Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/71 |
|
e-Penulis edisi 71 (16-9-2010)
|
|
__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________ Edisi: 071/September/2010 Tema: Pelayanan Sebagai Editor Kristen DARI REDAKSI__________________________________________________________ BEKERJA = MELAYANI TUHAN Apa yang membedakan bekerja dan pelayanan? Dari kacamata seorang Kristen, ketika bekerja kita melayani Tuhan, dan ketika kita melayani kita bekerja untuk Tuhan. Bekerja di bidang apa pun, setiap orang percaya harus punya hati seorang hamba Tuhan. Apa pun yang dilakukan adalah untuk menyenangkan hati Tuannya, Yesus Kristus Tuhan. Dalam edisi e-Penulis bulan September ini, kami mengajak Pembaca terkasih, khususnya yang berprofesi sebagai editor untuk melihat bahwa yang terutama dalam profesi ini adalah kita melayani Tuhan. Selain melayani Tuhan, editor Kristen pun melayani penerbit, penulis, dan pembaca. Selengkapnya mengenai pelayanan editor Kristen dapat Anda simak dalam kolom Artikel. Simak pula tip-tip untuk membantu editor memperkuat pesan dari sebuah buku melalui pertanyaan-pertanyaan bantuan dalam kolom Tips. Kiranya, seluruh sajian dalam e-Penulis bulan ini menjadi berkat bagi Anda. Redaksi e-Penulis, Davida Welni Dana http://pelitaku.sabda.org/ http://fb.sabda.org/penulis/ ______________________________________________________________________ "Kekuatan pena akan bertahan lebih lama dibandingkan senjata api." Napoleon Bonaparte DAFTAR ISI____________________________________________________________ - Dari Redaksi: Bekerja = Melayani Tuhan - Daftar Isi - Artikel: Editor Kristen Rindu Melayani - Tips: Sepuluh Pertanyaan untuk Editor - Pojok Bahasa: Masalah Peribahasa dan Plesetan Bahasa - Info: Pembukaan Kelas Dasar-Dasar Iman Kristen (DIK) ARTIKEL ______________________________________________________________ EDITOR KRISTEN RINDU MELAYANI Melayani sesama berarti membimbing, menghargai, dan memenuhi kebutuhan orang lain. Bagi editor, pelayanan adalah cara hidup. Melayani orang lain merupakan aturan main paling penting bagi editor, termasuk bagi editor Kristen. Editor Kristen melayani empat tuan: penerbit, penulis, pembaca, dan Tuhan. EDITOR MELAYANI PENERBIT Penerbit adalah sebuah perusahaan atau organisasi atau perseorangan yang membiayai penerbitan, pencetakan, dan pendistribusian media bacaan. Dalam penerbitan, editor bertanggung jawab memperoleh, mengedit, dan memproduksi bahan-bahan bacaan. Editor adalah mata dari perusahaan penerbitan. Editor melihat potensi yang ada pada konsep, garis besar, dan naskah yang masih mentah. Editor mereka-reka, membayangkan, atau menerka maksud dari penulis. Kadang-kadang editor bertemu dengan orang yang memunyai pengalaman atau ide-ide yang menarik untuk diceritakan. Orang tersebut mungkin tidak berniat untuk menulis artikel atau buku. Sang editorlah yang dengan kreatif memberi dorongan kepadanya untuk menulis. Editor tidak hanya melihat kelemahan dari naskah tersebut, tetapi editor juga perlu menyampaikan dengan efektif apa yang dia dapatkan dari sebuah tulisan kepada semua orang yang terlibat dalam proses penerbitan. Editor berperan sebagai fasilitator. Sering kali para editor dipandang sebagai makhluk yang terisolasi, makhluk yang dibayar untuk duduk di balik meja, membaca dan menulis sepanjang hari. Itu tidak benar! Walaupun jantung kehidupan editor adalah kata-kata dan ide-ide, siapa pun yang berkecimpung dalam bidang editorial untuk waktu yang cukup lama mengetahui bahwa dia memunyai banyak pekerjaan, tugas, atau aktivitas yang berbeda-beda. Masing-masing pekerjaan merupakan pelayanan kepada penerbit. Editor membantu membuat proses penerbitan berjalan dengan lancar dan tepat waktu. Editor perlu menghadapi setiap masalah yang timbul saat proses penerbitan tersendat atau saat proyek mereka melewati batas waktu. Terkadang editor perlu mencari naskah baru, bekerja dengan para penulis untuk memperbaiki naskahnya, menolong penulis untuk menulis ulang, menghitung biaya dan laba dari sebuah produk, meyakinkan bagian pemasaran dan penjualan dengan produk tersebut sehingga mereka tertarik untuk menjualnya. Editor juga bernegosiasi mengenai kontrak dengan pengarang. Dia mengatur para pengarang dan naskah-naskah pada waktu yang bersamaan. Dia mengatur alur kerja publikasi-produksi-proses grafis. Dia berpartisipasi dalam berbagai pertemuan editorial. Dia juga menulis teks untuk sampul buku atau katalog. Di antara semua kegiatan ini, editor mengedit naskah-naskah! EDITOR MELAYANI PENULIS Peran editor sebagai seorang pelayan terlihat jelas dalam hubungan antara editor dan penulis. Ketika kita bekerja dengan seorang penulis, kita secara eksklusif menjadi milik mereka. Paling tidak, demikianlah si penulis melihatnya. Akan tetapi, editor memerlukan pembagian waktu yang tepat dan seimbang. Pengarang perlu menghargai waktu editor karena editor juga memiliki tanggung jawab terhadap para pengarang lain. Karena itu, kita perlu mengerahkan seluruh kemampuan terbaik kita untuk membina hubungan yang profesional namun personal, yaitu hubungan yang bersifat saling percaya tetapi tidak ekslusif. Editor tidak dapat mengajarkan bakat menulis. Kita hanya dapat mengajarkan penulis untuk bersikap lebih serius dengan bakat mereka sendiri dan mendorong mereka untuk mengembangkannya lebih baik. Bagian dari pelayanan editor adalah mendapatkan hasil yang terbaik dari para penulis. Penulis adalah orang yang rapuh. Barangkali mereka terlihat kuat di luar, tetapi mereka merupakan campuran yang rumit dari kegelisahan dan otoritas, kebanggaan dan kerendahan hati di batin mereka. Editor perlu memahami hal ini dan belajar cara untuk menghadapinya dengan benar. Kita perlu belajar cara membaca hal-hal yang tersirat agar kita tahu bagaimana kita bisa memberikan semangat yang sesuai dengan kebutuhan penulis. Editor bukanlah professor yang menasihati seorang murid yang bodoh. Dia juga bukan intelektual superior yang memberikan instruksi kepada yang inferior. Walaupun para penulis meyakinkan para editor dengan cukup serius bahwa mereka ingin karya mereka dikritik secara jujur dan bahkan "dengan kejam", setiap perubahan atau saran dapat menjadi hal yang menyakitkan bagi penulis. Bayangkanlah komentar dari catatan-catatan editorial Anda ditujukan kepada Anda sendiri. Bagaimana perasaan Anda? Apakah kritikan itu terlalu kasar, terlalu sombong. Bagaimana nadanya? Walaupun mengubah kata-kata bisa memperlemah beberapa jenis tulisan, kata-kata adalah bagian pekerjaan editor yang berharga. Sebuah kata "mungkin" di sini, sebuah kata "barangkali" di sana seperti sesendok gula yang membuat obat dapat ditelan. "Menurut saya, ini dapat dibaca lebih jelas dengan cara seperti ini. Bagaimana menurut Anda?" Perkataan ini akan membawa penulis ke dalam suatu percakapan. Perkataan ini seringkali membantu pengarang melupakan kebanggaan, subyektivitas, kekeraskepalaan, dan kelelahan. Hal ini justru membantu mereka mendengarkan dan menerima saran editorial atau kritik. Seorang pelayan dipercaya untuk mengurus barang milik orang lain. Editor banyak menangani barang milik orang lain: ide orang lain, kata-kata orang lain, artikel orang lain, buku orang lain. Saat mengurusi karya orang lain dengan cara memberikan sentuhan-sentuhan di berbagai tempat, editor mendorong penulis untuk berjuang mencapai kesempurnaan. Penulis yang baik senang akan hal ini. Penulis mengetahui bahwa editor yang baik sesungguhnya mengutamakan kepentingan penulis. EDITOR MELAYANI PEMBACA Editor adalah pembaca pertama naskah (maaf, teman dan keluarga tidak masuk hitungan). Editor pula yang menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditunggu-tunggu oleh penulis: Apakah buku saya enak dibaca? Apakah tulisan saya mengalir dengan lancar? Apakah membaca buku saya menyenangkan atau berguna atau menuturkan suatu pengalaman yang memberi inspirasi? Apakah ada bagian-bagian yang tidak penting? Apakah tulisan saya masuk akal? Apakah ada sesuatu yang baik dalam tulisan ini? Karena editor yang bekerja untuk pembaca, kita juga perlu mengetahui apa yang dipikirkan oleh pembaca. Apa yang menjadi perhatian mereka? Topik apa yang ingin mereka baca dan apa yang perlu mereka baca. Saya yakin bahwa editor perlu menyemangati pembaca untuk berani mencoba arah yang baru, arah yang mungkin tidak mereka ketahui. Kita perlu menyeimbangkan antara topik yang sedang "hangat" dengan topik yang "awet". Jika kita ingin melayani pembaca, kita perlu menghormati pembaca. Kita perlu memerhatikan buku, penulis, ide dan gaya bahasa sebuah karya. Tidak ada yang namanya satu "masyarakat pembaca" yang hebat. Sebaliknya, karena ada banyak budaya serta individu yang berbeda, maka ada banyak tipe pembaca, kebutuhan dan kepentingan. Tentu saja ada hal-hal yang bersifat universal. Contohnya, kebanyakan orang Kristen barangkali tertarik dengan buku yang membahas tentang doa atau pemuridan atau kedisiplinan hidup orang Kristen. Akan tetapi, ada banyak cara yang berbeda untuk mengelola dan menyampaikan subyek-subyek ini kepada pembaca. Sebagai editor, kita tidak bisa bersikap elitis kepada para pembaca atau jenis-jenis kesusastraan. Saya peka terhadap sikap ini karena selama bertahun-tahun di balik layar saya telah mendengar (dan merasa bersalah) dengan sikap merendahkan penulis atau buku atau gaya bahasa tertentu. Tentu saja kita perlu membedakan karya-karya tersebut; kita perlu mencari yang terbaik dalam jenis dan kategori buku tertentu. Namun demikian, kita perlu menyadari bahwa topik dan gaya bahasa yang berbeda-beda cocok dan menarik bagi orang-orang yang berbeda juga. Benar, kita menerbitkan buku yang menarik bagi kita, yang menggugah kita, yang mendorong kita untuk melakukan sesuatu, yang kita nikmati. Akan tetapi, radar editor kita juga perlu memberi sinyal bahwa orang lain juga akan tertarik membaca buku itu. Saat kita melayani pembaca, materi apapun itu perlu menggugah kita terlebih dahulu. Materi itu harus membuat kita terpukau, memberi inspirasi, memikat dan memotivasi kita. Edward England, seorang penerbit besar dari Inggris, menuliskan, "Saya belajar untuk menerbitkan karya yang membakar hati dan pikiran saya. Jika sebuah buku doa tidak mendorong saya untuk berdoa, jika sebuah buku tentang orang-orang yang lapar tidak mendorong saya untuk memberi, jika Roh Kudus tidak mendorong saya untuk mencari berkat-Nya, maka saya akan menolak untuk menyuntingnya. Saya adalah seorang penerbit yang bekerja dengan hati bukan dengan kepala." Editor dan penulis perlu berhubungan untuk menjalin hubungan dengan pembaca. Katherine Paterson, seorang putri keluarga misionaris yang lahir dan mengenyam pendidikan di China, yang bukunya untuk kaum muda mendapatkan penghargaan "The Newbery and National Book" mengatakan, "Tidak masalah seberapa bagusnya sebuah tulisan, sebuah buku belum bisa dikatakan selesai sampai buku itu selesai dibaca." EDITOR MELAYANI TUHAN Editor melayani penerbit, penulis, pembaca. Akan tetapi, di atas segalanya, editor Kristen juga melayani Dia yang memanggil kita untuk ikut dalam pekerjaan-Nya. Dalam panggilan, bakat dan kemampuan yang Dia anugrahkan kepada kita, kita perlu mempertanggungjawabkan pekerjaan kita kepada-Nya. Beberapa ayat Alkitab tampaknya menyentuh para editor secara langsung. Salah satu ayat favorit saya adalah Pengkhotbah 12:10 "Pengkhotbah berusaha mendapat kata-kata yang menyenangkan dan menulis kata-kata kebenaran secara jujur." Allah memercayakan Firman-Nya pada kita. Apa kata Firman-Nya itu? I Korintus 4:2 mengatakan "yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai." Salah satu cara editor Kristen melayani Tuhan adalah dengan sikap dan hati seorang pelayan. Editor bekerja di belakang layar untuk melayani penulis dan penerbit. Sikap seperti ini dimiliki oleh editor-editor yang baik, mulai dari penerbit New York sampai penerbit Kristen yang kecil. Karakter inilah yang membangun keahlian dan kemampuan dalam profesi ini. Itulah sebabnya hati dan sikap seorang pelayan memegang peranan penting dalam posisi sebagai editor. Diambil dan disunting dari: Judul artikel asli: Servanthood and The Christian Editor Nama makalah: Pelatihan Editor Kristen Indonesia Penulis: Judith Markham Penerjemah: Tim Bina Kasih Halaman: 1 -- 6 TIPS _________________________________________________________________ DUA BELAS PERTANYAAN UNTUK EDITOR Pertanyaan-pertanyaan berikut ini akan membantu editor memperkuat pesan dari sebuah buku. Pertanyaan-pertanyaan ini juga membantu editor untuk menyampaikan cara meningkatkan sebuah tulisan kepada penulis secara objektif. 1. Apakah naskah menuturkan satu cerita atau apakah naskah menyampaikan satu gagasan utama? Sebuah ide utama atau tema tidak perlu disampaikan dengan berlebihan karena akan membuat para pembaca merasa dijejali gagasan tepat di wajah mereka. Akan tetapi, naskah tersebut perlu memiliki gagasan-gagasan yang jelas. Jika terdapat lebih dari satu gagasan, hapuslah dan simpanlah gagasan-gagasan lainnya untuk artikel atau buku lain. 2. Apakah naskah ditujukan kepada satu pembaca utama saja? Seorang editor mengeluh tentang sebuah naskah tentang lansia yang tampaknya ditujukan kepada empat jenis pembaca yang berbeda: lansia, anak-anak mereka (orang-orang separu baya), pelayanan untuk lansia, dan gereja-gereja pada umumnya. Editor perlu mengubah keseluruhan buku agar naskah tersebut dapat dipasarkan kepada jenis pembaca yang akan membeli buku tersebut: anak-anak dari para lansia. 3. Apakah susunan sebuah naskah mengikuti pola yang logis? Sebuah naskah dapat disusun dengan berbagai cara yang berbeda-beda, terutama jika naskah tersebut cukup panjang. Naskah dapat disusun secara kronologis, kategoris, dari ide-ide sederhana menjadi kompleks, dimulai dengan krisis lalu diikuti dengan penyelidikan mengenai peristiwa-peristiwa yang memicu krisis itu (hanya sedikit). Apapun metodenya, ada sejenis "benang" logis yang menjahit karya tersebut. 4. Jika karya tersebut adalah karya non-fiksi, bisakah pembaca melihat bagaimana buku tersebut menguntungkan bagi mereka? Sebuah buku atau artikel tidak perlu berjanji untuk menyelesaikan krisis populasi dunia, menghapuskan pengangguran dan mendidik semua orang yang buta aksara. Sebuah karya dapat melakukan pendekatan yang lebih baik dengan cara menggambarkan secara detail strategi-strategi yang telah teruji baik dalam mengajarkan wanita-wanita muda di Togo cara membaca. 5. Apakah ide-ide tersebut terhubung dengan kata penghubung yang tepat? Terkadang para penulis menyediakan semua informasi yang aktual, tetapi mereka lupa membangun jembatan-jembatan penting untuk mengarahkan pembaca dari satu ide ke ide berikutnya. 6. Apakah bagian-bagian dalam karya dibuka dan ditutup dengan pembukaan dan ringkasan yang tepat? Bahkan fiksi memerlukan catatan editorial yang cermat untuk mengarahkan pembaca. Non-fiksi yang bersifat teknis membutuhkan kemasan editorial yang menunjukan hubungan antara satu bagian ke bagian lainnya yang berbeda-beda dalam satu buku. 7. Apakah setiap bagian, paragraf dan kalimat dalam karya tersebut penting? Terkadang, kita menganggap dengan mudah bahwa segelintir kata- kata tambahan tidak bermakna dalam buku-buku. Akan tetapi, jika pesan dalam buku dapat dipadatkan menjadi sebuah pamflet atau bahkan artikel, maka barangkali kata-kata tersebut bermakna. 8. Apakah setiap anekdot atau contoh berhubungan dengan ide utama sebuah karya tulisan? Apakah jumlahnya memadai? Editor memerlukan kepekaan dan pengetahuan yang baik tentang target pembaca ketikat "memangkas" dan "menyempurnakan" sebuah karya: Apakah pembaca lebih menyukai "fakta-fakta saja" atau mereka menyukai cerita yang mengalun dengan santai? Terkadang editor akan meminta penulis untuk menambahkan kekuatan latar belakang untuk beberapa ide tertentu atau menambahkan wawasan pada karakter dalam novel; di lain waktu, mereka akan menyoroti bagian-bagian yang memperlemah alur kisah utama atau tema dalam buku. 9. Apa yang disampaikan oleh karya ini? Apakah karya tersebut konsisten? Jika buku tentang pengampunan yang ditulis dengan begitu mencekam, maka pesan dari buku tersebut disamarkan oleh suara pengarang yang keras. Sebaliknya, karya kreatif barangkali memerlukan nada yang unik untuk menekankan gaya bahasa, makna dan originalitas. 10. Apakah karya tersebut memiliki alur yang baik? Apakah naskah tersebut mengalir dari satu bagian ke bagian lain dengan kecepatan alur yang halus? Apakah bagian-bagian tersebut terhubung dengan lancar? 11. Apakah saya telah membicarakan kekuatan-kekuatan dan kelemahan- kelemahan karya ini kepada penulis? Beberapa editor dapat bertemu dengan penulis-penulis mereka secara rutin. Sedangkan yang lain bergantung kepada telepon atau surat. Beberapa editor mengembalikan naskah kepada penulis untuk ditulis ulang, sedangkan yang lain akan melakukan pekerjaan tersebut sendiri. Kemudian dia berkonsultasi dengan penulis dan memastikan bahwa kedua pihak mengerti apa yang menjadi perhatian yang lainnya. Apapun masalahnya, ketika membahas perubahan- perubahan, para editor dapat membuat catatan-catatan, menomori bagian-bagian tertentu dan menggambarkan "tanda-tanda" editorial, atau menawarkan saran-saran penulisan. Editor yang memberi investasi ilmu seperti ini kepada penulis pada saat proses editing akan melihat bahwa penulis mereka berkembang dan lebih membutuhkan sedikit penyuntingan di kemudian hari. 12. Apakah saya telah menunjukan elemen terkuat dari karya penulis ini dan menyingkirkan semua elemen yang mengganggu? Ini adalah uji kelayakan editor: apakah dia bisa membedakan antara sekam dan gandum, dan menyimpan bulir-bulir yang terbaik? (t/Uly) Diterjemahkan dari: Nama buku: Idea to Product: A Complete Guide to the Editorial Process Judul asli artikel: Editorial Checkpoints Editor: Kim A. Pettik Penerbit: Cook Communications Ministries International, USA, 2002 Halaman: 128 -- 129 POJOK BAHASA _________________________________________________________ MASALAH PERIBAHASA DAN PELESETAN BAHASA Saudari Thresnawati, siswi sebuah SMU di Jakarta, menyampaikan hal-hal berikut. (1) Apa relevansi dan kegunaan mempelajari peribahasa yang sudah usang dan kuno itu? (2) Mengapa peribahasa tidak berkembang, tetapi sepertinya juga tidak lenyap? (3) Mengapa kata-kata dalam peribahasa tidak disesuaikan dengan perkembangan zamannya? (4) Apa definisi idiom, jargon, dan slang? Mohon penjelasan! Sdr. Murbandana, pemerhati bahasa, merasa jengkel dan kesal dengan pemakaian bahasa pelesetan. Alasannya, si lawan bicara harus sering kali terbengong-bengong sementara si pembicara merasa demikian bangga dengan pelesetannya yang menyulitkan lawan bicara. Artinya, dengan pelesetan bahasa, komunikasi tidak berjalan lancar. Mohon tanggapan? Kami sependapat bahwa peribahasa tidak berkembang secara signifikan, tetapi peribahasa juga tidak akan lekang dimakan zaman. Pasalnya, peribahasa memiliki makna yang jauh lebih mendalam daripada sekadar ungkapan kiasan biasa. Dalam peribahasa, kita menemukan makna atau maksud penuturan bahasa secara tajam dan mendasar. Boleh dibilang, kandungan falsafi sebuah ikon bahasa, dapat ditemukan pada hampir setiap peribahasa. Selain itu, peribahasa juga indah bunyinya. Peribahasa seperti sosok yang cantik dan anggun jika diungkapkan secara tepat dan kontekstual. Itulah beberapa alasan mendasar, kenapa peribahasa tidak pernah akan lenyap dimakan zaman. Peribahasa juga tidak akan pernah lapuk dimakan hujan. Lalu, menafsirkan makna peribahasa tidak dapat semata-mata dilakukan dengan memahami makna kata-kata yang membentuknya. Langkah tersebut memang harus dilakukan, tetapi masih harus diteruskan dengan menggali makna imajinatifnya. Ketika menggali makna imajinatif itulah kita harus sampai pada hal yang paling mendasar dan mendalam. Itulah kenapa, mempelajari peribahasa merupakan kegiatan yang menantang dan selalu relevan di sepanjang zaman. Jadi, kendatipun banyak menggunakan kata atau ungkapan kuno atau arkhais, peribahasa tetap akan selalu relevan. Ambil saja contoh peribahasa besar pasak daripada tiang. Kata pasak sudah tidak dikenal lagi sekarang. Dulu, tukang kayu tidak menggunakan paku besi untuk menyambung kayu. Mereka menggunakan pasak, yakni paku terbuat dari kayu. Kendati `pasak` sekarang sudah tidak dikenal, kata tersebut tidak perlu dimodernisasikan. juga KaLa- t kata seperti `biduk, tuba, talas, lumbung, galah` tetap boleh dipakai dan tidak perlu dimodernisasikan. Justru dengan memelihara ke-arkhais-an itu, peribahasa akan menjadi tetap indah, anggun, bermartabat, dan berwibawa. Idiom dapat didefinisikan sebagai bentuk bahasa, lazimnya berupa kelompok kata, yang maknanya tidak dapat ditarik semata-mata dari pemahaman unsur-unsur pembentuknya. Kita paham dengan makna `panjang` dan `tangan` . Tetapi, makna `panjang tangan` tidak serta- merta sama dengan pemahaman kata-kata yang menjadi unsur pembentuknya itu. Kita mengerti makna `makan` dan `angin`, tetapi idiom `makan angin`, tidak dapat dimaknai dengan cara memaknai unsur-unsur pembentuknya secara terpisah. Jargon, semula diartikan sebagai tuturan tidak santun yang cenderung vulgar. Kemudian, jargon dimaknai sebagai bahasa yang timbul karena adanya pertemuan antarbahasa sehingga terbentuklah bahasa perhubungan. Jadi, jargon dapat juga dimaknai sebagai lingua franca. Sekarang ini, jargon dapat digunakan untuk menunjuk kata-kata teknis dalam bidang ilmu atau bidang profesi tertentu. Contohnya, seorang dokter tidak akan mengatakan pisau bedah atau gunting bedah di depan pasien yang sedang dirawatnya. Dia akan menggunakan kata atau istilah tertentu alih-alih pisau dan gunting bedah yang terkesan menakutkan itu. Lalu, slang lazimnya menunjuk pada kata-kata khas yang cenderung aneh dan lucu. Slang umumnya digunakan secara informal dalam percakapan- percakapan. Karena kekhasan, keanehan, dan kejenakaannya itu, slang cenderung memiliki daya yang kuat dan cukup efektif digunakan dalam percakapan oleh kelompok-kelompok tertentu. Untuk membentuk slang, orang sering kali memelesetkan kata-kata baku supaya terkesan absurd dan lucu. Misalnya, kata `juta` menjadi `jeti`, istilah `ya lah` menjadi `iya la yau`, dll. Untuk Sdr. Murbandana perlu dijelaskan bahwa pelesetan bahasa dalam batas-batas tertentu justru dapat membantu mengefektifkan dan menyegarkan komunikasi. Juga, dalam batas-batas tertentu pelesetan bahasa dapat mengakrabkan pihak-pihak yang terlibat di dalam komunikasi itu. Sebagai salah satu wujud permainan bahasa, dapat juga pelesetan digunakan untuk mendeteksi kecerdasan dan kepiawaian seseorang dalam berbahasa. Seperti halnya slang, bahasa yang dipelesetkan juga mengandung aspek-aspek absurd dan jenaka. Maka, apabila digunakan secara benar-benar tepat dan kontekstual, pelesetan bahasa dapat meningkatkan dan menyegarkan komunikasi. Tetapi apabila digunakan secara sembarangan dan berlebihan, pelesetan bahasa justru menjengkelkan dan membosankan. Jika demikian yang terjadi, komunikasi yang dijalankan dipastikan tidak mencapai sasaran. Diambil dari: Nama buku: Bulir-bulir Masalah Kebahasaindonesiaan Mutakhir Penulis: Dr. R Kujana Rahardi, M.Hum. Penerbit: Dioma, 2007 Halaman: 123 -- 126 INFO__________________________________________________________________ PEMBUKAAN KELAS DASAR-DASAR IMAN KRISTEN (DIK) (Periode Januari/Februari 2011) Salah satu pelayanan YLSA adalah membuka pendidikan teologi online untuk orang awam, yang disebut PESTA (Pendidikan Elektronik Studi Teologia Awam). Melalui kelas-kelas diskusi di PESTA, YLSA berharap dapat ikut ambil bagian dalam menolong gereja memperlengkapi jemaat-Nya dengan pengetahuan teologi yang memadai dengan berlandaskan pada kebenaran firman Tuhan (Alkitab) sebagai dasar iman kristiani. Pada bulan Januari 2011, PESTA kembali akan membuka kelas Dasar-Dasar Iman Kristen (DIK). Kelas DIK ini akan mempelajari pokok-pokok dasar iman Kristen, di antaranya: Doktrin Penciptaan, Manusia, Dosa, Keselamatan, dan Hidup Baru dalam Kristus. Jika Anda rindu untuk semakin memahami pokok-pokok iman Kristen ini, mari belajar bersama dengan kami. Untuk keterangan lebih lanjut dan pendaftaran kelas PESTA, silakan kirim e-mail ke admin PESTA di alamat berikut ini. ==> kusuma(at)in-christ.net Untuk mendapatkan Modul DIK, Anda dapat mengakses halaman berikut ini. ==> http://pesta.sabda.org/dik_sil ______________________________________________________________________ Pimpinan Redaksi: Truly A. Pasaribu Staf Redaksi: Davida Welni Dana dan Sri Setyawati Kontak redaksi/kirim bahan: penulis(at)sabda.org Berlangganan: Kirim e-mail ke: subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Berhenti: Kirim e-mail ke: unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Arsip e-Penulis: http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/ Situs PELITAKU: http://pelitaku.sabda.org/ Facebook: http://fb.sabda.org/penulis/ Forum Penulis: http://pelitaku.sabda.org/forum Kunjungi Blog SABDA di http://blog.sabda.org ______________________________________________________________________ Melayani sejak 3 November 2004 Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA. Didistribusikan melalui sistem network I-KAN. Copyright(c) e-Penulis 2009 / YLSA -- http://www.ylsa.org/ Katalog SABDA: http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |