Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/24 |
|
e-Penulis edisi 24 (19-10-2006)
|
|
______________________________________________________________________ e-Penulis (Menulis untuk Melayani) Edisi 024/Oktober/2006 PERKEMBANGAN DAN TANGGUNG JAWAB PENULIS KRISTEN ----------------------------------------------- = DAFTAR ISI = * Dari Redaksi * Artikel #1 : Firman Allah dan Kata-Kata Kita * Artikel #2 : Alkitab dan Penulis * Asah Pena : Y.B. Mangunwijaya * Stop Press : Situs SABDA Space DARI REDAKSI ------------ Salam kasih, Penulis Kristen memiliki tanggung jawab ganda. Pertama, ia bertanggung jawab kepada para pembacanya. Kedua, dan yang terutama, ia juga bertanggung jawab kepada Allah. Dengan misi yang diembannya, yaitu untuk menyampaikan suara Allah di dunia, maka ia harus bisa menyampaikan kebenaran umum, yang dapat membangun para pembacanya dan sekaligus memberikan kebenaran khusus, yaitu kebenaran yang telah Allah berikan kepada kita melalui Kristus dan Firman-Nya. Dua artikel sajian kami ini kiranya semakin memicu Anda untuk terus berkarya bagi kemuliaan-Nya. Sekelumit perjalanan hidup Romo Mangun dalam Asah Pena kali ini kiranya juga memberi inspirasi kepada Anda. Selamat berkarya. Staf Redaksi e-Penulis, Raka ARTIKEL 1 --------- Firman Allah dan Kata-Kata Kita ------------------------------- Kata yang Punya Kuasa --------------------- Pada awal Kitab Suci Allah berfirman, "Jadilah terang." Artinya, Allah berkata. Ia menghendaki supaya terang itu ada dan hendak menjadikan terang itu sungguh ada dengan cara mengeluarkan kata. Dan apa yang terjadi? Pada awal Kitab Suci, diterangkan bagaimana segala sesuatu itu menjadi ada oleh karena firman Allah. Firman yang berupa kata itu ternyata punya kuasa. Hal ini dinyatakan kembali pada bagian awal Injil Yohanes. Di sini Yohanes menerangkan bahwa penggenapan janji Allah dalam Perjanjian Lama berawal dari Firman. Menariknya, yang dimaksudkan dengan Firman dalam nas ini adalah Kristus sendiri. Kristus menjadi Juru Selamat kita dan Juru Selamat dunia melalui kata-kata--Ia menyatakan diri-Nya kepada kita dengan firman-Nya. Betapa ajaibnya, tapi begitulah kenyataannya, Dialah Kata itu. Saya sendiri bisa memberi kesaksian bahwa kata-kata dari Allah memang punya kuasa. Semasa muda saya mengikuti sekolah minggu, menonton Billy Graham berkhotbah di televisi, dan juga mendengar kesaksian teman-teman yang bertobat. Memang benar, Tuhan bekerja melalui tiga hal itu. Namun, hati saya baru benar-benar terjamah ketika Kristus menemui saya secara pribadi lewat firman-Nya, terutama melalui Khotbah di Bukit dalam Injil Matius. Firman itu sangat berarti bagi kita. Injil Yohanes melanjutkan, "Dalam Dia (Firman) ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia" (Yoh. 1:4). Bagi kita sebagai manusia, mengenal firman Tuhan adalah kebutuhan paling utama. Kebutuhan akan Firman ini ditegaskan oleh Yesus sendiri ketika menolak godaan Iblis, kata-Nya, "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah" (Mat. 4:4). Firman itu Dipercayakan kepada Kita ----------------------------------- Kita, yang oleh anugerah Allah telah menerima Kristus, dipercayakan menerima firman Tuhan itu. Yesus, yang disebut firman Allah, tinggal di dalam dan beserta kita. Kenyataan yang ajaib ini berarti kita punya tanggung jawab yang besar untuk kembali menyampaikan Firman itu kepada orang lain. "Apa yang engkau lihat," kata Tuhan Yesus kepada Yohanes, "tuliskanlah di dalam sebuah kitab dan kirimkanlah kepada ketujuh jemaat ini..." (Why. 1:11). Yohanes, yang dipercayakan menerima wahyu Tuhan, diperintahkan untuk meneruskan maksud-Nya lewat sebuah tulisan. Dengan ini, kita lihat bahwa Allah sendiri berkenan memakai media tulis. Media tersebut memainkan peranan dasar dalam rencana-Nya untuk memberkati seluruh bangsa (Kej. 12:3). Dan tidaklah mengherankan karena media tulis yang juga disebut media cetak punya banyak kelebihan, antara lain sebagai berikut. - Media cetak adalah sarana yang murah untuk menjangkau orang banyak dan mudah disebarkan. - Barang cetakan adalah barang tahan lama, bisa dipakai dan dipelajari secara berulang-ulang. - Informasi yang kompleks dan luas lebih mudah disampaikan melalui media cetak atau barang cetakan--informasi yang demikian itu sulit dipahami bila disampaikan secara lisan. Dalam hal ini, media cetak punya banyak keunggulan dibandingkan televisi ataupun media lainnya. - Bahan tertulis dapat dipelajari secara berkelompok sehingga menjadi sarana pengajaran yang tepat. - Literatur dapat memasuki tempat-tempat terpencil yang tidak memiliki guru atau fasilitas pendidikan, bahkan tanpa pengajaran Kristen sama sekali. Kendati kita tidak menjadi penulis Kitab Suci seperti Yohanes, kelebihan literatur di atas dapat kita manfaatkan dengan baik untuk melaksanakan perintah Tuhan, membangun gereja, dan membagikan kasih- Nya kepada orang yang merindukan roti hidup itu. Mari menyimak beberapa nas berikut. 1. "Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkan itu, ..." (Kej 1:28). Literatur dapat memberi pengetahuan yang dibutuhkan guna mengembangkan umat manusia seperti yang diperintahkan Tuhan dalam perintah pertama di Alkitab. 2. "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlan Injil kepada segala makhluk." (Mrk. 16:15). Literatur dapat dipakai untuk memberitakan Injil kepada semua orang sebagaimana diperintahkan Tuhan Yesus kepada semua orang percaya. 3. "Dengarlah hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa! Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintakan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya ..." (Ul. 6:4-7). Literatur dapat menjadi alat untuk mengajarkan firman Tuhan kepada anak kita di rumah dan kepada orang lain, seperti yang diperintahkan Tuhan ketika memberikan Hukum Taurat kepada bangsa Israel. 4. "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu ..." (Mat 28:19-20). Literatur merupakan sarana yang tepat untuk mengajak orang menjadi pengikut Kristus dan memuridkan mereka, seperti yang diperintahkan Tuhan Yesus dalam Amanat Agung-Nya. 5. "Setelah membaca surat itu, jemaat bersukacita karena isinya yang menghiburkan" (Kis 15:31). Tulisan mampu menghibur dan membangun umat percaya. 6. "Aku mau memasyhurkan nama-Mu turun-temurun; sebab itu bangsa- bangsa akan bersyukur kepadamu untuk seterusnya dan selamanya." (Mzm 45:18). Literatur juga bisa dipakai sebagai alat untuk memuliakan nama Tuhan dengan menyatakan Dia kepada dunia sebagai yang layak dipuji dan disembah itu. Memuliakan nama Tuhan adalah inti dari seluruh maksud yang disebutkan pada butir 1-5 di atas. Kata-kata itu punya kuasa. Tuhan menjadikan langit dan bumi melalui kata-kata. Dia juga menyatakan diri-Nya dan kehendak-Nya kepada kita dengan kata-kata. Lalu, Ia menciptakan kita segambar dengan Dia dan memberi kita kemampuan untuk berkata-kata, artinya berbicara dalam suatu bahasa. Komunikator sebagai Peneliti dan Penafsir ----------------------------------------- Seorang komunikator memiliki dua peran. Pertama, ia meneliti dunia yang ada di sekitarnya serta melaporkan apa yang terjadi di dalamnya. Penelitian itu perlu dilakukan bukan hanya dalam lingkungan Kristen, tetapi dalam semua bidang pengetahuan, baik itu geologi, komputer, olahraga, atau politik. Seorang ilmuwan, wartawan, mahasiswa, cendekiawan, atau sastrawan mencari tahu sesuatu, lalu menyampaikannya kepada ilmuwan lain, murid, pengamat ataupun orang awam melalui buku atau bahan literatur lainnya. Kedua, seorang komunikator menafsirkan apa yang diamatinya itu. Hal ini juga perlu dilakukan dalam semua bidang, kendati cara menafsirkannya berbeda-beda. Kita, sebagai orang Kristen, harus berpedoman kepada firman Tuhan sebagai dasar penafsiran, yaitu apakah bahasan kita sesuai dengan kata Tuhan? Dengan memakai Alkitab sebagai pedoman, bagaimana kita seharusnya menanggapi, menyikapi, atau menghadapi suatu persoalan? Sebagai orang Kristen, apa yang bisa kita sumbangkan dalam bidang yang dibahas itu? Literatur Kristen harus sanggup menilai dan menanggapi seluruh bidang pengetahuan dari kacamata Alkitab. Literatur punya tujuan yang lebih mulia lagi. Kita tidak hanya menanggapi dunia secara pasif, tetapi aktif mengabarkan kasih Kristus, keselamatan, dan datangnya kerajaan Allah. Untuk itu, pengetahuan yang disampaikan ialah firman Tuhan sendiri. Perkataan Tuhan itu harus ditafsirkan dan diajarkan sesuai dengan situasi dan kondisi masa kini. Tugas menafsirkan itulah yang menjadi peranan literatur Kristen. Apa Syarat Menjadi Komunikator Kristen? --------------------------------------- Kedua kegiatan tersebut, menafsirkan keadaan dan menafsirkan firman Tuhan, merupakan timbal balik dari misi utama literatur Kristen. Sebagai contoh, lihatlah kenyataan di Tanah Air saat ini: korupsi di tengah krisis ekonomi, perkembangan gereja di tengah masyarakat yang mayoritas non-Kristen, dan kemajuan yang dinikmati beberapa kota besar sementara daerah lain masih banyak yang terbelakang dan miskin. Pada satu sisi, umat Kristen perlu mengenali apa yang dikatakan Alkitab tentang keadaan-keadaan ini. Mereka perlu tahu bagaimana menerapkan firman Tuhan dalam situasi seperti itu. Bagaimana sikapnya dan apa yang harus diperbuatnya bila lingkungannya menyuruh dia korupsi? Bagaimana memuliakan Kristus di tengah masyarakat yang membenci Dia? Bagaimana mengembangkan karier kita dengan tetap menjaga kemuliaan Tuhan dan tidak mengabaikan orang miskin dan tertindas? Di sisi lain, firman Tuhan juga berbicara kepada hati manusia. Kristus turun ke dunia untuk membawa kabar baik, membebaskan manusia dari dosa, dan memberi hidup kekal kepada semua orang yang percaya. Lalu, firman Tuhan menyerukan pertobatan kepada semua orang yang mendengar kabar baik dan memerintahkan kita untuk menyebarluaskan kabar baik itu. Panggilan pertama dan utama dari seorang komunikator Kristen dalam bidang literatur adalah memanfaatkan media cetak untuk memberitakan Kerajaan Allah. Kalau begitu, apa syarat supaya orang bisa masuk ke dunia literatur Kristen? Bagi orang yang ingin menjadi komunikator, yaitu penulis, editor, atau pengarang, yang terpenting adalah ia punya sesuatu yang baik untuk disumbangkan kepada orang lain. Ini menyangkut beberapa hal berikut ini. - Seorang komunikator harus mengenal dan memahami lingkungan dan negaranya sendiri. Ia tahu keadaan tersebut karena mengikuti perkembangan situasi dari media dan keterlibatan pribadinya sebagai warga masyarakat, gereja, dan bangsa. Berarti dia mengenal jiwa dan kebutuhan orang yang ingin dilayani. - Ia harus memiliki pandangan alkitabiah, mengenali isi Alkitab, bukan hanya mengingat ayat-ayat dan cerita Alkitab di luar kepala, tetapi sebagai pernyataan misi Allah. Ia pun sanggup menyatakannya kembali kepada pembaca dalam bentuk yang relevan. Kalaupun ada jawaban atas suatu pertanyaan yang belum ia ketahui, ia rajin mencari tahu hal itu. - Ia telah mendalami suatu topik atau bidang tertentu, artinya ia tahu lebih daripada pembaca tentang topik itu. Dan memang begitulah seharusnya. Tapi banyak calon penulis yang berpikir, menulis tidak lebih dari mengatur kata dan menggurui! Richard Foster, penulis buku unggulan tentang doa yang berjudul "Prayer: Finding the Heart`s True Home", bertahun-tahun merasa belum siap menulis buku itu. Alasannya, dia perlu mendalami kegiatan berdoa sendiri dulu. - Ia mengenal Kristus. Pengenalan ini mutlak apabila kita mau memperkenalkan Kristus kepada orang lain. Selain adanya sumbangan tersebut, komunikator harus punya beban untuk menyampaikannya demi kepentingan sesamanya dan kemuliaan Allah. Tetapi bagaimana caranya? Untuk menjadi komunikator yang baik, ia harus mampu menyampaikan dirinya sedemikian rupa agar apa yang ia maksudkan bisa dipahami oleh pembaca yang menjadi sasarannya. Hasratnya itu mendorong dia untuk mau belajar dan menguasai teknik berkomunikasi (menulis, menyunting, menggambar), peralatan komunikasi (komputer, mesin cetak), dan sarana komunikasi (buku, majalah, brosur, dan lain- lain). Semua keterampilan tersebut dapat dipelajari. Tentu saja ada bakat khusus untuk menulis atau, misalnya, mendesain. Namun, semua keterampilan dalam bidang literatur itu dapat dikembangkan bila calon komunikator mau dan rajin mempelajarinya. Dan banyak juga cara untuk terlibat di dalamnya. Cerita ------ "Saya dibesarkan di keluarga yang tidak percaya kepada Tuhan, tetapi waktu remaja saya diundang ikut sebuah `summer camp` yang membawa pengaruh amat besar dalam diri saya. Ada kolportase di sana dan karena saya adalah pembaca yang bersemangat, saya hanya mencari buku yang paling tebal. Tahu-tahu buku itu adalah biografi seseorang yang belum pernah saya dengar namanya, Hudson Taylor (seorang misionaris di Tiongkok pada abad ke-19). Saya membacanya beberapa kali sehingga mata saya terbuka tentang apa arti memiliki hubungan yang hidup dengan Tuhan. Saat itu saya mulai sadar bahwa saya juga dipanggil untuk menjadi hamba Tuhan." [seorang hamba Tuhan yang telah melayani di Indonesia lebih dari 20 tahun] Menjadi penulis, editor, karyawan, atau penyebar literatur Kristen berarti ikut mengambil bagian dalam pelayanan yang mulia. Kita menjadi pendengar, pemelihara, peneliti, penafsir, dan pengantar perkataan Tuhan yang penuh kuasa dan pengharapan itu. Kata-kata kita dipakai untuk memberitakan perkataan Dia. Hal ini merupakan tanggung jawab yang besar, namun memberikan kepuasan yang tak terbandingkan. Pelayan yang bergerak dalam bidang tersebut tidak selalu melihat hasilnya secara langsung. Kita tidak ragu bahwa buku memberi dampak yang besar, tetapi kita tidak selalu berada di tempat terjadinya perubahan pada pembaca tersebut. Kuasa dari hal yang paling kecil (kata-kata kita) apabila diikatkan dengan kuasa yang paling besar (kata-kata Tuhan), akan mencari dan menyelamatkan kita karena kasih-Nya, dan Perkataan itulah yang kita mashyurkan dalam pelayanan literatur Kristen. Bahan disunting dari: Bahan Makalah Seminar : Pembinaan Bidang Media bagi Jemaat "Literatur dan Gereja di Era Globalisasi" Penulis : Stephen McElroy ARTIKEL 2 --------- Alkitab dan Penulis ------------------- Mencari nafkah hanya dari tulisan kristiani tidaklah memungkinkan untuk saat ini. Tetapi untuk menjadi penulis profesional bukanlah suatu hal yang mustahil. Dalam pertemuan-pertemuan penulis Kristen, yang tidak boleh dilupakan ialah bagaimana menyampaikan firman Allah dalam bahasa yang dipahami oleh manusia pada zaman ini. Bagaimana caranya menggunakan alat tulis untuk menghasilkan tulisan yang baik, yang memberikan pedoman hidup bagi umat manusia tanpa memberi kesan menggurui atau mengkhotbahi. Teknik-teknik penulisan umum dan Kristen tidak jauh berbeda. Tetapi penulisan Kristen berangkat dari suatu konsep yang sudah pasti. Sedangkan menulis untuk majalah umum tidak selamanya demikian. Banyak tulisan yang dibuat penulis hanya sekadar menyenangkan hati atau memuaskan intelek, emosi, atau kepentingan lainnya. Penulis Kristen sangat mengutamakan kebenaran; kebenaran yang terdapat di dalam kehidupan dan kebenaran di dalam wujud Firman yang telah menjadi manusia. Kebenaran yang sejati itulah yang menjadi pokok pemikiran penulis Kristen. 1. Menulis dengan menggunakan kisah dari Alkitab Para penulis dunia yang terkenal menimba inspirasinya dari kisah- kisah dalam Kitab Suci. Para penyair sangat berutang budi kepada Alkitab atas tema-tema besar yang mengilhami mereka. Ada beribu- ribu cerita yang ditulis orang setelah membaca kisah tentang anak yang hilang. Beribu-ribu artikel juga ditulis tentang kisah itu. Kisah kehidupan Daud, Elia, Yusuf, dan Yesus Kristus sendiri telah melahirkan jutaan artikel yang ditulis orang sepanjang masa. Para penulis menafsirkan kembali kisah-kisah mereka dan menuliskan tanggapannya dalam bahasa yang sesuai dengan zamannya. Melalui cerita-cerita itulah bermunculan para penulis yang tangguh di sepanjang kehidupan manusia. 2. Kata kunci yang menjadi pegangan para penulis Banyak judul buku dan artikel yang dibuat berdasarkan frasa dari Alkitab. Kata-kata kunci yang menjadi latar belakang pemikiran kemudian dikembangkan sesuai dengan perkembangan pengetahuan modern. Para penulis karangan Kristen menggunakan konkordansi untuk memperkaya kata kunci yang dipilihnya saat ia menulis berdasarkan topik tertentu. Dan tulisan yang menurut topik itu semakin berwarna dan segar di tangan penulis yang kreatif. Ia merangkai suatu masalah yang terdapat di dalam Alkitab dengan menggunakan disiplin, daya khayal, dan pengetahuan yang memadai untuk itu. Kisah robohnya tembok Yerikho dapat merangsang seorang penulis untuk membahas sebagian kecil saja dari peristiwa itu, tetapi mendalam dan menarik. Misalnya, berapa tebalkah tembok Yerikho itu? Kalau ia mengadakan penelitian atas topik ini, hasilnya pasti menarik bagi seorang editor dan bagi para pembaca pada umumnya. Begitu pula tulisan mengenai Roh Kudus, masih belum banyak dilakukan orang, padahal pokok mengenai masalah itu banyak dibahas di dalam Kitab Suci. Tentu saja penggalian dalam bidang ini memakan waktu yang cukup lama. Penulis yang telah memiliki disiplin akan tekun menelusuri buku sumber dari berbagai perpustakaan, membaca pelbagai ensiklopedi Alkitab, hasil penelitian para arkeolog, dan sebagainya. 3. Menulis untuk mempertahankan Kitab Suci Kehadiran Kitab Suci di tengah-tengah umat manusia telah menunjukkan kebertahanannya sendiri. Banyak penulis yang menjadikan Kitab Suci sebagai pokok masalah penulisan. Mereka menulis dan membantah keterangan yang terdapat di dalamnya dengan bukti-bukti yang berdasarkan "ilmu dan pengetahuan" manusia modern. Tetapi sampai kini Alkitab tetap merupakan sebuah kitab yang paling banyak dicetak dan diterjemahkan di seluruh permukaan dunia ini dan sepanjang sejarah kehidupan manusia. Alkitab telah membuktikan kehadirannya sendiri. Alkitab telah berjuang untuk dirinya dan ternyata tetap hidup di dalam hati manusia. Kitab yang hidup di dalam hati manusia adalah kitab yang tidak akan pernah dihapuskan. Apalagi di dalamnya terkandung kebenaran sejati yang mendatangkan kehidupan yang kekal. Sayangnya, banyak juga penulis yang mengutip ayat-ayat Alkitab dan mengacaukan isinya untuk sekadar menunjukkan betapa kitab itu tidak lagi relevan dengan pengetahuan masa kini. Di samping mengacaukan, mereka juga menulis untuk mengatakan bahwa kitab itu sudah kuno. Ayat-ayat Kitab Suci ditafsirkan di luar konteksnya! Tetapi Alkitab tetap berdiri tegar di tengah-tengah manusia. Allah sendiri mengatakan bahwa tidak ada kata-kata yang diucapkan-Nya kembali dengan sia-sia atau hampa (Yesaya 55:11). 4. Tulisan berdasarkan kesaksian yang bermakna Artikel bukanlah sebuah khotbah. Dan khotbah bukanlah sebuah artikel. Tetapi kedua-duanya sesungguhnya menghadirkan misi yang tidak berbeda, hanya penampilan saja yang agak berbeda. Oleh karena itu, seorang penulis yang memiliki kesaksian dari ayat Alkitab, yang sangat bermakna baginya, dapat dituangkan dalam bentuk artikel untuk menjadi kesaksian bagi orang lain. Pengalaman pertobatan yang bermakna itu bila diramu dengan wadah yang tepat, akan menarik bagi penerbit. Banyak sekali ayat Alkitab yang hidup di dalam diri para penulis terkenal, atau di dalam diri tokoh masyarakat yang masyhur sepanjang zaman. Ikhwal mereka itu tentunya menarik untuk dibahas dalam artikel yang Kristen. Bahan disunting dari: Judul buku : Penulis Kristen Kristiani Judul artikel : Alkitab dan Penulis Penerbit : Yayasan Kalam Hidup Penulis : Dr. Wilson Nadeak Halaman : 68--71 ASAH PENA --------- Y.B. Mangunwijaya ----------------- (1929-1999) Alm. Yusuf Bilyarta Mangunwijaya adalah satu dari sedikit tokoh Indonesia yang dikenal konsisten secara aktif membela masyarakat kecil. Selain aktivis (terutama dikenal dalam pembelaannya terhadap nasib warga Kedung Ombo dan karya arsitekturnya untuk pemukiman masyarakat Kali Code), ia adalah seorang rohaniwan, sekaligus sastrawan, tokoh pendidikan, dan arsitek (antara lain merancang kompleks ziarah Sendangsono, gedung keuskupan Semarang, gedung Bentara Budaya Jakarta, rumah Arief Budiman, dll). Romo Mangun, begitu ia dikenal, lahir pada tanggal 6 Mei 1929 di Ambarawa, Jawa Tengah. Ayahnya, Yulianus Sumadi Mangunwijaya, seorang guru Sekolah Rakyat, sedang ibunya bernama Serafin Kamdanijah. Sulung dengan sebelas adik ini mulai mengenal sastra saat tamat SD di Magelang tahun 1943, saat militer fasis Jepang sedang mencengkeram Indonesia. Karya sastra yang ia baca waktu itu dan masih membekas sampai ia dewasa adalah "Max Havelaar" karya Multatuli. Struktur cerita novel itu juga diakui ia pakai dalam menulis "Burung-Burung Manyar." Selain dorongan dari kedua orang tuanya, kemampuan Mangunwijaya dalam menulis juga disebut berasal dari sistem pendidikan yang mendukung. Guru-guru SD-nya waktu itu adalah para biarawan Belanda yang mendidik muridnya agar dapat berpikir luas. Ilmu bumi bukan hanya menghafal nama kota, laut, dll., namun diajarkan dengan merangsang imajinasi siswa ke tempat-tempat jauh, dengan paparan tentang budaya dan sejarah bangsa lain sehingga menarik minat siswa untuk menekuninya. Dituturkannya waktu itu, tiap minggu anak-anak SD diminta membuat karangan dengan judul-judul yang konkret seperti "Melihat-lihat di Pasar", "Membeli Barang di Toko", dsb. Dengan cara itu, anak-anak dilatih untuk mengobservasi, menganalisis, mencatat segi serius maupun humor dari satu peristiwa, serta untuk mengungkapkan perasaan lewat tulisan yang sistematis dan menarik. Guru juga sangat memerhatikan daya kreasi anak. Jika anak menjawab hanya sekadar meniru tanpa memahami artinya, itulah dosa besar pendidikan. Romo Mangun memang sangat menaruh perhatian pada pendidikan anak. Tulisannya tentang pendidikan (anak) antara lain termuat dalam buku "Menumbuhkan Sikap Religiusitas Anak-Anak", "Tumbal" (kumpulan esai), artikel di majalah Basis "Mencari Visi Dasar Pendidikan", kumpulan esai "Impian dari Yogyakarta", dan masih banyak lainnya. Perhatiannya ini juga yang mendorong ia mendirikan berbagai yayasan antara lain Yayasan Dinamika Edukasi Dasar dan Yayasan Dana Sayang Anak Derita (Dayang Arita). Waktu muda, Mangunwijaya bergabung dalam perjuangan Tentara Pelajar dan sempat menjabat sebagai komandan. Pernah dia menceritakan pengalaman itu dengan kocak, bahwa sebagai tentara ia hanya lari sana lari sini. Dia mampu menertawakan pengalaman yang oleh banyak orang lain selalu dibangga-banggakan itu. Usia 22 tahun, ia memutuskan masuk ke Seminari di Yogyakarta kemudian dilanjutkan di Seminari Magelang dan Institut Filsafat Sancti Pauli Yogyakarta yang mengantarnya ditahbiskan sebagai imam tahun 1959. Ia juga belajar arsitektur di ITB hingga tahun 1960 dan dilanjutkan ke Sekolah Teknik Tinggi Rhein, Aachen, Jerman. Sepulang dari Jerman, ia menjadi pastur di Salam dan dosen Arsitektur UGM serta mulai banyak menulis di surat kabar dan majalah. Ketika itu jugalah ia mulai melirik dunia sastra. Tahun 1975, cerpennya berjudul "Kapten Tahir" yang berkisah tentang tapol di Pulau Buru memenangi Hadiah Kincir Emas dari Radio Nederland. Seperti kesehariannya, karya-karya Romo Mangun juga selalu memotret dan memperjuangkan nasib mereka yang miskin, dianiaya dan terpinggirkan. Sebagaimana terungkap dalam esai "Sastrawan Hati Nurani", menurutnya, ada lima jenis sastrawan. Pertama, sastrawan yang bersastra untuk mencari nafkah, kedua sastrawan istana yang karyanya hanya menyanjung penguasa, ketiga sastrawan yang berkubang pada pelampiasan nafsu rendah manusia, empat adalah sastrawan iseng, dan kelima sastrawan hati nurani yang secara sadar memperjuangkan keadilan dan kebenaran, mengangkat harkat martabat manusia serta menopang perdamaian, persaudaraan, perikemanusiaan, dan peradaban. Dari semua itu, ia memilih yang kelima. Dalam pengantar buku kumpulan cerpen "Rumah Bambu" (diterbitkan setelah beliau wafat), penyunting buku itu mengungkapkan bahwa karya Romo Mangun mungkin sering "hanya" berkisar peristiwa sehari-hari yang remeh, kecil, sepele, tapi sarat makna. Sama halnya jika saat makan malam, waktu hujan, Romo Mangun sering terlihat gelisah, berjalan mengelilingi meja makan sampai bisa lebih dari lima belas kali karena membayangkan nasib anak-anak gelandangan yang saat itu tidur di emper toko. Pikiran seperti itu juga bisa dilihat lewat karya-karyanya. Karya-karya Romo Mangun juga merefleksikan keimanannya. Setidaknya itu bisa kita lihat di novel "Balada Dara-Dara Mendut" serta "Pohon- Pohon Sesawi". Judul pertama bisa disebut sebagai novel sejarah karena berlatar sejarah gereja Katolik pada masa kolonial sampai awal kemerdekaan. Sedang judul kedua (diterbitkan setelah beliau meninggal) semula berupa naskah novel (mungkin belum selesai) yang ditemukan di ruang kerjanya dalam bentuk berkas ketikan manual dan coretan tangan. Karyanya yang ini serupa novel otobiografis karena mengisahkan perjalanan refleksi keimanan seorang romo. Sama seperti Pramoedya, karya Mangunwijaya juga sering berupa novel sejarah yang memakai karakter perempuan untuk menyerukan gugatannya terhadap ketidakadilan. Novel sejarah sendiri memang memungkinkan penulis menyetujui maupun menolak sejarah yang mapan, bahkan tokohnya juga tidak harus tokoh sejarah karena tokoh sejarah sendiri bisa hanya sebagai pelengkap untuk mendukung tokoh utama. Dalam novel-novelnya seperti "Burung-Burung Manyar", "Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa", trilogi "Roro Mendut", "Genduk Duku", dan "Lusi Lindri", tokoh perempuan banyak menjadi figur utama. Perempuan-perempuan itu mewakili perempuan tertindas yang berkepribadian pekerja dan pejuang ulung, jauh dari sikap kolokan, jelita, dan manja. Karena keberaniannya itulah, pemerintah Orde Baru sempat mencurigai dan memasukkannya ke dalam daftar hitam. Perjuangan Romo Mangun untuk mendidik bangsa ini terus ia lakukan sampai akhir hayatnya. Dalam pelukan Mohammad Sobary, ia meninggal dunia akibat serangan jantung sesaat setelah menyampaikan makalah tentang perbukuan di Jakarta pada tanggal 10 Februari 1999. Melihat ulang kisah hidupnya, jangkauan perhatian Romo Mangun memang pantas membuat terkesima. Dia tidak seperti Oracle Delphi yang menjadi kuil kebijaksanaan saja, tetapi dia menempatkan diri sebagai seorang pengembara yang ikut serta dalam semua perjalanan. Dirangkum oleh Ary dari: - Pinurbo, Joko dan Kushardini, Th., pengantar buku kumpulan Cerpen "Rumah Bambu" YB Mangunwijaya, 2000, KPG, Jakarta. - Rahmanto, B. 2001. "YB Mangunwijaya, Karya dan Dunianya". Jakarta: Grasindo. - Yunus, Firdaus M. 2004. "Pendidikan Berbasis Realitas Sosial - Paolo Freire&YB Mangunwijaya". Yogyakarta: Logung Pustaka. - "Mengenang Romo Mangun", dalam http://www.socineer.com/indo-kenangmangun.html STOP PRESS ---------- Situs SABDA Space ------------------ "Siapa saja bisa menjadi penulis. Kuncinya adalah terus menulis." Itulah dua penggal kalimat yang dikemukakan oleh Nelson Ellison. Bila Anda termasuk orang yang ingin bisa menulis, namun sering meragukan kemampuan Anda, tidak ada jalan lain selain terus menulis. SABDA Space memberikan ruang bagi Anda yang gemar menulis blog. Beragam kategori telah tersedia bagi Anda, seperti Ayah Bunda, Bahasa/Sastra, Kaum Muda, Kesaksian, Pengajaran/Guru, Penginjilan, dan Puisi. Bahkan Anda dapat membubuhkan sendiri kategori yang sesuai bagi jenis tulisan Anda. Inilah saatnya bagi Anda untuk memulai langkah menjadi penulis. Segera mendaftar di SABDA Space untuk mendapatkan akun dan mulai menulis artikel ataupun mengomentari artikel-artikel lainnya. ______________________________________________________________________ Staf Redaksi : Ary, Puji, dan Raka Berlangganan : Kirim email ke subscribe-i-kan-penulis(at)xc.org Berhenti : Kirim email ke unsubscribe-i-kan-penulis(at)xc.org Kirim bahan : Kirim email ke staf-penulis(at)sabda.org Arsip e-Penulis: http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/ Situs CWC : http://www.ylsa.org/cwc/ Situs Pelitaku : http://pelitaku.sabda.org/ ______________________________________________________________________ Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA. Didistribusikan melalui sistem network I-KAN. Copyright(c) e-Penulis 2006 YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |