Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/97

e-Penulis edisi 97 (17-11-2011)

Menggali Ide Kreatif (II)

__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________
                        Edisi 097/November 2011
                    Tema: Menggali Ide Kreatif (II)

DAFTAR ISI
DARI REDAKSI: KRITIS DAN AKTIF
TIP MENULIS: JANGAN TAKUT KEHABISAN IDE
TOKOH PENULIS: JAN ENGELBERT TATENGKENG
PENA MAYA: AIUEO

DARI REDAKSI: KRITIS DAN AKTIF

Untuk menjadi seorang yang dipenuhi dengan ide-ide kreatif dalam dunia
penulisan, sebenarnya tidak sulit. Kita harus menjadi seorang yang
kritis dan aktif dalam memberikan respons dengan lingkungan sekitar
atau apa pun yang dapat kita jangkau dengan pancaindera kita.
Selanjutnya, kita perlu melatih diri untuk mengembangkan semua ide
menjadi satu gagasan yang terstruktur, sehingga memiliki makna dan
dapat dibaca dengan jelas.

Dalam edisi kali ini, e-Penulis memberikan tip menarik bagaimana
menjadi seorang penulis yang tidak akan pernah kehabisan ide dalam
menulis. Redaksi juga menyertakan biografi seorang tokoh yang memiliki
karakter khas dalam dunia penulisan yang bertajuk sajak. Simak pula,
ulasan sebuah situs yang menyediakan banyak informasi tentang dunia
penulisan. Selamat membaca, Tuhan memberkati.

Redaksi Tamu e-Penulis,
Jonathan Sigit
< http://pelitaku.sabda.org >

"Menulis merangsang pemikiran, jadi saat Anda tidak bisa memikirkan
sesuatu untuk ditulis, tetaplah mencoba untuk menulis." -- Barbara

              TIP MENULIS: JANGAN TAKUT KEHABISAN IDE
              Disadur oleh: Mahardhika Dicky Kurniawan

Ketika Anda mulai mengarang atau menulis cerita, jangan takut di
tengah proses penulisan Anda akan kehabisan ide. Atau bahkan Anda
bingung ingin memulai menulis dengan ide apa. Menurut Anang YB,
seorang ahli geografi yang juga penulis Kristen produktif, ide bisa
datang dari mana saja, bahkan ketika ide itu muncul bisa datang dari
sesuatu yang tak kita duga sebelumnya. Setidaknya, ada empat sumber
ide yang bisa diolah untuk memulai sebuah cerita. Ide-ide tersebut
dikutip dari salah satu bukunya yang berjudul "Guru Writing Berdiri,
Murid Writing Berlari" dalam Bab III.

Pertama, Anda bisa memanfaatkan kamus sebagai sumber ide untuk awal
cerita. Bukalah halaman kamus secara acak, lalu pilihlah secara acak
sebuah kata di halaman tersebut. Ulangi proses itu hingga 4-7 kali,
sehingga Anda mendapatkan beberapa kata. Sebaiknya, Anda juga membaca
artinya, sehingga Anda memahami makna kata yang Anda pilih secara acak
itu. Dari daftar kata yang Anda miliki, kembangkan imajinasi dan
kreativitas, sehingga semua kata dalam daftar itu bisa dipadukan
menjadi sebuah paragraf awal yang bermakna. Misalnya, Anda memperoleh
kata-kata: tupai, topi, sepeda, sekolah, tangis, sahabat, dan jajan.
Apa yang kira-kira akan Anda tuliskan dengan memasukkan semua kata
tersebut? Anda mungkin bisa menulis cerita anak atau fabel tentang
seekor tupai yang bersepeda ke sekolah bersama sahabatnya. Tetapi
topinya tertiup angin dan jatuh di comberan, sehingga ia menangis.
Untunglah sahabatnya memberikan uang jajannya untuk membeli topi baru.
Nah, dari situ cerita bisa Anda kembangkan dengan menyisipkan
nilai-nilai persahabatan, ketekunan belajar, sampai menggunakan uang
saku secara bijak. Ide ini juga bisa dilakukan untuk menulis cerita
dengan sistem "keroyokan" atau mendiskusikan alur cerita bersama-sama.

Kedua, Anda bisa melakukan aktivitas berbalas pantun untuk menulis
cerita. Ide ini lebih asyik karena Anda melakukannya bersama-sama,
dengan dua atau tiga orang lainnya. Dengan mengerjakan bersama,
ide-ide segar akan muncul dan spontanitas akan membawa keunikan
sendiri dalam penulisan. Anda tidak perlu takut kehabisan ide, karena
setiap ide yang dilontarkan pasti bisa mendapat bermacam-macam umpan
balik. Misalnya, Anda dan dua teman Anda sedang berlibur di pantai.
Anda bisa mengawali cerita dengan membayangkan diri sebagai burung
camar yang terbang di angkasa. Lalu teman Anda melanjutkannya dengan
kalimat lain tentang burung itu yang terbang tanpa tujuan. Teman yang
satunya menimpali dengan membayangkan burung itu kebingungan mencari
anaknya yang hilang. Begitu seterusnya hingga cerita tidak dapat
diteruskan lagi atau Anda bertiga sudah keluar dari konsep awal. Nah,
sebuah cerita anak bisa Anda kembangkan atau perbaiki naskahnya
setelah diskusi bertiga dengan pengamatan langsung dan membayangkan
diri sebagai burung camar.

Ketiga, Anda yang lebih suka menulis cerita sendiri dan sedang tidak
ada ide untuk mengawali cerita bisa melakukan "dekonstruksi" cerita
lama. Ya, cerita-cerita klasik atau dongeng tradisional yang sudah
Anda hafal bisa Anda ingat kembali. Setelah itu mulailah menuliskannya
dan berimajinasi untuk mengembangkan cerita. Misalnya, Anda bisa
membayangkan seandainya Pinokio itu bersaudara dengan Cepot, si wayang
golek. Atau Gepetto yang kebingungan karena tubuh Pinokio hancur
dimakan rayap. Anda juga bisa berimajinasi dengan menggabungkan tokoh
Cinderella dengan Bawang Putih, atau Putri Salju dengan Timun Mas.
Selalu menarik membuat kemungkinan-kemungkinan baru dari kisah klasik
yang sudah lazim dikenal orang.

Keempat, Anda bisa mendapatkan ide secara tak sengaja. TV pun bisa
menjadi gudang ide dan inspirasi bagi Anda, ketika Anda sedang
menonton sinetron, berita, bahkan iklan. Anda bisa menulis cerita anak
tentang seorang bocah yang doyan makan es krim dan tidak mau makan
sayuran. Akhirnya, bocah itu sakit. Ide itu muncul dari iklan es krim
di TV. Atau Anda yang senang menonton sinetron, cobalah untuk menulis
cerita seandainya seluruh anak di Indonesia bercita-cita menjadi
pemain sinetron demi mengejar popularitas dan harta benda. Mungkin
Anda juga bisa menulis esai tentang persamaan dan perbedaan bintang
sinetron anak dengan para pekerja anak di pabrik dan perkebunan, lalu
mengajukan satu solusi untuk menjembatani kesenjangan di antara
mereka. Berita di TV pun bisa Anda gunakan sebagai "trigger" untuk
memulai menulis. Misalnya, tentang masa depan tanpa koran, wartawan
yang capai mencari berita, atau kisah-kisah lainnya.

Jangan takut kehabisan ide saat ingin menulis cerita. Ide selalu ada
dan bisa muncul dari mana saja. Yang Anda butuhkan hanyalah membuka
mata lebar-lebar untuk menemukan ide-ide tersebut. Selamat berkreasi.

Disadur dari:
Judul buku: Guru Writing Berdiri, Murid Writing Berlari
Penulis: Anang Y.B.
Penerbit: Pustaka Grhatama, Yogyakarta 2011
Halaman: 32 -– 40

            TOKOH PENULIS: JAN ENGELBERT TATENGKENG

Dalam khazanah kesusastraan Indonesia, aspek religi banyak
dikumandangkan dalam bentuk sajak. Ada Taufiq Ismail, Emha Ainun
Najib, dan banyak lagi. Apalagi ketika membicarakan Pujangga Baru,
tentulah orang akan teringat akan nama Amir Hamzah, Sang Raja Pujangga
Baru, yang tak kalah sering menulis sajak religi. Namun, warna Kristen
di kesusastraan Indonesia tidaklah banyak.

Meski demikian, bukan berarti tidak ada sastrawan Kristen yang pernah
menghias kesusastraan negeri ini. Masih satu angkatan dengan Sang Raja
Pujangga Baru, tercatat pula nama J.E. Tatengkeng. Bila yang satu
berasal dari Indonesia bagian barat, yang lain berasal dari Indonesia
bagian timur. Hanya saja, J.E. Tatengkeng merupakan satu-satunya
sastrawan yang menghadirkan nuansa kekristenan pada zamannya.

Kehidupan Sang Pujangga

Nama lengkapnya Jan Engelbert Tatengkeng. Ia dilahirkan di Kolongan,
Sangihe, Sulawesi Utara, 19 Oktober 1907. Ayahnya seorang guru Injil
sekaligus seorang kepala sekolah zending. Tidaklah mengherankan bila
akhirnya ia terkesan memiliki latar kekristenan yang cukup kental,
yang dihadirkannya dalam berbagai sajaknya.

Ia biasa dipanggil Oom Jan oleh orang-orang dekatnya, panggilan yang
lazim di kalangan masyarakat. Ia mengenyam pendidikan dasarnya di
sekolah Belanda, HIS, di Manganitu. Lalu melanjutkan ke Christelijk
Middagkweekscool atau Sekolah Pendidikan Guru Kristen di Bandung, Jawa
Barat. Kemudian ia melanjutkan sekolahnya ke Solo, Jawa Tengah,
tepatnya di Sekolah Menengah Tinggi Pendidikan Guru Kristen.

Ketika bersekolah itulah, Tatengkeng mulai mengenal "Tachtigers",
sebuah aliran kesusastraan Belanda yang disebut juga sebagai Angkatan
80-an. Aliran kesusastraan inilah yang kemudian banyak memengaruhinya.
Bagi Tatengkeng, seni adalah seni. Seni tidak dapat dilihat sebagai
Tuhan dan tidak sebaiknya dijadikan semata-mata sebagai alat.
Pandangannya ini tertuang dalam tulisannya "Penyelidikan dan
Pengakuan".

Tatengkeng dan Kebenaran

Dalam perjalanan hidupnya, Tatengkeng menyadari dan meyakini bahwa
kebenaran itu hanya ada pada Allah semata. Ia mencari jawaban akan
kebenaran yang dicarinya di berbagai tempat: di mata air, di dasar
kolam, di kawanan awan, di indahnya bunga, gunung, dan bintang. Sampai
ia berseru kepada Allah yang Mahatinggi. Itulah yang ia gambarkan
dalam sajaknya, "Kucari Jawab" berikut ini.

Di mata air, di dasar kolam,
Kucari jawab teka-teki alam.
Di kawan awan kian kemari,
di situ juga jawabnya kucari.
Di warna bunga yang kembang.
Kubaca jawab, penghilang bimbang,
Kepada gunung penjaga waktu.
kutanya jawab kebenaran tentu,
Pada bintang lahir semula,
Kutangis jawab teka-teki Allah.
Ke dalam hati, jiwa sendiri,
Kuselam jawab! Tiada tercerai
Ya, Allah yang Maha - dalam,
Berikan jawab teka-teki alam.
0, Tuhan yang Maha - tinggi,
Kunanti jawab petang dan pagi`
Hatiku haus `kan kebenaran,
Berikan jawab di hatiku sekarang ...

Sebagian orang mungkin akan memandang karya-karyanya yang bernapaskan
Kristen itu hanya didasari oleh latar belakang keluarga dan masyarakat
Sulawesi yang notabene Kristen. Namun, kita perlu mempertimbangkan
kenyataan bahwa Roh Kudus memang berkarya dalam diri orang-orang
pilihannya. Lihatlah dalam karyanya yang berjudul "O Kata" berikut
ini.

Sudah genap
O kata
Dua patah,
Yang dikata dengan nyata,
Oleh badan payah patah.
Itu kata
Ada berita,
Terbesar dari sewarta,
Karna oleh kata nyata
Tuhan menang segala titah!
Karna kata,
Aku serta
Oleh Allah diberi harta
Selamat alam semesta

Sajak di atas datang dengan pengenalan akan karya Allah dalam Yesus
Kristus. Tatengkeng menggambarkan betapa Kristus mengerjakan karya
keselamatan dan menyatakannya dengan jelas (baris keempat). Di tengah
rasa sakit derita yang dirasakan-Nya (baris kelima). Lewat sajak
tersebut, Tatengkeng berusaha menangkap makna penderitaan Kristus di
salib, sekaligus hendak berkata bahwa Kristus Yesus adalah Anak Allah
yang mengaruniakan keselamatan. Baris kedua belas menjadi pernyataan
iman, betapa dirinya pun termasuk yang diberi belas kasihan oleh
Allah.

Selain itu, kita tidak bisa menghindarkan fakta bahwa semakin kuat
nilai spiritual seseorang, semakin tergambar pula hal tersebut dalam
karya-karya yang dituangkannya. Meski tidak selalu demikian, ini
merupakan suatu kecenderungan yang selalu hadir di setiap zaman. Tentu
kita mengenal C.S. Lewis, salah seorang apologet Kristen yang ternama.
Semenjak berbalik menjadi seorang Kristen, berbagai karyanya mulai
diarahkan untuk memberi pernyataan dan sikap imannya. Hal ini pulalah,
yang menurut hemat saya, terjadi pada Tatengkeng.

Dalam sajaknya yang lain, "Panggilan Pagi Minggu", Tatengkeng
menyuarakan panggilan Ilahi bagi segenap umat.

Sedang kududuk di ruang bilik,
Bermain kembang di ujung jari,
Yang tadi pagi telah kupetik,
Akan teman sepanjang hari.

Kudengar amat perlahan,
Mendengung di ombak udara,
Menerusi daun dan dahan,
Bunyi lonceng di atas menara.

Katanya:
Kukui apang biahe,
Lulungkang u apang nate

Kupanggil yang hidup,
Kutangisi yang mati,
Pintu jiwa jangan ditutup,
Luaskan Aku masuk ke hati
Masuklah, ya, Tuhan dalam hatiku!

Meskipun berpredikat sebagai salah seorang sastrawan Pujangga Baru
[4], sesungguhnya Tatengkeng juga aktif dalam bidang politik. Ia
sempat pula menjabat sebagai Perdana Menteri NTT pada tahun 1949. Ia
juga berperan dalam dunia pendidikan -- Tatengkeng merupakan salah
satu pendiri Universitas Hasanuddin.

Semenjak 1953, Tatengkeng yang pernah dipenjara oleh Jepang ini mulai
jarang menulis. Namun, ini bukan berarti ia tidak menulis sama sekali.
Kehidupan seorang sastrawan tidak pernah lepas dari kertas dan pena.
Maka sangatlah riskan untuk menyebutkan aktivitas penulisannya
terganggu dengan kegiatannya di dunia politik. Umumnya, para penulis
akan menggunakan kertas-kertas untuk mencorat-coret. Bukan tidak
mungkin bila Tatengkeng turut melakukan hal ini. Perkaranya, seberapa
banyak yang tersisa?

Bagaimanapun juga, sejumlah sajaknya yang terbit setelah 1953
menunjukkan bahwa ia masih melakukan aktivitas penulisan. Jan
Engelbert Tatengkeng meninggal dunia pada 6 Maret 1968. Ia dimakamkan
di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan. Kepergiannya 39 tahun yang lalu
itu rasanya pantas direlakan dan dihargai. Ia menjadi satu-satunya
sastrawan pada masanya yang menyatakan imannya kepada masyarakat
Indonesia lewat jalur sastra. Suatu jejak yang patut disyukuri.
Sentuhannya yang sangat khas, rasanya sulit dicari tandingannya pada
masa kini.

Daftar Bacaan:

Dunia Sastra. Tanpa Tahun. Sejarah Singkat tentang Pujangga Baru,
dalam http://www.duniasastra.com/.

Esten, Mursal. Tanpa Tahun. J.E. Tatengkeng, dalam Sajak-Sajak Tanah
Air, http://www.geocities.com/paris/.

Mizamunir. Biodata Sastrawan 1900--1949, dalam
http://mizamunir.multiply.com/.

Puitika. 2007. J. E. Tatengkeng, dalam http://puitika.net/.

Wasono, Sunu. 1997. Guru Sejati yang Pernah Digebuk Jepang, dalam
Sisipan Kakilangit Majalah Horison, Oktober 1997. Hal. 11.

Diambil dan disunting dari:
Nama situs: Biokristi
Alamat URL: biokristi.sabda.org/jan_engelbert_tatengkeng
Tanggal akses: 20 Juli 2011

                            PENA MAYA: AEIOU

Sebuah paragraf dibentuk dari kumpulan kata dan huruf. Dalam sebuah
kalimat, bisa dipastikan ada huruf vokal yang menghias. Bagaimana jika
seorang penulis tidak menggunakan huruf vokal dalam tulisannya? Apakah
Anda bisa membayangkan betapa sulitnya dia dalam merangkai kata?

Ternyata huruf vokal tidak hanya menjadi bagian dari sebuah kata.
Huruf vokal pun bisa dijadikan sebagai nama situs. Salah satunya
adalah situs AEIOU. Situs penulis ini lahir pada tanggal 14 Februari
2007, bertepatan dengan hari Valentine. Dalam situs ini, Anda dapat
membaca beberapa artikel dan tip seputar penulisan, serta literatur
berbahasa Indonesia. Artikel apa saja yang bisa kita baca? Anda bisa
membaca artikel tentang memperkenalkan tulisan kepada anak, bagaimana
memotivasi diri untuk mulai menulis dan terus bersemangat dalam
menulis, bagaimana menulis novel, dan masih banyak artikel lainnya.
Selain itu, situs ini juga memiliki banyak tautan baik yang berbahasa
Indonesia maupun yang berbahasa Inggris. Beberapa tautan Sahabat situs
ini adalah adalah situs e-Artikel dan Pelitaku milik Yayasan Lembaga
SABDA (YLSA) < http://www.ylsa.org/ >. Saat Anda berkunjung ke situs
ini, Anda juga bisa memberi komentar di sana. Hanya satu hal yang
disayangkan, situs ini hanya menampilkan arsip dari 2007 akhir hingga
2008 akhir. Akan tetapi, artikel-artikel di situs ini masih bisa
dimanfaatkan untuk melengkapi Anda sebagai penulis-penulis Kristen.
Selamat berkunjung. (SS)

==> < http://aeiou-aeiou.blogspot.com/ >

Tanggal akses: 6 Juni 2011

Kontak: < penulis(at)sabda.org >
Redaksi: Truly Almendo Pasaribu, Sri Setyawati
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org/ >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/penulis >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org >
Berhenti berlangganan: < unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org