Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/9

e-Penulis edisi 9 (18-7-2005)

Teknis Penulisan Renungan


<><============================><>*<><=============================><>
                       ><><>< e-Penulis ><><><
                       (Menulis untuk Melayani)
                         Edisi 009/Juli/2005
<><============================><>*<><=============================><>
                      TEKNIS PENULISAN RENUNGAN
<><============================><>*<><=============================><>
=#= DAFTAR ISI =#=
    * Dari Redaksi  : Trampil Menulis Renungan
    * Artikel       : Teknik Penulisan Renungan
    * Renungan      : Apakah Ia Sungguh Peduli?
    * Pojok Bahasa  : Adil Tidak Selalu Bijaksana
    * Seputar CWC   : 1. Kesaksian
                      2. Tulisan Baru di CWC
    * Surat Anda    : Terima Kasih

<><============================><>*<><=============================><>
=#= DARI REDAKSI =#=

  Salam Kasih dalam Kristus Yesus,

  Menulis renungan memang berbeda dengan menulis tulisan ilmiah atau
  artikel. Meskipun ada orang yang mengatakan bahwa menulis renungan
  bukanlah suatu hal yang sulit, tapi tetap saja dibutuhkan kemampuan
  eksegese atau refleksi mendalam dari penulis agar menghasilkan suatu
  renungan yang berkualitas atau berbobot. Pengalaman hidup dekat
  dengan Allah juga menjadi salah satu modal utama dalam membuat
  renungan. Selain hal-hal di atas, masih adakah hal-hal lain yang
  perlu diketahui untuk bisa menulis renungan dengan baik dan bermutu?

  Berkaitan dengan hal tersebut, e-Penulis Edisi Juli 2005 secara
  khusus menyajikan artikel yang mengulas topik tentang "Teknik
  Penulisan Renungan". Silakan simak baik-baik artikel tersebut dan
  kami harap wawasan Anda akan lebih diperluas. Kami juga menampilkan
  sebuah contoh tulisan renungan yang kami harap dapat menolong.
  Selain itu, Anda dapat menyimak sajian Kolom Pojok Bahasa yang
  membahas tentang kata "adil" dan "bijaksana". Dan, bagi Anda yang
  tidak ingin ketinggalan informasi terbaru dari Situs CWC (Christian
  Writings` Club), silakan simak Kolom Seputar CWC.

  Tanpa berpanjang kata lagi, langsung saja Anda menyimak sajian kami.
  Selamat menyimak! (Puj)

  Tim Redaksi

<><============================><>*<><=============================><>
=#= ARTIKEL =#=

                      TEKNIK PENULISAN RENUNGAN
                      =========================

    "Tambatkanlah semuanya itu pada jarimu, dan tulislah itu pada loh
    hatimu" (Amsal 7:3).

  Menulis sebuah renungan tidaklah sulit, bahkan paling mudah
  dibandingkan dengan menulis paper, artikel, atau skripsi. Karena di
  samping halamannya sangat terbatas, kurang lebih satu sampai dua
  setengah halaman, juga tidak membutuhkan pemikiran yang ilmiah
  dengan penuh catatan kaki. Renungan hanyalah sebuah pendapat penulis
  dengan cara mengeksegese sebuah ayat atau perikop, disimpulkan, lalu
  direfleksikan ke konteks kehidupan kita sehari-hari. Dengan
  merefleksikan ayat-ayat ke dalam konteks kehidupan kita sehari-hari,
  maka akan membuat sebuah renungan menjadi hidup dan bermanfaat bagi
  para penikmat renungan.

  A. TUJUAN

  Menulis renungan mempunyai tujuan, sebagai berikut:
  PERTAMA, menjelaskan (Ulangan 27:8; Matius 13:36; Lukas 24:27; Kisah
  Para Rasul 11:4, 18:26) sesuatu persoalan firman Allah yang ada.
  Penjelasan ini jangan mengada-ada, tetapi sesuai apa yang dikatakan
  firman Allah.

  KEDUA, membantah (Kisah Para Rasul 15:2, 18:28, 23:9). Bukan
  membantah Tuhan, sebab kalau kita membantah Tuhan, maka kita akan
  mendapatkan hukuman yaitu murka-Nya (Yesaya 45:9). Membantah di sini
  adalah bila kita melihat firman Allah diselewengkan dan kita perlu
  meluruskannya, maka di sinilah fungsi menulis sebuah renungan:
  membantah firman yang diselewengkan menjadi benar.

  KETIGA, mendukung (Ulangan 1:31; 2Raja-raja 23:3) firman Allah.

  KEEMPAT, melontarkan gagasan baru yang mendidik (Amsal 6:23, 22:6,
  29:17; Daniel 1:5; Kisah Para Rasul 7:22, 22:3; Efesus 6:4; 2Timotius 3:16; Titus 2:4, 2:12).

  KELIMA, memberi jalan keluar (Keluaran 18:20; Ulangan 8:6, 26:17; 1Raja-raja 2:3; 1Samuel 12:23; Ayub 38:19; Mazmur 16:11, 23:3,
  37:34, 51:15, 67:3, 139:24, 143:8; Amsal 3:17, 4:28; Yesaya 62:10;
  Daniel 4:37; Hosea 14:10; Yohanes 14:6; 1Korintus 10:13) kepada
  orang yang sedang mengalami kesesakan.

  KEENAM, memberi peringatan atau menasihati (Keluaran 18:19; 1Raja-
  raja 12:6; Mazmur 32:8, 73:24; Amsal 12:15, 13:10, 19:20; Kisah Para
  Rasul 20:2; Efesus 6:4; Filipi 2:1; 1Timotius 1:5; Kisah Para Rasul
  11:23, 13:43, 14:22; 2Timotius 4:22; Titus 2:15; Ibrani 3:13; 1Petrus 2:11, 5:12) saudara seiman yang sedang belok dari jalan
  Allah.

  KETUJUH, memompakan semangat atau menghibur (Kisah Para Rasul 14:22; 1Tesalonika 2:11; Yesaya 49:13, 61:2, 66:13; Yeremia 31:13; Matius
  5:4; Yohanes 11:19; Kisah Para Rasul 13:15; Roma 1:12; 1Korintus
  14:3; 2Korintus 1:4, 2:7, 7:4; Efesus 6:22; Kolose 4:8, 2:2; 1Tesalonika 3:7, 5:14; 2Tesalonika 2:17) agar saudara seiman yang
  sedang dalam kesesakan kembali berjalan dalam Allah dan kembali
  menaruh harapan kepada Allah.

  B. MACAM-MACAM RENUNGAN

  Sebenarnya macam renungan sama seperti macam-macam khotbah karena di
  samping bisa ditulis, juga bisa dikhotbahkan.

  1. Renungan Topikal
     Renungan yang dilakukan secara topik yang bagian-bagian utamanya
     diambil dari topiknya atau pokoknya, lepas dari teks. Jadi,
     setiap bagian dari pokok ulasan mengandalkan arti yang sama dan
     mendukung topik utama yang diambil dari ayat-ayat dan kitab-kitab
     baik dalam satu kitab maupun dari kitab-kitab yang berbeda.

  2. Renungan Tekstual
     Suatu renungan yang bagian-bagian utamanya diperoleh dari satu
     teks yang terdiri atas suatu bagian Alkitab yang pendek. Setiap
     bagian ini dipakai suatu garis saran dan teks memberikan tema
     renungan itu. Jadi, renungan tekstual ini mengandalkan pada
     eksegese kata per kata, bukan kalimat per kalimat.

  3. Renungan Ekspositori
     Suatu renungan dimana suatu bagian Alkitab yang pendek atau
     panjang diartikan dalam hubungan dengan satu tema atau pokok.
     Bagian terbesar materi renungan diambil langsung dari nas Alkitab
     tersebut dan kerangkanya terdiri dari serangkaian ide yang
     diuraikan secara bertahap dan berpangkal pada satu ide utama.

  Jadi, renungan ekspositori mengandalkan pada eksegese kalimat (ayat)
  per kalimat (ayat) dalam sebuah perikop.

  C. MODEL KEPENULISAN

  AYAT BACAAN -- PENDAHULUAN -- PERTANYAAN -- URAIAN/EKSEGESE --
  PENUTUPAN -- REFLEKSI

  PENDAHLUAN
  PERTANYAAN
  URAIAN/EKSEGESE
  PENUTUPAN
  REFLEKSI

  Ayat Racaan
  -----------
  Ayat bacaan ini digunakan sebagai dasar pembahasan renungan yang
  hendak dibahas. Ayat bacaan ini lebih baik satu perikop, tetapi
  bisa juga beberapa ayat dari perikop atau kitab yang berlainan. Hal
  ini tergantung kepada sasaran yang hendak dituju.

  Pendahuluan
  -----------
  Pembukaan renungan ini bisa dimulai dengan ilustrasi, pendapat
  seseorang, peristiwa, pribahasa atau sebuah ayat, bahkan sepenggal
  perikop. Panjangnya tak lebih dari 10% atau satu alinea.

  Pertanyaan
  ----------
  Beri satu atau dua pertanyaan. Pertanyaan ini berkaitan dengan topik
  yang dibicarakan. Fungsi pertanyaan ini adalah memperlihatkan adanya
  persoalan dalam sebuah renungan itu, dimana persoalan ini yang
  nantinya harus dijawab dengan tuntas. Panjangnya setengah atau satu
  alinea.

  Uraian (eksegese)
  -----------------
  Melakukan eksegese ayat baik secara per kata maupun satu ayat yang
  dijadikan ayat bacaan. Biasanya hal ini dibagi menjadi dua sampai
  tiga butir kecil, dimana setelah membahas butir-butir kecil itu
  boleh diberi ilustrasi atau tidak sama sekali. Ini tergantung apakah
  eksegese tersebut sederhana (tidak rumit) untuk dipahami. Tapi, bila
  susah untuk dipahami lebih baik diberi ilustrasi. Panjang uraian 60%
  atau empat sampai lima alinea. Dalam eksegese inilah yang menentukan
  apakah renungan ini mendalam atau tidak. Kalau penguasaan bahasa
  aslinya Ibrani dan Yunani kita lemah, kemungkinan eksegesenya tidak
  mendalam. Kalau kita hanya menggunakan eksegese untuk modal bahasa
  Indonesia, maka sudah pasti kita cukup meragukan hasilnya. Karena
  Alkitab Bahasa Indonesia yang diterjemahan LAI masih banyak
  kesalahan terjemahan. Jadi, sebagai eksegesetor kita harus selalu
  berorentasi ke bahasa aslinya.

  Penutupan
  ---------
  Menyimpulkan hasil eksegese. Penutup ini menentukan pengembangan
  refleksi, karena itu isi penutupan perlu sesuai dengan topik yang
  sedang dibahas, jangan membelokkan topik. Panjangnya 5% atau satu
  alinea.

  Refleksi
  --------
  Apa yang telah dihasilkan dalam kesimpulkan direfleksikan kepada
  kehidupan pembaca, sehingga tujuan dari renungan itu sampai kepada
  pembaca. Peranan refleksi ini sangat penting. Kalau hasil eksegese
  itu baik dan tidak direfleksikan kepada pembaca, maka semua itu akan
  sia-sia. Bagi pembaca hasil eksegese itu masih merupakan bahan
  mentah yang harus diolah, kemudian oleh pembaca dimakan secara
  perlahan-lahan. Hasil refleksi akan dijadikan pedoman hidup bagi
  pembaca. Panjangnya 24,5% atau satu atau dua alinea.

  D. POSISI ILUSTRASI DI MANA?

  Ilustrasi merupakan penyegar yang sangat penting dalam sebuah
  renungan. Karena di samping ilustrasi itu untuk memperjelas arti
  dari eksegese atau refleksi, juga memperingan atau mempersantai
  penyajian renungan itu. Pembaca tidak merasa atau menjadi bosan
  karena adanya ilustrasi. Ilustrasi bisa berupa sebuah peristiwa yang
  aktual atau peristiwa yang klasik (bersejarah), tentang keteladanan
  hidup para tokoh, pribahasa atau kutipan perkataan orang-orang
  `bijak`. Ilustrasi bisa menekankan pada hal-hal humor atau serius.
  Hal ini tergantung kepada eksegese yang dilakukan, apakah berat atau
  ringan. Bila berat, lebih baik ilustrasinya humor, tetapi bila
  ringan lebih baik ilustrasinya yang serius.

  E. MOTIVASI, TEKUN, DAN BERSUNGGUH-SUNGGUH

  Lalu, bagaimana cara agar trampil menulis renungan? Jangan berpikir
  bahwa menulis renungan itu susah, tetapi sangat mudah. Yang perlu
  kita kembangkan dalam diri kita adalah motivasi, ketekunan, dan
  kesungguhan.

  Dengan motivasi bahwa diri kita ingin bisa menulis renungan, akan
  memudahkan kita untuk menghasilkan sebuah renungan. Dengan tekun
  terus-menerus berlatih menulis renungan, akan mempertajam daya pikir
  dan daya tulisan kita. Dengan sungguh-sungguh berharap -- renungan
  itu berbobot -- menulis renungan, maka semakin lama hasil renungan
  itu semakin berbobot.

  Jadi, kunci agar bisa menulis renungan dengan baik adalah tidak
  memerlukan rumusan seperti matematika dengan dalil-dalilnya yang
  harus kita hafal. Itu tidak perlu! Yang diperlukan adalah terus-
  menerus berlatih dengan tekun! Karena menulis renungan adalah sebuah
  ketrampilan, maka ketrampilan ini yang harus dilatih sepanjang hari,
  sepanjang waktu, dan sepanjang jam.

  F. SARANA RENUNGAN

  Kalau kita sudah menghasilkan renungan, lalu sarana bagaimana yang
  bisa digunakan oleh sebuah renungan? Ini juga tidak sulit.
  Sebenarnya banyak sarana yang bisa kita gunakan seperti: berkhotbah,
  buletin-buletin gereja, warta jemaat, majalah-majalah Kristen, atau
  bahkan buku-buku renungan harian.

  Nah, untuk hal ini, kita perlu banyak mencari tahu, terutama
  mengkoleksi buletin-buletin gereja, warta jemaat, majalah-majalah
  Kristen, atau buku renungan harian untuk dipelajari: renungan harian
  yang bagaimana mereka butuhkan? Panjangnya, sasarannya atau pembaca,
  dan isinya. Bila kita sudah mempelajari apa yang dikehendaki oleh
  media tersebut, tinggal kita mencari waktu berhubungan dengan
  redaksi tersebut, dan barulah bila redaksi menyetujui kita menulis,
  maka kita menulis.

  F. KESIMPULAN

  Ketrampilan menulis sebenarnya mempersiapkan masa depan kita. Karena
  itu, penulis yang cukup produktif bernama C.S. Lewis mengatakan:
  "Masa depan adalah sesuatu yang setiap orang dapat mencapainya." Dan
  Thornton Wilder berkata: "Masa depan adalah sesuatu yang paling
  mahal dan paling mewah di dunia."

  Penulis Amsal pun mengatakan "... masa depan sungguh ada, dan
  harapanmu..." (Amsal 23:18), lalu disambung dengan Amsal 24:14, yang
  berbunyi, "Jika engkau mendapatnya, maka ada masa depan."

  Jadi, jelas bahwa kita perlu meraih masa depan kita dengan cara
  menyiapkan sedini mungkin. Bila tidak, jangan berpikir bahwa Tuhan
  itu tidak adil, karena yang tidak adil adalah diri kita sendiri.

  Bahan diedit dari sumber:
  Judul Buku     : Teknik Penulisan Literatur
  Judul Artikel  : Teknik Penulisan Renungan
  Penulis        : Harianto G.P.
  Penerbit       : Agiamedia, Bandung, 2000
  Halaman        : 106 - 112

<><============================><>*<><=============================><>
=#= RENUNGAN =#=

  Berikut ini kami berikan contoh renungan yang ditulis oleh Tanie
  Maria Silviasari. Semoga menolong Anda untuk belajar tentang
  bagaimana menulis renungan.

                      APAKAH IA SUNGGUH PEDULI?
                      =========================

  Bacaan: Matius 4:35-41

  Ketika murid-murid Tuhan Yesus tengah menghadapi angin topan yang
  dahsyat, dalam kepanikan mereka membangunkan Tuhan Yesus yang sedang
  tidur sambil berkata, "Guru, apakah Engkau tidak peduli kalau kita
  binasa?" Pertanyaan yang sama seringkali muncul dalam pikiran kita
  di saat kita tengah menghadapi masalah yang berat. "Apakah Tuhan
  sungguh-sungguh peduli dengan masalah kita? Benarkah Ia turut
  merasakan kesedihan dan kesulitan yang tengah kita hadapi?"
  Adakalanya kita merasa Tuhan begitu jauh dan doa-doa kita serasa
  membentur langit-langit kamar tanpa pernah sempat Ia pedulikan. Kita
  sulit mempercayai bahwa Tuhan yang bersemayam dalam tahta-Nya yang
  megah di surga turut merasakan penderitaan kita.

  Saat Saulus yang belum bertobat sedang dalam perjalanan menuju ke
  Tarsus, ia bertemu dengan Tuhan Yesus secara langsung. Lalu, apa
  yang dikatakan-Nya? "Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya
  Aku?" (Kisah Para Rasul 9:4) Bukankah Saulus belum pernah bertemu
  dengan Yesus secara langsung? Bukankah ia bahkan tidak pernah turut
  mengotori tangannya dalam peristiwa penyaliban Kristus? Namun
  ternyata penganiayaan yang dilakukannya terhadap jemaat Tuhan sama
  dengan penganiayaan terhadap Yesus sendiri. Tuhan berterus terang
  dengan jelas mengatakan bahwa penganiayaan tersebut melukai diri-
  Nya. Ia bukan sekadar bersimpati dan merasa kasihan terhadap anak-
  anak-Nya yang tertindas, melainkan lebih dari itu, Ia turut
  mengalami dan merasakannya.

  Bila hari ini Anda meragukan apakah Tuhan masih mempedulikan
  kehidupan Anda, maka sekarang tak ada alasan lagi untuk bersikap
  demikian. Kasih setia Tuhan tak pernah luntur dan janji-Nya tak
  pernah diingkari-Nya. Ia telah berjanji untuk terus menyertai kita
  senantiasa sampai akhir zaman. Tak peduli betapa sulitnya masalah
  yang Anda hadapi atau betapa remehnya hal yang Anda doakan, jangan
  pernah menyangka bahwa Ia tidak sungguh-sungguh mendengarkannya. Ia
  sungguh peduli kepada Anda.
                                               /Tanie Maria Silviasari

<><============================><>*<><=============================><>
=#= POJOK BAHASA =#=

                     ADIL TIDAK SELALU BIJAKSANA
                     ===========================

  Alkisah, Raja Salomo dihadapkan pada suatu perkara yang rumit.
  Seorang bayi sedang diperebutkan dua orang ibu. Mereka masing-masing
  mengaku sebagai ibu kandung bayi tersebut dan oleh karena itu berhak
  atasnya. Hakim-hakim seluruh negeri sudah angkat tangan dan
  kehilangan pegangan dalam memberikan keputusan. Maklum saja, saat
  itu belum ada teknologi uji DNA.

  Raja bersungut-sungut, tapi tetap saja ia berpikir. Sejenak
  kemudian, tiba-tiba raja menghunus pedangnya dan berseru, "Kalau
  begitu mari kita bikin keputusan yang adil! Aku akan membelah bayi
  ini menjadi dua bagian yang sama, sehingga kalian masing-masing akan
  mempunyai separuhnya!"

  Ibu gadungan bersorak kegirangan, "Hidup Raja Salomo yang adil!"
  Sedangkan ibu kandung sang bayi itu memucat wajahnya, lalu buru-buru
  bersimpuh di kaki Sang Raja dan memohon dengan pilu. "Ampun Tuanku
  Baginda Raja, hamba ikhlaskan putra hamba diserahkan kepada ibu itu
  seutuhnya. Janganlah Tuanku memainkan pedang ...."

  Raja Salomo terharu, dan tiba-tiba saja tertawa, "Ha ... ha ... ha
  ..., aku sudah mendapatkan keputusan." Kedua ibu itu terbengong-
  bengong dan harap-harap cemas. "Aku tetapkan, kaulah wanita mulia,
  ibu kandung bayi ini!" Raja Salomo menyerahkan sang bayi kepada ibu
  yang berlutut di hadapannya. Legalah sang ibu kandung itu.

  Kisah inilah yang antara lain membuat Raja Salomo disebut sebagai
  raja yang bijaksana. Dari kisah itu pula kita bisa mengambil hikmah
  bahasa yang unik: makna kata `adil` sangat berbeda dengan makna kata
  `bijaksana` (apabila tidak dapat dikatakan bertolak belakang).

  Kita bisa menguji kedua kata itu dengan contoh kasus lain. Kita
  memiliki kain selebar 10 m2 dan ingin membaginya menjadi dua bagian.
  Dikatakan adil jika masing-masing pihak memperoleh kain selebar 5
  m2. Hanya saja, jika dua orang itu berbeda fisiknya (katakanlah yang
  satu gemuk sehingga 5 m2 tadi kurang untuk membuat sebuah baju,
  sementara yang satunya kurus sehingga kain tadi bersisa percuma)
  apakah tindakan membagi dua sama besar itu adil?

  Jelaslah  bahwa keputusan yang adil itu tidaklah selalu bijaksana.
  Dalam hal pembagian kain di atas, biarlah kita tidak berbuat adil
  asal bijaksana. Seyogyanya kain tadi dibagi menjadi dua bagian
  dengan 6 m2 untuk si gemuk dan 4 m2 untuk si kurus. Dengan begitu
  keduanya bisa memperoleh baju tanpa ada kain yang terbuang percuma.

  Lucunya, kita sering menggabungkan kata adil dan bijaksana tadi.
  Padahal sesungguhnya hal itu tidak akurat dan tak serasi. Kalau
  adil, bilang saja adil, artinya sama rasa sama rata. Soalnya,
  bijaksana belum tentu adil. Bahkan belakangan ini, apa-apa yang
  digolongkan bijaksana ternyata lebih sering berpretensi negatif.
  Tidak percaya? Kalau ada orang yang mendatangi Anda dan berkata,
  "Minta kebijaksanaan dong Pak/Bu, supaya ada uang kebijaksanaan gitu
  ...?" Positifkah niatnya?

  Bahan dikutip dari sumber:
  Judul Majalah   : Intisari Edisi April 2004
  Judul Artikel   : Adil Tidak Selalu Bijaksana
  Penulis         : Lie Charlie
  Halaman         : 152 - 153

<><============================><>*<><=============================><>
=#= SEPUTAR "CHRISTIAN WRITERS` CLUB" (CWC) =#=

  1. Kesaksian
  ------------
  Pada edisi yang lalu e-Penulis telah mengangkat topik mengenai
  "Teknis Penulisan Artikel" dengan menyajikan bahan-bahan penuntun
  yang bermanfaat bagi Anda yang sedang belajar untuk menulis artikel.

  Nah, pada kesempatan ini, Redaksi mengajak pelanggan e-Penulis untuk
  ikut mempromosikan tulisan artikel yang telah Anda tulis ke Situs
  CWC. Harapan kami tulisan-tulisan Anda dapat menjadi saluran berkat
  bagi para pengunjung Situs CWC.

  Bagi Anda yang ingin tulisannya dimuat di Situs CWC, Anda harus
  menjadi anggota terlebih dahulu. Untuk itu, silakan berkunjung ke
  Situs CWC, dan mendaftar menjadi anggota. Bagi Anda yang sudah
  menjadi anggota, silakan login dan klik link "Kirim Tulisan" di
  bagian Main Menu. Isilah form yang tersedia dengan informasi dan
  juga tulisan yang hendak Anda kirimkan ke Situs CWC. Dan, jangan
  lupa untuk memilih topik "Artikel" pada pilihan topik.

  OK, kami tunggu tulisan artikel Anda di Situs CWC. Mari kita saling
  memberkati dengan membagikan tulisan kita melalui Situs CWC.
  ==>  http://www.ylsa.org/cwc/

  2. Tulisan Baru di CWC
  ----------------------
  Berikut berbagai judul tulisan yang dikirimkan oleh anggota selama
  Juni 2005:

  * Trilogi
    Oleh : gsm

  * Kesetiaan
    Oleh : doeth

  * Dari Kata ke Wacana
    Oleh : Arie_Saptaji

  * Kado Kejutan
    Oleh : Arie_Saptaji

  * Jangan Mencetak Generasi Miskin
    Oleh : sarapanpagi

  * Huta Ginjang
    Oleh : spsinambela

  Untuk membaca, memberi tanggapan (khusus anggota), atau mengirimkan
  tulisan ke rekan Anda, silakan mengarahkan browser Anda ke:
  ==>  http://www.ylsa.org/cwc/

<><============================><>*<><=============================><>
=#= SURAT ANDA =#=

  Dari: koko ramosta <kokoramosta@>
  >Kepada Yth. Pengelola Staf-penulis@sabda
  >di tempat.
  >
  >Dalam damai Yesus Kristus,
  >Saya mengucapkan terima kasih atas kiriman Email staf-penulis
  >kepada saya pada tanggal 28 Juni 2005. Good Bless You!

  Redaksi:
  Terima kasih atas email Anda. Kami berharap, Anda senantiasa
  mendapat berkat dari Publikasi e-Penulis yang Anda terima. Ok, kami
  tunggu sharing Anda. Tuhan memberkati!

<><============================><>*<><=============================><>
Staf Redaksi: Tesa, Krist, Hardhono, dan Puji
Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-penulis@xc.org
Berhenti    : Kirim e-mail kosong ke: unsubscribe-i-kan-penulis@xc.org
Kirim bahan : Kirim e-mail ke <staf-penulis@sabda.org>
Arsip e-Penulis: http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/
<><============================><>*<><=============================><>
      Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA.
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN.
                     Copyright(c) e-Penulis 2005
                  YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/
                    http://www.sabda.org/katalog/
                    Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
<><============================><>*<><=============================><>

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org