Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/26 |
|
e-Penulis edisi 26 (21-12-2006)
|
|
______________________________________________________________________ e-Penulis (Menulis untuk Melayani) Edisi 026/Desember/2006 PENULIS DAN KOMUNITAS --------------------- = DAFTAR ISI = * Dari Redaksi * Artikel : Seberapa Pentingkah Keberadaan Komunitas bagi Penulis? * Tips : Yang Perlu Dipikirkan dalam Membentuk Sebuah Komunitas * Renungan : Mempersiapkan Natal * Stop Press: Selamat Natal dan Tahun Baru dari Redaksi DARI REDAKSI ------------ Salam Kasih, Beberapa surat yang diterima oleh Redaksi e-Penulis belakangan ini menyampaikan hal yang sama. Ada kerinduan akan sebuah komunitas penulis Kristen. YLSA memang telah menyediakan sebuah wadah komunitas, Christian Writers` Club (CWC), sebuah situs forum diskusi. Namun, harus diakui keberadaan komunitas penulis Kristen yang dinamis, berkembang, dan produktif merupakan sesuatu yang cukup sulit ditemukan. Bukan kebetulan kalau edisi e-Penulis Desember ini mengangkat topik Penulis dan Komunitas. Bukan pula menanggapi surat pembaca semata. Lebih dari itu, suatu kerinduan bagi Redaksi e-Penulis untuk melihat bertambahnya jumlah penulis Kristen yang berani maju dan menyatakan kasih Kristus kepada masyarakat luas. Selain topik di atas, edisi di bulan Natal kali ini juga akan menyertakan sebuah renungan pilihan tentang Natal. Kiranya renungan tersebut dapat memberikan inspirasi dan motivasi baru bagi para pelanggan untuk semakin menyadari betapa besar kasih Allah pada kita. Selamat Natal. Redaksi e-Penulis, Ary ARTIKEL ------- Seberapa Pentingkah Keberadaan Komunitas bagi Penulis? ------------------------------------------------------ Jika menyimak proses kreatif para penulis besar seperti C.S. Lewis atau J.R.R. Tolkien, maupun para penulis lokal semacam Kurnia Effendi atau Eka Kurniawan, dll., Anda bisa melihat seberapa besar peran komunitas yang pernah mereka ikuti. Tentu saja komunitas yang mereka ikuti berbeda dengan model organisasi. Komunitas di sini mengacu pada suatu wadah bagi mereka yang memiliki kesamaan minat dan gagasan spesifik. Maksudnya tentu untuk mengembangkan minat atau melakukan sesuatu yang lebih besar lagi, yang berkenaan dengan gagasan dan minat tersebut. Ada perbedaan mendasar antara komunitas dan organisasi. Komunitas biasanya lebih bergerak bebas dan tidak terlalu bersifat hierarkis. Kalaupun ada, pembedaan tersebut biasanya lebih pada pembagian tugas. Lagipula sebuah komunitas tidak perlu berbadan hukum. Berbagai Jenis Komunitas Penulis Dari sisi dinamika anggotanya, komunitas penulis (mencakup penulis fiksi maupun nonfiksi; puisi maupun prosa) mungkin bisa dibagi dua. Pertama, komunitas yang menekankan aspek mentoring. Dalam komunitas seperti ini, akan ada beberapa orang yang dianggap lebih senior atau berpengalaman dibandingkan anggota lainnya. Mereka yang mengikuti komunitas tersebut berharap akan memperoleh ilmu dari pengalaman penulis senior tersebut. Sebaliknya, anggota senior itu juga akan memperoleh tempat untuk membagikan ilmu termasuk idealismenya. Jenis komunitas yang kedua tidak menekankan pada mentoring seperti di atas. Alasannya, proses belajar dan mengajar dianggap dapat terjadi di antara anggotanya sendiri. Jadi, seorang penulis senior pun tidak akan merasa terbebani dengan tugas sebagai mentor. Sebaliknya, anggota lain juga bisa lebih bebas mengutarakan pandangan dan pendapatnya. Ia tidak perlu merasa tak punya hak hanya karena ia bukan penulis yang telah banyak makan asam garam dunia penulisan. Perjalanan dari masing-masing komunitas itu sendiri bermacam-macam. Umumnya, komunitas tersebut diawali seperti layaknya komunitas hobi. Maksudnya, pembentukan komunitas itu diawali oleh rasa ingin bersatu dengan rekan-rekan yang memiliki satu minat. Biasanya, orang-orang di dalamnya memilih jalan seperti ini karena tidak memiliki lingkungan yang mendukung minat mereka dalam dunia penulisan. Komunitas seperti ini banyak tumbuh di kalangan anak-anak muda dan mahasiswa. Ada juga yang tumbuh dari keinginan untuk membuat proyek atau kegiatan khusus. Kebanyakan komunitas, termasuk komunitas penulis, awalnya terbentuk melalui hubungan antarpribadi seperti persahabatan. Namun, di sini terdapat perbedaan antara komunitas (penulis) dengan persahabatan beberapa penulis atau orang-orang yang gemar menulis. Perbedaan ini dilihat dari keinginan untuk menghasilkan suatu karya bersama yang masih berhubungan dengan dunia penulisan. Misalnya, membuat majalah, buku antologi, atau mengadakan lokakarya penulisan untuk masyarakat di daerahnya, dsb. Keinginan tersebut biasanya lebih diwujudkan oleh komunitas. Kenapa Komunitas? Memang benar jika dikatakan bahwa banyak penulis sukses yang sanggup menghasilkan karya-karya bagus tanpa dibesarkan dalam tradisi komunitas. Padahal ketika menjadi mahasiswa pun ia tak mengikuti komunitas sastra yang ada. Salah satu penulis seperti ini, misalnya Dewi Lestari, Nukila Amal, dsb. Lalu, perlukah sebenarnya komunitas itu? Jawaban atas pertanyaan ini adalah kembali pada diri Anda masing-masing. C.S. Lewis maupun J.R.R. Tolkien pernah berada dalam suatu komunitas bernama Inklinks. Mereka mengatakan bahwa komunitas mereka tersebut ibarat kawah candradimuka yang mematangkan mereka dalam berkarya. Dalam komunitas yang diikutinya, karya yang diperkenalkan Lewis (termasuk "The Chronicles of Narnia") justru beroleh kritik bahkan dibantai oleh rekan-rekan komunitasnya. Sedikit mirip dengan itu, semasa hidupnya, Jean Paul Sartre lebih sering menghabiskan waktunya di kafe untuk berdiskusi. Dengan demikian, pikirannya pun terasah sampai ia menuangkannya dalam berbagai tulisan. Di negeri sendiri, tidak sedikit penulis yang telah meretas jalannya sendiri di dunia penulisan tanah air. Mereka berangkat dari komunitas-komunitas yang pernah dan masih ada. Komunitas-komunitas tersebut di antaranya Bunga Matahari, Komunitas Bambu, Komunitas Merapi, Akademi Kebudayaan Yogyakarta, Kesasar, atau yang berbasis internet semisal Forum Lingkar Pena, Bumimanusia, dll. Memang, tak sedikit pula anggota yang tenggelam di tengah kerumunan komunitasnya. Keberadaan komunitas juga akan membantu para penulis dalam menghadapi sejumlah persoalan yang masih banyak menghampiri penulis pemula. Misalnya saja masalah dana, karya yang masih belum berkembang, komunikasi dengan penerbit, bahkan sampai yang berkenaan dengan selera pembaca. Tak jarang melalui komunitas pulalah masalah seperti ini teratasi secara bersama-sama. Hambatan Masih Banyak Jika mengamati perkembangannya, harus diakui dengan jujur, komunitas yang biasanya mengadakan acara tatap muka cenderung berkembang lebih cepat. Memang, komunitas penulis yang berbasis internet banyak menghasilkan karya, baik berupa buku cetak maupun elektronik. Namun, publikasi pers terhadap perkembangan aktivitas mereka tampaknya cukup minim. Akibatnya, banyak aktivitas dan hasil karya mereka yang tidak terekspos sehingga gaungnya tidak ditangkap masyarakat luas. Hal ini memang masih menjadi kendala tersendiri di negara kita. Terkadang, komunitas pun harus mengalah dan mengikuti aturan dalam dunia penulisan kita. Tokoh terkenal, entah penulis/sastrawan senior, sampai pejabat atau selebritis pun harus dirangkul dalam suatu acara peluncuran buku antologi komunitas ataupun acara lain. Hal ini terpaksa dilakukan agar pers atau masyarakat bersedia melirik keberadaan mereka dan karya-karyanya. Masalah yang berkenaan dengan bagaimana menjaga kelangsungan komunitas tersebut juga sering muncul. Barangkali tak akan menjadi masalah jika sebuah komunitas berhenti atau bubar karena para anggotanya telah berhasil menapaki jalannya sendiri di dunia penulisan. Jika itu yang terjadi, komunitas tersebut malah bisa dibilang berhasil karena ia benar-benar mampu berfungsi sebagai kepompong yang kemudian menghasilkan kupu-kupu yang indah. Namun, yang juga sering terjadi adalah komunitas tersebut bubar atau tak jelas nasibnya karena anggotanya kehilangan motivasi dan semangat sebelum berhasil menjangkau mimpinya. Jika berbicara tentang komunitas di dunia internet, kondisi seperti ini banyak sekali terjadi. Milis-milis penulisan yang sepi atau forum penulisan yang berubah menjadi sasaran spammer jelas merupakan pemandangan yang menyedihkan. Budaya ingin hasil instan, semangat yang naik turun, kurangnya rasa pengorbanan, serta pengelolaan tanpa didasari rencana matang adalah beberapa hal yang mungkin menjadi alasan kurang suksesnya sebuah komunitas. Hal-hal di atas sudah selayaknya menjadi bahan pemikiran kita bersama. Bacaan Pendukung: Kurnia, Anton, Komunitas Sastra Kampus dan Mereka yang Melawan, dalam http://www.sinarharapan.co.id/hiburan/budaya/2005/0319/bud2.html Pinang, TS, Menyoal Komunitas Sastra, dalam http://titiknol.com/prosa.php?itemid=417 Bahan diambil dan disunting dari: Situs : Christian Writers` Club Penulis : Marco URL artikel: http://www.ylsa.org/cwc/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=244&mode=thread&order=0&thold=0 TIPS ---- Yang Perlu Dipikirkan dalam Membentuk Sebuah Komunitas ------------------------------------------------------ Oleh: Cahya Sutomo *) Sebenarnya, kesulitan dalam membentuk sebuah komunitas tidak terletak pada bagaimana membentuknya. Hal terpenting, sekaligus tersulit, ialah bagaimana memelihara komunitas tersebut sehingga tetap hidup dan juga berkembang. Namun, perencanaan yang matang merupakan salah satu syarat agar komunitas yang ingin Anda bentuk tetap langgeng, bahkan berkembang. Oleh karena itu, kita perlu memikirkan dan melakukan beberapa hal di bawah ini terlebih dahulu. 1. Mengumpulkan anggota yang antusias dan benar-benar bisa diandalkan. Dalam sebuah komunitas, peran anggota jelas menjadi faktor terpenting. Meski demikian, beberapa orang sebagai anggota sekaligus pendiri harus dimiliki terlebih dahulu. Selanjutnya, barulah perekrutan anggota awal dilakukan. Anggota awal ini merupakan anggota yang tidak terlibat dalam penyusunan konsep dan perencanaan visi, misi, dan bagaimana komunitas itu bergerak. Pertimbangan yang biasa dilakukan untuk merekrut anggota biasanya didasarkan pada prinsip pertemanan. Biasanya, para pendiri komunitas akan mengundang teman atau kenalan mereka untuk bergabung. Umumnya, mereka yang diundang akan bersedia untuk bergabung. Sayangnya, hal tersebut sering kali terjadi semata-mata karena rasa sungkan, bukan karena ketertarikan pada visi dan misi komunitas. Jika kondisinya seperti itu, setidaknya ada dua risiko yang mungkin bisa terjadi. Pertama, setelah anggota-anggota yang lain muncul, para kenalan tersebut cenderung menarik diri. Kemungkinan kedua, komunitas tersebut menjadi ajang pertemuan yang mirip dengan arisan. Akibatnya, topik yang dibahas pun sering melenceng atau tidak berhubungan dengan tujuan komunitas. Dengan demikian, Anda harus benar-benar yakin bahwa teman-teman atau nama-nama lain yang diajak bergabung memiliki minat yang sama dengan bidang yang ditekuni komunitas tersebut. Pastikan kalau ia juga dapat meluangkan waktu dan tenaganya untuk komunitas. 2. Menentukan media yang sesuai dengan kondisi dan tujuan Komunitas pada masa kini tentu tidak lagi terbatas pada komunitas tatap muka saja. Keberadaan internet, dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya, telah memunculkan paradigma baru. Bahkan tak jarang sebuah komunitas menggunakan kedua metode itu. Metode tatap muka tentu mensyaratkan adanya tempat pertemuan. Keterbatasan dari segi tempat tinggal para anggota memang mewajibkan perencanaan yang lebih matang. Misalnya saja hari, waktu, dan tempat pertemuan. Kegiatan yang dilakukan tentu tidak harus berkaitan dengan kegiatan utama komunitas, misalnya saja ramah tamah. Meski akan lebih merepotkan, namun kegiatan seperti ini akan lebih efektif untuk berinteraksi sekaligus mempererat kedekatan antaranggota. Dengan demikian, pengambilan keputusan dalam komunitas dapat dilakukan dengan lebih cepat. Sedangkan membuat komunitas dengan memanfaatkan internet seperti membuat milis, forum diskusi, ruang rumpi (chat), situs, atau blog pastinya lebih murah. Lingkup anggota pun bisa lebih luas. Selain itu, diskusi biasanya lebih langsung ke sasaran. Tapi komunitas ini pun memiliki beberapa kelemahan. Waktu yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan atau tindakan sering kali lebih lama. Hal ini dikarenakan frekuensi mengakses internet bagi tiap orang berbeda- beda. Bahkan pembicaraan juga bisa jadi terjebak menjadi wacana belaka, serta kedekatan antaranggota bisa jadi kurang mengingat pengenalan hanya terbatas pada identitas di dunia maya yang bisa saja tidak sesuai dengan kenyataan, dsb. Oleh karena itu, kondisi umum dari para anggota, seperti segi mobilitas, latar belakang pendidikan, maupun usia perlu dilihat. Pertimbangkan juga apakah tujuan komunitas tersebut memang ingin bersifat global ataupun justru harus diawali secara lokal dulu. 3. Merencanakan program dan menyiapkan sumber dayanya Jangan membuat sesuatu hanya berdasarkan semangat belaka. Jangan berpikir bahwa ide-ide akan muncul seiring dengan perkembangan yang ada. Jangan pula bergantung pada orang lain. Rencanakan dan diskusikan terlebih dulu dengan rekan-rekan pendiri yang lain. Perencanaan program perlu dilakukan agar anggota komunitas tidak memanfaatkan komunitas tersebut sebagai wadah untuk melakukan apa saja. Sebaiknya, program disusun secara rinci. Biasakan pula untuk memiliki rencana cadangan. Anda harus yakin telah memiliki cara untuk membuat program atau kegiatan yang akan mendapat sambutan orang banyak. Siapkan juga sumber daya yang dibutuhkan untuk mendukung kelangsungan program tersebut. Hanya saja, tetaplah fleksibel dan demokratis. Bila usulan anggota lebih disambut baik, jangan paksakan program Anda. Simpan saja program Anda untuk lain waktu. Demikian beberapa poin yang harus dipikirkan sebelum membuat sebuah komunitas. Dalam kenyataannya, bukan tidak mungkin akan ada pengembangan dan kebutuhan lain yang perlu dipikirkan. Namun sekali lagi, semuanya tergantung pada jenis komunitas apa yang ingin Anda buat. Akhir kata, selamat berkomunitas! Bahan diambil dan disunting dari: Situs : Penulis Literatur Kristen dan Umum (Pelitaku) URL artikel: http://pelitaku.sabda.org/node/241 *) Penulis adalah anggota dan pengamat beberapa milis penulisan, forum penulisan dan sempat bergabung di sebuah komunitas sastra mahasiswa. RENUNGAN -------- Mempersiapkan Natal ------------------- "Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di atas palungun, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan" (Lukas 2:6-7). Natal yang dikenang di seluruh dunia, di penghujung tahun ini, sudah makin jauh dari Natal pertama yang syahdu dan sederhana seperti gambaran dalam ayat di atas. Natal pertama diisi dengan kesederhanaan di mana selain orang-orang Majus yang kaya, para gembala yang sederhana juga menyambut kelahiran bayi Yesus. Sebuah kelahiran yang tidak dirayakan di penginapan atau di istana, tetapi di sebuah palungan di kota Betlehem. Inilah makna Natal sebenarnya, di mana damai Allah menyertai semua manusia, damai di hati tanpa dekorasi yang berarti. Memasuki bulan Desember, tempat-tempat seperti restoran, mal dan hotel, bahkan siaran TV, banyak mengumandangkan persiapan menyambut hari Natal. Di balik hiruk-pikuk perayaan tersebut, masih adakah yang tersisa dari Natal Bethlehem? Pohon Natal adalah gambaran yang indah di Eropa di musim salju. Ketika dedaunan berguguran dan salju memenuhi permukaan bumi, di situ kita melihat pohon-pohon den yang tegap berdiri dengan kehijauan daunnya yang tetap memberikan harapan segar. Di malam hari, di balik pohon ini kita dapat melihat gemerlap lampu rumah-rumah di sela-sela dedaunannya. Apalagi kesan indah dengan diiringi lagu Malam Kudus menambah syahdu dan damai bagi mereka yang melihat pohon dan mendengar lagu itu. Pohon yang kemudian dijadikan lambang pohon terang itu sekarang sudah meluas menjadi hiasan di toko-toko serba ada di seluruh dunia. Namun, apakah makna sebenarnya Natal, yaitu kelahiran Juru Selamat manusia itu masih bisa dilihat di balik kemeriahan belanja akhir tahun itu? Sebenarnya, Franciscus dari Assisilah yang pertama kali memperkenalkan replika kandang sebagai hiasan Natal, di gereja maupun di rumah. Ia melengkapinya dengan ternak dan patung-patung kecil Yusuf, Maria, dan bayi dalam palungan, para majus dan gembala. Replika inilah yang menjadi hiasan sejak abad ke-13 sebelum pohon Natal diperkenalkan, seiring lagu Christmas Carol yang dinyanyikan sekelompok orang dari rumah ke rumah. Pohon den dengan kerlap-kerlip kemudian dijadikan lambang kekekalan dan dijadikan pohon Natal seperti yang kita kenal sekarang. Pada abad ke-18, pohon Natal yang sederhana itu kemudian berkembang dengan adanya penambahan dekorasi hiasan-hiasan Natal. Lama-kelamaan dekorasi itu begitu lebatnya sehingga lambang pohon dan sinar yang menjadi simbol kekekalan dan kesyahduan menjadi terkubur oleh hiruk pikuk dan kemeriahan hiasannya. Suasana Natal untuk mengenang kesederhanaan kelahiran Tuhan Yesus yang menyelamatkan manusia kini banyak tertutup oleh pesta pora dengan segala hiasan yang mewah dan tidak hanya dirayakan oleh umat Kristen saja, tetapi meluas oleh umum. Perayaan Natal perlu kembali mengalami desekularisasi. Berabad-abad yang lampau, hidup Nicholas, seorang uskup baik hati yang suka membagi-bagikan hadiah. Peringatan untuk mengenangnya diadakan pada tanggal 5 Desember. Lama-kelamaan, legenda Santo Nicholas ini diadopsi di negeri Belanda dan dirayakan sebagai Sinterklaas. Sedangkan di Amerika dirayakan sebagai Santa Claus. Sosoknya kini disertakan dalam rangkaian perayaan Natal. Ia digambarkan menaiki kereta salju yang ditarik rusa kutub yang dapat terbang dan membagi-bagikan hadiah ke rumah-rumah penduduk. Figur Santa Claus ini merupakan campuran figur Santo Nicholas dan Odin, dewa yang disembah orang Norwegia. Gambaran mitologi Odin ini diisi dengan berbagai pertunjukan gaib dengan peri-peri yang membawa tongkat berujung bintang yang mendatangkan mujizat-mujizat. Berbagai supermal pun turut menghadirkan "magic Christmas" dengan gambaran peri bertongkat bintang gaib ini. Gambaran Natal yang gemerlap ini semakin rusak karena sudah menjadi hiasan umum baik di lampu-lampu merah di New York, London, dan Paris. Bahkan di Ginza, Tokyo, yang mayoritas penduduknya bukan Kristen, suasana Natal juga dirayakan dengan meriah. Akhirnya, Natal bukan lagi merupakan "moral-force" yang menobatkan, melainkan sekadar perayaan. Kemeriahan perayaan Natal masa kini benar-benar perlu didemitologikan. Kita perlu benar-benar mengenal berita kesukaan akan kelahiran Juru Selamat yang mendatangkan damai sejahtera bagi semua manusia di dunia. Karena perayaan yang meriah di gedung gereja yang tertutup, apalagi di ballroom hotel eksklusif sudah jauh berbeda dengan kondisi palungan di malam Natal pertama yang dihadiri para gembala yang sederhana. Segenap umat Kristen tentu sedang bersiap untuk merayakan Natal di akhir tahun ini. Tentunya sudah saatnya semua orang percaya mengembalikan hakikat Natal kepada arti yang semula. Di tengah kepedihan yang dialami ribuah keluarga yang menghadapi PHK di PT-DI. Banyak juga keluarga yang digusur dari rumah kumuh mereka atau tempat berjualan mereka di kaki lima dan tidak memperoleh tempat membaringkan kepala, palungan pun tidak. Umat Kristiani dipanggil untuk menghadirkan Natal terutama bagi mereka yang tersingkir, yang terpinggirkan, dan yang dilupakan. Setidaknya dengan menjalankan upacara dengan sederhana, apalagi kalau disertai dengan kasih yang meluap keluar ke jalan-jalan yang dingin, setidaknya umat manusia benar-benar lebih bisa merasakan bahwa Natal itu memang mendatangkan damai sejahtera bagi manusia di bumi dan bukan sebaliknya. Selamat mempersiapkan Natal mendatang dan menyatakan kasih dan damai sejahtera Allah bagi umat di sekeliling kita. Amin! Bahan diambil dan disunting dari: Penulis : Herlianto Situs : e-Artikel Alamat situs: http://artikel.sabda.org/?q=mempersiapkan_natal STOP PRESS ----------- Melalui edisi kali ini, redaksi Publikasi e-Penulis turut mengucapkan: SELAMAT MERAYAKAN NATAL 2006 DAN SELAMAT MENYAMBUT TAHUN BARU 2007 Kiranya kasih dan damai Natal serta pengharapan di tahun yang baru dapat semakin mengobarkan semangat kita untuk melayani lewat tulisan! ______________________________________________________________________ Staf Redaksi : Ary, Puji, dan Raka Berlangganan : Kirim email ke subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Berhenti : Kirim email ke unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Kirim bahan : Kirim email ke staf-penulis(at)sabda.org Arsip e-Penulis: http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/ Situs CWC : http://www.ylsa.org/cwc/ Situs Pelitaku : http://pelitaku.sabda.org/ ______________________________________________________________________ Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA. Didistribusikan melalui sistem network I-KAN. Copyright(c) e-Penulis 2006 YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |