Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/34

e-Penulis edisi 34 (15-8-2007)

Meringkas, Menyadur, dan Mentranskrip

______________________________________________________________________

                              e-Penulis
                       (Menulis untuk Melayani)
                        Edisi 034/Agustus/2007


                  MERINGKAS, MENYADUR, DAN MENTRANSKRIP
                  -------------------------------------

  = DAFTAR ISI =
    * Dari Redaksi
    * Artikel           : Meringkas, Menyadur, dan Mentranskrip
    * Tips              : Cara Membuat Ringkasan
    * Pojok Bahasa      : Lebih Dekat dengan Preposisi "di" dan "pada"
    * Stop Press        : - Buletin Doa Open Doors
                          - Alamat Kontak yang Baru


                             DARI REDAKSI
                             ------------
  Salam sejahtera,

  Tulisan yang panjang terkadang menyulitkan pembaca untuk menelusuri
  ide penulis dengan jelas. Tidak jarang bila reproduksi tulisan
  dilakukan hanya untuk memudahkan pembaca dalam menangkap maksud dan
  isi tulisan. Reproduksi tersebut biasanya dapat dilakukan dengan
  tiga cara, yaitu meringkas, menyadur, dan mentranskrip.

  Di sisi lain, membuat ringkasan, saduran, maupun transkripsi menjadi
  salah satu cara mengasah kemampuan dan keahlian menulis. Tidak
  mengherankan memang, mengingat pembuat ringkasan, saduran, maupun
  transkripsi harus terlebih dahulu menangkap ide penulis dengan
  jelas. Edisi yang ada di hadapan Anda ini kiranya akan memberi
  kejelasan lebih lanjut mengenai tiga kegiatan reproduksi tulisan
  tersebut. Tentu saja kolom-kolom menarik lain akan menambah wawasan
  kepenulisan Anda pula. Jangan dilewatkan!

  Tidak lupa di bulan ini, kami segenap tim e-Penulis mengucapkan
  selamat bagi segenap bangsa Indonesia yang di bulan Agustus ini
  memeringati kemerdekaannya yang ke-62 tahun. Semoga semangat
  kemerdekaan ini semakin meningkatkan jiwa nasionalisme kita. Sahabat
  penulis, selamat menyimak sajian kami berikut dan tetap bersemangat
  di dalam Tuhan.

  Pimpinan redaksi e-Penulis,
  Kristina Dwi Lestari


                              ARTIKEL
                              -------

                MERINGKAS, MENYADUR, DAN MENTRANSKRIP
                       Oleh: Kristina Dwi Lestari

  Terkadang kita sulit untuk memahami ide sebuah tulisan yang panjang
  dan tidak jarang juga kita kemudian membuat ringkasan dari sebuah
  tulisan tersebut untuk membantu memahami ide-ide dari si penulis.
  Hal serupa juga dilakukan manakala kita ingin menyalin tulisan dalam
  bahasa lain atau karya tulis tertentu yang inti tulisannya ingin
  kita ketahui. Cara menyadur bisa menjadi sebuah alternatif.

  Meringkas, menyadur, dan mentranskrip memang memiliki kesamaan.
  Ketiganya masih berpatokan pada ide orang lain. Meski demikian,
  dalam hal mentranskrip, ada sedikit perbedaan. Kegiatan mentranskrip
  lebih kepada penyalinan bentuk lisan ke bentuk tulisan. Lebih jauh
  lagi tentang ketiga hal ini, diuraikan dalam tiga butir berikut
  ini.

  Meringkas
  ---------

  Menyajikan sebuah tulisan dari seorang pengarang ke dalam sebuah
  sajian tulisan yang ringkas bukan hal yang mudah. Kita harus membaca
  dengan cermat dan memerhatikan ketika kita harus menuliskannya
  secara ringkas. Hal ini berkaitan dengan upaya kita untuk menangkap
  gagasan atau ide dari pengarang. Langkah meringkas bisa kita pakai
  untuk mengetahui maksud dan tujuan pengarang juga dalam rangka
  menyajikan sebuah tulisan ke dalam bentuk yang ringkas, padat, dan
  tetap berpatokan pada ide asli pengarang.

  Dalam hal ini, yang harus kita perhatikan dalam membuat sebuah
  ringkasan adalah mempertahankan urutan asli dari ide asli pengarang.
  Akan tetapi, jangan kita mencampuradukkan pengertian tersebut ketika
  kita akan membuat sebuah ikhtisar. Patokan akan kedua hal tersebut
  ada perbedaannya. Dalam membuat ikhtisar, kita tidak perlu
  mempertahankan urutan karangan asli dan tidak perlu memberikan isi
  dari seluruh karangan itu secara proposional (Keraf 1984: 262).

  Berikut akan kita bahas tentang batasan arti ringkasan. Ringkasan
  diartikan sebagai penyajian singkat dari suatu karangan asli tetapi
  tetap mempertahankan urutan isi dan sudut pandang pengarang asli.
  Sedangkan perbandingan bagian atau bab dari karangan asli secara
  proposional tetap dipertahankan dalam bentuknya yang singkat itu
  (Keraf 1984: 262). Dengan kata lain, ringkasan adalah suatu cara
  yang efektif untuk menyajikan suatu karangan yang panjang dalam
  bentuk singkat.

  Lalu apa tujuan dari meringkas tersebut? Gorys Keraf mengemukakan
  bahwa membuat ringkasan dapat berguna untuk mengembangkan ekspresi
  serta penghematan kata. Latihan membuat ringkasan, menurut dia, akan
  mempertajam daya kreasi dan konsentrasi si penulis ringkasan
  tersebut. Penulis ringkasan dapat memahami dan mengetahui dengan
  mudah isi karangan aslinya, baik dalam penyusunan karangan, cara
  penyampaian gagasannya dalam bahasa dan susunan yang baik, cara
  pemecahan suatu masalah, dan lain sebagainya.

  Beberapa bentuk ringkasan di antaranya dapat berupa abstrak,
  sinopsis, dan simpulan. Dalam sebuah karya ilmiah (skripsi, laporan
  akhir, tesis, maupun desertasi), sebuah proses meringkas biasa
  disebut juga dengan abstrak (Widyamartana dan Sudiati 1997: 52).
  Abstrak atau ringkasan berdasarkan penjelasan Harianto GP (2000:
  227) dimaksudkan sebagai memberikan uraian yang sesingkat-singkatnya
  tentang segala pokok yang dibahas. Ringkasan dalam sebuah karya
  ilmiah hendaknya meliputi dasar masalah, asumsi dasar, hipotesa,
  metodologi, data, sumber-sumber pengolahan, kesimpulan, dan
  saran-saran.

  Ringkasan dalam bentuk sinopsis biasa dilakukan pada buku seperti
  karya fiksi atau nonfiksi. Bentuk sinopsis merupakan salah satu
  bentuk ringkas suatu karya yang kiranya dapat memberikan dorongan
  kepada orang lain untuk membaca secara utuh (Djuharie dan Suherli
  2001: 12).

  Sementara bentuk ringkasan yang lain adalah simpulan. Simpulan
  adalah bentuk ringkas yang mengungkapkan gagasan utama dari suatu
  uraian atau pembicaraan dengan memberikan penekanan pada ide sentral
  serta penyelesaian dari permasalahan yang diungkapkan (Djuharie dan
  Suherli 2001: 13).

  Menyadur
  --------

  Mencoba menyalin sebuah tulisan menjadi ringkas dapat dilakukan juga
  dengan cara menyadur. Bentuk saduran banyak kita lihat dalam karya
  fiksi. Penyaduran ini biasanya terlihat pada karya-karya yang
  berasal dari bahasa asing.

  Menyadur adalah menyusun kembali cerita secara bebas tanpa merusak
  garis besar cerita, biasanya dari bahasa lain. Menyadur juga
  diartikan sebagai mengolah (hasil penelitian, laporan, dsb.) atau
  mengikhtisarkan (KBBI 2002: 976). Dengan demikian, menyadur
  mengandung konsep menerjemahkan secara bebas dengan meringkas,
  menyederhanakan, atau mengembangkan tulisan tanpa mengubah pokok
  pikiran asal. Hal penting yang harus kita ketahui ialah bahwa dalam
  menyadur sebuah tulisan, ternyata kita diperkenankan untuk
  memperbaiki bentuk maupun bahasa karangan orang lain, misalnya dalam
  kasus karangan terjemahan.

  Dalam sebuah proses penyaduran karya orang lain, kita masih tetap
  berpegang untuk tidak mengubah pokok pikiran asal dari penulis
  aslinya. Sebagai contoh, ketika kita akan membuat saduran sebuah
  cerita, konsistensi yang perlu kita perhatikan adalah tetap
  berpegang pada alur cerita, ide cerita, maupun plot yang ada di
  dalam cerita tersebut. Jangan justru menambahi ide ke dalam cerita
  tersebut. Suatu hal yang tidak boleh kita lupakan dalam menyadur
  adalah dengan meminta izin, mencantumkan sumber tulisan berikut nama
  penulisnya.

  Mentranskrip
  ------------

  Saat kita mendengar kata transkrip, pemahaman kita tentu akan
  mengacu pada penyalinan sebuah bentuk lisan ke dalam bentuk tulisan.
  Transkripsi menurut definisi Harimukti Kridalaksana adalah
  pengubahan wicara menjadi bentuk tertulis; biasanya dengan
  menggambarkan tiap bunyi atau fonem dengan satu lambang (2001: 219).
  Hal ini sesuai dengan pandangan J.S. Badudu bahwa terjadi sebuah
  penyalinan teks dengan huruf lain untuk menunjukkan lafal,
  fonem-fonem bahasa yang bersangkutan (2005: 351). Transkrip dalam
  hal ini sangat berguna, khususnya sewaktu kita akan membuat salinan,
  catatan dari sebuah pembicaraan ke dalam bentuk tertulis.

  Ada beberapa macam transkripsi mengacu pada Kamus Linguistik
  Harimurti Kridalakasana (2002: 219). Meskipun sangat kental dengan
  istilah-istilah linguistik, mengingat pentranskripsian memang dekat
  dengan kajian ilmu fonetik, pengenalan macam-macam transkripsi
  berikut ini tentulah menambah wawasan kita.

    a. Transkripsi berurutan, yaitu transkripsi fonetis dari teks yang
       berurutan dan bukan dari kata-kata lepas.
    b. Transkripsi fonemis, yaitu transkripsi yang menggunakan satu
       lambang untuk menggambarkan satu fonem tanpa melihat perbedaan
       fonetisnya.
    c. Transkripsi fonetis, yaitu transkripsi yang berusaha
       menggambarkan semua bunyi secara teliti.
    d. Transkripsi kasar, yaitu transkripsi fonetis yang mempergunakan
       lambang terbatas berdasarkan analisis fonemis yang dipergunakan
       sebagai sistem aksara yang mudah dibaca.
    e. Transkripsi impresionistis, yaitu transkripsi fonetis dengan
       lambang sebanyak-banyaknya yang dibuat tanpa pengetahuan
       mengenai sistem bahasa tertentu; transkripsi semacam ini biasa
       dibuat pada pengenalan pertama suatu bahasa.
    f. Transkripsi ortografis, yaitu transkripsi yang sesuai dengan
       kaidah-kaidah ejaan suatu bahasa.
    g. Transkripsi saksama, yaitu transkripsi fonetis yang secara
       cermat menggambarkan kontinum wicara.
    h. Transkripsi sistematis, yaitu transkripsi fonetis dengan
       lambang terbatas yang dibuat setelah si penyelidik mengenal
       bahasanya dan setelah segmen-segmen ujaran diketahui.

  Secara garis besar, bentuk transkripsi merupakan bentuk tertulis
  dari ucapan. Beberapa contoh bentuk transkrip, misalnya transkrip
  pidato, wawancara, atau keterangan pers. Proses tersebut, sebagaimna
  disebutkan Shaddily dan Echols, sama halnya dengan mencatat atau
  menuliskan hasil pembicaraan. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan
  menuliskan kata demi kata dari suatu sumber untuk keperluan tertentu
  (biasanya direkam) pada radio perekam dan disalin dalam bentuk
  tulisan atau ketik.

  Sebuah cara penulisan dengan meringkas, menyadur, dan mentranskrip,
  di dalamnya mencakup cara menyajikan sebuah tulisan, pembicaran ke
  dalam bentuk tertulis yang tersaji secara ringkas. Sebuah bentuk
  ringkasan dari sebuah tulisan hendaknya tetap menekankan sisi
  konsistensi akan sebuah urut-urutan sesuai dengan ide atau gagasan
  pengarang. Begitu halnya saat kita menyadur, hal tersebut juga
  berlaku -- tetap mempertahankan ide dari naskah asli. Sementara
  mentranskrip lebih kepada upaya menyajikan sebuah bentuk lisan ke
  dalam tulisan. Penyajian hasil tulisan dengan ketiga bentuk
  tersebut ternyata dapat menjadi latihan yang baik bagi kita.
  Terutama untuk mempertajam pemahaman kita tentang karya asli.
  Tambahan lagi, kita akan menjadi lebih mencermati apa yang kita baca
  maupun dengar, tegas Keraf (1984:262).

  Daftar Referensi:

  Djuharie, O dan Setiawan, Suherli. 2001. "Panduan Membuat Karya
    Tulis". Bandung: Yrama Widya.
  Ditranskripsikan, dalam http://ind.proz.com/kudoz/1644238#3789276
  Echols, M.John dan Shadily, Hassan. 1989. "Kamus Indonesia-Inggris".
    Jakarta: Gramedia.
  Harianto, GP. 2000. Teknik Penulisan Literatur. Bandung: Penerbit
    Agiamedia.
  Kridalaksana, Harimurti. 2001. "Kamus Lingusitik". Jakarta:
    Gramedia.
  Keraf, Gorys. 1984. "Komposisi". Flores: Penerbit Nusa Indah
  Badudu, JS. 2005. "Kamus Kata-Kata Serapan Asing dalam Bahasa
    Indonesia". Jakarta: Kompas
  Widyamartaya, Al dan Sudiati, Veronica. 1997. "Dasar-Dasar Menulis
    Karya Ilmiah". Jakarta: Grasindo.
  Poon, PM. "Kaedah Pengejaan Istilah Pinjaman", dalam
    http://ms.wikipedia.org/wiki/Pengguna:PM_Poon/Kaedah_pengejaan_istilah_pinjaman
  Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. "Kamus Besar Bahasa
    Indonesia". Jakarta: Balai Pustaka.


                                TIPS
                                ----

                        CARA MEMBUAT RINGKASAN
                   Diringkas Oleh: Puji Arya Yanti

  Bagi orang yang sudah terbiasa membuat ringkasan, mungkin kaidah
  yang berlaku dalam menyusun ringkasan telah tertanam dalam benaknya.
  Meski demikian, tentulah perlu diberikan beberapa patokan sebagai
  pegangan dalam membuat ringkasan terutama bagi mereka yang baru
  mulai atau belum pernah membuat ringkasan. Berikut ini beberapa
  pegangan yang dipergunakan untuk membuat ringkasan yang baik dan
  teratur.

  1. Membaca Naskah Asli
     Bacalah naskah asli sekali atau dua kali, kalau perlu berulang
     kali agar Anda mengetahui kesan umum tentang karangan tersebut
     secara menyeluruh. Penulis ringkasan juga perlu mengetahui maksud
     dan sudut pandangan penulis naskah asli. Untuk mencapainya, judul
     dan daftar isi tulisan (kalau ada) dapat dijadikan pegangan
     karena perincian daftar isi memunyai pertalian dengan judul dan
     alinea-alinea dalam tulisan menunjang pokok-pokok yang tercantum
     dalam daftar isi.

  2. Mencatat Gagasan Utama
     Jika Anda sudah menangkap maksud, kesan umum, dan sudut pandangan
     pengarang asli, silakan memperdalam dan mengonkritkan semua hal
     itu. Bacalah kembali karangan itu bagian demi bagian, alinea demi
     alinea sambil mencatat semua gagasan yang penting dalam bagian
     atau alinea itu. Pokok-pokok yang telah dicatat dipakai untuk
     menyusun sebuah ringkasan. Langkah kedua ini juga menggunakan
     judul dan daftar isi sebagai pegangan. Yang menjadi sasaran
     pencatatan adalah judul-judul bab, judul anak bab, dan alinea,
     kalau perlu gagasan bawahan alinea yang betul-betul esensial
     untuk memperjelas gagasan utama tadi juga dicatat.

  3. Mengadakan Reproduksi
     Pakailah kesan umum dan hasil pencatatan untuk membuat ringkasan.
     Urutan isi disesuaikan dengan naskah asli, tapi kalimat-kalimat
     dalam ringkasan yang dibuat adalah kalimat-kalimat baru yang
     sekaligus menggambarkan kembali isi dari karangan aslinya. Bila
     gagasan yang telah dicatat ada yang masih kabur, silakan melihat
     kembali teks aslinya, tapi jangan melihat teks asli lagi untuk
     hal lainnya agar Anda tidak tergoda untuk menggunakan kalimat
     dari penulis asli. Karena kalimat penulis asli hanya boleh
     digunakan bila kalimat itu dianggap penting karena merupakan
     kaidah, kesimpulan, atau perumusan yang padat.

  4. Ketentuan Tambahan
     Setelah melakukan langkah ketiga, terdapat beberapa hal yang
     perlu diperhatikan agar ringkasan itu diterima sebagai suatu
     tulisan yang baik.

     a. Susunlah ringkasan dalam kalimat tunggal daripada kalimat
        majemuk.

     b. Ringkaskanlah kalimat menjadi frasa, frasa menjadi kata. Jika
        rangkaian gagasan panjang, gantilah dengan suatu gagasan
        sentral saja.

     c. Besarnya ringkasan tergantung jumlah alinea dan topik utama
        yang akan dimasukkan dalam ringkasan. Ilustrasi, contoh,
        deskripsi, dsb. dapat dihilangkan, kecuali yang dianggap
        penting.

     d. Jika memungkinkan, buanglah semua keterangan atau kata sifat
        yang ada, meski terkadang sebuah kata sifat atau keterangan
        masih dipertahankan untuk menjelaskan gagasan umum yang
        tersirat dalam rangkaian keterangan atau rangkaian kata sifat
        yang terdapat dalam naskah.

     e. Anda harus mempertahankan susunan gagasan dan urutan naskah.
        Tapi yang sudah dicatat dari karangan asli itulah yang harus
        dirumuskan kembali dalam kalimat ringkasan Anda. Jagalah juga
        agar tidak ada hal yang baru atau pikiran Anda sendiri yang
        dimasukkan dalam ringkasan.

     f. Agar dapat membedakan ringkasan sebuah tulisan biasa (bahasa
        tak langsung) dan sebuah pidato/ceramah (bahasa langsung) yang
        menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal atau jamak,
        ringkasan pidato atau ceramah itu harus ditulis dengan sudut
        pandangan orang ketiga.

     g. Dalam sebuah ringkasan ditentukan pula panjangnya. Karena itu,
        Anda harus melakukan seperti apa yang diminta. Bila diminta
        membuat ringkasan menjadi seperseratus dari karangan asli,
        maka haruslah membuat demikian. Untuk memastikan apakah
        ringkasan yang dibuat sudah seperti yang diminta, silakan
        hitung jumlah seluruh kata dalam karangan itu dan bagilah
        dengan seratus. Hasil pembagian itulah merupakan panjang
        karangan yang harus ditulisnya. Perhitungan ini tidak
        dimaksudkan agar Anda menghitung secara tepat jumlah riil kata
        yang ada. Tapi perkiraan yang dianggap mendekati kenyataan.
        Jika Anda harus meringkaskan suatu buku yang tebalnya 250
        halaman menjadi sepersepuluhnya, perhitungan yang harus Anda
        lakukan adalah sebagai berikut:

        1. Panjang karangan asli (berupa kata) adalah:
           Jumlah halaman x Jumlah baris per halaman x Jumlah kata per
           baris = 250 x 35 X 9 kata = 78.750 kata.

        2. Panjang ringkasan berupa jumlah kata adalah: 78.750 : 10 =
           7.875 kata. Panjang ringkasan berupa jumlah halaman ketikan
           adalah: jika kertas yang dipergunakan berukuran kuarto,
           jarak antar baris dua spasi, tiap baris rata-rata sembilan
           kata, pada halaman kertas kuarto dapat diketik 25 baris
           dengan jarak dua spasi, maka: Jumlah kata per halaman
           adalah: 25x 9 kata = 225. Jumlah halaman yang diperlukan
           adalah: 7.875:225 = 35 halaman.

  Diringkas dari:
  Judul buku   : Komposisi
  Penulis      : Gorys Keraf
  Penerbit     : Nusa Indah, Ende 1984
  Halaman      : 263 -- 269


                            POJOK BAHASA
                            ------------

             LEBIH DEKAT DENGAN PREPOSISI "DI" DAN "PADA"

  Kawan saya, seorang editor baru, kerap dibuat puyeng dengan sejumlah
  kaidah bahasa Indonesia. Harap maklum, dia lulusan ITB dan memang
  menjadi (lebih tepatnya sebagai kopieditor), sebelum ideal disebut
  editor.

  Singkat cerita, kawan itu telah enam bulan menjadi kopieditor.
  Sayangnya, ia kurang mendapat sentuhan "editor sungguh-sungguh".
  Kasihan memang kalau kawan saya yang kampiun di bidang sains itu,
  begitu gelagapan menghadapi segala tetek bengek kaidah kebahasaan.
  Padahal, kopieditor harus berhadapan dengan naskah. Idealnya, ketika
  menggarap naskah, kopieditor harus memerhatikan: keterbacaan,
  ketaatasasan, kebenaran bahasa, kebenaran ejaan, kejelasan dan gaya
  bahasa, ketelitian/kebenaran data dan fakta, legalitas dan
  kesopanan, penyediaan dan penyuntingan ilustrasi, perincian
  produksi, dan kelengkapan bagian buku.

  Dalam bahasa Indonesia, "di" memunyai dua fungsi. Pertama, sebagai
  prefiks (awalan) dan kedua sebagai preposisi (kata depan). Kedua
  fungsi yang berbeda ini kerap dikacaukan dalam penggunaannya.

  Sebagai prefiks, "di" selalu diikuti oleh verba (kata kerja) dan
  ditulis serangkai dengan verba tersebut. Sebagai preposisi, "di"
  selalu diikuti oleh kata yang menerangkan tempat. Dalam hal ini,
  "di" ditulis terpisah dari keterangan tempat yang mengikutinya.
  Contoh prefiks: ditulis, dimakan, dan didorong. Contoh preposisi: di
  jalan, di kantor, dan di Bandung.

  Untuk keterangan tempat yang lebih spesifik, preposisi "di" mendapat
  tambahan kata yang sesuai dengan kekhususan tersebut, seperti atas,
  bawah, luar, dalam, muka, dan belakang. Dalam konteks ini, preposisi
  "di" tetap ditulis terpisah dari kata tambahan tersebut. Perhatikan
  contoh berikut: di meja, di kantor, di sekolah, di masjid, dan di
  rumah (tidak khusus). Adapun, di atas meja, di luar kantor, di depan
  sekolah, di belakang masjid, dan di dalam rumah (khusus). Preposisi
  "di" juga ditulis terpisah jika diikuti kata-kata, seperti antara
  (di antara), mana (di mana), sana/sini (di sana/sini).

  Preposisi "di" tidak boleh digunakan untuk menunjukkan waktu.
  Sebagai gantinya, digunakan preposisi "pada". Perhatikanlah contoh
  berikut: di zaman Sriwijaya, di era pembangunan, di masa revolusi,
  di bulan yang lalu, dan di senja hari (tidak sesuai dengan kaidah).
  Seharusnya: pada zaman Sriwijaya, pada era pembangunan, pada masa
  revolusi, pada bulan yang lalu, dan pada senja hari (sesuai dengan
  kaidah).

  Jika ada keterangan waktu yang menggunakan preposisi "di", biasanya
  hal semacam itu terdapat dalam sajak atau syair. Penyair memang
  memiliki kebebasan yang dikenal dengan sebutan licentia poetica.
  Kadang-kadang seorang pnnyair harus menyusun kata-kata untuk
  mendapatkan keseimbangan bunyi yang dapat melahirkan rasa keindahan.
  Dalam prosa dan esai, tidak boleh digunakan preposisi "di" untuk
  menunjukkan waktu. Larik berikut dibolehkan berdasarkan licentia
  poetica: di senja yang kelam ... di musim yang silam .... Kalau
  diukur dengan kaidah bahasa Indonesia, nukilan larik itu seharusnya
  berbunyi: pada senja yang kelam ...pada musim yang silam ....

  Preposisi "di" tidak digunakan jika diikuti oleh kata ganti orang,
  seperti saya, dia, kamu, mereka, ayah, ibu, dan kakak. Sebagai
  gantinya, digunakan kata depan "pada". Perhatikan contoh berikut:
  "Bukumu ada di saya" atau "Titipkan bukuku di Sandri" (tidak sesuai
  dengan kaidah). Adapun, "Bukumu ada pada saya" atau "Titipkan bukuku
  pada Sandri" (sesuai dengan kaidah).

  Preposisi "di" tidak digunakan jika yang mengikutinya adalah kata
  benda abstrak (niskala/tak berwujud). Sebagai gantinya, digunakan
  preposisi "pada", kadang-kadang dapat juga digunakan preposisi
  "dalam". Perhatikan contoh berikut: di pertandingan itu, di
  pikirannya, di pertemuan itu, dan di kesempatan ini (tidak sesuai
  dengan kaidah). Adapun, pada (dalam) pertandingan itu, pada (dalam)
  pikirannya, pada (dalam) pertemuan itu, dan pada (dalam) kesempatan
  ini (sesuai dengan kaidah).

  Kata depan "di" tidak digunakan jika keterangan tempat didahului
  oleh angka (jika kata depan itu diikuti oleh angka), misalnya Di
  Sebuah Kapal, di dua kamar dipasang, di banyak kantor, dan di lima
  kota (tidak sesuai dengan kaidah). Adapun, Pada Sebuah Kapal (judul
  novel Nh. Dini), pada dua kamar dipasang, pada banyak kantor, dan
  pada lima kota (sesuai dengan kaidah).

  Kata depan "di" tidak digunakan jika diikuti oleh keterangan tempat
  yang tidak sebenarnya, misalnya Di wajahmu kulihat bulan, Sisa
  makanan yang tertinggal di sela-sela gigi dapat menyebabkan sakit
  gigi, Peganglah kepalanya dengan satu tangan di dagu dan satu tangan
  di dahi, dan Pasanglah penghalang di sisi kiri dan kanan tangga
  (tidak sesuai dengan kaidah). Adapun, Pada wajahmu kulihat bulan,
  Sisa makanan yang tertinggal pada sela-sela gigi dapat menyebabkan
  sakit gigi, Peganglah kepalanya dengan satu tangan pada dagu dan
  satu tangan pada dahi, dan Pasanglah penghalang pada sisi kiri dan
  kanan tangga (sesuai dengan kaidah).

  Preposisi "pada" berubah menjadi "kepada" jika tekanannya mengenai
  arah. Contohnya, Geri melapor kepada polisi. Jika tekanannya tidak
  mengenai arah, gunakan preposisi "pada", misalnya Buku ini saya
  berikan pada Ibu Farika.

  Diambil dan diedit seperlunya dari:
  Nama majalah : Matabaca (2005)
  Judul Artikel: Lebih Dekat Dengan Preposisi "di" dan "pada"
  Penulis      : Edi Warsidi
  Halaman      : 20


                            STOP PRESS
                            ----------

                      BULETIN DOA OPEN DOORS

  Rindukah Anda berdoa bagi para pengikut Kristus di seluruh dunia
  yang saat ini sedang mengalami kesulitan dan tekanan karena
  memberitakan Injil atau yang sedang dianiaya karena mempertahankan
  iman mereka pada Yesus Kristus? Buletin Doa Open Doors, yang hadir
  sebagai hasil kerja sama antara Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) dan
  Yayasan Obor Damai Indonesia, ingin mendorong Anda terlibat dalam
  pelayanan misi melalui doa-doa yang Anda naikkan setiap hari.
  Daftarkan diri Anda untuk menjadi pelanggan sehingga Buletin doa
  Open Doors ini dapat hadir ke mailbox Anda secara rutin setiap awal
  bulan. Untuk berlangganan, sangat mudah, silakan isi formulir di
  bawah ini dan potong lalu kirimkan ke alamat:

  ==>   < doa(at)sabda.org >

  ------------------------- potong di sini --------------------------

                    FORMULIR BULETIN DOA OPEN DOORS

  Nama lengkap :
  Alamat e-mail:
  Umur         :
  Gereja       :
  Kantor kerja :

  ------------------------- potong di sini --------------------------
                Kirim ke: ==>   < doa(at)sabda.org >

  Anda juga dapat mengajak teman atau gereja Anda untuk ikut berdoa,
  silakan daftarkan mereka dengan menyalin formulir di atas dan
  mengisikan informasi tentang mereka, lalu kirimkan kepada kami ke
  alamat yang sama.

  Informasi:
  Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
  ==>    < http://www.sabda.org/ylsa >
  Yayasan Obor Damai Indonesia (Open Doors International)
  ==>    < http://www.opendoors.org/ >


                        ALAMAT KONTAK YANG BARU

  Berkenaan dengan penataan ulang sistem e-mail pada Yayasan Lembaga
  SABDA, dengan ini kami memberitahukan perihal penggantian alamat
  kontak Redaksi e-Penulis kepada para pelanggan sekalian. Bila
  sebelumnya kami menggunakan alamat < staf-penulis(at)sabda.org >,
  sekarang kami menggunakan alamat:

                        penulis(at)sabda.org

  sehingga berbagai jenis korespondensi dapat ditujukan kepada kami
  melalui alamat baru tersebut. Kami nantikan masukan maupun kritik
  Anda perihal pengembangan e-Penulis ini di alamat tersebut.

______________________________________________________________________

Penanggung jawab: Kristina Dwi Lestari
Kontributor     : Puji Arya Yanti
Berlangganan    : Kirim e-mail ke
                  subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Berhenti        : Kirim e-mail ke
                  unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Kirim bahan     : Kirim e-mail ke
                  penulis(at)sabda.org
Arsip e-Penulis : http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/
Situs CWC       : http://www.ylsa.org/cwc/
Situs Pelitaku  : http://pelitaku.sabda.org/
______________________________________________________________________
      Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA.
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN.
                     Copyright(c) e-Penulis 2007
                  YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/
                       http://katalog.sabda.org/
                    Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org