Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/62 |
|
e-Penulis edisi 62 (17-12-2009)
|
|
__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________ Edisi: 062/Desember/2009 Tema: Penyunting dan Penulis DARI REDAKSI__________________________________________________________ Shalom, Dalam dunia kepenulisan, keterkaitan antara penulis dan penyunting (editor) tidak bisa dipisahkan. Hal ini dikarenakan sebuah naskah tidak akan bisa lepas dari proses penyuntingan naskah. Tanpa itu, tulisan yang siap terbit dari penulis berkaliber pun bisa "membahayakan" pembaca. Mengapa? Karena penulis juga manusia, yang bisa saja melakukan kesalahan, baik kesalahan ketik maupun kesalahan pemaknaan. Penyunting adalah penyaring yang penting dalam pengoreksian tulisan sehingga saat sampai di tangan pembaca sebuah tulisan dapat dibaca dan dimengerti dengan lebih mudah. Selain itu, penyunting juga adalah jembatan yang baik antara penulis dan pembaca. Keberadaan penyunting mampu mengurangi timbulnya kesalahpahaman antara penulis sebagai pemberi informasi dengan pembaca sebagai penerima informasi. Sebagai seorang penulis, Anda juga bisa merangkap sebagai seorang penyunting. Tidak ada yang mustahil jika kita memiliki niat dan usaha yang kuat. Apakah Sahabat Penulis rindu menjadi penyunting juga? Ada berita bagus! Bulan ini, e-Penulis menyajikan artikel dan kiat-kiat seputar menyunting. Melalui sajian ini, kami ingin membagikan hal-hal penting yang harus dilakukan seorang penyunting dan tanggung jawab yang harus dijalankan. Untuk memeriahkan perayaan Natal, kami angkat pula sebuah renungan Natal yang kiranya dapat menghangatkan hati Anda. Akhirnya, segenap Redaksi e-Penulis mengucapkan "SELAMAT NATAL 2009 dan SELAMAT MENYONGSONG TAHUN BARU 2010". Kiranya sukacita dan semangat baru selalu mengiringi langkah-langkah kita. Tuhan Yesus memberkati. Staf Redaksi e-Penulis, Sri Setyawati http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/ http://pelitaku.sabda.org/ http://fb.sabda.org/penulis/ ______________________________________________________________________ Menulis adalah sebuah keterampilan, dan ketrampilan dikembangkan dengan latihan. - J. Douglas Perry - DAFTAR ISI____________________________________________________________ - Dari Redaksi - Daftar Isi - Artikel: Penyunting dan Penulis - Tips: Tugas Seorang Penyunting - Artikel Natal: Tiga Simbol Natal - Pojok Bahasa: Aditif Bukan Tambahan ARTIKEL 1 ____________________________________________________________ PENYUNTING DAN PENULIS "Persiapkan perangkat kerjamu, Tuhan akan menunjukkan pekerjaan-Nya." (Robert Browning) Sebuah majalah memunyai kepribadian yang berasal dari penyuntingnya. Penyunting itulah yang merupakan pintu gerbang, yang memeriksa informasi sebelum disampaikan kepada pembacanya. Cara masing-masing penyunting dalam menyajikan informasi dan bahasa yang digunakannya akan menentukan keberhasilan penerbitan yang ditanganinya. Prinsip ini juga berlaku bagi penerbitan buku, surat kabar, atau brosur. Banyak penyunting berbuat kesalahan dengan berpikir bahwa dialah yang paling tahu segalanya tentang apa yang harus dipublikasikan serta bagaimana cara memublikasikannya. Adalah berbahaya jika segalanya tergantung pada satu segi pandang seseorang saja. Seorang penyunting majalah yang berhasil jarang memutuskan segala sesuatunya sendirian. Setiap ada kesempatan, ia pasti meminta pendapat komite redaksi. Mereka membantu merancang isi untuk setiap kali penerbitan dan selalu melaporkan apa yang dibutuhkan atau diinginkan oleh publik pembaca. Seorang penyunting tidak boleh lupa bahwa tugas utamanya adalah membuat majalahnya "hidup" bagi pembaca. Ini bukan tugas yang mudah. Tetapi kalau ia terus berusaha berhubungan dengan pembacanya, ia akan mengetahui artikel apa yang mereka senangi dan artikel mana yang tidak mau mereka baca. Ia akan mengerti kebutuhan-kebutuhan mereka dan mengetahui tingkat pendidikan mereka. Karena setiap majalah harus melayani begitu banyak orang dengan berbagai kepentingan, setiap penerbitan seharusnya mengandung materi yang cukup seimbang. Seorang penyunting perlu mengajukan pertanyaan penting di bawah ini untuk menentukan isi majalahnya: 1. Apakah isi majalah telah berkaitan langsung dengan masalah sehari-hari pembacanya? 2. Bagaimana tingkat pendidikan pembacanya? 3. Bagaimana kondisi keuangan pembaca sebagai pembeli potensial majalah Anda? 4. Majalah apa yang menjadi saingan? 5. Bagaimana caranya agar sirkulasi dan distribusi majalah ditingkatkan? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas menjadi pembimbing untuk menentukan karakter isi majalah, kualitas tulisan, pembagian ruangan, dan patokan penampilannya. Karena seorang penyunting majalah rohani bekerja dengan keuangan yang terbatas, majalahnya memerlukan perencanaan yang baik dan lihai, serta penelitian yang saksama agar bisa menjadi majalah yang atraktif. Namun, seorang penyunting yang berpengalaman mengetahui bahwa setiap karangan dalam literatur Kristen dapat dirancang secara baik, disajikan dengan atraktif, dan direncanakan secara sempurna. Setiap penerbitan membutuhkan penanganan khusus. Semua bagian, seperti pemilihan jenis huruf, ilustrasi, format, dan tata letak muka (layout) harus menggiring pembaca ke artikel dan mencegahnya berhenti membaca. Tanggung Jawab Penyunting Lebih sering penyunting sebuah majalah kecil merangkap juga sebagai stafnya. Ia harus bisa menjadi seorang penulis, menjadi penerbitnya, menjadi pengelola sirkulasi dan penjualan, atau kadang-kadang menjadi petugas tata letak. Karena semua pekerjaan itu sangat rumit, ia harus memunyai sekian banyak keahlian. Ia perlu memunyai kemampuan mengawasi dan melaksanakan penilaian yang bijaksana. Ini berarti ia harus tahu bagaimana mengambil keputusan dan mau mempertanggungjawabkannya. Kerja seorang "penyunting kerohanian" mengandung beberapa tahap. Ia harus selalu memberi informasi kepada pembacanya tentang apa yang terjadi. Ia sadar bahwa informasi ini mengandung hal yang enak dan yang tidak enak. Kadang-kadang itu bisa berarti ia harus memihak dan menempatkan dirinya pada keadilan dan kejujuran. Kualifikasi terpenting bagi seorang penyunting adalah kemampuannya bergaul dengan orang banyak. Ia harus mampu berbaur dengan berbagai jenis orang, menyukai, dan mengerti keadaan mereka. Karena ia adalah perantara bagi kejadian dengan para pembaca, sering kali ia harus melihat, mengalami, mengingat, dan berpikir untuk pembacanya. PENYUNTING DAN PENULIS SEBAGAI REKAN Seorang penyunting harus mampu menemukan penulis yang potensial. Ia harus bangga jika menemukan dan membantu berkembangnya kemampuan seorang penulis pemula. Salah satu kebahagiaannya ialah jika ia menemukan seseorang yang berbakat, lalu melalui korespondensi dan konsultasi ia menyaksikan bagaimana orang yang berbakat itu berkembang menjadi penulis pemula. Walaupun ini membutuhkan waktu yang banyak dan bimbingan yang sabar, seorang penyunting kawakan sadar bahwa tanpa seorang penulis yang jago, penerbitannya akan gagal. Karena penyunting dan penulis memunyai kesamaan minat dalam banyak hal, keduanya harus bekerja sebagai rekan (partner). Keduanya ingin menyajikan tulisan yang menarik. Keduanya ingin memikat dan memengaruhi pembaca. Keduanya memerlukan pertukaran ide dan menerima pandangan orang lain. Keduanya harus mengetahui apa tugas masing-masing dalam suatu usaha penulisan (penerbitan). Masuk ke percetakan sama halnya dengan masuk perguruan tinggi: harus lulus syarat-syarat masuk. Penulis dapat menjual naskahnya hanya jika penyuntingnya menjual dulu idenya, kemudian dalam usaha tersebut ia menyajikannya. Hal ini merupakan suatu keuntungan bagi penulis, karena sebagian besar majalah memerlukan berbagai variasi artikel atau cerita. Penanganan Naskah Penerimaan naskah yang cocok melibatkan kerja akal sehat dan sikap yang baik. Tidak ada orang yang menjual jarum kepada tukang kayu, atau palu kepada tukang batu permata. Walaupun begitu, seorang penyunting sering menerima naskah-naskah yang sebenarnya tidak harus dikirimkan apabila pengarangnya pernah membaca majalah atau surat kabar yang pernah memuat naskah itu. Memang seorang pengarang menulis karena dorongan dalam dirinya dan mengirimkan tulisan itu semaunya. Tetapi sama pentingnya, pengarang itu harus menemukan pasar yang potensial dan menulis untuk pasar itu dengan integritasnya. Seorang penyunting juga memunyai hak-hak. Ia harus menerbitkan artikel sesuai dengan kebutuhannya. Jelas bahwa hendaknya kebutuhan ini diketahui pula oleh para penulis. Dengan begitu, penyunting mencoba menginterpretasikan setiap tugas penulisan dalam kaitannya dengan seluruh isi majalah. Kalau penyunting dan penulis ingin bekerja sama menciptakan karangan yang sempurna, keduanya harus saling memercayai. Sebuah pertemuan pribadi seawal mungkin dapat membantu mereka melihat spesifikasi dalam konteks yang lebih luas. Tujuan, segi pandangan, isi, dan lingkupnya harus diperhatikan kembali. Pertemuan seperti itu kemudian berlanjut dengan diciptakannya hubungan antara penyunting dengan penulis yang saling menguntungkan. Kalau tidak mungkin mengadakan pertemuan seperti itu, sebuah surat yang mendetail dan hati-hati dapat menghindarkan setiap salah pengertian. Sebelum suatu tugas penulisan diterima, baik penyunting maupun penulis harus melakukan beberapa hal, antara lain: menetapkan besarnya honorarium atas naskah tersebut, waktu penyelesaiannya, panjang naskah, hal-hal yang tidak boleh ditulis, gaya penulisan, dan hak ciptanya harus disetujui keduanya. Hanya setelah ada persetujuan tentang semua hal itulah, baru si penulis siap untuk memulai pekerjaannya. Setelah penulis siap dengan naskahnya, ia menyiapkan tulisannya dengan hati-hati. Kalau ditulis dalam bahasa Inggris, karangan itu harus diketik di atas kertas ukuran 8,5 inci kali 11 inci, 2 spasi dengan margin 1 inci di kiri-kanan, lebih dari 1 inci untuk margin atas-bawah. Nama penulis dan alamatnya dicantumkan pada pojok kanan atas. Artikel itu diketik pada satu sisi. Perhatikanlah pemberian tanda baca, patokan pengucapan, dan alinea. Setiap halaman harus diberi nomor dan penulis menyimpan tiap tembusannya. Setelah artikel atau naskah dikirim, sebaiknya biarkan penyunting memutuskan, tanpa bantuan penulis, apakah karangan itu diterima atau tidak. Sebuah surat pengantar, kalau memang perlu, hendaknya ditulis dengan singkat dan mengandung data yang mungkin perlu diketahui redaksi. Para penyunting tidak tergerak atas rasa kasihan, sombong, atau emosi lainnya. Kepentingan mereka yang utama adalah bahwa ketika menerima sebuah naskah, mereka dipenuhi rasa ingin tahu atau ketidaktahuan, sampai kemudian mereka membaca artikel yang unik, meyakinkan, dan menarik. Jika seorang penyunting menerima naskahnya, penulis harus siap mengadakan perbaikan. Seperti halnya ada pembedahan tubuh manusia, maka ada juga pembedahan naskah. Dengan kemampuan memotong yang baik, naskah tidak hanya akan lebih baik, tetapi juga lebih memancarkan kepribadian. Sebagian penyunting menggunakan gunting dan pensil merah untuk memotong bagian-bagian yang tidak perlu. Perbaikan sebuah naskah sering lebih penting daripada penulisan pertamanya, dan sering pula lebih banyak waktu diperlukan untuk ini. Penulis kawakan tahu bahwa penyunting yang berhasil tidak pernah memublikasikan naskah tanpa memeriksa dan memperbaikinya. Dengan demikian, penulis dengan senang hati menerima anjuran-anjuran penyunting dan berusaha sebaik mungkin memenuhi patokan-patokan serta syarat-syarat penerbitannya. Penyunting dan Pembacanya Seorang penyunting yang menerima tanggung jawab sebagai penyunting penerbitan untuk tujuan rohani, setiap hari memerhatikan kata hati pembaca maupun kata hatinya sendiri. Ia tidak memperhitungkan uang hasil penjualan, besarnya sirkulasi, atau jumlah pendapatan dari iklan. Tujuannya bukan hanya menyenangkan pembaca. Kerjanya lambat, karena sadar bahwa meningkatkan selera dan memperdalam wawasan keagamaan orang banyak tidak bisa dilakukan satu malam saja. Sering kali ia meluangkan waktu untuk meninjau kembali pengertiannya tentang tugas mulia ini. Ini akan menambah semangat dan membuatnya mampu bersandar pada sumber-sumber ilahi, yang ada jauh di luar jangkauan kemampuannya sebagai manusia biasa. Para pembaca penerbitan bacaan rohani bersedia didorong, dipengaruhi, dan juga diberi informasi. Mereka mencari majalah-majalah dan buku-buku untuk mendapatkan opini-opini yang berguna, inspirasi, penerangan, dan untuk pengungkapan iman Kristen -- pendek kata, untuk ketulusan hati. Para penulis dan penyunting yang berhasil memenuhi kebutuhan ini akan menjadi orang-orang yang punya penglihatan karena suara penerbitan Kristen bukanlah "suara orang banyak", melainkan suara Tuhannya, yang diucapkan dan dikomunikasikan melalui orang banyak. Tugas yang Tidak Berujung Tugas penulis dan penyunting tidak pernah berakhir karena nasib dunia ada di tangan orang-orang yang membaca. Berapa banyak lagi tujuan spiritual miliaran jiwa orang ada di tangan mereka yang dapat menyajikan literatur Kristen yang sangat diperlukan itu. Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buku: Menjadi Penulis: Membina Jemaat yang Menulis Judul asli buku: Write the Vision Penulis: Marion Van Horne Penerjemah: Putu Laxman S. Pendit Penerbit: BPK Gunung Mulia, Jakarta 2007 Halaman: 71 -- 74 TIPS__________________________________________________________________ TUGAS-TUGAS PENYUNTING KRISTEN 1. Seorang penyunting percaya sebuah buku yang baik dapat dibuat lebih baik lagi. 2. Memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya bisa menjadi petunjuk objektif bagi penulis. 3. Tidak takut mengatakan apa yang ia pikirkan tentang sebuah naskah dengan jujur, sekaligus menjaga perasaan penulis. 4. Waspada dalam perhatiannya pada setiap kata, setiap kalimat, dan setiap tanda baca di dalam karya penulis. 5. Menyuarakan karya penulis dengan nada yang lebih simpatik. 6. Menyesuaikan diri dengan penulis, bukan sebaliknya. 7. Perlu waktu. Tulisan yang baik membutuhkan waktu, demikian juga menyunting. 8. Memiliki telinga bagi gaya penulis. 9. Adalah pembaca yang paling objektif bagi buku yang akan diterbitkan. 10. Paham bahwa tulisan yang jelas adalah penting bagi pikiran yang jernih. 11. Mencoba menjadi penulis kedua tanpa mengubah istilah-istilah awal yang digunakan penulis. 12. Menegaskan keunikan penulis. 13. Dengan lembut memangkas keangkuhan, penilaian subjektivitas, kekeraskepalaan, maupun "kegaringan" penulis. 14. Berkata, "Saya menambahkan ini untuk menunjukkan apa yang menurut saya salah, bukannya memaksakan yang menurut saya benar.", 15. Tidak pernah berkata, "Sudah saya bilang!" Apa Itu Menyunting? Tugas yang paling penting tentu saja menyunting. Nah, dalam menyunting, tugas apa yang diemban oleh seorang penyunting Kristen? 1. Mengejar kesempurnaan seteliti mungkin. Usaha membuat penulis mengangkat sumber-sumber yang tidak pernah diketahui oleh penulis, yang sebenarnya dapat mereka atur. 2. Mengembangkan hal-hal yang bisa dikembangkan. 3. Menemukan titik-titik kelemahan dan mempertanyakannya. 4. Melakukan keselarasan -- cermat meneliti kata-kata, kalimat-kalimat, dan paragraf untuk melihat apakah bahasanya pas. 5. Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sangat ingin diketahui penulis. a. Apakah buku saya enak dibaca? b. Apakah tulisan ini mencapai tujuannya? c. Di mana bagian-bagian yang tidak perlu? d. Apakah saya mampu menulis? 6. Menanggapi hal yang muncul sebagaimana hal yang absen dalam sebuah tulisan. 7. Mengubah secara halus tanpa mengobrak-abrik gaya penulis namun kemajuan hasilnya dapat dilihat. 8. Menemukan apa yang ingin penulis lakukan, dan menolong dia untuk melakukannya sedikit lebih baik. 9. Menyunting berarti mengatakan sesuatu seperti: a. "Saya tidak yakin dengan bagian ini." b. "Saya tidak melihat bagaimana bagian itu bila sampai di sini." c. "Urutan di sini membingungkan." d. "Di bagian ini Anda membuat saya bingung." e. "Bagian ini membosankan." f. "Anda mengulangnya lagi." g. "Karakter ini hanya satu dimensi." h. "Ilustrasi anekdot ini tidak pas di sini/tidak ada artinya." i. "Bagian awal/akhir lemah." j. "Apa yang ingin dikatakan dalam paragraf ini?" k. "Bukankah sebaiknya Anda menerangkan hal ini sebelumnya?" l. "Apakah ini kata yang tepat untuk konteks ini?" m. "Apa maksudnya di sini?" n. "Bisakah pernyataan ini Anda pertahankan?", 10. Menyunting selalu melibatkan dua hal: seorang penyunting yang percaya bahwa buku yang baik dapat dibuat lebih baik lagi, dan seorang penulis yang serius terhadap karyanya. Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul makalah: Pelatihan Editor Kristen Indonesia Judul artikel: Editor Kristen Rindu Melayani Judul asli artikel: Servanthood and the Christian Editor Penulis: Judith Markham Penerjemah: Tim Bina Kasih Halaman: 6 -- 7 ARTIKEL NATAL_________________________________________________________ TIGA SIMBOL NATAL Ada tiga simbol yang berarti Natal -- yang benar-benar bermakna Natal. Yang pertama adalah buaian bayi. Dengan kata-kata yang mudah dipahami oleh manusia, Alkitab menggambarkan Tuhan dalam bentuk manusia dalam sosok seorang bayi kecil! Di sana, di Bethlehem, dalam buaian yang berisi harapan dan impian dunia yang sedang sekarat, tangan kecil dan montok yang mengenggam jerami dalam palungan-Nya itu akan menyembuhkan mata yang buta, telinga yang tuli, dan meredakan keganasan lautan; kaki-kaki kecil itu akan mengantarkan-Nya ke tempat mereka yang sedang sakit dan membutuhkan. Kaki-kaki itu juga yang akan dipaku di kayu salib Kalvari. Palungan di Bethlehem yang terpencil menjadi penghubung yang mengikat dunia yang terhilang kepada Tuhan yang penuh kasih. Yang kedua adalah salib. Memang ada cahaya dan bayangan saat Natal yang pertama. Ada sukacita yang diikuti kesedihan karena Yesus lahir untuk mati. Yesus mendekat ke salib dan berkata, "Untuk inilah Aku dilahirkan dan untuk alasan inilah Aku datang ke dunia." Bagi pengikut Kristus, sukacita Natal tidak terbatas pada kelahiran Yesus saja. Kematian dan kebangkitan-Nyalah yang memberi arti akan kelahiran-Nya. Karena hanya di salib itulah dunia memperoleh jawaban atas segala masalah yang menekan. Yang ketiga adalah mahkota. Yesus diberi mahkota duri dan ditempatkan pada salib yang kejam, namun sang pembunuh-Nya memang melakukan suatu hal yang ia sendiri tidak sadari. Mereka meletakkan tulisan di atas salib-Nya dalam bahasa Yunani, Latin, dan Ibrani: "Di sini disalibkan seorang Raja." Ya, Yesus adalah Raja segala raja dan Tuhan segala tuhan, dan Ia akan datang kembali pada suatu hari nanti. Ia tidak akan datang sebagai seorang bayi dalam palungan di Bethlehem lagi. Saat Ia kembali lagi ke dunia, Ia akan datang dengan penuh kemuliaan dan akan dimahkotai sebagai Allah atas segala allah. Buaian, salib, mahkota -- biarlah ketiga simbol ini berbicara kepada Anda. Biarlah kekuatan Allah yang menghampiri kita saat Natal mencengkeram Anda, dan yakinlah Ia pasti akan mengubah kehidupan Anda. "Mereka yang tidak memikul salib tidak berhak menerima mahkota." (Francis Quarles) Sumber: Judul buku: Guideposts Bagi Jiwa: Kisah-kisah Iman Natal Penulis: Billy Graham Penerbit: Gospel Press, Batam Centre 2006 Halaman: 340 -- 342 Diambil dan disunting seperlunya dari: Nama situs: natal.sabda.org Alamat URL: http://natal.sabda.org/tiga_simbol_natal POJOK BAHASA__________________________________________________________ ADITIF BUKAN TAMBAHAN Selalu saja ada orang yang melontarkan kritik bahwa penutur bahasa Indonesia lebih suka mengindonesiakan ejaan kata bahasa asing daripada memakai kata padanan "yang sama maknanya" dalam bahasa Indonesia. Beberapa kata yang dimaksud antara lain "aditif", "komparatif", atau "kumulatif". Ketiganya merupakan hasil penyesuaian ejaan dari kata-kata bahasa Inggris "additive", "comparative", dan "cumulative". Mengapa tidak mempergunakan kata "tambahan", "bandingan", dan "gabungan" saja? Kritik itu patut kita pertimbangkan hanya apabila kata-kata di atas benar sama hakikat dan maknanya. Apakah kata-kata "aditif" sama dengan "tambahan", "komparatif" sama dengan "bandingan", dan "kumulatif" sama dengan "gabungan"? Dua buah kata, yang satunya merupakan hasil penyesuaian ejaan dan yang lainnya merupakan padanan kata, dikatakan sama apabila makna keduanya bersesuaian dan kelas/kategori kata keduanya sama. Apabila digunakan, kedua kata dapat dipertukarkan. Jika kita mau cermat, kelas atau kategori kata justru lebih penting diperhatikan daripada makna, bila kita memperbandingkan dua buah kata. Dalam bahasa Inggris, kata "additive", "comparative", dan "cumulative" jelas kata sifat atau adjektiva, sebab akhiran "-ive" yang disandang kata-kata itu mencirikan kata sifat bahasa Inggris. Dengan demikian, bentuk-bentuk pengindonesiaan "aditif", "komparatif", dan "kumulatif" semestinya merupakan kata sifat pula. Pada sisi lain, kata-kata "tambahan", "bandingan", dan "gabungan" yang dimaksudkan sebagai padanan kata-kata "aditif, "komparatif", dan "kumulatif" sebenarnya bukan kata sifat, melainkan lebih tepat digolongkan sebagai kata keterangan atau adverbia. Kata kerja bahasa Indonesia, apabila diberi akhiran "-an" memang dapat berubah menjadi kata benda (contohnya, "baca" menjadi "bacaan", "makan" menjadi "makanan") atau keadaan (misalnya, "buat" menjadi "buatan", "pilih" menjadi "pilihan"), tetapi tidak bisa menjadi kata sifat. Dalam bahasa Indonesia, perbedaan mencolok antara kata sifat dengan kata lain, termasuk kata keadaan, adalah bahwa semua kata sifat dapat bertautan dengan kata sandang penunjuk derajat kualitas superior "paling". Mari kita uji. Kata "aditif", "komparatif", dan "kumulatif" dapat dipasangkan dengan kata "paling", sedangkan kata "tambahan", "bandingan", dan "gabungan" tidak. Kesimpulannya, "aditif, "komparatif", dan "kumulatif" tidak sama dengan "tambahan", "bandingan", dan "gabungan", teristimewa dalam hal kesejajaran kelas kata, sehingga tidak dapat dipertukarkan. Walaupun demikian, kata sifat maupun keterangan sama-sama dapat dipakai untuk menerangkan kata benda (contohnya, "zat aditif" - "zat tambahan", "studi komparatif" - "studi bandingan", "hasil kumulatif - "hasil gabungan"). Setepat-tepatnya, "tambahan", "bandingan", dan "gabungan" boleh dianggap padanan terhadap kata-kata bahasa Inggris "additionally", "comparatively", dan "cumulatively" yang sama-sama tergolong kata keterangan. Perhatikan kalimat-kalimat berikut. * This content is additionally enrich that content. * Kandungan ini (secara) tambahan memperkaya kandungan itu. * Comparatively A is better than B. * Secara bandingan A lebih baik daripada B. * Count the scores cumulatively. * Hitung nilai-nilai secara gabungan. Kehadiran kata "secara" yang dalam beberapa terjemahan di atas bersifat mutlak menegaskan kata "tambahan", "bandingan", dan "gabungan" sebagai kata keterangan (cara). Sewaktu-waktu, apabila kita memakai kata sifat lain, seperti diskriminatif, interaktif, atau komunikatif, itu memang lantaran kita tidak (baca: belum) menemukan padanannya. Diambil dan disunting seperlunya dari: Nama majalah: Intisari Edisi No. 519 Oktober 2006 Penulis: Lie Charlie Halaman: 94 -- 95 ______________________________________________________________________ Pimpinan Redaksi: Davida Welni Dana Staf Redaksi: Sri Setyawati Kontak redaksi/kirim bahan: penulis(at)sabda.org Berlangganan: Kirim e-mail ke: subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Berhenti: Kirim e-mail ke: unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Arsip e-Penulis: http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/ Situs PELITAKU: http://pelitaku.sabda.org/ Facebook: http://fb.sabda.org/penulis/ Forum Penulis: http://pelitaku.sabda.org/forum Kunjungi Blog SABDA di http://blog.sabda.org ______________________________________________________________________ Melayani sejak 3 November 2004 Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA. Didistribusikan melalui sistem network I-KAN. Copyright(c) e-Penulis 2009 / YLSA -- http://www.ylsa.org/ Katalog SABDA: http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |