Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/21

e-Penulis edisi 21 (26-7-2006)

Teknik Menulis Untuk Media

    

______________________________________________________________________

                              e-Penulis
                       (Menulis untuk Melayani)
                         Edisi 021/Juli/2006

                      TEKNIK MENULIS UNTUK MEDIA
                      --------------------------

  = DAFTAR ISI =
    * Dari Redaksi
    * Artikel      : Susahnya Menjadi Penulis Pemula
    * Tips         : Enam Langkah agar Tulisan Anda Dipublikasikan
    * Asah Pena    : Arswendo Atmowiloto
    * Stop Press   : Peluncuran Publikasi Baru YLSA


                             DARI REDAKSI

  Salam kasih,

  Anggapan bahwa menembus media massa hanya dapat dilakukan oleh
  mereka yang sudah berpengalaman kelihatannya cukup menjadi momok
  bagi sebagian besar penulis pemula. Apalagi bila ternyata sejumlah
  tulisan yang dikirimkan dikembalikan alias ditolak oleh media
  terkait. Benarkah pandangan tersebut? Masih adakah celah bagi para
  penulis pemula untuk mendapatkan tempat bagi tulisan mereka di
  media-media massa? Sejumlah artikel yang disodorkan kepada pembaca
  kali ini kiranya menumbuhkan semangat untuk tetap menulis. Ikuti
  pula kolom Asah Pena, yang kali ini mengetengahkan biografi penulis,
  jurnalis dan sutradara Indonesia Arswendo Atmowiloto.

  Selamat menikmati!

  Redaksi e-Penulis,
  Raka


                               ARTIKEL

                    Susahnya Menjadi Penulis Pemula
                    -------------------------------

  Pernah sebuah lelucon menyatakan, suatu artikel dimuat di koran
  karena penulisnya benar-benar `bermutu`, alias (maaf) bermuka tua.
  Maksudnya, ia memang sudah dikenal karena sering menulis di banyak
  media sehingga karyanya gampang dimuat. Mungkinkah salah satu syarat
  agar karya bisa dimuat di media adalah sudah berpengalaman menulis
  di media? Lalu bagaimana dengan para penulis muda yang belum pernah
  dimuat? Susah juga `kan?

  Pengalaman pribadi penulis sendiri, pernah sejumlah tulisan yang
  dikirimkan ke sejumlah harian dikembalikan oleh redaksi. Setelah
  berulang-ulang ditolak, penulis lalu tertarik membaca buku "Kiat
  Menulis di Media" karya Aqua Dwipayana (Penerbit Global Mahardika
  Netama). Buku tersebut kecil, tetapi cukup komplit; selain memuat
  panduan teknis juga bermacam jurus nonteknis. Karena merasa belum
  cukup mampu melaksanakan tips-tips yang ada dalam buku tersebut (dan
  belum memiliki reputasi) untuk menulis di media seperti harian umum,
  penulis pun mencoba mencari segmen yang lebih sempit, yaitu majalah
  dan tabloid yang khusus membahas topik yang dikuasai. Untungnya
  beberapa kali sempat dimuat.

  Tetapi penulis masih belum puas juga karena masih lebih banyak yang
  ditolak ketimbang yang dimuat. Selain itu, ada hal-hal yang terasa
  kurang tuntas dibahas. Lalu penulis memutuskan beralih untuk menulis
  buku. Panduan favoritnya adalah karya Bambang Trim, yaitu "Menggagas
  Buku" (Penerbit Bunaya). Ternyata penulis lebih kerasan di dunia
  perbukuan ini.

  Setelah dipikir-pikir, kalau diibaratkan, penulis yang sudah punya
  "nama" seperti pemain yang dihadiahi tendangan penalti, sementara
  penulis pemula adalah pemain yang melakukan tendangan bebas dari
  tengah lapangan. Siapa pun tahu, tendangan penalti punya kesempatan
  lebih besar untuk bisa mencetak gol.

  "Jalur Cepat" untuk Menulis
  ---------------------------
  Bila mengamati tulisan yang tampil di banyak harian, sepertinya
  gelar juga ikut berperan besar dalam pemuatan suatu tulisan. Kalau
  Anda doktor atau profesor, tentu lebih mudah menembus pintu media.
  Cukup dengan membaca gelarnya saja, bisa jadi redaktur sudah
  memiliki kepercayaan. Kalau perlu dengan embel-embel pakar suatu
  bidang tertentu karena orang sering mengasumsikan kalau seorang
  doktor itu pasti identik dengan pakar. Menulis bagi para dosen/
  peneliti juga memberikan tambahan "credit point" untuk kenaikan
  jabatan fungsional. Padahal yang paling memerlukan "credit point"
  (selain honor tentu saja) adalah pada dosen muda, yang kebanyakan
  belum mencapai tingkat pendidikan S3, apalagi profesor. Kalau sudah
  jadi profesor buat apa susah-susah menulis, toh sudah "mentok".
  Jadi, gelar juga bisa meningkatkan keterampilan yang layak jual.
  Bahkan kadang di bidang yang tidak relevan dengan apa yang
  dilakukan. Publik dan media juga bakal lebih cepat memercayai apa
  yang dinyatakan oleh orang bergelar PhD. Keuntungannya, buku-buku
  yang ditulis ataupun sekadar memasang namanya akan lebih laku.
  Artikel bisa cepat dimuat di koran tanpa redaksi terlalu mengkritisi
  isinya, mungkin cukup hanya membaca gelarnya.

  Bagi yang tidak memiliki bekal dari jalur akademis yang memadai,
  masih tersedia pintu lainnya. Walaupun baru pertama kali menulis,
  asalkan beliau politisi, birokrat, selebritis, atau mantan orang
  terkenal tulisannya berpeluang lebih besar untuk dimuat. Kalaupun
  redaksi kesulitan mencari relevansi penulis dengan isi tulisan,
  cukuplah diberikan embel-embel "pemerhati" suatu masalah. Pemerhati
  `kan tidak pernah salah, seperti halnya komentator sepak bola tak
  pernah disalahkan meski analisisnya ternyata bertentangan dengan
  hasil pertandingan.

  Bila melihat pengalaman sejumlah enterpreneur sukses, sering kali
  kesuksesan mereka berawal dari lamaran kerja yang ditolak di mana-
  mana. Ketimbang mencari pekerjaan, mereka membikin perusahaan (dan
  pekerjaan) sendiri, dan ternyata jauh lebih sukses ketimbang
  rekannya yang menjadi pekerja di perusahaan. Begitu juga halnya
  kalau seorang penulis naskahnya ditolak, mungkin justru menimbulkan
  pikiran untuk menerbitkan buku sendiri atau membikin majalah
  sendiri. Mungkin seperti halnya grup musik ada yang memilih jalur
  major label ada yang memilih jalur indie. Mungkin akan banyak
  nantinya penulis beraliran indie.

  Karangan Bermutu? Seperti Apa Sih?
  ---------------------------------
  Sebenarnya kriteria tulisan bermutu itu tidak ada pembakuannya.
  Analoginya, sinetron yang banyak beredar di sejumlah televisi swasta
  seperti sekarang ini makin "tidak bermutu" justru makin laku.
  Buktinya, ada yang sekuelnya diproduksi sampai bertahun-tahun dengan
  pemain yang gonta-ganti tak karuan, serta jalan cerita yang di luar
  nalar. Kalau tidak, justru idenya menjiplak sinetron dari luar
  negeri yang (maaf) sama tidak bermutunya. Kesimpulannya, mutu
  karangan tidak ada korelasinya dengan selera pasar atau selera
  redaktur.

  Memang benar, seperti yang diungkapkan Andreas Harefa, karangan
  bermutu itu relatif. Kriteria artikel yang layak muat di tiap harian
  berbeda, begitu juga antara harian, mingguan, bulanan, antara
  majalah dan tabloid. Jadi, kalau suatu karangan ditolak, itu tidak
  berarti kalau penulisnya tidak bermutu.

  Bila diadaptasikan dari sebuah kalimat bijak, tidak masalah berapa
  kali Anda ditolak, yang penting berapa kali Anda mencoba menulis
  lagi. Mungkin penolakan yang diterima saat mengirim suatu artikel
  menandakan Tuhan hendak menunjukkan jalan lain yang lebih besar
  untuk Anda. Siapa tahu Anda lebih berbakat menjadi penulis buku,
  novel, atau bahkan penulis skenario sinetron yang penghasilannya
  jauh lebih menarik pada masa kini. Jadi kalau dianalogikan, kita
  bisa saja membuat produk yang sama, tetapi hasil karya kita lebih
  cocok dibuat dalam suatu kemasan tertentu. Seperti halnya kalau
  orang bikin lemper, lebih cocok dibungkus pakai daun pisang
  ketimbang pakai kantong plastik.

  Daftar Bacaan
  -------------
  Andreas Harefa, "Agar Menulis, Mengarang Bisa Gampang", 2002,
  Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

  Bambang Trim, "Menggagas Buku", 2002, Jakarta, Penerbit Bunaya.

  Aqua Dwipayana, "Kiat Menulis di Media", 2003, Jakarta, Penerbit
  Global Mahardika Netama.

  Sonny Set dan Sita Sidharta, "Menjadi Penulis Skenario Profesional",
  2003, Jakarta, Penerbit Grasindo.

  Purdi E. Chandra, "Menjadi Enterpreneur Sukses", 2003, Jakarta,
  Penerbit Grasindo.

  Bahan diedit dari artikel berjudul sama.
  Penulis : Firrar Utdirartatmo, alumnus S1 Teknik Informatika ITB
  Milis   : bukukukekasihku <bukukukekasihku(at)yahoogroups.com>


                                TIPS

            Enam Langkah agar Tulisan Anda Dipublikasikan
            ---------------------------------------------

  Menjadi penulis lepas ialah sebuah cara untuk bekerja di rumah,
  namun tetap menghasilkan. Sebagai seorang penulis, Anda memiliki
  kesempatan istimewa untuk memengaruhi apa yang orang lain pikir atau
  lakukan. Anda dapat menyentuh emosi, bahkan mungkin mampu mengubah
  jalan hidup seorang pembaca. Tiap tahun, jutaan orang akan berusaha
  untuk membuat tulisan mereka dipublikasikan di majalah, koran, atau
  buku, namun persentase yang berhasil hanya sedikit saja. Mereka yang
  selalu gagal membuat tulisannya dipublikasikan diam-diam akan merasa
  bahwa penulis yang tulisannya berhasil dipublikasikan lebih berbakat
  dari diri mereka. Meski benar ada beberapa yang memiliki bakat lebih
  dari yang lainnya, namun sebenarnya bakat bukanlah faktor utama yang
  menentukan kesuksesan banyak penulis lepas. Enam langkah berikut
  dapat membantu Anda untuk memulai perjalanan tulisan Anda menuju
  dipublikasikan.

  1. Sekarang saatnya mulai. Tanyakan pada diri Anda pertanyaan
     berikut. Apakah saya ingin menjadi penulis, ataukah saya ingin
     menulis? Ada perbedaan antara kedua pertanyaan itu. Menjadi
     penulis adalah sebuah angan-angan, sedangkan menulis adalah
     sebuah kerja keras. Jika Anda menunggu waktu dan tempat yang
     tepat untuk memulai menulis, Anda tak akan pernah tahu kapan Anda
     bisa melakukannya. Jangan menunggu sampai anak-anak masuk sekolah
     atau sampai Anda memiliki komputer. Untuk menjadi seorang
     penulis, hal pertama yang harus Anda lakukan adalah menulis --
     sekarang juga. Tidak ada waktu yang lebih baik lagi untuk mulai
     karena menunggu hanyalah sebuah alasan untuk menghindari
     kegagalan.

  2. Asah keahlian Anda. Saya tak akan memberikan pelajaran menulis
     karena tempat di sini tidak akan cukup, tapi saya dapat memberi
     tahu apa yang harus Anda lakukan agar dapat menjadi penulis
     terbaik: baca dan tulis. Bacalah jenis tulisan yang ingin Anda
     tulis. Baca semua sajian publikasi yang ingin Anda kirimi
     tulisan. Waktu membaca, perhatikan karakter yang baik dan yang
     buruk dari setiap penulis. Tuliskan kalimat yang membuat Anda
     kagum. Anda bahkan dapat menyalin sebuah artikel yang bagus untuk
     mendapatkan cita rasa bagaimana kalimat-kalimat yang ada disusun.
     Kemudian, cari bacaan tentang menulis. Ada banyak buku, majalah,
     atau artikel bagus tentang menulis yang bisa Anda dapatkan.

     Yang paling penting untuk dilakukan agar bisa meningkatkan
     kualitas tulisan Anda adalah dengan menulis. Seperti
     keterampilan-keterampilan lain, semakin sering Anda melakukannya,
     semakin baik hasil yang Anda dapat. Anda juga akan dapat
     mengembangkan gaya Anda sendiri maupun kalimat khas Anda yang
     akan dapat mempermudah Anda dalam menyelesaikan tulisan. Namun,
     ini tidak akan terjadi sebelum Anda menulis sebanyak yang Anda
     bisa.

  3. Pilih secara saksama topik Anda. Apa yang Anda tulis lebih
     penting dari keterampilan menulis Anda. Topik Anda harus bisa
     dijual. Pastikan apakah artikel yang Anda buat sesuai dengan
     minat pembaca media yang Anda tuju. Apa yang membuat Anda
     memenuhi syarat untuk menulis artikel macam itu? Apakah Anda
     memang menguasai bidang itu ataukah Anda akan mewawancarai para
     ahlinya? Apakah topik Anda menyoroti hal yang belum pernah
     dibahas sebelumnya atau apakah Anda sudah mempunyai sudut pandang
     yang baru tentang topik tersebut? Apakah Anda mengajarkan pembaca
     sebuah keterampilan yang selama ini mungkin harus mereka bayar
     untuk mendapatkannya? Apakah informasi yang Anda berikan akan
     mampu menguatkan pembaca? Jika Anda tidak dapat memenuhi paling
     tidak salah satu dari syarat-syarat di atas, sepertinya akan
     sulit untuk membuat sebuah media massa tertarik memublikasikan
     tulisan Anda.

  4. Lakukan apa yang dilakukan penulis sukses. Anda mungkin telah
     dianugerahi kemampuan untuk menulis, namun Anda tidak akan
     menjadi penulis yang tulisannya dipublikasikan sebelum Anda
     belajar metode-metode yang biasa dipakai para penulis lepas. Kita
     sudah sering mendengar ucapan, "Tuliskan apa yang Anda ketahui!"
     Jika Anda ingin tulisan Anda terpublikasikan, menulislah untuk
     media yang telah Anda kenali. Anda tak akan bisa mengenali
     `kepribadian` suatu media cetak sebelum Anda menjadi pembacanya
     yang setia. Dengan rajin membacanya, Anda akan bisa mengenali
     jenis tulisan yang biasanya mereka beli dan ide-ide macam apa
     yang belum pernah dipakai. Sama halnya dengan Anda tak akan bisa
     menggambar seseorang yang belum pernah Anda temui, Anda tak akan
     bisa membuat tulisan yang dapat diterima sebuah media yang belum
     pernah Anda baca. Jika Anda ingin mengirim tulisan ke media yang
     tidak bisa didapatkan di wilayah Anda, kirimkan sebuah contoh ide
     Anda dan coba mintalah petunjuk penulisan. Kumpulkan informasi
     sebanyak-banyaknya, tapi jangan menulis dulu sebelum Anda
     mengontak media tersebut dan mengirimkan "query" (surat
     penawaran). Penulis yang berpengalaman tidak mengirimkan sebuah
     tulisan yang sudah lengkap. Mereka tak mau membuang waktunya
     untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum pasti disetujui. Lebih
     baik belajarlah bagaimana cara mendemonstrasikan keterampilan
     menulis dan cara mengemukakan ide-ide Anda dalam sebuah proposal
     khusus yang disebut "query". Pamerkan hal itu dalam sebuah
     blangko yang bagus yang mencantumkan nama Anda di bagian atasnya.
     Selalu tutup tiap surat dengan membubuhkan nama lengkap dan
     alamat Anda, sertakan pula amplop dan perangko balasan untuk
     mereka. Tampilan dan kesan profesional menentukan.

  5. Pemasaran yang efektif adalah sama pentingnya dengan tulisan yang
     bagus. Jika Anda memandang tulisan Anda sebagai `produk`, Anda
     akan memahami mengapa sangat penting bagi kita untuk menggunakan
     teknik marketing untuk meyakinkan seorang editor untuk membeli
     apa yang Anda jual. Menulis adalah sebuah bisnis dan hanya mereka
     yang menyadari hal ini yang akan memiliki kesempatan untuk
     sukses. Gunakan "query" Anda untuk menjelaskan kepada editor
     kenapa pembaca akan tertarik dengan topik Anda dan bagaimana
     mereka akan dapat memperoleh manfaat dari kalimat-kalimat Anda.
     Penulis yang tulisannya tidak terpublikasikan memiliki kesulitan
     utama dalam hal menjual karya mereka. Tulisan Anda akan lebih
     berkesempatan dipublikasikan jika Anda tidak langsung mengirim
     tulisan ke sebuah media nasional. Jika harus, menulislah untuk
     sebuah media lokal tanpa bayaran dulu; walau demikian, tetap
     menulislah sebaik mungkin. Tidak akan ada orang yang tahu bahwa
     Anda menulis tanpa dibayar, tapi Anda sekarang sudah punya bukti
     publikasi tulisan yang bisa ditunjukkan kepada editor media yang
     lebih besar.

  6. Penolakan adalah bagian dari proses. Tidak ada orang yang suka
     diberitahu bahwa karyanya tidak diterima, dan akan lebih sulit
     terutama saat dia merasa bahwa usaha kreatifnyalah yang ditolak.
     Kebanyakan orang yang ingin menjadi seorang penulis mengirimkan
     tulisannya berupa sebuah artikel, puisi, atau cerpen. Ketika
     media tersebut mengirim surat pernyataan bahwa tulisan mereka tak
     diterima, penulis itu akan merasa bahwa ketakutan terbesarnya
     telah terbukti. Jadi, manuskrip tulisannya itu segera ia simpan
     rapat-rapat di laci dan tidak pernah ia lihat atau sentuh lagi.
     Ini adalah kesalahan yang sangat fatal. Media menolak sebuah
     karya atas pertimbangan banyak alasan. Kualitas tulisan yang
     jelek hanya salah satu di antaranya. Mereka mungkin baru saja
     menerima tulisan dengan topik sejenis, atau media itu tidak
     menerima kiriman berupa puisi, atau editornya sedang mengalami
     hari yang buruk sehingga ia menolak semua kiriman tulisan yang
     menumpuk di mejanya. Bisa juga tulisan tersebut kurang sesuai
     dengan standar profesional mereka. Apa pun alasannya tidak begitu
     penting. Namun, adalah penting untuk menegaskan sejak awal karir
     Anda bahwa penolakan adalah bagian dari proses penerimaan.
     Sebelum Anda bersedia mengambil risiko ditolak berkali-kali,
     tulisan Anda tak akan pernah diterima. Bahkan pemain bola
     terhebat melakukan jauh lebih banyak tendangan yang melenceng
     daripada yang menghasilkan gol. Namun, tendangan melenceng yang
     ia buat adalah proses pembelajaran menuju terciptanya gol
     kemenangan. Tidak ada sukses instan di semua bidang profesi.
     Menjadi seorang penulis yang karyanya dipublikasikan memerlukan
     sebuah proses. Semua orang yang memiliki sedikit bakat tapi fokus
     dan kegigihan yang besar akan dapat meraih sukses.(t/ary)

  Bahan diedit dan diterjemahkan dari:
  Judul artikel : Six Ways to Getting Published
  Penulis       : Georganne Fiumara
  Situs         : http://www.freelancewriting.com


                               ASAH PENA

                           Arswendo Atmowiloto
                           -------------------

  Arswendo Atmowiloto (lahir Solo, 26 November 1948) mempunyai nama
  asli Sarwendo. Ndo, panggilannya, dari kecil senang mendalang. "Dari
  situ saya berkenalan dengan seni," katanya. Ayahnya, pegawai balai
  kota Surakarta, sudah meninggal ketika Arswendo duduk di bangku
  sekolah dasar. Ibunya, meninggal pada 1965. Arswendo pun yatim piatu
  di usia 17 tahun, ketika masih duduk di bangku SMA.

  Tetapi, cita-citanya yang semula ingin jadi dokter, "gagal karena
  masalah ekonomi". Lalu, ia lulus tes Akademi Postel di Bandung,
  tetapi urung berangkat, "karena tidak ada ongkos". Tokh,
  keinginannya jadi mahasiswa terpenuhi di IKIP Surakarta (sekarang
  Universitas Negeri Sebelas Maret), walau cuma tiga bulan. "Saya
  hanya ingin memiliki jaket universitas," begitu alasannya masuk
  perguruan tinggi.

  Arswendo memang suka berkelakar. Terkesan seenaknya hampir dalam
  segala hal. Kadang ia pun mengikuti arus. Misalnya, rambutnya pernah
  dipanjangkan dan diikat ke belakang bergaya ekor kuda, ini pun cuma
  ikut-kutan dengan arus, katanya. Ia pun mengaku hidupnya santai, tak
  pernah basa-basi, dan juga tak pernah memikirkan hari esok. Untuk
  soal terakhir itu, inilah contohnya. Suatu hari, di awal tahun 70-
  an, ia menerima honorarium menulis dari Harian Dharma Kandha sebesar
  Rp 1.500. Di dekat kantor tampak sejumlah orang, antara lain sopir
  becak, sedang berjudi. Ia bergabung dan kontan uang itu ludes.

  Ia mulai menulis, dalam bahasa Jawa, cerita pendek, cerita
  bersambung, artikel di media berbahasa Jawa di tahun 1968. Mula-mula
  tulisan-tulisannya selalu ditolak. Tapi begitu menggunakan nama
  Arswendo (bukan Sarwendo) Atmowiloto (nama ayahnya), tulisan
  diterbitkan. "Nama Sarwendo tak membawa berkah rupanya,"
  komentarnya.

  Ia menjadi wartawan ketika di Solo muncul harian berbahasa Jawa,
  Dharma Kandha dan Dharma Nyata. Sambil bekerja di media tersebut, ia
  pun menjadi koresponden lepas Majalah TEMPO. Tahun 1972 Arswendo
  pindah ke Jakarta, bekerja sebagai redaktur pelaksana di majalah
  humor Astaga. Majalah ini tak hidup lama dan ia pun masuk menjadi
  wartawan di kelompok Kompas-Gramedia. Di kelompok ini, ia sempat
  menjadi pemimpin redaksi majalah remaja Hai dan tabloid hiburan
  Monitor.

  Arswendo sangat meminati masalah televisi. Ia tidak pernah bosan
  melempar saran dan kritik kepada TVRI, tidak peduli ditanggapi atau
  tidak. Bahkan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta 1982, ia menelanjangi
  media pemerintah itu lewat ceramahnya, "Menjadi Penonton Televisi
  yang Baik". Ia tahu betul liku-liku pertelevisian.

  Bukan cuma televisi, Ndo juga pengamat komik yang baik. Koleksi
  komiknya cukup lengkap, terutama yang pernah terbit di Indonesia. Ia
  kesal sekali, ketika di suatu zaman, komik dianggap merusak. "Tahun
  1955 komik dibakar, tahun 1977 komik dirazia bersama razia rambut
  gondrong," tuturnya. Ndo penasaran dan ia meneliti komik pada tahun
  1977. Ternyata, komik tidak seburuk yang disangka. Bahkan PT Pustaka
  Jaya, penerbit yang pada tahun 1972 pernah menyatakan tidak akan
  menerbitkan komik -- pada tahun 1977 mulai menerbitkan komik. Ndo,
  yang pernah mengikuti program penulisan kreatif di Iowa, AS, pada
  tahun 1979 ini menikah dengan Agnes Sri Hartini dan dikaruniai tiga
  orang anak.

  Tahun 1990, Monitor yang melesat tirasnya dalam waktu singkat dengan
  jurnalismelernya, tersandung kasus. Jajak pendapat tentang tokoh-
  tokoh yang dikagumi antara lain menempatkan Nabi Muhammad di urutan
  ke-12. Keruan saja tabloid ini dituding menghina Nabi Muhammad.
  Meledak demonstrasi hingga merusakkan kantor Monitor. Merasa
  terancam, Arswendo meminta perlindungan ke polisi. Tuntutan massa
  dan suasana sosial-politik kala itu menyebabkan Wendo diajukan ke
  pengadilan, diganjar lima tahun penjara. Ekonomi keluarganya
  terpuruk. Anaknya yang baru lulus sekolah dasar berjualan sampul
  buku, anaknya yang lebih tua berjualan kue.

  Pribadinya yang santai dan senang humor membantu Arswendo menjalani
  hidup di penjara. Ia misalnya, menghabiskan waktu di penjara dengan
  memanfaatkan keterampilannya membuat tato -- yang ditato adalah
  sandal. Sandal yang semula seharga Rp 500, setelah ditato bisa ia
  jual seharga Rp 2.000. Lewat usaha itu, ia punya 700 anak buah.
  Tentu ia tetap menulis. Tujuh novel lahir selama ia di LP Cipinang,
  antara lain "Kisah Para Ratib", "Abal-Abal", "Menghitung Hari"
  (sekeluar dari penjara, novel "Menghitung Hari" yang judulnya
  diilhami dari Mazmur 90:12 ini dibuat sinetron dan memenangi Piala
  Vidya). Tak hanya novel, di penjara itu pula ia menulis puluhan
  artikel, tiga naskah skenario, dan beberapa cerita bersambung yang
  sebagian di antaranya ia kirimkan ke Kompas dan Suara Pembaruan
  dengan menggunakan nama samaran. Untuk cerita bersambung, misalnya
  "Sudesi" (Sukses dengan Satu Istri), di harian Kompas, ia
  menggunakan nama "Sukmo Sasmito". Untuk "Auk" yang dimuat di Suara
  Pembaruan ia memakai nama "Lani Biki", kependekan dari Laki Bini
  Bini Laki, nama iseng yang ia pungut sekenanya. Nama-nama lain yang
  pernah dipakainya adalah "Said Saat" dan "B.M.D Harahap".

  Setelah menjalani hukuman lima tahun ia dibebaskan dan kemudian
  kembali ke profesi lamanya. Ia menemui Sudwikatmono yang menerbitkan
  tabloid Bintang Indonesia yang sedang kembang-kempis. Di tangannya,
  Arswendo berhasil menghidupkan tabloid itu. Namun, Arswendo hanya
  bertahan tiga tahun di situ karena ia kemudian mendirikan
  perusahaannya sendiri, PT Atmo Bismo Sangotrah, yang memayungi
  sedikitnya empat media cetak: tabloid anak Bianglala, Ina (kemudian
  jadi Ino), AMI (Anak Manis Indonesia), serta tabloid Pro-TV. Saat
  ini selain tetap aktif menulis, pemilik rumah produksi PT
  Atmochademas Persada ini telah membuat sejumlah sinetron.
  Sinetronnya "Keluarga Cemara" memperoleh Panasonic Award 2000
  sebagai acara anak-anak favorit. Tiga kali ia menerima Piala Vidya
  untuk film "Pemahat Borobudur", "Menghitung Hari", dan "Vonis
  Kepagian". Kini, selain tetap aktif menulis, ia juga merangkap
  menjadi sutradara sinetron, "Karena iseng saja. Sutradara honornya
  juga bagus, ya sudah," ujar Wendo.

  Dirangkum oleh Ary dari sumber:
  - Apa Siapa (Arswendo Atmowiloto)
    Situs : http://www.pdat.co.id/hg/apasiapa/html/A/ads,20030617-11,A.html
  - Wikipedia
    Situs : http://id.wikipedia.org
  - Berbagai media massa


                              STOP PRESS

                    Peluncuran Publikasi Baru Ylsa
                    ------------------------------

  Sebagian besar orang mungkin sudah mengenal Martin Luther sebagai
  seorang tokoh reformasi gereja. Namun, seberapa banyak orang yang
  mengetahui pergumulan masa mudanya? Lalu, berapa banyak orang yang
  mengenal Gregor Mendell, bapak genetika itu, sebagai seorang pastor?
  Kini melalui Buletin Elektronik "Bio-Kristi" (Biografi Kristiani),
  yang akan terbit sebulan sekali, Anda dapat mengenal sejumlah tokoh-
  tokoh Kristen yang berkarya dan memberi dampak yang besar bagi
  kehidupan manusia. Buletin elektronik baru yang akan diluncurkan
  oleh Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) pada Agustus 2006 ini selain akan
  menyajikan artikel yang mengisahkan kehidupan tokoh-tokoh Kristen
  dari berbagai bidang seperti teologi, ilmu pengetahuan, maupun
  bidang-bidang sosial lainnya, juga tentang pergumulan mereka dalam
  menghasilkan karya-karyanya.

  Nah, jika Anda tertarik segeralah mendaftarkan diri dengan
  mengirimkan surat ke:
  ==>  < daftar-biokristi(at)sabda.org >

______________________________________________________________________

Staf Redaksi   : Ary, Puji, dan Raka
Berlangganan   : Kirim e-mail ke
                 subscribe-i-kan-penulis(at)xc.org
Berhenti       : Kirim e-mail ke
                 unsubscribe-i-kan-penulis(at)xc.org
Kirim bahan    : Kirim e-mail ke
                 staf-penulis(at)sabda.org
Arsip e-Penulis: http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/
Situs CWC      : http://www.ylsa.org/cwc/
Situs Pelitaku : http://www.sabda.org/pelitaku/
______________________________________________________________________
      Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA.
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN.
                     Copyright(c) e-Penulis 2006
                  YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/
                       http://katalog.sabda.org/
                    Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org