Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/28

e-Penulis edisi 28 (23-2-2007)

Dasar-Dasar Jurnalistik

______________________________________________________________________

                              e-Penulis
                       (Menulis untuk Melayani)
                        Edisi 028/Februari/2007


                       Dasar-Dasar Jurnalistik
                       -----------------------

  = DAFTAR ISI =
    * Dari Redaksi
    * Artikel (1)  : Dasar-Dasar Jurnalistik
    * Artikel (2)  : Judul Berita di Surat Kabar
    * Tips         : Beberapa Patokan dalam Menulis
    * STOP PRESS!  : Berita PESTA: Info Aktual Pesta


                             DARI REDAKSI
                             ------------

  Salam sejahtera,

  Pada 9 Februari 2007 yang lalu, pers kita telah berusia 61 tahun.
  Dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional, pada tanggal tersebut
  diadakan pula Konvensi Media Massa yang bertempat di Samarinda,
  Kalimantan Timur. Tema yang diambil dalam konvensi tersebut, yaitu
  Pers dan Kemiskinan, yang dianggap sangat tepat dengan kondisi
  bangsa kita saat ini.

  Berkenaan dengan peringatan itu pulalah e-Penulis kali ini
  menghadirkan topik jurnalistik kepada para pembaca sekalian. Dengan
  sejumlah artikel seputar jurnalistik, kami berharap wawasan Anda
  akan semakin terbuka. Siapa tahu Anda berminat untuk mendalami
  bidang jurnalistik lewat jalur akademik?


  Penanggung jawab e-Penulis,
  Raka Sukma Kurnia


                               ARTIKEL
                               -------

                       DASAR-DASAR JURNALISTIK
                      Oleh: Kristina Dwi Lestari

  Pesatnya kemajuan media informasi dewasa ini cukup memberikan
  kemajuan yang signifikan. Media cetak maupun elektronik pun saling
  bersaing kecepatan sehingga tidak ayal bila si pemburu berita
  dituntut kreativitasnya dalam penyampaian informasi. Penguasaan
  dasar-dasar pengetahuan jurnalistik merupakan modal yang amat
  penting manakala kita terjun di dunia ini. Keberadaan media tidak
  lagi sebatas penyampai informasi yang aktual kepada masyarakat, tapi
  media juga mempunyai tanggung jawab yang berat dalam menampilkan
  fakta-fakta untuk selalu bertindak objektif dalam setiap
  pemberitaannya.

  Apa Itu Jurnalistik?
  --------------------
  Menurut Kris Budiman, jurnalistik (journalistiek, Belanda) bisa
  dibatasi secara singkat sebagai kegiatan penyiapan, penulisan,
  penyuntingan, dan penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran
  media tertentu. Jurnalistik mencakup kegiatan dari peliputan sampai
  kepada penyebarannya kepada masyarakat. Sebelumnya, jurnalistik
  dalam pengertian sempit disebut juga dengan publikasi secara cetak.
  Dewasa ini pengertian tersebut tidak hanya sebatas melalui media
  cetak seperti surat kabar, majalah, dsb., namun meluas menjadi media
  elektronik seperti radio atau televisi. Berdasarkan media yang
  digunakan meliputi jurnalistik cetak (print journalism), elektronik
  (electronic journalism). Akhir-akhir ini juga telah berkembang
  jurnalistik secara tersambung (online journalism).

  Jurnalistik atau jurnalisme, menurut Luwi Ishwara (2005), mempunyai
  ciri-ciri yang penting untuk kita perhatikan.
  a. Skeptis
     Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu,
     meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar
     tidak mudah tertipu. Inti dari skeptis adalah keraguan. Media
     janganlah puas dengan permukaan sebuah peristiwa serta enggan
     untuk mengingatkan kekurangan yang ada di dalam masyarakat.
     Wartawan haruslah terjun ke lapangan, berjuang, serta menggali
     hal-hal yang eksklusif.

  b. Bertindak (action)
     Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia
     akan mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang
     wartawan.

  c. Berubah
     Perubahan merupakan hukum utama jurnalisme. Media bukan lagi
     sebagai penyalur informasi, tapi fasilitator, penyaring dan
     pemberi makna dari sebuah informasi.

  d. Seni dan Profesi
     Wartawan melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa
     untuk menangkap aspek-aspek yang unik.

  e. Peran Pers
     Pers sebagai pelapor, bertindak sebagai mata dan telinga publik,
     melaporkan peristiwa-peristiwa di luar pengetahuan masyarakat
     dengan netral dan tanpa prasangka. Selain itu, pers juga harus
     berperan sebagai interpreter, wakil publik, peran jaga, dan
     pembuat kebijaksanaan serta advokasi.

  Berita
  ------
  Ketika membahas mengenai jurnalistik, pikiran kita tentu akan
  langsung tertuju pada kata "berita" atau "news". Lalu apa itu
  berita? Berita (news) berdasarkan batasan dari Kris Budiman adalah
  laporan mengenai suatu peristiwa atau kejadian yang terbaru
  (aktual); laporan mengenai fakta-fakta yang aktual, menarik
  perhatian, dinilai penting, atau luar biasa. "News" sendiri
  mengandung pengertian yang penting, yaitu dari kata "new" yang
  artinya adalah "baru". Jadi, berita harus mempunyai nilai kebaruan
  atau selalu mengedepankan aktualitas. Dari kata "news" sendiri, kita
  bisa menjabarkannya dengan "north", "east", "west", dan "south".
  Bahwa si pencari berita dalam mendapatkan informasi harus dari
  keempat sumber arah mata angin tersebut.

  Selanjutnya berdasarkan jenisnya, Kris Budiman membedakannya menjadi
  "straight news" yang berisi laporan peristiwa politik, ekonomi,
  masalah sosial, dan kriminalitas, sering disebut sebagai berita
  keras (hard news). Sementara "straight news" tentang hal-hal semisal
  olahraga, kesenian, hiburan, hobi, elektronika, dsb., dikategorikan
  sebagai berita ringan atau lunak (soft news). Di samping itu,
  dikenal juga jenis berita yang dinamakan "feature" atau berita
  kisah. Jenis ini lebih bersifat naratif, berkisah mengenai
  aspek-aspek insani (human interest). Sebuah "feature" tidak terlalu
  terikat pada nilai-nilai berita dan faktualitas. Ada lagi yang
  dinamakan berita investigatif (investigative news), berupa hasil
  penyelidikan seorang atau satu tim wartawan secara lengkap dan
  mendalam dalam pelaporannya.

  Nilai Berita
  ------------
  Sebuah berita jika disajikan haruslah memuat nilai berita di
  dalamnya. Nilai berita itu mencakup beberapa hal, seperti berikut.
  (1) Objektif: berdasarkan fakta, tidak memihak.
  (2) Aktual: terbaru, belum "basi".
  (3) Luar biasa: besar, aneh, janggal, tidak umum.
  (4) Penting: pengaruh atau dampaknya bagi orang banyak; menyangkut
      orang penting/terkenal.
  (5) Jarak: familiaritas, kedekatan (geografis, kultural,
      psikologis).

  Lima nilai berita di atas menurut Kris Budiman sudah dianggap cukup
  dalam menyusun berita. Namun, Masri Sareb Putra dalam bukunya
  "Teknik Menulis Berita dan Feature", malah memberikan dua belas
  nilai berita dalam menulis berita (2006: 33). Dua belas hal tersebut
  di antaranya adalah:
  (1) sesuatu yang unik,
  (2) sesuatu yang luar biasa,
  (3) sesuatu yang langka,
  (4) sesuatu yang dialami/dilakukan/menimpa orang (tokoh) penting,
  (5) menyangkut keinginan publik,
  (6) yang tersembunyi,
  (7) sesuatu yang sulit untuk dimasuki,
  (8) sesuatu yang belum banyak/umum diketahui,
  (9) pemikiran dari tokoh penting,
  (10)komentar/ucapan dari tokoh penting,
  (11)kelakuan/kehidupan tokoh penting, dan
  (12)hal lain yang luar biasa.

  Dalam kenyataannya, tidak semua nilai itu akan kita pakai dalam
  sebuah penulisan berita. Hal terpenting adalah adanya aktualitas
  dan pengedepanan objektivitas yang terlihat dalam isi tersebut.

  Anatomi Berita dan Unsur-Unsur
  -------------------------------
  Seperti tubuh kita, berita juga mempunyai bagian-bagian, di
  antaranya adalah sebagai berikut.
  (1) Judul atau kepala berita (headline).
  (2) Baris tanggal (dateline).
  (3) Teras berita (lead atau intro).
  (4) Tubuh berita (body).

  Bagian-bagian di atas tersusun secara terpadu dalam sebuah berita.
  Susunan yang paling sering didengar ialah susunan piramida terbalik.
  Metode ini lebih menonjolkan inti berita saja. Atau dengan kata
  lain, lebih menekankan hal-hal yang umum dahulu baru ke hal yang
  khusus. Tujuannya adalah untuk memudahkan atau mempercepat pembaca
  dalam mengetahui apa yang diberitakan; juga untuk memudahkan para
  redaktur memotong bagian tidak/kurang penting yang terletak di
  bagian paling bawah dari tubuh berita (Budiman 2005) . Dengan
  selalu mengedepankan unsur-unsur yang berupa fakta di tiap
  bagiannya, terutama pada tubuh berita. Dengan senantiasa
  meminimalkan aspek nonfaktual yang pada kecenderuangan akan menjadi
  sebuah opini.

  Untuk itu, sebuah berita harus memuat "fakta" yang di dalamnya
  terkandung unsur-unsur 5W + 1H. Hal ini senada dengan apa yang
  dimaksudkan oleh Lasswell, salah seorang pakar komunikasi (Masri
  Sareb 2006: 38).
  (1) Who - siapa yang terlibat di dalamnya?
  (2) What - apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?
  (3) Where - di mana terjadinya peristiwa itu?
  (4) Why - mengapa peristiwa itu terjadi?
  (5) When - kapan terjadinya?
  (6) How - bagaimana terjadinya?

  Tidak hanya sebatas berita, bentuk jurnalistik lain, khususnya dalam
  media cetak, adalah berupa opini. Bentuk opini ini dapat berupa
  tajuk rencana (editorial), artikel opini atau kolom (column), pojok
  dan surat pembaca.

  Sumber Berita
  -------------
  Hal penting lain yang dibutuhkan dalam sebuah proses jurnalistik
  adalah pada sumber berita. Ada beberapa petunjuk yang dapat membantu
  pengumpulan informasi, sebagaimana diungkapkan oleh Eugene J. Webb
  dan Jerry R. Salancik (Luwi Iswara 2005: 67) berikut ini.

  (1) Observasi langsung dan tidak langsung dari situasi berita.
  (2) Proses wawancara.
  (3) Pencarian atau penelitian bahan-bahan melalui dokumen publik.
  (4) Partisipasi dalam peristiwa.

  Kiranya tulisan singkat tentang dasar-dasar jurnalistik di atas akan
  lebih membantu kita saat mengerjakan proses kreatif kita dalam
  penulisan jurnalistik.


  Sumber bacaan:

  Budiman, Kris. 2005. "Dasar-Dasar Jurnalistik: Makalah yang
    disampaikan dalam Pelatihan Jurnalistik -- Info Jawa 12-15
    Desember 2005. Dalam www.infojawa.org.
  Ishwara, Luwi. 2005. "Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar". Jakarta:
     Penerbit Buku Kompas.
  Putra, R. Masri Sareb. 2006. "Teknik Menulis Berita dan Feature".
    Jakarta: Indeks.


                              ARTIKEL 2
                              ---------

                     JUDUL BERITA DI SURAT KABAR
                       Oleh: Raka Sukma Kurnia

  Ketika membaca surat kabar, umumnya mata kita akan tertuju pada
  judul beritanya terlebih dahulu. Tatkala judul beritanya menarik,
  barulah kita meneruskan membaca artikel tersebut.

  Memang harus diakui bahwa judul berita berperan penting untuk
  menggiring pembaca agar menelusuri isi berita yang disampaikan.
  Namun, kalau kita perhatikan, judul-judul dalam surat kabar itu
  bukanlah judul-judul yang baik. Coba saja simak judul-judul berita
  berikut yang diambil dari hari Rabu, 21 Februari 2007, dari tiga
  surat kabar berbeda.

  a. Yusril Tak Tuding Ketua KPK Korupsi ("Kompas", halaman 1)
  b. Kegagalan Pemerintah Ancam Keamanan Negara ("Kompas", halaman 2)
  c. Ketua DPR: Tindak Tegas Yusril! ("Solopos", halaman 1)
  d. Messi dan Eto`o perkuat Barca ladeni Liverpool ("Solopos",
     halaman 1)
  e. Presiden Harus Tertibkan Menterinya ("Seputar Indonesia",
     halaman 1)
  f. I1 Divo Bius Penggemar Jakarta ("Seputar Indonesia", halaman 16)

  Kalau melihat dari aspek kebakuan secara morfologis, judul-judul
  berita di atas bukanlah judul-judul yang baik. Mari kita lihat lebih
  mendalam.

  Pada contoh (a), kata "tak" merupakan bentuk singkat dari "tidak".
  Lalu, meskipun kata "tuding" pada prinsipnya merupakan jenis verba
  atau kata kerja, tidaklah jelas apakah Yusril "menuding" (Ketua KPK)
  atau malah "dituding" (Ketua KPK). Bagi yang mengikuti berita ini
  dari siaran televisi, tentu dapat menjawabnya. Namun, andaikan kita
  tidak memiliki skemata (pengetahuan latar) tertentu mengenai kasus
  tersebut, judul tersebut tentu membingungkan.

  Dengan melakukan pendekatan yang sama, kita bisa menilai bahwa
  contoh-contoh lainnya pun bukanlah judul yang baik. Pada contoh (c),
  misalnya, kata "menyerukan" atau "meminta", justru digantikan dengan
  tanda titik dua (:). Selain itu, penggunaan kata dasar "tindak" pada
  prinsipnya juga kurang tepat, seharusnya "menindak".

  Kasus yang berbeda justru kita temukan di harian "Solopos" pada
  contoh (d). "Messi dan Eto`o perkuat Barca ladeni Liverpool" menjadi
  salah satu berita yang menghias halaman muka "Solopos" Rabu, 21
  Februari 2007. Tidak seperti judul pada umumnya, huruf awal
  masing-masing kata tidak diawali dengan huruf kapital. Kalaupun
  hendak diposisikan sebagai kalimat, faktanya tidak ada tanda baca
  yang mengakhiri. Ada pula kata "perkuat" dan "ladeni", yang tidak
  diawali oleh huruf kapital. Padahal kedua kata tersebut tidak
  termasuk kata depan, juga bukan konjungsi.

  Keenam judul berita itu sebaiknya ditulis sebagai berikut.

  e. Yusril Tidak Menuding Ketua KPK Melakukan Korupsi
  f. Kegagalan Pemerintah Mengancam Keamanan Negara
  g. Ketua DPR Meminta Pihak Berwajib untuk Menindak Tegas Yusril
  h. Messi dan Eto`o Memperkuat Barca Guna Meladeni Liverpool
  i. Presiden Harus Menertibkan Menterinya
  j. Il Divo Membius Para Penggemarnya di Jakarta

  Meski demikian, faktanya model penulisan judul yang melesapkan
  (menghilangkan) prefiks maupun unsur kata lain tampaknya justru
  menjadi ciri khas tersendiri dalam penulisan judul surat kabar.
  Padahal, sebagaimana dikemukakan wartawan senior, H. Rosihan Anwar,
  bahasa jurnalistik harus didasarkan pada bahasa baku.

  Setidaknya, ada beberapa alasan mengapa judul-judul yang disajikan
  justru menyalahi kaidah.

  a. Penekanan aspek komunikatif
  Penulisan judul berita tampaknya dibuat sedemikian rupa agar pembaca
  langsung dapat menangkap isi berita. Hal ini sangat bermanfaat bagi
  para penikmat berita yang tidak memiliki waktu yang cukup untuk
  membaca.

  b. Menghadirkan rasa ingin tahu pembaca.
  Pelesapan unsur-unsur tertentu, terutama berupa kata, tak pelak lagi
  merupakan suatu cara untuk memikat pembaca. Seperti pada contoh (b),
  "Kegagalan Pemerintah Ancam Keamanan Negara". Pembaca tentu dapat
  bertanya, kegagalan dalam hal apa yang mengancam keamanan negara?
  Untuk mengetahuinya, tentu saja ia harus membaca berita
  selengkapnya.

  c. Kebijakan pihak surat kabar.
  Dalam kasus penulisan judul di "Solopos", pihak "Solopos" tampaknya
  menjadikan model penulisan judul yang sedikit menyerupai kalimat itu
  sebagai ciri khas mereka. Hal ini mungkin patut disayangkan karena
  jelas melanggar kaidah penulisan judul, bahwa setiap huruf pertama
  kata-kata yang menjadi judul karangan -- termasuk judul berita pada
  surat kabar -- harus ditulis dengan huruf kapital, kecuali kata
  depan, partikel, dan konjungsi.

  d. Peralihan media
  Tidak jarang peralihan media penyampaian informasi menghadirkan
  nuansa bahasa yang berbeda. Selain berkenaan juga dengan tujuan
  penulisan judul tersebut, hal ini mungkin lebih tepat lagi bila
  ditujukan pada penyajian isi berita. Karena tidak jarang kita
  menemukan paragraf yang hanya terdiri dari satu kalimat.

  Bagaimanapun juga, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang masih
  terus berkembang. Dan bahasa jurnalistik merupakan salah satu bentuk
  ragam bahasa yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Kaidah-kaidah
  yang berlaku kadang juga berbeda dengan kaidah dalam penulisan
  ilmiah, yang sangat menjunjung kebakuan. Tidak heran bila di samping
  kaidah bahasa Indonesia yang baku, kita akan menemukan kaidah lain
  yang hanya baku bagi ragam bahasa jurnalistik. Alasannya,
  pertimbangan keberagaman pembaca, penekanan aspek komunikatif, di
  mana berita dapat disampaikan setepat-tepatnya, tampaknya menjadi
  hal paling penting. Mungkin itu pula sebabnya aspek tatabahasa,
  meskipun diperhatikan, bukan menjadi hal utama.


  Sumber-sumber:

  Anwar, Rosihan. 2004. "Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi".
     Yogyakarta: Media Abadi.
  "Il Divo Bius Penggemar Jakarta", dalam "Seputar Indonesia", Rabu,
     21 Februari 2007. Hlm. 16.
  "Kegagalan Pemerintah Ancam Keamanan Negara", dalam "Kompas", Rabu,
     21 Februari 2007. Hlm. 2.
  "Ketua DPR: Tindak Tegas Yusril!" dalam "Solopos", Rabu, 21 Februari
     2007. Hlm. 1.
  Koesworo, F.X., J.B. Margantoro, dan Ronnie E. Viko. 1994. "Di Balik
     Tugas Kuli Tinta". Surakarta: Sebelas Maret University Press dan
     Yayasan Pustaka Nusatama.
  "Messi dan Eto`o perkuat Barca ladeni Liverpool", dalam "Solopos"
     Rabu, 21 Februari 2007. Hlm. 1.
  "Presiden Harus Tertibkan Menterinya", dalam "Seputar Indonesia",
     Rabu, 21 Februari 2007. Hlm. 1.
  "Yusril Tak Tuding Ketua KPK Korupsi", dalam "Kompas", Rabu, 21
     Februari 2007. Hlm. 1.


                                 TIPS
                                 ----

                    BEBERAPA PATOKAN DALAM MENULIS
                        Oleh: H. Rosihan Anwar

  Pada awalnya sudah kita katakan bahasa jurnalistik memiliki
  sifat-sifat khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas,
  lugas, dan menarik.

  Dalam hubungan itu, marilah kita tetapkan beberapa patokan dalam
  menggunakan bahasa jurnalistik.

  Pengarang Amerika Ernest Hemingway yang memenangkan Hadiah Pulitzer
  dan Hadiah Nobel di waktu mudanya menjadi wartawan surat kabar
  Kansas City Star. Di situ dia sambil bekerja diberi pelajaran
  tentang prinsip-prinsip penulisan berita. Pelajaran itu baik
  sekali dijadikan pedoman oleh wartawan Indonesia, apakah dia bekerja
  pada kantor berita, surat kabar, majalah, atau pada radio dan
  televisi. Prinsip yang diajarkan kepada Hemingway ialah sebagai
  berikut.

  1. Gunakan kalimat-kalimat pendek.

  Bahasa ialah alat bagi menyampaikan cipta dan informasi. Bahasa
  diperlukan untuk komunikasi. Wartawan perlu ingat supaya apa yang
  disampaikannya kepada khalayak (audience) betul-betul dapat
  dimengerti orang. Kalau tidak demikian, maka gagallah wartawan itu
  karena dia tidak komunikatif namanya. Salah satu cara, dia harus
  berusaha menjauhi penggunaan kata-kata teknik ilmiah atau kalau
  terpaksa juga, dia harus menjelaskan terlebih dahulu apakah arti
  kata-kata tersebut. Dia harus menjauhi kata-kata bahasa asing. Kalau
  maksud tercapai dengan memakai perkataan "ikut-sertanya",
  "keikutsertaan", maka baiklah diurungkan niat menuliskan perkataan
  yang lebih sulit, yaitu "partisipasi".

  Maka prinsip yang dipegang ialah:

  2. Gunakan bahasa biasa yang mudah dipahami orang.

  Khalayak media massa, yaitu pembaca surat kabar, pendengar radio,
  penonton televisi terdiri dari aneka ragam manusia dengan tingkat
  pendidikan dan pengetahuan yang berbeda-beda, dengan minat
  perhatian, daya tangkap, kebiasaan yang berbeda-beda pula. Mencapai
  khalayak yang beraneka ragam dengan berhasil merupakan masalah yang
  berat bagi wartawan. Bagaimanakah caranya supaya sedapat mungkin
  bertemu? Injo Beng Goat, pemimpin redaksi harian "KengPo" di Jakarta
  tahun 1950-an mempunyai semacam rumus. Dia berkata kalau dia hendak
  menulis tajuk rencana, maka yang dibayangkan di depan matanya ialah
  pembaca yang pukul rata berpendidikan sederhana, katakanlah tamat
  SMP. Dengan patokan demikian dia berusaha menulis sesederhana dan
  sejernih mungkin.

  Maka prinsip yang dipegang ialah:

  3. Gunakan bahasa sederhana dan jernih pengutaraannya.

  Kalimat bahasa Indonesia bersahaja sifatnya. Ia terdiri dari kata
  pokok atau subjek (S), kata sebutan atau predikat (P), dan kata
  tujuan atau objek (O). Misalnya, kalimat "Si Amat (S) pergi ke pasar
  (P) membeli sebuah pena". Kalimat demikian sudah lengkap berdiri
  sendiri. Karena terpengaruh oleh jalan bahasa Belanda atau bahasa
  Inggris, ada orang Indonesia yang biasa pula menulis kalimat yang
  panjang, berbentuk "compound sentence", kalimat majemuk dengan
  induknya dan anaknya yang dihubungkan dengan kata sambung. Misalnya,
  dia menulis, "Si Amat pergi ke pasar beli sebuah pena yang mana
  merupakan pemborosan tenaga oleh karena telah dikatakan kepadanya
  bahwa pena itu dapat juga dibeli di toko seberang rumahnya sehingga
  segala sesuatu lebih mudah jadinya". Dengan menggunakan kalimat
  majemuk, pengutaraan pikiran kita mudah terpeleset menjadi
  berbelit-belit dan bertele-tele. Sebaiknya, wartawan menjauhkan diri
  dari kesukaan memakai kalimat majemuk karena bisa mengakibatkan
  tulisannya menjadi "woolly" alias tidak terang.

  Maka prinsip yang dipegang ialah:

  4. Gunakan bahasa tanpa kalimat majemuk.

  Membuat berita menjadi hidup bergaya ialah sebuah persyaratan yang
  dituntut dari wartawan. Berita demikian lebih menarik dibaca.
  Bandingkanlah, misalnya, kalimat yang berbunyi, "Si Amat dipukul
  babak belur oleh si Polan" dengan kalimat yang berbunyi, "Si Polan
  memukul si Amat babak belur".

  Tidakkah terasa kalimat yang kedua jauh lebih hidup bergaya? Kecuali
  tentunya jika fokus hendak dijuruskan pada si Amat yang membuat
  kalimat pertama dapat dipertanggungjawabkan, maka umumnya cara
  menulis dengan kalimat kedua, yaitu dalam bentuk aktif lebih disukai
  dalam dunia jurnalistik. Kalimat pasif jarang dipakai, walaupun ada
  kalanya dia dapat menimbulkan kesan kuat.

  Bagaimanapun juga, usahakanlah melaksanakan prinsip:

  5. Gunakan bahasa dengan kalimat aktif, bukan kalimat pasif.

  Wartawan muda sering kali suka terhanyut menulis dengan mengulangi
  makna yang sama dalam berbagai kata. Ini dapat dipahami, apalagi
  jika dia hendak berkecimpung dalam dunia lirik dan puisi. Dia
  mengira dengan demikian tulisannya menjadi lebih indah. Misalnya,
  dia menulis kalimat berikut, "Siapa nyana, siapa kira, siapa sangka
  hati Bobby hancur-luluh, runtuh-berderai karena gadis jelita elok
  rupawan si manis Yatie". Bahasa jurnalistik tidak menghajatkan hal
  demikian karena kata-kata yang dipakai harus efisien dan seperlunya
  saja. Kembang-kembang bahasa harus dihindarkan. Bahasa jurnalistik
  harus hemat dengan kata-kata.

  Maka prinsip yang harus diingat:

  6. Gunakan bahasa padat dan kuat.

  Kembali kepada pengarang Ernest Hemingway, ia mengemukakan sebuah
  prinsip lain dalam penulisan berita. Kita bisa menulis umpamanya
  kalimat berikut, "Wartawan Sondang Meliala tidak menghendaki
  penataran wartawan olahraga". Kalimat ini secara teknis dinamakan
  berbentuk negatif (lihat perkataan "tidak menghendaki"). Akan
  tetapi, dengan arti yang persis sama, kita bisa pula menulis,
  "Wartawan Sondang Meliala menolak penataran wartawan olahraga".
  Kalimat ini dinamakan berbentuk positif (perkataan "menolak" positif
  sifatnya dibandingkan dengan perkataan "tidak menghendaki" yang
  mengandung perkataan "tidak" dan karena itu bersifat negatif.
  Manakala di antara kedua kalimat tadi yang kita pilih? Hemingway
  menasihatkan supaya sedapat-dapatnya kita menulis dalam bentuk
  kalimat positif.

  Maka prinsip yang dipegang ialah:

  7. Gunakan bahasa positif, bukan bahasa negatif.

  Demikianlah secara selayang pandang diberikan tadi suatu gambaran
  ikhtisar atau "overview" tentang bahasa jurnalistik Indonesia.

  Definisinya diberikan, sifat-sifat khasnya dicirikan, yaitu singkat,
  padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik.

  Pendasarannya diunjukkan, yaitu harus berdasar bahasa baku.

  Pokok-pokok aturan tata bahasa Indonesia tidak boleh diabaikannya.

  Ejaan baru ditaatinya.

  Dalam pertumbuhan kosa kata, dia mengikuti dan mencerminkan
  perkembangan masyarakat.

  Diambil dan diedit seperlunya dari:
  Judul buku   : Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi
  Judul artikel: Ikhtisar Bahasa Jurnalistik Indonesia
  Penulis      : H. Rosihan Anwar
  Penerbit     : Media Abadi, Yogyakarta 2005
  Halaman      : 15 -- 19


                             STOP PRESS!
                             ===========

                   BERITA PESTA: INFO AKTUAL PESTA

  Sebagai salah satu buletin elektronik YLSA, Berita PESTA dihadirkan
  sebagai sarana untuk menyampaikan berita aktual seputar pelayanan
  PESTA kepada para peserta dan alumni PESTA. Meski demikian, Anda
  juga dapat mengetahui pelayanan PESTA Online dengan menjadi
  pelanggan buletin ini. Sebab dengan berlangganan publikasi ini,
  Anda akan mendapatkan jadwal penyelenggaraaan kursus yang diadakan
  secara gratis ini, termasuk seluruh aktivitas yang terjadi di
  seputar pelayanan PESTA Online. Selain itu, buletin ini juga
  menghadirkan artikel yang dapat menjadi refleksi kehidupan
  masyarakat Kristen, kesaksian dari peserta kursus PESTA, dan ulasan
  situs atau milis pendidikan elektronik baik dari dalam maupun luar
  negeri. Tunggu apa lagi, segera daftarkan diri Anda di buletin
  Berita PESTA.

  ==> < daftar-berita-pesta(at)sabda.org >              [berlangganan]
  ==> http://www.pesta.org/                                    [situs]
  ==> http://www.sabda.org/publikasi/berita_pesta/             [arsip]

______________________________________________________________________

Penanggung jawab     : Raka Sukma Kurnia
Kontributor edisi ini: Kristina Dwi Lestari
Berlangganan         : Kirim e-mail ke
                       subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Berhenti             : Kirim e-mail ke
                       unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Kirim bahan          : Kirim e-mail ke
                       staf-penulis(at)sabda.org
Arsip e-Penulis      : http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/
Situs CWC            : http://www.ylsa.org/cwc/
Situs Pelitaku       : http://pelitaku.sabda.org/
______________________________________________________________________
      Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA.
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN.
                     Copyright(c) e-Penulis 2007
                  YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/
                       http://katalog.sabda.org/
                    Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org