ini. Dengan demikian, keinginan untuk menceritakan 
kebenaran senantiasa meluap-luap dari dalam hati dan melekat dalam 
diri penulis Kristen ketika berkarya. Sajian e-Penulis kali ini akan 
menjelaskan dengan lebih lengkap tentang hal ini. Selamat membaca. 
Tuhan Yesus memberkati.

Pemimpin Redaksi e-Penulis,
Santi T.
< santi(at)in-christ.net >
< http://pelitaku.sabda.org >


               ARTIKEL: PANGGILAN PARA PENULIS KRISTEN
                      Diringkas oleh: Santi T.

Ketika kita bertanya kepada orang-orang di sekitar kita mengenai 
"literatur Kristen", kita akan cenderung mendapatkan jawaban yang 
janggal dan terbata-bata mengucapkan daftar kata sifat yang 
meremehkan. Meski penulis Kristen yang andal bertambah, respons 
tersebut menunjukkan bahwa kita, pewaris tradisi Chaucer, Milton, dan 
Donne; penerus Tolstoy, Dostoyevsky, dan Chekov; keturunan literatur 
dari G.K. Chesterton dan Dorothy Sayers, J.R.R. Tolkien dan C.S. 
Lewis, Flannery O`Connor dan Walker Percy, saat ini dipandang sebagai 
keberadaan yang tidak berkaitan dengan dunia sastra.

Semua nama di atas adalah para penulis besar karena iman Kristen 
mereka. Mereka sangat menghargai kebaikan yang melekat pada ciptaan 
Allah, mengetahui konsekuensi dari kejatuhan manusia, menikmati 
harapan dari kebangkitan Kristus, dan siap untuk menyambut hari 
penebusan-Nya atas seluruh dunia. Mereka bisa mengombinasikan bakat 
dengan dorongan kuat untuk bercerita, dan bisa membuat dunia yang 
tampaknya sia-sia ini menjadi berarti. Karya mereka bisa memberi 
signifikansi kekal pada hal-hal duniawi dan memberi harapan dengan 
tidak pernah mengingkari kebenaran hidup yang kejam dan sulit ini --
akibat dosa. Dengan demikian, karya mereka sangat dihargai oleh budaya 
sastra kita.

Sebagai contoh, Dorothy Sayers mengambil sedikit unsur dari "novel 
detektif" dan mengubahnya untuk menggambarkan konflik antara dosa dan 
kebajikan Kristen. Donald Williams, dalam esainya "Christian Poetics, 
Past and Present", menjelaskan bagaimana penyair bergumul dengan 
ketegangan antara iman Kristen dan warisan Teutonik. Selain itu, dalam 
"The Divine Comedy", ia menciptakan gambaran-gambaran konkret yang 
secara alegoris menerangkan doktrin-doktrin Kristen.

Memahami Kehidupan Melalui Pokok Misteri Kristen

Flannery O`Connor menegaskan bahwa orang Kristen harus menulis untuk 
membuktikan kebenaran iman. Penulis harus belajar rendah hati dalam 
menghadapi apa pun. Seorang penulis Kristen harus bisa menciptakan 
tokoh, tindakan dan dialog, dan menyusun tempat yang mirip seperti 
tempat-tempat yang kita tahu. Bukan malah mengembangkan teori abstrak 
atau menyamarkan esai. Ia mengeluh bahwa penulis Kristen cenderung 
peduli dengan "ide-ide dan emosi yang tidak manusiawi". O`Connor 
menjelaskan bahwa kita harus memandang kehidupan dari "sudut pandang 
pokok misteri Kristen, yaitu bahwa karena semua kengeriannya, maka 
Allah menganggapnya layak untuk mati baginya". Ia mengetahui hal ini 
ketika ia memahami dan menerapkannya -- visi penulis diperluas. Itu 
adalah penyelidikan yang terinspirasi. Artinya, tidak ada yang 
terlarang, bahwa segala sesuatu -- terlepas dari betapa pun 
biasa/umumnya -- adalah penting.

O`Connor adalah seorang Kristen. Ia peduli akan panggilannya, ia 
peduli terhadap kualitas. Ketika ia diberi tahu bahwa umat Katolik 
yang baik tidak bisa menjadi seniman yang baik karena mereka 
bertanggung jawab untuk memberitakan Injil, ia menjawab bahwa "Karena 
saya seorang Katolik, maka saya tidak boleh menjadi kurang dari 
seorang seniman".

Sebuah Imajinasi Diangkat Tinggi oleh Injil

Banyak orang menyukai fantasi dari karya C.S. Lewis dan O`Connor. 
Dalam biografi "Jack: A Life of C.S. Lewis", George Sayer mengatakan 
bahwa Lewis memiliki momen berharga ketika ia menyadari pencampuran 
hal supranatural dalam dunia kerja yang biasa. Momen-momen berharga 
ini ia tuangkan dalam ceritanya sehingga memberikan "sebuah rasa yang 
lain" bagi pembaca, misalnya "The Chronicles of Narnia", salah satu 
dongeng karya Lewis. Saat menulis dongeng ini, Lewis tidak memiliki 
agenda teologis atau motif penginjilan. Ia hanya menulis cerita yang 
menyenangkan. Namun, pembaca memiliki pandangan yang berbeda terhadap 
cerita ini. Bede Griffiths, seorang biarawan (almarhum), pernah 
berkata, "Sosok Aslan memberi tahu kita lebih banyak tentang bagaimana 
Lewis memahami sifat Allah dari apa pun yang pernah ia tulis. Ia 
memiliki semua kekuatan tersembunyi dari keagungan dan kedahsyatan 
yang Lewis kaitkan dengan Allah, tetapi juga semua kemuliaan dan 
kelembutan, dan bahkan humor yang ia percaya dimiliki oleh-Nya 
sehingga anak-anak bisa berlari menghampiri-Nya dan tangan mereka 
merangkul-Nya serta mencium-Nya. Tidak ada `imajinasi gelap` atau 
ketakutan Iblis dan neraka dalam hal ini." Ia tidak menyelundupkan 
teologi Kristen ke dalam pikiran pembaca muda. Hal itu merembes masuk 
begitu saja.

Cerita "The Chronicles of Narnia" (1950 -- 1956) merupakan produk dari 
pikiran yang mendalami Kitab Suci dan buah dari imajinasi yang 
diangkat tinggi dengan ajaran kristiani. Lewis dan temannya J.R.R. 
Tolkien, penulis "Lord of the Rings", telah membuat jutaan orang 
terpesona dengan cerita-cerita yang penuh keajaiban dan mendalam dari 
Alkitab.

Seni yang Dibentuk di Dalam Pemikiran Kristen Adalah Berbeda

Pada tahun 1974, di Art and Scholasticism, Jacques Maritain, filsuf 
Katolik, mengatakan, "seni Kristen didefinisikan oleh orang yang ada 
di dalamnya dan oleh semangat dari mana itu muncul". Jika Anda ingin 
membuat seni Kristen, cukuplah menjadi seorang Kristen dan "... 
buatlah karya yang indah". Seni yang dibentuk dalam pikiran Kristen 
berbeda dengan seni yang tidak dibentuk dalam pikiran Kristen.

Marilynne Robinson: Hanya Ada Rasa Hormat untuk Seorang Penulis Besar

Setiap penulis besar Kristen abad lalu, seperti O`Connor, Percy, 
Graham Greene, dan Wendell Berry, mereka berbakat dan memiliki suara 
yang berpengaruh dalam budaya yang lebih luas. Berry, di pertengahan 
tahun tujuh puluhan, masih menulis dan berbicara tentang isu-isu 
lingkungan dan pertanian. John Grisham, Jan Karon, Bret Lott, dan 
Marilynne Robinson juga melakukannya. Ketika Robinson berbicara 
tentang iman dan panggilan melalui karyanya, ia menggemakan suara 
mereka yang telah ada sebelum dia. Dalam sebuah diskusi dengan 
Katherine Lanpher, pewawancara Barnes & Noble, ia mengatakan bahwa ada 
(arus bawah) teologis untuk semua yang saya tulis. "Saya tidak pernah 
mendapati mereka tidak sesuai ...." Sembari teringat akan O`Connor dan 
Percy, ia berkata, "Bagi saya, pola pikir agama menciptakan kebiasaan 
penyelidikan yang relatif saksama terhadap hampir segala sesuatu .... 
Semuanya memiliki makna religius." Dari Robinson, di seluruh 
percakapan, tidak ada satu suku kata defensif; tidak ada kecanggungan, 
tidak perlu menghindar dari apa pun yang ia percaya. Dan, dari 
Lanpher, hanya ada rasa hormat bagi seorang penulis besar.

Lebih dari 1.600 tahun yang lalu, Agustinus berpendapat bahwa orang 
Kristen tidak hanya memiliki hak untuk menggunakan "seni retorika", 
tetapi juga memiliki kewajiban untuk itu. Meskipun kadang-kadang 
skeptis dengan sastra, ia mengakui bahwa orang Kristen, jika mereka 
meninggalkan bidang tersebut, itu berarti membiarkannya terbuka untuk 
"orang-orang yang menguraikan dusta". (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dan diringkas dari:
Nama situs: CBN
Alamat URL: http://www1.cbn.com/biblestudy/the-calling-of-christian-writers
Judul asli artikel: The Calling of Christian Writers
Penulis artikel: Richard Doster
Tanggal akses: 9 Mei 2016


POJOK BAHASA: ALANGKAH KACAU-BALAUNYA PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA SAAT INI

"Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean 
Bahasa Indonesia." Kurang lebih begitulah bunyi ketiga Sumpah Pemuda 
28 oktober 1928. Bunyi sumpah pemuda tersebut menyerukan bahwa bahasa 
Indonesia adalah bahasa terpenting untuk digunakan di kawasan wilayah 
NKRI. Bertepatan dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 tersebut, bahasa 
Indonesia diresmikan sebagai bahasa nasional, bahasa pemersatu. Namun, 
di era modern saat ini, dalam penggunaannya sehari-hari, keindahan 
bahasa Indonesia telah terkotori. Alangkah kacau-balaunya penggunaan 
bahasa Indonesia yang terjadi saat ini. Jika kita lihat di tempat 
resmi dan media umum, seperti radio dan televisi, bukan hanya rakyat 
biasa, tetapi juga para pejabat, dalam keseharian berkomunikasi, 
mereka lebih suka mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa 
asing. Coba cermati ujaran berikut: "Sorry ya, aku telat", "Maaf ya, 
aku telat". Dari kedua ujaran itu, manakah yang sering Anda dengar 
dalam keseharian Anda berbahasa atau berkomunikasi?

Merasa kurang hebat, merasa diri kampungan kalau tidak 
mencampuradukkan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Fenomena 
seperti ini yang sedang terjadi di masyarakat kita dalam keseharian 
berbahasa atau berkomunikasi. Sadar atau tidak, dengan 
mencampuradukkan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia, akan 
menjadikan bahasa Indonesia itu menjadi buruk digunakan dalam 
kehidupan modern ini. Lunturnya kebanggaan masyarakat kita dalam 
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar bukan tidak mungkin 
terjadi jika terus-menerus dibiarkan bahasa Indonesia itu 
dicampuradukkan dengan bahasa asing. Selain itu, akan berakibat buruk 
pada masa mendatang, anak dan cucu kita tidak lagi mengetahui bahasa 
Indonesia yang baik dan benar.

orangtua saat ini lebih mengarahkan anaknya mengembangkan bahasa 
asing, bahkan "sedihnya" orang akan mencemooh seorang anak yang 
memilih jurusan bahasa Indonesia. Kursus bahasa asing bak jamur pada 
musim penghujan. Orang akan malu jika salah menuturkan bahasa asing 
atau tidak pandai bahasa asing. Tidak pernah ambil pusing terhadap 
kesalahan yang digunakan dalam bahasanya sendiri. Jika hal ini 
dibiarkan terus-menerus, bisa jadi bahasa Indonesia itu terkikis dan 
hilang dari bumi Indonesia kita ini.

Dalam undang-undang nomor 24 tahun 2009, yang membahas tentang bahasa 
Indonesia, memang hanya berisi peraturan-peraturan tentang penggunaan 
bahasa Indonesia tanpa ada sanksi-sanksi yang harus diterima jika 
tidak menjalankan kewajiban yang dijelaskan di dalamnya. Namun, 
sebagai warga negara yang baik, kita bertanggung jawab besar terhadap 
hidup atau matinya bahasa kita. Lebih arif jika kita berkaca pada diri 
sendiri, bagaimana kedudukan bahasa Indonesia di hati kita. Apakah 
kita termasuk orang yang selama ini lebih suka mencampuradukkan bahasa 
Indonesia dengan bahasa asing? Jika memang ya, marilah menggunakan 
bahasa Indonesia yang baik dan benar tanpa harus mencampuradukkannya 
dengan bahasa asing. Tanamkanlah kembali rasa bangga berbahasa 
Indonesia yang baik dan benar dalam berbahasa atau berkomunikasi.

Diambil dari:
Nama situs: Kompasiana
Alamat URL: http://www.kompasiana.com/suryono.briando/alangkah-kacau-balaunya-penggunaan-bahasa-indonesia-saat-ini_550dbe50813311ef17b1e994
Penulis artikel: Suryono Brandoi Siringoringo
Tanggal akses: 28 Juni 2016


                  RESENSI BUKU: CALLED (DIPANGGIL)

Judul buku: Dipanggil - Krisis dan Janji dalam Mengikut Yesus Pada Masa Kini
Judul asli: Called
Penulis/Penyusun: Mark Labberton
Penerjemah: Paksi Ekanto Putro
Editor: Milhan K. Santoso
Penerbit: Literatur Perkantas Jawa Timur, Surabaya 2015
Ukuran buku: 21,5 x 14 cm
Tebal: 191 halaman
ISBN: 976-602-1302-13-2
Buku Online: --
Download: --

Buku "Dipanggil - Krisis dan Janji dalam Mengikut Yesus Pada Masa 
Kini" ditulis oleh Mark Labberton. Buku ini terdiri dari dua bagian 
utama, yaitu sebuah prolog dengan judul "Kehidupan yang Berkelimpahan" 
dan epilog yang membahas mengenai perkara yang utama -- garam dan 
terang. Dalam Buku ini, Mark Labberton ingin mengajak para pembaca 
untuk mengetahui dan merespons panggilan utama sebagai seorang 
pengikut Yesus. Setiap orang percaya memiliki panggilan, tetapi 
panggilan utama seorang percaya adalah menggenapi Amanat Agung-Nya.

Dalam bagian prolog, Labberton menuliskan bahwa panggilan Allah 
mencakup berbagai tujuan yang mendasar bagi kehidupan kita dan juga 
panduan bagi pekerjaan serta aktivitas kehidupan yang nyata. Panggilan 
ini bukan sekadar sebuah kategori bagi mereka yang mengejar suatu 
bentuk tertentu dari pelayanan gerejawi yang kelihatan; panggilan ini 
adalah tentang keinginan Allah bagi seluruh hidup kita sebagai duta 
Kerajaan Allah. Apa yang sudah disampaikan oleh penulis adalah sebuah 
imbauan bagi setiap orang percaya untuk hidup sesuai dengan keinginan 
Allah. Orang percaya adalah duta Kerajaan Allah. Sebagai seorang duta, 
tentu hidup kita akan mewakili tempat di mana kita berada. Jika kita 
adalah milik Kristus, hidup kita tentu selaras dengan Dia.

Penulis juga menyoroti bagian keadaan gereja pada masa kini. Gereja 
sebagai tubuh Kristus dan tempat di mana seluruh anggota tubuh 
berkumpul untuk memuji dan menyembah Allah, justru dalam keadaan yang 
tidak baik. Beberapa gereja mulai terserap oleh dirinya sendiri, 
mencari keuntungan sendiri, dan berfokus kepada diri sendiri. 
Sementara yang lain, ada gereja yang terkesan ingin memaksakan 
berbagai macam pandangan, gereja yang seolah-olah terpuruk dan 
tenggelam di tengah-tengah sekularisme dan budaya zaman. Tidak 
dimungkiri bahwa "Panggilan" yang Allah berikan termasuk di dalamnya 
adalah untuk gereja, tetapi gereja harus kembali kepada Sang Jalan 
sehingga gereja bisa menggenapi panggilannya di dunia ini. Allah 
menghendaki gereja untuk menjadi komunitas kasih dan pengharapan bagi 
jiwa-jiwa di dunia ini.

Di akhir buku ini, penulis memuat sebuah konklusi bahwa panggilan 
Allah terkait dengan siapa diri kita dan apa yang kita lakukan 
sepanjang waktu. Panggilan tidak diukur dari hasil, tetapi panggilan 
disyukuri proses mengikut Yesus dalam dan melalui segala sesuatu. Pada 
akhirnya, panggilan adalah tentang formasi berkelanjutan yang mengarah 
kepada keserupaan dengan Yesus Kristus.

Buku ini adalah sebuah buku yang praktis dan inspiratif. Orang Kristen 
awam dan aktivis di gereja dapat membaca dan mengimplementasikan hal-
hal praktis dari buku ini. Penulis mengajak para pembaca tidak hanya 
berpikir secara konseptual, tetapi juga mempraktikkan cara-cara untuk 
menggumuli panggilan di setiap bagian akhir pokok bahasan. Dengan 
bahasa penulisan yang mudah dipahami, buku ini sangat bagus dibaca 
semua orang Kristen. Anda yang saat ini sedang menggumuli panggilan 
Anda, buku ini wajib Anda baca sehingga Anda akan menemukan kembali 
gairah Anda dalam pelayanan dan hidup sesuai panggilan-Nya. Sudahkah 
kita menemukan panggilan kita? Siapkah kita berproses menuju 
keserupaan dengan Kristus? Inilah perjalanan rohani luar biasa para 
murid mencari transformasi Allah dalam hidup yang adalah proses dan 
tujuan kita.

Peresensi: Amidya


Kontak: penulis(at)sabda.org
Redaksi: Santi T., Margaretha I., N. Risanti, dan Odysius
Berlangganan: subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-penulis/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2016 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org