Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/119

e-Penulis edisi 119 (3-10-2012)

Riset Sederhana Sebelum Menulis (I)

__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________
                        Edisi 119/Oktober/2012
               Tema: Riset Sederhana Sebelum Menulis (I)

DAFTAR ISI
DARI REDAKSI: MENGANGKAT KUALITAS TULISAN DENGAN PENELITIAN
ARTIKEL: MENELITI SEBELUM MENULIS
POJOK BAHASA: TERGELINCIR DALAM SINTAKSIS
STOP PRESS: DAPATKAN KUMPULAN BAHAN NATAL DI NATAL.SABDA.ORG DAN
    INTERNATIONAL DAY OF PRAYER FOR THE PERSECUTED CHURCH (IDOP)

       DARI REDAKSI: MENGANGKAT KUALITAS TULISAN DENGAN PENELITIAN

Shalom,

Selamat Bulan Bahasa dan Sastra 2012! Semoga pada bulan ini kita semua
semakin giat mengembangkan diri dalam dunia kepenulisan, baik dalam
hal kuantitas maupun kualitas tulisan. Berbicara tentang kualitas
tulisan, ada banyak hal yang diperlukan untuk dapat menerjemahkan
suatu ide ke dalam tulisan yang menarik sekaligus bermakna. Salah
satunya adalah dengan melakukan penelitian sebelum mulai menulis. Apa
pun jenis tulisannya, data-data yang didapat dari penelitian yang
paling sederhana sekalipun -- seperti mengobrol dengan seseorang yang
dapat dianggap sebagai narasumber yang cocok bagi calon tulisan
Anda -- akan membuat tulisan itu memiliki nilai lebih.

Ingin mengetahui manfaat penelitian sebelum menulis? Silakan membaca
artikel yang kami sajikan pada edisi ini. Selain itu, jangan lewatkan
kolom Pojok Bahasa yang kali ini membahas tentang masalah sintaksis.
Kiranya sajian kami dalam edisi ini dapat memberi manfaat bagi Sahabat
e-Penulis sekalian. Selamat membaca. Tuhan Yesus memberkati!

Pemimpin Redaksi e-Penulis,
Yosua Setyo Yudo
< yudo(at)in-christ.net >
< http://pelitaku.sabda.org >

                    ARTIKEL: MENELITI SEBELUM MENULIS

Pada saat seseorang ingin menulis tentang sebuah fenomena budaya, dia
akan melakukan pengamatan sekilas. Meskipun tanpa perangkat penelitian
yang lengkap, seseorang ini telah dianggap meneliti. Cara seseorang
mempelajari sesuatu atau mempelajari budaya tertentu, baik secara
langsung maupun melalui tulisan orang lain sebelumnya, selalu terkait
dengan penelitian (research), studi (study), atau kajian (analysis).
Beberapa orang membedakan istilah penelitian, studi, dan kajian
menurut gradasi kedalaman pembahasan, kelengkapan perangkat
pembahasan, aspek wilayah, dan kegunaan (Endraswara, 2006:2). Meneliti
adalah langkah menjelaskan fenomena yang menggunakan kelengkapan dan
langkah-langkah strategis sebelum melakukan kegiatan menulis.

John Dewey dalam bukunya "How We Think" (Setiadi, 2006:15)
mengemukakan langkah pemecahan masalah. Pertama, "a feeling of
perplexy" (kepekaan terhadap masalah). Kedua, "the definition of the
problem" (mendefinisikan masalah). Ketiga, "sugesting and testing
hypotheses" (menyarankan dan menguji hipotesis). Keempat, "development
of the best solution by reasoning" (pengembangan solusi terbaik dengan
nalar) dan terakhir, "testing of the conclusion followed by
reconsideration of necessary" (menguji kesimpulan dengan memikirkannya
kembali).

Model pemecahan masalah dari John Dewey ini mendasari seorang penulis
untuk melakukan penyelidikan sebelum menulis. Adapun tahapan
penyelidikan sederhana yang dapat dilakukan seseorang di awal kegiatan
menulis adalah merasakan adanya masalah, merumuskan masalah, membuat
pertanyaan penelitian untuk memecahkan masalah, menetapkan sumber
data, melakukan pengumpulan data atau informasi, melakukan
klasifikasi, dan analisis serta melakukan pembahasan.

Meneliti sebelum menulis dirasa perlu untuk menghindari duplikasi
(plagiat) penulisan maupun ide yang sama, sehingga pengulangan dengan
tema yang sama bisa dihindari. Lain halnya jika seseorang ingin
menulis dengan tema yang sama, tetapi pada konteks yang berbeda.
Pengulangan tema dirasa perlu sebagai sebuah penegasan tentang
munculnya pola-pola tertentu dalam siklus kehidupan yang menarik
perhatian masyarakat pembaca (misalnya tema-tema tulisan yang sekadar
menuntut perhatian semata atau merupakan permasalahan bersama yang
meminta penyelesaian segera). Cara yang paling sederhana untuk
memahami tema-tema tersebut dan menghindari pengulangan (duplikasi
atau plagiat) adalah membuat rekapitulasi dari semua tema penulisan
yang telah ditulis sebelumnya.

Namun demikian, dunia penulisan dan pembaca selalu berhubungan dengan
persoalan baik-buruk atau layak-tidak layaknya sesuatu. Persoalan
baik-buruk atau layak-tidak layaknya tulisan adalah persoalan nilai.
Persoalan nilai jauh lebih rumit tatkala menyentuh persoalan selera,
sehingga muncul adagium latin "degustibus non disputandum" atau selera
tidak dapat diperdebatkan, tetapi ada alat ukur yang sama pada manusia
yaitu akal dan pikiran untuk mempertimbangkannya, tahu apa yang
dipilih, tahu mengapa harus memilih, dan tahu risiko akibat
pilihannya. Sayangnya, tidak setiap orang menyadari dan berlaku
demikian.

Tulisan yang dikatakan "baik" atau "berkualitas" berarti mengandung
nilai. Nilai bukan benda atau unsur benda, melainkan sifat, kualitas
atau sui-generis, yang dimiliki objek tertentu yang dikatakan "baik".
Menurut Husserl (Setiadi, 2006:109) bahwa nilai milik semua objek,
nilai tidaklah independen. Nilai menunjukkan sebuah pengakuan, objek
yang dipermasalahkan, keuntungan yang diperoleh seperti kepentingan
atau keinginan seseorang, tujuan yang dicapai, dan sebuah hubungan
antara penulis dengan orang lain, baik keluarga, kelompok, atau
masyarakat tertentu, bahkan pada profesinya sebagai penulis sekalipun.

Tulisan yang dinilai "baik" atau "berkualitas" biasanya melalui sebuah
proses pengamatan yang dikenal dengan istilah meneliti. Pertanyaannya
kemudian, berapa banyak penulis di Indonesia yang melakukan
penelitian, kajian, atau studi sebelum menulis sebuah tulisan nonfiksi
-- artikel, opini, naskah buku -- atau cerita fiksi -- novel, cerpen,
cerbung, dan sebagainya?

Daftar Pustaka:
Endraswara, Suwardi. 2006. "Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan:
   Ideologi, Epistemologi, dan Aplikasi". Yogyakarta: Pustaka Widyatama
Setiadi, Elly M. 2006. "Ilmu Sosial dan Budaya Dasar". Jakarta: Kencana.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs: wandalistiani.wordpress.com
Alamat URL Situs: http://wandalistiani.wordpress.com/2008/05/12/
            meneliti-sebelum-menulis/
Penulis: Wanda Listiani
Tanggal akses: 09 Agustus 2012

              POJOK BAHASA: TERGELINCIR DALAM SINTAKSIS

Jakarta (ANTARA News) - Atlet ski es yang andal terbiasa bermanuver
dalam kelokan sulit dan berbahaya. Karena andal, sang atlet meluncur
dengan aman dan gemulai. Namun sehandal apa pun, sesekali dia pernah
tergelincir dalam aksinya. Ibarat kata pepatah: sepandai-pandai tupai
melompat, akhirnya jatuh juga. Begitu juga pengalaman wartawan atau
mereka yang bergerak di dunia olah kata. Mereka sesekali tergelincir
dalam sintaksis atau tata kata.

Di halaman 31, pada berita bertajuk "UEFA Melawan Rasialisme", edisi
28, Juni 2012, sebuah harian terkemuka Ibu Kota menulis:

"Bukan hanya Spanyol, dalam waktu bersamaan UEFA juga akan menjatuhkan
sanksi terhadap Federasi Sepak Bola Rusia (RFS) atas perilaku
pendukungnya yang juga terkait pelanggaran aturan terhadap unsur
rasialisme."

Kalimat majemuk di atas mengusung makna yang tidak realistis. Dalam
formulasi di atas, makna yang dikandung adalah: Spanyol juga
menjatuhkan sanksi terhadap RFS. Makna ini bertentangan dengan isi
berita yang mengabarkan bahwa Spanyol akan dijatuhi sanksi oleh UEFA,
karena perlakuan rasialis yang dilakukan pendukung tim Spanyol. Jadi
yang dihukum UEFA adalah Spanyol dan RFS. Penulis kalimat majemuk di
atas bisa diibaratkan sedang tergelincir tatkala menata kata-kata
dalam bentuk kalimat majemuk.

Pembetulan atas kesalahan sintaksis itu adalah sebagai berikut:

"Bukan hanya Spanyol, Federasi Sepak Bola Rusia (RFS) pun dalam waktu
yang bersamaan dijatuhi sanksi oleh UEFA, atas perilaku pendukungnya
yang juga terkait pelanggaran aturan terhadap unsur rasialisme."

Mulai dari Subjek

Kesalahan menyusun kalimat majemuk dengan mendahulukan anak kalimat,
juga sering terjadi ketika penulis melesapkan subjek pada anak
kalimat. Sebuah buku retorika dalam bahasa Inggris mengutip contoh
terkenal ini: "Ketika berjalan ke arah barat, matahari menyilaukan
mata saya." Maksud penulis tentu hendak mengatakan bahwa "Ketika saya
berjalan ke arah barat, matahari menyilaukan mata saya." Pelesapan
subjek "saya" membuat kalimat itu menjadi tak berterima, sebab dalam
rumusan itu, yang berjalan ke arah barat bukanlah saya, melainkan
matahari.

Kesalahan yang tak disadari sang penulis mendorong para instruktur
penulisan retorika untuk menganjurkan pemula menulis dalam bentuk
lempang, artinya: mulailah dengan subjek atau induk kalimat. Anjuran
semacam ini tentu menafikan pentingnya menyampaikan ujaran atau
kalimat sesuai dengan tema utamanya. Dengan kata lain: kalimat tematik
tak bisa digantikan dengan rumusan lain yang berisiko mengabaikan tema
utama kalimat yang mau ditonjolkan sang penulis.

Kalau demikian halnya, bukan penghindaran kalimat majemuk inversi
solusinya, tapi kehati-hatian menata kata dalam bentuk kalimat majemuk
inversi.

Pramoedia Juga Tergelincir

Wartawan yang menulis dalam tekanan waktu, sering tergelincir dalam
penyusunan kalimat majemuk yang mendahulukan anak kalimat itu. Harus
diakui, hadirnya kalimat majemuk inversi dalam sebuah berita,
analisis, wacana, atau risalah dapat memperkuat elemen estetika
tulisan. Kalimat semacam ini membangun variasi dalam tubuh tulisan.
Jika seluruh tubuh tulisan hanya berupa kumpulan kalimat sederhana
berstruktur subjek-predikat-objek, alangkah monotonnya. Sama
membosankannya dengan pemandangan sepanjang perjalanan dari Bandar
Udara Cangi menuju pusat kota Singapura, yang didominasi bangunan flat
miskin ornamen.

Seperti atlet ski yang suatu saat tergelincir dalam aksinya, penulis
beken (mendiang) Pramoedia Ananta Toer juga pernah tergelincir. Simak
kalimatnya dalam kisah "Jalan Raya Pos, Jalan Daendels" berikut ini:
"Sejak dapat dipergunakan pada 1809 telah menjadi infrastruktur
penting dan untuk selamanya."

Apa yang menjadi infrastruktur penting? Pembaca tentu dapat menjawab
pertanyaan itu karena tema utama kisah setebal 141 halaman itu adalah
jalan Daendels, sepanjang Anyer-Panarukan. Tapi sebagai sebuah
konstruksi sintaksis, kalimat itu cacat karena tak bersubjek.
Pelesapan subjek dalam kalimat di atas haram hukumnya.

Karena Ketidaktahuan

Bahasa Indonesia menenggang pelesapan subjek tatkala subjek itu
berposisi di anak kalimat. Jika subjek itu mesti hadir di kalimat
induk, waspadalah! Jangan coba-coba melesapkannya. Konstruksi berikut
ini masih ditenggang:

"Jika mahir ilmu matematika, dia bertekad melamar kerja sebagai dosen
di fakultas ilmu pasti dan alam di universitas di kota tempat
kelahirannya."

Sebaliknya, bahasa Indonesia tak membolehkan pelesapan subjek di induk
kalimat, meski anak kalimatnya memuat subjek itu. Berdasar analogi
kalimat di atas, inilah struktur terlarang karena pelesapan subjek di
induk kalimat:

"Jika dia mahir ilmu matematika, bertekad melamar kerja sebagai dosen
di fakultas ilmu pasti dan alam di universitas di kota tempat
kelahirannya."

Perkara tergelincir dalam sintaksis sebetulnya bukan sekali dua kali
dialami kaum jurnalis dan redaktur. Jika dirunut apa penyebabnya,
salah satunya mungkin keengganan di kalangan mereka menengok kitab
panduan, salah satunya Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jika ini
soalnya, pantaslah untuk mengharuskan mereka membaca kitab yang tidak
sulit dicari di toko-toko buku itu.

Imperatif membaca kitab panduan tak bisa ditawar lagi. Sebab jangan
sampai dunia jurnalisme negeri ini mengidap tragedi yang digaungkan
jiwa-jiwa agung ribuan tahun silam: kekeliruan itu terjadi karena
ketidaktahuan!

Diambil dari:
Nama situs: antaranews.com
Alamat URL: http://www.antaranews.com/berita/318921/
            tergelincir-dalam-sintaksis
Penulis: Mulyo Sunyoto
Tanggal akses: 31 Agustus 2012

              STOP PRESS: DAPATKAN KUMPULAN BAHAN NATAL DI
        NATAL.SABDA.ORG DAN INTERNATIONAL DAY OF PRAYER FOR THE
                       PERSECUTED CHURCH (IDOP)

1. DAPATKAN KUMPULAN BAHAN NATAL DI NATAL.SABDA.ORG

==>  http://natal.sabda.org/

Kami yakin Anda yang aktif di pelayanan pasti sudah mulai berpikir
untuk mempersiapkan Natal, bukan? Nah, dengan gembira kami
menginformasikan bahwa Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) telah menyediakan
wadah di situs "natal.sabda.org" bagi setiap pelayan Tuhan, agar bisa
saling berbagi bahan-bahan Natal dalam bahasa Indonesia. Ada banyak
bahan yang bisa didapatkan, seperti Renungan Natal, Artikel Natal,
Cerita/Kesaksian Natal, Drama Natal, Puisi Natal, Tips Natal, Bahan
Mengajar Natal, Blog Natal, Resensi Buku Natal, Review Situs Natal,
e-Cards Natal, Gambar/Desain Natal, Lagu Natal, dan bahkan sarana
diskusi tentang topik Natal.

Yang istimewa adalah situs "natal.sabda.org" dirancang sebagai situs
yang interaktif, sehingga pengunjung dapat mendaftarkan diri untuk
berpartisipasi aktif dengan mengirimkan tulisan, menulis blog,
memberikan komentar, dan mengucapkan selamat Natal kepada rekan
pengunjung lain. Jadi, tunggu apa lagi? Segera kunjungi situs
"natal.sabda.org". Mari berbagi berkat pada perayaan hari kedatangan
Kristus ke dunia 2000 tahun yang lalu ini, dengan menjadi berkat bagi
kemuliaan nama-Nya.

2. INTERNATIONAL DAY OF PRAYER FOR THE PERSECUTED CHURCH (IDOP)

Pada bulan kegiatan IDOP, gereja-gereja dan umat Kristen di seluruh
dunia berdoa bersama bagi gereja Tuhan yang teraniaya. Tahun ini,
kegiatan IDOP akan dilaksanakan secara serempak pada bulan November
2012.

Kami mengajak Anda, para gembala sidang, pengajar, pemimpin, kaum
muda, pendoa syafaat, dan semua orang percaya untuk dapat bergabung
dalam acara doa bersama ini. Informasi lebih lanjut tentang acara
IDOP, bisa dilihat di < www.persecutedchurch.org >.

Kontak: < penulis(at)sabda.org >
Redaksi: Yosua Setyo Yudo dan Novita Yuniarti
Tim Editor: Davida Welni Dana, Novita Yuniarti, dan Santi Titik Lestari
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org/ >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/penulis >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org