Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/53 |
|
e-Penulis edisi 53 (18-3-2009)
|
|
__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________ Edisi: 053/Maret/2009 Tema: Gaya Menulis DARI REDAKSI__________________________________________________________ TEMUKAN GAYA MENULIS ANDA Bak seorang anak remaja yang sedang mencari identitas diri, begitu pula seorang penulis, khususnya penulis pemula, mencari gaya menulis mereka. Gaya menulis sangat penting diperhatikan oleh para penulis untuk memberikan ciri khas kepada tulisannya. Menemukan atau menciptakan gaya menulis bukan proses sekali jadi atau proses instant. Proses ini harus berjalan secara alami. Dalam menciptakan gaya menulisnya, seorang penulis harus menjadi diri sendiri, bukan berusaha menjadi seperti yang diinginkan orang lain. Menemukan gaya menulis memang perlu dipelajari dan membutuhkan waktu, pengalaman, dan latihan terus-menerus. Jadi, apakah itu berarti menemukan dan menciptakan gaya menulis itu sulit? Nah, dalam edisi kali ini, Sahabat Penulis kami bawa untuk melihat pentingnya seorang penulis memiliki gaya menulis yang khas, yang membedakannya dengan penulis lain. Tidak hanya itu, di edisi ini Anda juga dapat melihat bagaimana proses terbentuknya ciri khas menulis seorang penulis dan berbagai macam gaya menulis. Kiranya semua itu membantu Anda menemukan ciri khas Anda sendiri dalam menulis. Ayo, temukan gaya menulis Anda sendiri. Teruslah berlatih dan jadikan setiap waktu sebagai kesempatan untuk meningkatkan kemampuan Anda. Selamat menulis! Pimpinan Redaksi e-Penulis, Davida Welni Dana http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis http://pelitaku.sabda.org/ ______________________________________________________________________ Cara termudah menciptakan gaya menulis adalah dengan menjadi diri sendiri ketika menulis. - Evie, Penulis Pemula - DAFTAR ISI____________________________________________________________ - Dari Redaksi: Temukan Gaya Menulis Anda - Daftar Isi - Artikel 1: Gaya Menulis - Tips: Menciptakan Gaya - Pena Maya: Belajar Menulis di Internet untuk Misi - Pojok Bahasa: Yang Berbahagia, Waktu, dan Tempat Dipersilakan - Stop Press!: Situs "paskah.sabda.org": Kumpulan Bahan dan Forum Diskusi Paskah ARTIKEL_______________________________________________________________ GAYA MENULIS Diringkas oleh: Dian Pradana Sebelum menulis, seorang penulis dihadapkan dengan banyak peringatan yang mengharuskannya untuk merangkai kalimatnya dengan baik; tidak melebar ke mana-mana. Namun, seorang penulis mungkin akan bertanya, "Jika saya menghapus semua yang menurut Anda kacau, dan jika saya menggunduli setiap kalimat sampai kepada intinya saja, apa yang tersisa untukku?" Pertanyaan tersebut muncul karena tidak banyak orang yang menyadari betapa buruk tulisan mereka. Tidak ada yang memberitahu mereka tentang gaya tulisan mereka yang terlalu berlebihan dan bagaimana hal itu dapat merintangi apa yang ingin mereka katakan. Jika Anda memberikan artikel sepanjang delapan lembar kepada saya, dan kemudian saya menyuruh Anda untuk memotongnya hingga menjadi empat lembar, Anda akan berteriak dan mengatakan bahwa hal itu tidak mungkin. Meski demikian, Anda tetap mengerjakannya, dan hasilnya tulisan itu menjadi lebih baik. Intinya adalah bahwa Anda harus menggunduli tulisan Anda sebelum Anda dapat merekonstruksinya. Anda harus tahu alat-alat apa yang penting dan fungsinya masing-masing. Metafora pekerjaan tukang kayu; adalah penting untuk pertama-tama mampu menggergaji kayu dengan rapi dan memaku, baru setelah itu Anda mengukur ujung-ujungnya atau menambah elemen elegan, jika itu adalah selera Anda. Anda tidak boleh lupa bahwa Anda menangani suatu karya yang berdasar atas prinsip-prinsip tertentu. Jika pakunya lemah, rumah Anda akan roboh. Jika kata kerja Anda lemah dan sintaksis Anda reyot, kalimat Anda akan roboh. Yang sering kali menjadi masalah adalah Anda menjadi tidak sabar untuk menciptakan sebuah "gaya" -- menghiasi kalimat sederhana sehingga pembaca akan mengenali Anda sebagai seseorang yang spesial. Anda akan menggunakan simile yang terlalu menyolok dan kata-kata sifat yang berlebihan, seolah-olah "gaya" adalah sesuatu yang dapat Anda beli di toko dan kemudian Anda bubuhkan pada kalimat Anda. Tidak ada gaya yang dijual di toko; gaya adalah karakter orang yang menulis, layaknya rambut yang melekat di kepalanya, atau, jika orang itu botak, gaya adalah layaknya kekurangannya akan rambut. Mencoba untuk menambah gaya adalah seperti memakai rambut palsu. Sekilas, orang yang tadinya botak itu terlihat muda dan bahkan tampan. Namun, jika dilihat lagi, ia tidak nampak seperti dirinya sendiri. Itulah masalah para penulis yang dengan sengaja menghiasi tulisan mereka. Mereka kehilangan, apa pun itu, yang membuat mereka unik. Pembaca akan mengetahui bahwa mereka terlalu berlebihan. Pembaca ingin agar orang yang berbicara kepada mereka terdengar apa adanya. Karena itu, aturan yang paling mendasar adalah: menjadi diri sendiri. Tidak ada peraturan yang terlalu berat untuk diikuti. Menjadi diri sendiri mengharuskan penulis untuk melakukan dua hal yang sepertinya mustahil untuk dilakukan oleh seorang penulis -- santai dan percaya diri. Memberitahu penulis untuk santai adalah seperti memberitahu seseorang untuk santai saat ia diperiksa apakah ia mengidap hernia. Pun dengan masalah kepercayaan diri, lihatlah bagaimana seorang penulis sangat kaku saat duduk, menatap layar monitor yang menunggu ketikan kata-katanya. Lihatlah bagaimana ia sering kali berdiri dan mencari makanan atau minuman. Seorang penulis akan melakukan apa pun agar ia tidak menulis. Dari pengetahuan yang saya dapat dari sebuah koran, jumlah banyaknya seorang penulis berdiri untuk mengambil air, jauh melebihi jumlah kebutuhan tubuh mereka akan air. Apa yang dapat dilakukan untuk melepaskan penulis dari penderitaan itu? Sayangnya, sampai saat ini belum ada obatnya. Saya hanya dapat memberikan sebuah pemikiran yang menghibur, bahwa Anda tidaklah sendiri. Hari-hari tertentu akan lebih baik daripada hari-hari lainnya. Hari-hari tertentu mungkin akan menjadi hari yang sangat buruk sehingga membuat Anda putus asa untuk mulai menulis lagi. Kita semua pernah mengalami hari-hari itu dan akan mengalami lebih banyak masa-masa seperti itu. Namun, adalah baik untuk meminimalisir terjadinya masa-masa buruk, yakni dengan mencoba bersantai. Asumsikan bahwa Anda adalah penulis yang sedang duduk menulis. Anda sudah menetapkan bahwa Anda akan menulis artikel dengan panjang tertentu dan jika panjang artikelnya tidak mencapai target, artikel Anda tidak akan ada gunanya. Anda berpikir bagaimana tampilan artikel itu nanti saat sudah dicetak. Anda memikirkan semua orang yang akan membacanya. Anda berpikir bahwa tulisan Anda harus memiliki beban otoritas yang cukup kuat. Anda bepikir bahwa gaya harus memesona. Jika Anda seperti itu, tidak heran jika Anda terikat; Anda terlalu sibuk memikirkan tanggung jawab Anda yang luar biasa atas artikel yang bahkan belum bisa Anda tulis. Paragraf pertama biasanya adalah sebuah bencana -- kumpulan ide-ide umum yang sudah keluar dari topik. Paragraf 2 juga tidak lebih baik. Namun, paragraf 3 mulai menyiratkan sisi kemanusiaan, dan pada paragraf 4, Anda mulai terdengar seperti diri Anda sendiri. Anda sudah mulai mencoba untuk santai. Menakjubkan bagaimana seorang editor sering membuang 3 atau 4 paragraf dari sebuah artikel, atau bahkan beberapa halaman utama, dan mulai dengan paragraf di mana penulis mulai terdengar seperti dirinya sendiri. Paragraf-paragraf pertama itu tidak hanya impersonal dan bertele-tele, paragraf-paragraf itu juga tidak berkata apa-apa -- paragraf-paragraf itu hanyalah hasil sebuah sikap sadar untuk membuat sebuah pengantar yang penuh khayal. Apa yang selalu saya cari sebagai seorang editor adalah kalimat yang mengatakan sesuatu seperti: "Aku tidak akan pernah melupakan hari di mana aku ...." Saat saya menemukannya, saya berpikir, "Aha! Ada sisi kemanusiaannya (perhatikan kata `aku`)!" Penulis jelas akan paling terlihat natural saat mereka menulis dalam orang pertama. Menulis adalah transaksi intim antar dua orang, yang dilakukan di atas secarik kertas, dan transaksi itu akan berjalan baik selama tulisan itu memelihara sisi kemanusiaannya. Karena itu, saya mendorong orang-orang untuk menulis dengan gaya orang pertama: menggunakan "saya" dan "kami". "Siapa saya mengatakan apa yang saya pikirkan?" tanya mereka. "Atau apa yang saya rasakan?" "Siapa Anda tidak mengatakan apa yang Anda pikirkan?" jawabku pada mereka. "Hanya ada satu Anda. Tidak seorang pun yang pikiran dan perasaannya sama persis." "Tapi tidak ada yang peduli dengan pendapat saya," kata mereka. "Mereka akan peduli jika Anda memberitahu mereka sesuatu yang menarik," kataku, "dan beritahu mereka melalui kata-kata yang keluar secara alami." Namun demikian, membuat penulis untuk menggunakan "saya" adalah tidak mudah. Mereka pikir mereka harus mendapatkan hak istimewa untuk mengungkapkan emosi dan pemikiran mereka. Karena kalau tidak, mereka akan dianggap terlalu egois. Atau tidak bermartabat -- sebuah ketakutan yang menimpa dunia akademik. Karena itu, kaum profesional menggunakan kata "seseorang" ("Seseorang menemui bahwa dirinya tidak sejalan dengan Dr. Maltby tentang kondisi manusia") atau kata yang kurang pribadi ("di-") ("Diharapkan monograf Prof. Felt akan menarik banyak pendengar yang sesuai"). Saya tidak mau bertemu dengan "seseorang" -- ia adalah orang yang membosankan. Saya ingin seorang profesor yang benar-benar berdedikasi pada subjeknya untuk memberitahu saya mengapa subjek itu membuatnya tertarik. Saya menyadari bahwa ada banyak area penulisan di mana kata "saya" tidak boleh dipakai. Koran tidak mau ada kata "saya" di berita mereka. Begitu juga artikel di majalah, laporan bisnis dan institusi, serta disertasi. Para guru bahasa Inggris pun tidak mau melihat adanya pemakaian kata pengganti orang pertama, kecuali "kami". Larangan-larangan itu sah. Artikel dalam koran harus berisi berita yang yang dilaporkan secara objektif. Saya juga memaklumi guru-guru yang tidak mau memberikan murid-muridnya jalan mudah untuk berpendapat seperti "Saya rasa Hamlet itu bodoh" padahal mereka belum benar-benar menganalisa sebuah karya dan referensi-referensi pendukungnya. Kata "saya" dapat menjadi sebuah cara untuk menjadi terlalu longgar pada diri sendiri dan melarikan diri dari tanggung jawab. Namun demikian, masih mungkin untuk menyampaikan makna keakuan tanpa menggunakan kata "saya". James Reston, seorang kolumnis politik, tidak menggunakan kata "saya" dalam tulisannya; namun, saya memiliki citra yang baik terhadapnya, dan saya juga dapat menyebut kolumnis dan reporter lain yang juga baik. Penulis yang baik terlihat dari kata-katanya. Jika Anda tidak diperbolehkan menggunakan "saya", setidaknya berpikirlah "saya" saat Anda menulis, atau menulis draf dalam bentuk orang pertama dan kemudian buang kata "saya". Hal ini dapat melatih gaya impersonal Anda. Jual diri Anda, dan topik tulisan Anda akan menyiratkan daya tariknya sendiri. Percayalah pada identitas dan pendapat Anda sendiri. Menulis adalah suatu sikap ego. Gunakan kekuatannya untuk membantu Anda agar dapat terus menulis. (t/Dian) Diterjemahkan dan diringkas dari: Judul buku: On Writing Well Judul asli artikel: Style Penulis: William Zinsser Penerbit: HarperCollins Publishers Inc., New York 1998 Halaman: 18 -- 24 TIPS__________________________________________________________________ MENCIPTAKAN GAYA Gaya menulis dapat dibagi-bagi berdasarkan beberapa acuan titik tolak. SERIUS VS KOCAK Serius atau kocak di sini bisa bermakna baik integral (keseluruhan atau menyeluruh) maupun parsial (sebagian-sebagian atau per bagian). Anda pernah membaca "Don Quixote" karangan Miguel de Cervantes? ini adalah cerita klasik tentang kisah kocak. Sepanjang cerita berbagai pengalaman dan petualangan tokohnya membuat pembaca geli. Don Quixote digambarkan membayangkan dirinya sebagai seorang ksatria, padahal kenyataannya ia tak lebih dari seorang kakek peot. Ia pun memilih seorang wanita desa berwajah buruk serta gembrot sebagai kekasih khayalan yang perlu dibelanya mati-matian. Berbeda dengan "Don Quixote", banyak pengarang yang menyelipkan penggalan cerita lucu pada beberapa segmen tulisannya. Misalnya, bahwa suatu hari tokoh salah mengenali orang atau terpeleset masuk selokan. Serius dan kocak di sini pun dapat berarti bahasa yang digunakan maupun situasi yang dibangun. Apabila diminta menulis pidato penerimaan tamu kehormatan, niscaya kita akan menulis dalam bahasa sopan dan serius, bukan? "Dalam rangka menyambut ... menyukseskan pembangunan seutuhnya ...." Ah, pokok yang bagus-bagus saja kata-katanya. Bahasa yang lucu itu bagaimana? Perhatikan saja syair lagu berjudul "Judul-Judulan" karya Johnny Iskandar ini sebagai contoh: "Neng ayo Neng kita main cium-ciuman .../Daripada cium beneran, pikiran pusing tidak karuan/belum nyium eh, kok Neng nyosor duluan ...?" Masih dalam buku "Don Quixote", pembaca dibuat tersenyum saat membaca bahwa dalam salah satu petualangannya tiba-tiba Don Quixote menantang kincir angin yang dibayangkannya sebagai raksasa, walaupun fragmen ini dikisahkan dengan bahasa serius. Di sini, situasinya yang lucu, bukan bahasanya. TOKOH SEBAGAI SUBJEK ATAU OBJEK Ada penulis atau pencerita yang menulis atau menceritakan tokoh sebagai dirinya sendiri; ada pula yang menempatkan tokoh sebagai objek cerita. Pada gaya pertama, si pencerita adalah sekaligus si aku yang menjadi tokoh cerita atau subjek yang bercerita. Pencerita atau penulis seolah-olah menuliskan pengalaman dirinya sendiri. "Aku melihatnya memandangku tanpa berkedip. Lalu aku menghampirinya. Kemudian kami saling merangkul dan berjalan beriringan menyusuri pantai yang malam itu terasa lebih sepi dari biasanya." Pencerita pun bisa menceritakan tokoh sebagai objek yang diceritakan atau orang lain. Dengan gaya ini, penggalan kisah di atas akan ditulis menjadi: "Aris melihat gadis itu memandangnya tanpa berkedip. Lalu dihampirinya gadis itu. Kemudian mereka saling merangkul dan berjalan beriringan menyusuri pantai yang malam itu terasa lebih sepi dari biasanya." (Andaikan tokoh dalam kisah ini bernama Aris.) Anda sudah melihat dan memahami apa yang dimaksud dengan gaya penulisan yang menganggap "tokoh sebagai subjek" dan "tokoh sebagai objek", bukan? Gaya mana pun yang Anda pilih sama-sama bisa menjadikan suatu karya asyik dibaca, biarpun ada orang berpendapat bahwa gaya bercerita dengan menempatkan "tokoh sebagai subjek" terasa lebih emosional. KALIMAT PENDEK VS PANJANG Dalam pelatihan menulis, teristimewa kelas-kelas jurnalistik, peserta selalu diarahkan agar menulis dengan menggunakan kalimat-kalimat pendek. Kalimat pendek diyakini lebih mudah dipahami daripada kalimat panjang bagi sebagian terbesar pembaca surat kabar. Keyakinan ini ada benarnya, tetapi tidak perlu dianut dengan terlalu taat dan ketat. Ada kalanya kita perlu memakai kalimat panjang untuk mengungkapkan sesuatu secara lebih komprehensif dan utuh. Bahkan ada penulis suka mengeksplorasi dan mengeksploitasi kalimat sehingga menjadi sangat panjang. Perhatikan perbandingan gaya penulisan berikut: "Pak Lurah memunyai seorang anak laki-laki. Anak itu bernama Adi. Suatu hari Adi memanjat pohon mangga. Pohon mangga itu ada di halaman rumahnya. Adi terjatuh. Ia jatuh karena tidak berhati-hati." Paparan di atas terdiri atas enam kalimat pendek dan masing-masing kalimat terdiri atas dua sampai enam patah kata. Kata-kata yang terkandung dalam keenam kalimat tersebut berjumlah tiga puluh. Makna yang akan disampaikannya pun dapat ditulis menjadi cuma satu kalimat panjang (terangkai dari tujuh belas patah kata), tanpa kehilangan detail yang perlu disampaikan. Tidak percaya? Begini: "Suatu hari Adi anak Pak Lurah memanjat pohon mangga di halaman rumahnya dan terjatuh karena tidak berhati-hati!" Silakan saja memilih gaya mana yang cocok dengan kepribadian Anda. Kedua gaya, baik dengan mengandalkan kalimat pendek maupun menggali kalimat panjang, sama-sama bisa indah; tergantung pada kemahiran kita mengolahnya. Bisa saja pula kedua gaya ini Anda pakai sekaligus bergantian. MENCIPTAKAN TOKOH IDOLA Berita atau cerita yang menghadirkan seorang tokoh idola berkarakter kuat biasanya lebih disenangi pembaca. Banyak pula novel bagus yang menokohkan seseorang. Tokoh biasanya digambarkan sebagai manusia istimewa atau luar biasa (dalam arti berbeda dengan orang kebanyakan, baik penampilan maupun sifatnya). Lazimnya, tokoh utama protagonis diatur supaya berada di pihak yang benar, berjiwa satria, dan ganteng atau cantik. Pada sisi lain, demi menonjolkan tokoh protagonis, diciptakan pula seorang tokoh antagonis yang memiliki karakter bertolak belakang (jahat, licik, dan buruk rupa). SENSASI MEMULAI DAN MENGAKHIRI Pengarang harus pandai-pandai mencari sensasi memulai dan mengakhiri karyanya. Untuk buku, umpamanya, banyak calon pembaca meneliti sejenak halaman pertama atau terakhir sebuah buku sebelum memutuskan membacanya atau tidak. Maka apa yang Anda tulis pada halaman pertama dan terakhir, jika Anda seorang penulis buku, adalah sangat menentukan. Banyak cerpen (cerita pendek) pun memancing orang meneruskan membaca dengan menyuguhkan greget pada alinea pertama dan meledakkan sensasinya pada paragraf terakhir. Tapi, kendatipun diminta memulai dengan kejutan dan menyimpan sensasi pada akhir tulisan, Anda tetap diingatkan supaya menjaga ritme sehingga cerita/artikel/buku yang ditulis senantiasa mengalir indah. Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buku: Jadi Penulis Ngetop Itu Mudah Penulis: Lie Charlie Penerbit: Nexx Media, Inc., Bandung 2006 Halaman: 96 -- 100 PENA MAYA_____________________________________________________________ BELAJAR MENULIS DI INTERNET UNTUK MISI http://www.internetevangelismday.com/writing.php/ Internet Evangelism Day adalah sebuah situs yang mencoba membantu pengguna internet untuk menggunakan media internet sebagai salah satu alat komunikasi dalam menyebarkan Kabar Baik ke seluruh dunia. Untuk mewujudkan hal ini, mereka mencoba menerangkan strategi yang diperlukan dalam bermisi melalui internet dan memampukan pengguna internet mengomunikasikan firman Tuhan kepada pengguna lainnya -- dalam hal ini adalah mereka yang belum percaya. Salah satu yang dijabarkan dalam situs ini adalah bagaimana menulis dengan baik di internet untuk bermisi, yang bisa diakses melalui submenu Writing Well dalam menu Communication Chanel. Dalam Writing Well, kita akan dihadapkan dengan beberapa kategori, yaitu Writing for the Web, Revise & edit, Writing testimonies, Making headlines, Readers’ Digest style, Style Guide, dan Press releases. Bagi Anda yang ingin memiliki situs di dunia maya, bahan-bahan yang ada akan sangat membantu Anda karena kita bisa belajar bagaimana cara menulis yang efektif untuk memperkenalkan Yesus pada orang lain. Selamat belajar dan menulis. Oleh: Yohanna P. (Redaksi) POJOK BAHASA_________________________________________________________ YANG BERBAHAGIA, WAKTU, DAN TEMPAT DIPERSILAKAN Hampir setiap akhir pekan penulis menyimak acara di sebuah saluran televisi swasta. Dengan penuh rasa percaya diri, seorang pembawa acara tampil seraya mengucapkan kalimat: "Hadirin di studio dan segenap pemirsa di rumah, pada malam yang berbahagia ini kita akan menyaksikan penampilan ...." Pada acara lain, penulis menemukan kalimat serupa, yakni: "Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya akan menemani pemirsa di rumah 1/2 jam ke depan ...." Sekilas, frasa "malam yang berbahagia" dan "kesempatan yang berbahagia" pada kedua kalimat di atas terkesan baik-baik saja alias tak bermasalah. Namun, jika sedikit jeli, kita akan menemukan ketidaklogisan dari kedua frasa tersebut. Ketidaklogisan yang dimaksud akan tampak nyata apabila kita sandingkan dengan (struktur) kalimat bahasa asing. Simaklah beberapa contoh kalimat bahasa Inggris berikut: (1) The program was boring. She (Anita) got bored then. (Acara itu membosankan. Anita pun merasa bosan). (2) The work was so tiring. He (Tono) felt tired soon. (Pekerjaan itu sangat melelahkan. Tono merasa cepat lelah.) (3) The service was satisfying. We were all satisfied. (Pelayanannya memuaskan. Kita semua merasa puas.) Pasangan kata boring-bored, tiring-tired, dan satisfying-satisfied dalam kalimat di atas adalah adjektiva (kata sifat). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adjektiva adalah kata yang menjelaskan nomina atau prominal. Kata boring, tiring, dan satisfying adalah adjektiva yang menerangkan (nomina) program, work, dan service. Di sisi lain, bored, tired, dan satisfied juga merupakan bentuk adjektiva -- masing-masing menerangkan (pronominal) She (Anita), He (Tono), dan We. Dari penjelasan ini, maka kedua frasa bermasalah di atas perlu direvisi agar taat asas atau sesuai kaidah yang berlaku. Kedua frasa tersebut seharusnya berbunyi: (1) "malam yang membahagiakan" dan (2) "kesempatan yang membahagiakan". Ingat! Kata malam dan kesempatan adalah nomina bukan pronomina. Lantas bagaimana dengan kata bahagia? Setidaknya ada dua makna kata berbahagia, yakni (1) dalam keadaan bahagia; (2) menikmati kebahagiaan. Dalam hal ini, keduanya adalah verba, sehingga yang (semestinya) berbahagia adalah pronominal, bukan nomina. Alhasil, yang dapat merasakan "kebahagiaan" adalah makhluk bernyawa, seperti Anda, saya, atau kita. Contoh kekeliruan lain yang sering kita dengar dari seorang pembawa acara (Master of Ceremony; MC) dalam berbagai kesempatan adalah, "Kepada Bapak Drs. Anu selaku pembicara, waktu dan tempat kami persilakan ...." Kekeliruan itu sering terjadi karena adanya tambahan kata "waktu" dan "tempat" yang disejajarkan dengan Bapak Drs. Anu. Logikanya, yang dipersilakan hanyalah orang (persona), bukan keterangan (adverbia) ataupun benda mati (nomina) seperti "waktu", "tempat", dan sebagainya. Adapun kalimat yang benar cukuplah, "Kepada Bapak Drs. Anu selaku pembicara, kami persilakan ...." Bandingkan dengan contoh, "Kepada Drs. Anu, Dra. Ani, dan Dr. Andi selaku pembicara, kami persilakan ...." Kalau mau lebih ringkas, kedua klausa di atas masih dapat dipersingkat menjadi: (1) "Kepada Bapak pembicara, dipersilakan". dan (2) "Kepada ketiga pembicara, dipersilakan". Ungkapan "dipersilakan" juga dapat kita ubah menjadi "dengan hormat kami persilakan", misalnya. Alhasil, berbahasa boleh dibilang gampang-gampang susah. Tetapi, jika kita mau mencermatinya dengan logika, hal demikian tidaklah sulit. Ternyata, berbahasa lisan pun butuh kecermatan dan kejelian, bukan? Diambil dan disunting seperlunya dari: Nama majalah: Intisari edisi Mei 2007 No. 526 Penulis: Akhmad Saefudin, S.S., M.E Halaman: 84 -- 85 STOP PRESS!___________________________________________________________ SITUS "PASKAH.SABDA.ORG": KUMPULAN BAHAN DAN FORUM DISKUSI PASKAH Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) kembali meluncurkan sebuah situs baru yang kami yakin akan menjadi berkat, khususnya menjelang perayaan Paskah di bulan April 2009 yang akan datang. Sesuai dengan isinya, yakni berbagai jenis bahan seputar Paskah yang pasti akan berguna bagi Anda dalam menyiapkan perayaan Paskah, maka situs ini kami sebut "paskah.sabda.org". Situs "paskah.sabda.org" adalah satu-satunya situs berbahasa Indonesia yang menyediakan bahan Paskah yang sangat lengkap, di antaranya: artikel Paskah, drama Paskah, renungan Paskah, bahan mengajar Paskah, kesaksian Paskah, khotbah audio Paskah, puisi Paskah, resensi buku Paskah, ulasan situs Paskah, tips Paskah, humor Paskah, lagu Paskah, gambar Paskah, dan kartu Paskah. Situs "paskah.sabda.org" juga dirancang sedemikian rupa agar setiap pengunjung bisa ikut berpartisipasi dengan mengirimkan renungan, artikel, atau juga blog Paskah untuk bisa saling berbagi berkat dengan pengunjung yang lain. Fasilitas forum diskusi paskah juga tersedia di situs ini sehingga pengunjung bisa ikut berdiskusi seputar topik Paskah, seperti Etimologis Arti Kata Paskah, Mengapa Kristus Harus Mati?, Apakah Kematian Kristus dapat Dibuktikan?, dan topik-topik diskusi menarik seputar Paskah lainnya. Keistimewaan lain dari situs ini adalah disediakannya fasilitas mengirimkan ucapan selamat Paskah untuk teman seiman dan pengunjung yang lain. Jadi, tunggu apa lagi? Segera kunjungi situs "paskah.sabda.org"! Mari berbagi berkat pada hari peringatan pengorbanan Yesus di kayu salib. Kemenangan-Nya atas maut, patut kita rayakan dan peringati karena Dialah Allah yang patut kita sembah. ==> http://paskah.sabda.org/ ______________________________________________________________________ Pimpinan redaksi: Davida Welni Dana Staf Redaksi: Yohanna Prita Amelia dan Sri Setyawati Kontak redaksi/Kirim bahan: penulis(at)sabda.org Berlangganan: Kirim e-mail ke subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Berhenti: Kirim e-mail ke unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Arsip e-Penulis: http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/ Situs Pelitaku: http://pelitaku.sabda.org/ Forum Penulis: http://pelitaku.sabda.org/forum Network Literatur: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_literatur ______________________________________________________________________ Melayani sejak 3 November 2004 Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA. Didistribusikan melalui sistem network I-KAN. Copyright(c) e-Penulis 2009 / YLSA -- http://www.ylsa.org/ Katalog SABDA: http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |