Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/53

e-Penulis edisi 53 (18-3-2009)

Gaya Menulis


__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________
                        Edisi: 053/Maret/2009
                         Tema: Gaya Menulis

DARI REDAKSI__________________________________________________________

                    TEMUKAN GAYA MENULIS ANDA

  Bak seorang anak remaja yang sedang mencari identitas diri, begitu 
  pula seorang penulis, khususnya penulis pemula, mencari gaya menulis 
  mereka. Gaya menulis sangat penting diperhatikan oleh para penulis 
  untuk memberikan ciri khas kepada tulisannya. Menemukan atau 
  menciptakan gaya menulis bukan proses sekali jadi atau proses 
  instant. Proses ini harus berjalan secara alami. Dalam menciptakan 
  gaya menulisnya, seorang penulis harus menjadi diri sendiri, bukan 
  berusaha menjadi seperti yang diinginkan orang lain. Menemukan gaya 
  menulis memang perlu dipelajari dan membutuhkan waktu, pengalaman, 
  dan latihan terus-menerus. Jadi, apakah itu berarti menemukan dan 
  menciptakan gaya menulis itu sulit?

  Nah, dalam edisi kali ini, Sahabat Penulis kami bawa untuk melihat 
  pentingnya seorang penulis memiliki gaya menulis yang khas, yang 
  membedakannya dengan penulis lain. Tidak hanya itu, di edisi ini 
  Anda juga dapat melihat bagaimana proses terbentuknya ciri khas 
  menulis seorang penulis dan berbagai macam gaya menulis. Kiranya 
  semua itu membantu Anda menemukan ciri khas Anda sendiri dalam 
  menulis. Ayo, temukan gaya menulis Anda sendiri. Teruslah berlatih 
  dan jadikan setiap waktu sebagai kesempatan untuk meningkatkan 
  kemampuan Anda. Selamat menulis!

  Pimpinan Redaksi e-Penulis,
  Davida Welni Dana
  http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis
  http://pelitaku.sabda.org/
______________________________________________________________________

             Cara termudah menciptakan gaya menulis adalah           
              dengan menjadi diri sendiri ketika menulis.                     
                        - Evie, Penulis Pemula -

DAFTAR ISI____________________________________________________________

  - Dari Redaksi: Temukan Gaya Menulis Anda
  - Daftar Isi
  - Artikel 1: Gaya Menulis
  - Tips: Menciptakan Gaya
  - Pena Maya: Belajar Menulis di Internet untuk Misi
  - Pojok Bahasa: Yang Berbahagia, Waktu, dan Tempat Dipersilakan
  - Stop Press!: Situs "paskah.sabda.org": Kumpulan Bahan dan Forum
                 Diskusi Paskah

ARTIKEL_______________________________________________________________

                             GAYA MENULIS
                      Diringkas oleh: Dian Pradana

  Sebelum menulis, seorang penulis dihadapkan dengan banyak peringatan 
  yang mengharuskannya untuk merangkai kalimatnya dengan baik; tidak 
  melebar ke mana-mana. Namun, seorang penulis mungkin akan bertanya, 
  "Jika saya menghapus semua yang menurut Anda kacau, dan jika saya 
  menggunduli setiap kalimat sampai kepada intinya saja, apa yang 
  tersisa untukku?" 

  Pertanyaan tersebut muncul karena tidak banyak orang yang menyadari 
  betapa buruk tulisan mereka. Tidak ada yang memberitahu mereka 
  tentang gaya tulisan mereka yang terlalu berlebihan dan bagaimana 
  hal itu dapat merintangi apa yang ingin mereka katakan. Jika Anda 
  memberikan artikel sepanjang delapan lembar kepada saya, dan 
  kemudian saya menyuruh Anda untuk memotongnya hingga menjadi empat 
  lembar, Anda akan berteriak dan mengatakan bahwa hal itu tidak 
  mungkin. Meski demikian, Anda tetap mengerjakannya, dan hasilnya 
  tulisan itu menjadi lebih baik. 

  Intinya adalah bahwa Anda harus menggunduli tulisan Anda sebelum 
  Anda dapat merekonstruksinya. Anda harus tahu alat-alat apa yang 
  penting dan fungsinya masing-masing. Metafora pekerjaan tukang kayu; 
  adalah penting untuk pertama-tama mampu menggergaji kayu dengan rapi 
  dan memaku, baru setelah itu Anda mengukur ujung-ujungnya atau 
  menambah elemen elegan, jika itu adalah selera Anda. Anda tidak 
  boleh lupa bahwa Anda menangani suatu karya yang berdasar atas 
  prinsip-prinsip tertentu. Jika pakunya lemah, rumah Anda akan roboh. 
  Jika kata kerja Anda lemah dan sintaksis Anda reyot, kalimat Anda 
  akan roboh. 

  Yang sering kali menjadi masalah adalah Anda menjadi tidak sabar 
  untuk menciptakan sebuah "gaya" -- menghiasi kalimat sederhana 
  sehingga pembaca akan mengenali Anda sebagai seseorang yang spesial. 
  Anda akan menggunakan simile yang terlalu menyolok dan kata-kata 
  sifat yang berlebihan, seolah-olah "gaya" adalah sesuatu yang dapat 
  Anda beli di toko dan kemudian Anda bubuhkan pada kalimat Anda. 
  Tidak ada gaya yang dijual di toko; gaya adalah karakter orang yang 
  menulis, layaknya rambut yang melekat di kepalanya, atau, jika orang 
  itu botak, gaya adalah layaknya kekurangannya akan rambut. Mencoba 
  untuk menambah gaya adalah seperti memakai rambut palsu. Sekilas, 
  orang yang tadinya botak itu terlihat muda dan bahkan tampan. Namun, 
  jika dilihat lagi, ia tidak nampak seperti dirinya sendiri.

  Itulah masalah para penulis yang dengan sengaja menghiasi tulisan 
  mereka. Mereka kehilangan, apa pun itu, yang membuat mereka unik. 
  Pembaca akan mengetahui bahwa mereka terlalu berlebihan. Pembaca 
  ingin agar orang yang berbicara kepada mereka terdengar apa adanya. 
  Karena itu, aturan yang paling mendasar adalah: menjadi diri 
  sendiri.

  Tidak ada peraturan yang terlalu berat untuk diikuti. Menjadi diri 
  sendiri mengharuskan penulis untuk melakukan dua hal yang sepertinya 
  mustahil untuk dilakukan oleh seorang penulis -- santai dan percaya 
  diri.

  Memberitahu penulis untuk santai adalah seperti memberitahu 
  seseorang untuk santai saat ia diperiksa apakah ia mengidap hernia. 
  Pun dengan masalah kepercayaan diri, lihatlah bagaimana seorang 
  penulis sangat kaku saat duduk, menatap layar monitor yang menunggu 
  ketikan kata-katanya. Lihatlah bagaimana ia sering kali berdiri dan 
  mencari makanan atau minuman. Seorang penulis akan melakukan apa pun 
  agar ia tidak menulis. Dari pengetahuan yang saya dapat dari sebuah 
  koran, jumlah banyaknya seorang penulis berdiri untuk mengambil air, 
  jauh melebihi jumlah kebutuhan tubuh mereka akan air.

  Apa yang dapat dilakukan untuk melepaskan penulis dari penderitaan 
  itu? Sayangnya, sampai saat ini belum ada obatnya. Saya hanya dapat 
  memberikan sebuah pemikiran yang menghibur, bahwa Anda tidaklah 
  sendiri. Hari-hari tertentu akan lebih baik daripada hari-hari 
  lainnya. Hari-hari tertentu mungkin akan menjadi hari yang sangat 
  buruk sehingga membuat Anda putus asa untuk mulai menulis lagi. Kita 
  semua pernah mengalami hari-hari itu dan akan mengalami lebih banyak 
  masa-masa seperti itu.

  Namun, adalah baik untuk meminimalisir terjadinya masa-masa buruk, 
  yakni dengan mencoba bersantai.

  Asumsikan bahwa Anda adalah penulis yang sedang duduk menulis. Anda 
  sudah menetapkan bahwa Anda akan menulis artikel dengan panjang 
  tertentu dan jika panjang artikelnya tidak mencapai target, artikel 
  Anda tidak akan ada gunanya. Anda berpikir bagaimana tampilan 
  artikel itu nanti saat sudah dicetak. Anda memikirkan semua orang 
  yang akan membacanya. Anda berpikir bahwa tulisan Anda harus 
  memiliki beban otoritas yang cukup kuat. Anda bepikir bahwa gaya 
  harus memesona. Jika Anda seperti itu, tidak heran jika Anda 
  terikat; Anda terlalu sibuk memikirkan tanggung jawab Anda yang luar 
  biasa atas artikel yang bahkan belum bisa Anda tulis. 

  Paragraf pertama biasanya adalah sebuah bencana -- kumpulan ide-ide 
  umum yang sudah keluar dari topik. Paragraf 2 juga tidak lebih baik. 
  Namun, paragraf 3 mulai menyiratkan sisi kemanusiaan, dan pada 
  paragraf 4, Anda mulai terdengar seperti diri Anda sendiri. Anda 
  sudah mulai mencoba untuk santai. Menakjubkan bagaimana seorang 
  editor sering membuang 3 atau 4 paragraf dari sebuah artikel, atau 
  bahkan beberapa halaman utama, dan mulai dengan paragraf di mana 
  penulis mulai terdengar seperti dirinya sendiri. Paragraf-paragraf 
  pertama itu tidak hanya impersonal dan bertele-tele, 
  paragraf-paragraf itu juga tidak berkata apa-apa -- 
  paragraf-paragraf itu hanyalah hasil sebuah sikap sadar untuk 
  membuat sebuah pengantar yang penuh khayal. Apa yang selalu saya 
  cari sebagai seorang editor adalah kalimat yang mengatakan sesuatu 
  seperti: "Aku tidak akan pernah melupakan hari di mana aku ...." 
  Saat saya menemukannya, saya berpikir, "Aha! Ada sisi kemanusiaannya 
  (perhatikan kata `aku`)!"

  Penulis jelas akan paling terlihat natural saat mereka menulis dalam 
  orang pertama. Menulis adalah transaksi intim antar dua orang, yang 
  dilakukan di atas secarik kertas, dan transaksi itu akan berjalan 
  baik selama tulisan itu memelihara sisi kemanusiaannya. Karena itu, 
  saya mendorong orang-orang untuk menulis dengan gaya orang pertama: 
  menggunakan "saya" dan "kami".

  "Siapa saya mengatakan apa yang saya pikirkan?" tanya mereka. "Atau 
  apa yang saya rasakan?"

  "Siapa Anda tidak mengatakan apa yang Anda pikirkan?" jawabku pada 
  mereka. "Hanya ada satu Anda. Tidak seorang pun yang pikiran dan 
  perasaannya sama persis."

  "Tapi tidak ada yang peduli dengan pendapat saya," kata mereka. 

  "Mereka akan peduli jika Anda memberitahu mereka sesuatu yang 
  menarik," kataku, "dan beritahu mereka melalui kata-kata yang keluar 
  secara alami."

  Namun demikian, membuat penulis untuk menggunakan "saya" adalah 
  tidak mudah. Mereka pikir mereka harus mendapatkan hak istimewa 
  untuk mengungkapkan emosi dan pemikiran mereka. Karena kalau tidak, 
  mereka akan dianggap terlalu egois. Atau tidak bermartabat -- sebuah 
  ketakutan yang menimpa dunia akademik. Karena itu, kaum profesional 
  menggunakan kata "seseorang" ("Seseorang menemui bahwa dirinya tidak 
  sejalan dengan Dr. Maltby tentang kondisi manusia") atau kata yang 
  kurang pribadi ("di-") ("Diharapkan monograf Prof. Felt akan menarik 
  banyak pendengar yang sesuai"). Saya tidak mau bertemu dengan 
  "seseorang" -- ia adalah orang yang membosankan. Saya ingin seorang 
  profesor yang benar-benar berdedikasi pada subjeknya untuk 
  memberitahu saya mengapa subjek itu membuatnya tertarik.

  Saya menyadari bahwa ada banyak area penulisan di mana kata "saya" 
  tidak boleh dipakai. Koran tidak mau ada kata "saya" di berita 
  mereka. Begitu juga artikel di majalah, laporan bisnis dan 
  institusi, serta disertasi. Para guru bahasa Inggris pun tidak mau 
  melihat adanya pemakaian kata pengganti orang pertama, kecuali 
  "kami". Larangan-larangan itu sah. Artikel dalam koran harus berisi 
  berita yang yang dilaporkan secara objektif. Saya juga memaklumi 
  guru-guru yang tidak mau memberikan murid-muridnya jalan mudah untuk 
  berpendapat seperti "Saya rasa Hamlet itu bodoh" padahal mereka 
  belum benar-benar menganalisa sebuah karya dan referensi-referensi 
  pendukungnya. Kata "saya" dapat menjadi sebuah cara untuk menjadi 
  terlalu longgar pada diri sendiri dan melarikan diri dari tanggung 
  jawab.

  Namun demikian, masih mungkin untuk menyampaikan makna keakuan tanpa 
  menggunakan kata "saya". James Reston, seorang kolumnis politik, 
  tidak menggunakan kata "saya" dalam tulisannya; namun, saya memiliki 
  citra yang baik terhadapnya, dan saya juga dapat menyebut kolumnis 
  dan reporter lain yang juga baik. Penulis yang baik terlihat dari 
  kata-katanya. Jika Anda tidak diperbolehkan menggunakan "saya", 
  setidaknya berpikirlah "saya" saat Anda menulis, atau menulis draf 
  dalam bentuk orang pertama dan kemudian buang kata "saya". Hal ini 
  dapat melatih gaya impersonal Anda.

  Jual diri Anda, dan topik tulisan Anda akan menyiratkan daya 
  tariknya sendiri. Percayalah pada identitas dan pendapat Anda 
  sendiri. Menulis adalah suatu sikap ego. Gunakan kekuatannya untuk 
  membantu Anda agar dapat terus menulis. (t/Dian)

  Diterjemahkan dan diringkas dari:
  Judul buku: On Writing Well
  Judul asli artikel: Style
  Penulis: William Zinsser
  Penerbit: HarperCollins Publishers Inc., New York 1998
  Halaman: 18 -- 24

TIPS__________________________________________________________________

                           MENCIPTAKAN GAYA

  Gaya menulis dapat dibagi-bagi berdasarkan beberapa acuan titik
  tolak.

  SERIUS VS KOCAK

  Serius atau kocak di sini bisa bermakna baik integral (keseluruhan 
  atau menyeluruh) maupun parsial (sebagian-sebagian atau per bagian). 
  Anda pernah membaca "Don Quixote" karangan Miguel de Cervantes? ini 
  adalah cerita klasik tentang kisah kocak. Sepanjang cerita berbagai 
  pengalaman dan petualangan tokohnya membuat pembaca geli. Don 
  Quixote digambarkan membayangkan dirinya sebagai seorang ksatria, 
  padahal kenyataannya ia tak lebih dari seorang kakek peot. Ia pun 
  memilih seorang wanita desa berwajah buruk serta gembrot sebagai 
  kekasih khayalan yang perlu dibelanya mati-matian.

  Berbeda dengan "Don Quixote", banyak pengarang yang menyelipkan 
  penggalan cerita lucu pada beberapa segmen tulisannya. Misalnya, 
  bahwa suatu hari tokoh salah mengenali orang atau terpeleset masuk 
  selokan.

  Serius dan kocak di sini pun dapat berarti bahasa yang digunakan 
  maupun situasi yang dibangun. Apabila diminta menulis pidato 
  penerimaan tamu kehormatan, niscaya kita akan menulis dalam bahasa 
  sopan dan serius, bukan? "Dalam rangka menyambut ... menyukseskan 
  pembangunan seutuhnya ...." Ah, pokok yang bagus-bagus saja 
  kata-katanya. Bahasa yang lucu itu bagaimana? Perhatikan saja syair 
  lagu berjudul "Judul-Judulan" karya Johnny Iskandar ini sebagai 
  contoh: "Neng ayo Neng kita main cium-ciuman .../Daripada cium 
  beneran, pikiran pusing tidak karuan/belum nyium eh, kok Neng nyosor 
  duluan ...?"

  Masih dalam buku "Don Quixote", pembaca dibuat tersenyum saat 
  membaca bahwa dalam salah satu petualangannya tiba-tiba Don Quixote 
  menantang kincir angin yang dibayangkannya sebagai raksasa, walaupun 
  fragmen ini dikisahkan dengan bahasa serius. Di sini, situasinya 
  yang lucu, bukan bahasanya.

  TOKOH SEBAGAI SUBJEK ATAU OBJEK

  Ada penulis atau pencerita yang menulis atau menceritakan tokoh 
  sebagai dirinya sendiri; ada pula yang menempatkan tokoh sebagai 
  objek cerita.

  Pada gaya pertama, si pencerita adalah sekaligus si aku yang menjadi 
  tokoh cerita atau subjek yang bercerita. Pencerita atau penulis 
  seolah-olah menuliskan pengalaman dirinya sendiri. "Aku melihatnya 
  memandangku tanpa berkedip. Lalu aku menghampirinya. Kemudian kami 
  saling merangkul dan berjalan beriringan menyusuri pantai yang malam 
  itu terasa lebih sepi dari biasanya." Pencerita pun bisa 
  menceritakan tokoh sebagai objek yang diceritakan atau orang lain. 
  Dengan gaya ini, penggalan kisah di atas akan ditulis menjadi: "Aris 
  melihat gadis itu memandangnya tanpa berkedip. Lalu dihampirinya 
  gadis itu. Kemudian mereka saling merangkul dan berjalan beriringan 
  menyusuri pantai yang malam itu terasa lebih sepi dari biasanya." 
  (Andaikan tokoh dalam kisah ini bernama Aris.)

  Anda sudah melihat dan memahami apa yang dimaksud dengan gaya 
  penulisan yang menganggap "tokoh sebagai subjek" dan "tokoh sebagai 
  objek", bukan? Gaya mana pun yang Anda pilih sama-sama bisa 
  menjadikan suatu karya asyik dibaca, biarpun ada orang berpendapat 
  bahwa gaya bercerita dengan menempatkan "tokoh sebagai subjek" 
  terasa lebih emosional.

  KALIMAT PENDEK VS PANJANG

  Dalam pelatihan menulis, teristimewa kelas-kelas jurnalistik, 
  peserta selalu diarahkan agar menulis dengan menggunakan 
  kalimat-kalimat pendek. Kalimat pendek diyakini lebih mudah dipahami 
  daripada kalimat panjang bagi sebagian terbesar pembaca surat kabar. 
  Keyakinan ini ada benarnya, tetapi tidak perlu dianut dengan terlalu 
  taat dan ketat.

  Ada kalanya kita perlu memakai kalimat panjang untuk mengungkapkan 
  sesuatu secara lebih komprehensif dan utuh. Bahkan ada penulis suka 
  mengeksplorasi dan mengeksploitasi kalimat sehingga menjadi sangat 
  panjang. Perhatikan perbandingan gaya penulisan berikut: "Pak Lurah 
  memunyai seorang anak laki-laki. Anak itu bernama Adi. Suatu hari 
  Adi memanjat pohon mangga. Pohon mangga itu ada di halaman rumahnya. 
  Adi terjatuh. Ia jatuh karena tidak berhati-hati."

  Paparan di atas terdiri atas enam kalimat pendek dan masing-masing 
  kalimat terdiri atas dua sampai enam patah kata. Kata-kata yang 
  terkandung dalam keenam kalimat tersebut berjumlah tiga puluh. Makna 
  yang akan disampaikannya pun dapat ditulis menjadi cuma satu kalimat 
  panjang (terangkai dari tujuh belas patah kata), tanpa kehilangan 
  detail yang perlu disampaikan. Tidak percaya? Begini: "Suatu hari 
  Adi anak Pak Lurah memanjat pohon mangga di halaman rumahnya dan 
  terjatuh karena tidak berhati-hati!"

  Silakan saja memilih gaya mana yang cocok dengan kepribadian Anda. 
  Kedua gaya, baik dengan mengandalkan kalimat pendek maupun menggali 
  kalimat panjang, sama-sama bisa indah; tergantung pada kemahiran 
  kita mengolahnya. Bisa saja pula kedua gaya ini Anda pakai sekaligus 
  bergantian.

  MENCIPTAKAN TOKOH IDOLA

  Berita atau cerita yang menghadirkan seorang tokoh idola berkarakter 
  kuat biasanya lebih disenangi pembaca. Banyak pula novel bagus yang 
  menokohkan seseorang. Tokoh biasanya digambarkan sebagai manusia 
  istimewa atau luar biasa (dalam arti berbeda dengan orang 
  kebanyakan, baik penampilan maupun sifatnya).

  Lazimnya, tokoh utama protagonis diatur supaya berada di pihak yang 
  benar, berjiwa satria, dan ganteng atau cantik. Pada sisi lain, demi 
  menonjolkan tokoh protagonis, diciptakan pula seorang tokoh 
  antagonis yang memiliki karakter bertolak belakang (jahat, licik, 
  dan buruk rupa).

  SENSASI MEMULAI DAN MENGAKHIRI

  Pengarang harus pandai-pandai mencari sensasi memulai dan mengakhiri 
  karyanya. Untuk buku, umpamanya, banyak calon pembaca meneliti 
  sejenak halaman pertama atau terakhir sebuah buku sebelum memutuskan 
  membacanya atau tidak. Maka apa yang Anda tulis pada halaman pertama 
  dan terakhir, jika Anda seorang penulis buku, adalah sangat 
  menentukan. Banyak cerpen (cerita pendek) pun memancing orang 
  meneruskan membaca dengan menyuguhkan greget pada alinea pertama dan 
  meledakkan sensasinya pada paragraf terakhir.

  Tapi, kendatipun diminta memulai dengan kejutan dan menyimpan 
  sensasi pada akhir tulisan, Anda tetap diingatkan supaya menjaga 
  ritme sehingga cerita/artikel/buku yang ditulis senantiasa mengalir 
  indah.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: Jadi Penulis Ngetop Itu Mudah
  Penulis: Lie Charlie
  Penerbit: Nexx Media, Inc., Bandung 2006
  Halaman: 96 -- 100

PENA MAYA_____________________________________________________________

               BELAJAR MENULIS DI INTERNET UNTUK MISI
          http://www.internetevangelismday.com/writing.php/

  Internet Evangelism Day adalah sebuah situs yang mencoba membantu 
  pengguna internet untuk menggunakan media internet sebagai salah 
  satu alat komunikasi dalam menyebarkan Kabar Baik ke seluruh dunia. 
  Untuk mewujudkan hal ini, mereka mencoba menerangkan strategi yang 
  diperlukan dalam bermisi melalui internet dan memampukan pengguna 
  internet mengomunikasikan firman Tuhan kepada pengguna lainnya --
  dalam hal ini adalah mereka yang belum percaya.

  Salah satu yang dijabarkan dalam situs ini adalah bagaimana menulis 
  dengan baik di internet untuk bermisi, yang bisa diakses melalui 
  submenu Writing Well dalam menu Communication Chanel. Dalam Writing 
  Well, kita akan dihadapkan dengan beberapa kategori, yaitu Writing 
  for the Web, Revise & edit, Writing testimonies, Making headlines, 
  Readers’ Digest style, Style Guide, dan Press releases. Bagi Anda 
  yang ingin memiliki situs di dunia maya, bahan-bahan yang ada akan 
  sangat membantu Anda karena kita bisa belajar bagaimana cara menulis 
  yang efektif untuk memperkenalkan Yesus pada orang lain. Selamat 
  belajar dan menulis.

  Oleh: Yohanna P. (Redaksi)

POJOK BAHASA_________________________________________________________

          YANG BERBAHAGIA, WAKTU, DAN TEMPAT DIPERSILAKAN

  Hampir setiap akhir pekan penulis menyimak acara di sebuah saluran 
  televisi swasta. Dengan penuh rasa percaya diri, seorang pembawa 
  acara tampil seraya mengucapkan kalimat: "Hadirin di studio dan 
  segenap pemirsa di rumah, pada malam yang berbahagia ini kita akan 
  menyaksikan penampilan ...." Pada acara lain, penulis menemukan 
  kalimat serupa, yakni: "Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya 
  akan menemani pemirsa di rumah 1/2 jam ke depan ...." Sekilas, frasa 
  "malam yang berbahagia" dan "kesempatan yang berbahagia" pada kedua 
  kalimat di atas terkesan baik-baik saja alias tak bermasalah. Namun, 
  jika sedikit jeli, kita akan menemukan ketidaklogisan dari kedua 
  frasa tersebut.

  Ketidaklogisan yang dimaksud akan tampak nyata apabila kita 
  sandingkan dengan (struktur) kalimat bahasa asing. Simaklah beberapa 
  contoh kalimat bahasa Inggris berikut:

  (1) The program was boring. She (Anita) got bored then. (Acara itu
      membosankan. Anita pun merasa bosan).
  (2) The work was so tiring. He (Tono) felt tired soon. (Pekerjaan
      itu sangat melelahkan. Tono merasa cepat lelah.)
  (3) The service was satisfying. We were all satisfied. (Pelayanannya
      memuaskan. Kita semua merasa puas.)

  Pasangan kata boring-bored, tiring-tired, dan satisfying-satisfied 
  dalam kalimat di atas adalah adjektiva (kata sifat). Menurut Kamus 
  Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adjektiva adalah kata yang 
  menjelaskan nomina atau prominal.

  Kata boring, tiring, dan satisfying adalah adjektiva yang 
  menerangkan (nomina) program, work, dan service. Di sisi lain, 
  bored, tired, dan satisfied juga merupakan bentuk adjektiva --
  masing-masing menerangkan (pronominal) She (Anita), He (Tono), dan 
  We.

  Dari penjelasan ini, maka kedua frasa bermasalah di atas perlu 
  direvisi agar taat asas atau sesuai kaidah yang berlaku. Kedua frasa 
  tersebut seharusnya berbunyi: (1) "malam yang membahagiakan" dan (2) 
  "kesempatan yang membahagiakan".

  Ingat! Kata malam dan kesempatan adalah nomina bukan pronomina. 
  Lantas bagaimana dengan kata bahagia?

  Setidaknya ada dua makna kata berbahagia, yakni (1) dalam keadaan 
  bahagia; (2) menikmati kebahagiaan. Dalam hal ini, keduanya adalah 
  verba, sehingga yang (semestinya) berbahagia adalah pronominal, 
  bukan nomina. Alhasil, yang dapat merasakan "kebahagiaan" adalah 
  makhluk bernyawa, seperti Anda, saya, atau kita.

  Contoh kekeliruan lain yang sering kita dengar dari seorang pembawa 
  acara (Master of Ceremony; MC) dalam berbagai kesempatan adalah, 
  "Kepada Bapak Drs. Anu selaku pembicara, waktu dan tempat kami 
  persilakan ...."

  Kekeliruan itu sering terjadi karena adanya tambahan kata "waktu" 
  dan "tempat" yang disejajarkan dengan Bapak Drs. Anu. Logikanya, 
  yang dipersilakan hanyalah orang (persona), bukan keterangan 
  (adverbia) ataupun benda mati (nomina) seperti "waktu", "tempat", 
  dan sebagainya.

  Adapun kalimat yang benar cukuplah, "Kepada Bapak Drs. Anu selaku 
  pembicara, kami persilakan ...." Bandingkan dengan contoh, "Kepada 
  Drs. Anu, Dra. Ani, dan Dr. Andi selaku pembicara, kami persilakan 
  ...."

  Kalau mau lebih ringkas, kedua klausa di atas masih dapat 
  dipersingkat menjadi: (1) "Kepada Bapak pembicara, dipersilakan". 
  dan (2) "Kepada ketiga pembicara, dipersilakan". Ungkapan 
  "dipersilakan" juga dapat kita ubah menjadi "dengan hormat kami 
  persilakan", misalnya.

  Alhasil, berbahasa boleh dibilang gampang-gampang susah. Tetapi, 
  jika kita mau mencermatinya dengan logika, hal demikian tidaklah 
  sulit. Ternyata, berbahasa lisan pun butuh kecermatan dan kejelian, 
  bukan?

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Nama majalah: Intisari edisi Mei 2007 No. 526
  Penulis: Akhmad Saefudin, S.S., M.E
  Halaman: 84 -- 85

STOP PRESS!___________________________________________________________

                    SITUS "PASKAH.SABDA.ORG":
             KUMPULAN BAHAN DAN FORUM DISKUSI PASKAH

  Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) kembali meluncurkan sebuah situs baru 
  yang kami yakin akan menjadi berkat, khususnya menjelang perayaan 
  Paskah di bulan April 2009 yang akan datang. Sesuai dengan isinya, 
  yakni berbagai jenis bahan seputar Paskah yang pasti akan berguna 
  bagi Anda dalam menyiapkan perayaan Paskah, maka situs ini kami 
  sebut "paskah.sabda.org".

  Situs "paskah.sabda.org" adalah satu-satunya situs berbahasa 
  Indonesia yang menyediakan bahan Paskah yang sangat lengkap, di 
  antaranya: artikel Paskah, drama Paskah, renungan Paskah, bahan 
  mengajar Paskah, kesaksian Paskah, khotbah audio Paskah, puisi 
  Paskah, resensi buku Paskah, ulasan situs Paskah, tips Paskah, humor 
  Paskah, lagu Paskah, gambar Paskah, dan kartu Paskah.

  Situs "paskah.sabda.org" juga dirancang sedemikian rupa agar setiap 
  pengunjung bisa ikut berpartisipasi dengan mengirimkan renungan, 
  artikel, atau juga blog Paskah untuk bisa saling berbagi berkat 
  dengan pengunjung yang lain. Fasilitas forum diskusi paskah juga 
  tersedia di situs ini sehingga pengunjung bisa ikut berdiskusi 
  seputar topik Paskah, seperti Etimologis Arti Kata Paskah, Mengapa 
  Kristus Harus Mati?, Apakah Kematian Kristus dapat Dibuktikan?, dan 
  topik-topik diskusi menarik seputar Paskah lainnya. Keistimewaan 
  lain dari situs ini adalah disediakannya fasilitas mengirimkan 
  ucapan selamat Paskah untuk teman seiman dan pengunjung yang lain.

  Jadi, tunggu apa lagi? Segera kunjungi situs "paskah.sabda.org"! 
  Mari berbagi berkat pada hari peringatan pengorbanan Yesus di kayu 
  salib. Kemenangan-Nya atas maut, patut kita rayakan dan peringati 
  karena Dialah Allah yang patut kita sembah.

  ==> http://paskah.sabda.org/
______________________________________________________________________
Pimpinan redaksi: Davida Welni Dana
Staf Redaksi: Yohanna Prita Amelia dan Sri Setyawati
Kontak redaksi/Kirim bahan: penulis(at)sabda.org
Berlangganan: Kirim e-mail ke subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Berhenti: Kirim e-mail ke unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Arsip e-Penulis: http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/
Situs Pelitaku: http://pelitaku.sabda.org/
Forum Penulis: http://pelitaku.sabda.org/forum
Network Literatur: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_literatur
______________________________________________________________________
Melayani sejak 3 November 2004
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA.
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN.
Copyright(c) e-Penulis 2009 / YLSA -- http://www.ylsa.org/
Katalog SABDA: http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org