Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/21 |
|
e-Penulis edisi 21 (26-7-2006)
|
|
______________________________________________________________________ e-Penulis (Menulis untuk Melayani) Edisi 021/Juli/2006 TEKNIK MENULIS UNTUK MEDIA -------------------------- = DAFTAR ISI = * Dari Redaksi * Artikel : Susahnya Menjadi Penulis Pemula * Tips : Enam Langkah agar Tulisan Anda Dipublikasikan * Asah Pena : Arswendo Atmowiloto * Stop Press : Peluncuran Publikasi Baru YLSA DARI REDAKSI Salam kasih, Anggapan bahwa menembus media massa hanya dapat dilakukan oleh mereka yang sudah berpengalaman kelihatannya cukup menjadi momok bagi sebagian besar penulis pemula. Apalagi bila ternyata sejumlah tulisan yang dikirimkan dikembalikan alias ditolak oleh media terkait. Benarkah pandangan tersebut? Masih adakah celah bagi para penulis pemula untuk mendapatkan tempat bagi tulisan mereka di media-media massa? Sejumlah artikel yang disodorkan kepada pembaca kali ini kiranya menumbuhkan semangat untuk tetap menulis. Ikuti pula kolom Asah Pena, yang kali ini mengetengahkan biografi penulis, jurnalis dan sutradara Indonesia Arswendo Atmowiloto. Selamat menikmati! Redaksi e-Penulis, Raka ARTIKEL Susahnya Menjadi Penulis Pemula ------------------------------- Pernah sebuah lelucon menyatakan, suatu artikel dimuat di koran karena penulisnya benar-benar `bermutu`, alias (maaf) bermuka tua. Maksudnya, ia memang sudah dikenal karena sering menulis di banyak media sehingga karyanya gampang dimuat. Mungkinkah salah satu syarat agar karya bisa dimuat di media adalah sudah berpengalaman menulis di media? Lalu bagaimana dengan para penulis muda yang belum pernah dimuat? Susah juga `kan? Pengalaman pribadi penulis sendiri, pernah sejumlah tulisan yang dikirimkan ke sejumlah harian dikembalikan oleh redaksi. Setelah berulang-ulang ditolak, penulis lalu tertarik membaca buku "Kiat Menulis di Media" karya Aqua Dwipayana (Penerbit Global Mahardika Netama). Buku tersebut kecil, tetapi cukup komplit; selain memuat panduan teknis juga bermacam jurus nonteknis. Karena merasa belum cukup mampu melaksanakan tips-tips yang ada dalam buku tersebut (dan belum memiliki reputasi) untuk menulis di media seperti harian umum, penulis pun mencoba mencari segmen yang lebih sempit, yaitu majalah dan tabloid yang khusus membahas topik yang dikuasai. Untungnya beberapa kali sempat dimuat. Tetapi penulis masih belum puas juga karena masih lebih banyak yang ditolak ketimbang yang dimuat. Selain itu, ada hal-hal yang terasa kurang tuntas dibahas. Lalu penulis memutuskan beralih untuk menulis buku. Panduan favoritnya adalah karya Bambang Trim, yaitu "Menggagas Buku" (Penerbit Bunaya). Ternyata penulis lebih kerasan di dunia perbukuan ini. Setelah dipikir-pikir, kalau diibaratkan, penulis yang sudah punya "nama" seperti pemain yang dihadiahi tendangan penalti, sementara penulis pemula adalah pemain yang melakukan tendangan bebas dari tengah lapangan. Siapa pun tahu, tendangan penalti punya kesempatan lebih besar untuk bisa mencetak gol. "Jalur Cepat" untuk Menulis --------------------------- Bila mengamati tulisan yang tampil di banyak harian, sepertinya gelar juga ikut berperan besar dalam pemuatan suatu tulisan. Kalau Anda doktor atau profesor, tentu lebih mudah menembus pintu media. Cukup dengan membaca gelarnya saja, bisa jadi redaktur sudah memiliki kepercayaan. Kalau perlu dengan embel-embel pakar suatu bidang tertentu karena orang sering mengasumsikan kalau seorang doktor itu pasti identik dengan pakar. Menulis bagi para dosen/ peneliti juga memberikan tambahan "credit point" untuk kenaikan jabatan fungsional. Padahal yang paling memerlukan "credit point" (selain honor tentu saja) adalah pada dosen muda, yang kebanyakan belum mencapai tingkat pendidikan S3, apalagi profesor. Kalau sudah jadi profesor buat apa susah-susah menulis, toh sudah "mentok". Jadi, gelar juga bisa meningkatkan keterampilan yang layak jual. Bahkan kadang di bidang yang tidak relevan dengan apa yang dilakukan. Publik dan media juga bakal lebih cepat memercayai apa yang dinyatakan oleh orang bergelar PhD. Keuntungannya, buku-buku yang ditulis ataupun sekadar memasang namanya akan lebih laku. Artikel bisa cepat dimuat di koran tanpa redaksi terlalu mengkritisi isinya, mungkin cukup hanya membaca gelarnya. Bagi yang tidak memiliki bekal dari jalur akademis yang memadai, masih tersedia pintu lainnya. Walaupun baru pertama kali menulis, asalkan beliau politisi, birokrat, selebritis, atau mantan orang terkenal tulisannya berpeluang lebih besar untuk dimuat. Kalaupun redaksi kesulitan mencari relevansi penulis dengan isi tulisan, cukuplah diberikan embel-embel "pemerhati" suatu masalah. Pemerhati `kan tidak pernah salah, seperti halnya komentator sepak bola tak pernah disalahkan meski analisisnya ternyata bertentangan dengan hasil pertandingan. Bila melihat pengalaman sejumlah enterpreneur sukses, sering kali kesuksesan mereka berawal dari lamaran kerja yang ditolak di mana- mana. Ketimbang mencari pekerjaan, mereka membikin perusahaan (dan pekerjaan) sendiri, dan ternyata jauh lebih sukses ketimbang rekannya yang menjadi pekerja di perusahaan. Begitu juga halnya kalau seorang penulis naskahnya ditolak, mungkin justru menimbulkan pikiran untuk menerbitkan buku sendiri atau membikin majalah sendiri. Mungkin seperti halnya grup musik ada yang memilih jalur major label ada yang memilih jalur indie. Mungkin akan banyak nantinya penulis beraliran indie. Karangan Bermutu? Seperti Apa Sih? --------------------------------- Sebenarnya kriteria tulisan bermutu itu tidak ada pembakuannya. Analoginya, sinetron yang banyak beredar di sejumlah televisi swasta seperti sekarang ini makin "tidak bermutu" justru makin laku. Buktinya, ada yang sekuelnya diproduksi sampai bertahun-tahun dengan pemain yang gonta-ganti tak karuan, serta jalan cerita yang di luar nalar. Kalau tidak, justru idenya menjiplak sinetron dari luar negeri yang (maaf) sama tidak bermutunya. Kesimpulannya, mutu karangan tidak ada korelasinya dengan selera pasar atau selera redaktur. Memang benar, seperti yang diungkapkan Andreas Harefa, karangan bermutu itu relatif. Kriteria artikel yang layak muat di tiap harian berbeda, begitu juga antara harian, mingguan, bulanan, antara majalah dan tabloid. Jadi, kalau suatu karangan ditolak, itu tidak berarti kalau penulisnya tidak bermutu. Bila diadaptasikan dari sebuah kalimat bijak, tidak masalah berapa kali Anda ditolak, yang penting berapa kali Anda mencoba menulis lagi. Mungkin penolakan yang diterima saat mengirim suatu artikel menandakan Tuhan hendak menunjukkan jalan lain yang lebih besar untuk Anda. Siapa tahu Anda lebih berbakat menjadi penulis buku, novel, atau bahkan penulis skenario sinetron yang penghasilannya jauh lebih menarik pada masa kini. Jadi kalau dianalogikan, kita bisa saja membuat produk yang sama, tetapi hasil karya kita lebih cocok dibuat dalam suatu kemasan tertentu. Seperti halnya kalau orang bikin lemper, lebih cocok dibungkus pakai daun pisang ketimbang pakai kantong plastik. Daftar Bacaan ------------- Andreas Harefa, "Agar Menulis, Mengarang Bisa Gampang", 2002, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Bambang Trim, "Menggagas Buku", 2002, Jakarta, Penerbit Bunaya. Aqua Dwipayana, "Kiat Menulis di Media", 2003, Jakarta, Penerbit Global Mahardika Netama. Sonny Set dan Sita Sidharta, "Menjadi Penulis Skenario Profesional", 2003, Jakarta, Penerbit Grasindo. Purdi E. Chandra, "Menjadi Enterpreneur Sukses", 2003, Jakarta, Penerbit Grasindo. Bahan diedit dari artikel berjudul sama. Penulis : Firrar Utdirartatmo, alumnus S1 Teknik Informatika ITB Milis : bukukukekasihku <bukukukekasihku(at)yahoogroups.com> TIPS Enam Langkah agar Tulisan Anda Dipublikasikan --------------------------------------------- Menjadi penulis lepas ialah sebuah cara untuk bekerja di rumah, namun tetap menghasilkan. Sebagai seorang penulis, Anda memiliki kesempatan istimewa untuk memengaruhi apa yang orang lain pikir atau lakukan. Anda dapat menyentuh emosi, bahkan mungkin mampu mengubah jalan hidup seorang pembaca. Tiap tahun, jutaan orang akan berusaha untuk membuat tulisan mereka dipublikasikan di majalah, koran, atau buku, namun persentase yang berhasil hanya sedikit saja. Mereka yang selalu gagal membuat tulisannya dipublikasikan diam-diam akan merasa bahwa penulis yang tulisannya berhasil dipublikasikan lebih berbakat dari diri mereka. Meski benar ada beberapa yang memiliki bakat lebih dari yang lainnya, namun sebenarnya bakat bukanlah faktor utama yang menentukan kesuksesan banyak penulis lepas. Enam langkah berikut dapat membantu Anda untuk memulai perjalanan tulisan Anda menuju dipublikasikan. 1. Sekarang saatnya mulai. Tanyakan pada diri Anda pertanyaan berikut. Apakah saya ingin menjadi penulis, ataukah saya ingin menulis? Ada perbedaan antara kedua pertanyaan itu. Menjadi penulis adalah sebuah angan-angan, sedangkan menulis adalah sebuah kerja keras. Jika Anda menunggu waktu dan tempat yang tepat untuk memulai menulis, Anda tak akan pernah tahu kapan Anda bisa melakukannya. Jangan menunggu sampai anak-anak masuk sekolah atau sampai Anda memiliki komputer. Untuk menjadi seorang penulis, hal pertama yang harus Anda lakukan adalah menulis -- sekarang juga. Tidak ada waktu yang lebih baik lagi untuk mulai karena menunggu hanyalah sebuah alasan untuk menghindari kegagalan. 2. Asah keahlian Anda. Saya tak akan memberikan pelajaran menulis karena tempat di sini tidak akan cukup, tapi saya dapat memberi tahu apa yang harus Anda lakukan agar dapat menjadi penulis terbaik: baca dan tulis. Bacalah jenis tulisan yang ingin Anda tulis. Baca semua sajian publikasi yang ingin Anda kirimi tulisan. Waktu membaca, perhatikan karakter yang baik dan yang buruk dari setiap penulis. Tuliskan kalimat yang membuat Anda kagum. Anda bahkan dapat menyalin sebuah artikel yang bagus untuk mendapatkan cita rasa bagaimana kalimat-kalimat yang ada disusun. Kemudian, cari bacaan tentang menulis. Ada banyak buku, majalah, atau artikel bagus tentang menulis yang bisa Anda dapatkan. Yang paling penting untuk dilakukan agar bisa meningkatkan kualitas tulisan Anda adalah dengan menulis. Seperti keterampilan-keterampilan lain, semakin sering Anda melakukannya, semakin baik hasil yang Anda dapat. Anda juga akan dapat mengembangkan gaya Anda sendiri maupun kalimat khas Anda yang akan dapat mempermudah Anda dalam menyelesaikan tulisan. Namun, ini tidak akan terjadi sebelum Anda menulis sebanyak yang Anda bisa. 3. Pilih secara saksama topik Anda. Apa yang Anda tulis lebih penting dari keterampilan menulis Anda. Topik Anda harus bisa dijual. Pastikan apakah artikel yang Anda buat sesuai dengan minat pembaca media yang Anda tuju. Apa yang membuat Anda memenuhi syarat untuk menulis artikel macam itu? Apakah Anda memang menguasai bidang itu ataukah Anda akan mewawancarai para ahlinya? Apakah topik Anda menyoroti hal yang belum pernah dibahas sebelumnya atau apakah Anda sudah mempunyai sudut pandang yang baru tentang topik tersebut? Apakah Anda mengajarkan pembaca sebuah keterampilan yang selama ini mungkin harus mereka bayar untuk mendapatkannya? Apakah informasi yang Anda berikan akan mampu menguatkan pembaca? Jika Anda tidak dapat memenuhi paling tidak salah satu dari syarat-syarat di atas, sepertinya akan sulit untuk membuat sebuah media massa tertarik memublikasikan tulisan Anda. 4. Lakukan apa yang dilakukan penulis sukses. Anda mungkin telah dianugerahi kemampuan untuk menulis, namun Anda tidak akan menjadi penulis yang tulisannya dipublikasikan sebelum Anda belajar metode-metode yang biasa dipakai para penulis lepas. Kita sudah sering mendengar ucapan, "Tuliskan apa yang Anda ketahui!" Jika Anda ingin tulisan Anda terpublikasikan, menulislah untuk media yang telah Anda kenali. Anda tak akan bisa mengenali `kepribadian` suatu media cetak sebelum Anda menjadi pembacanya yang setia. Dengan rajin membacanya, Anda akan bisa mengenali jenis tulisan yang biasanya mereka beli dan ide-ide macam apa yang belum pernah dipakai. Sama halnya dengan Anda tak akan bisa menggambar seseorang yang belum pernah Anda temui, Anda tak akan bisa membuat tulisan yang dapat diterima sebuah media yang belum pernah Anda baca. Jika Anda ingin mengirim tulisan ke media yang tidak bisa didapatkan di wilayah Anda, kirimkan sebuah contoh ide Anda dan coba mintalah petunjuk penulisan. Kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, tapi jangan menulis dulu sebelum Anda mengontak media tersebut dan mengirimkan "query" (surat penawaran). Penulis yang berpengalaman tidak mengirimkan sebuah tulisan yang sudah lengkap. Mereka tak mau membuang waktunya untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum pasti disetujui. Lebih baik belajarlah bagaimana cara mendemonstrasikan keterampilan menulis dan cara mengemukakan ide-ide Anda dalam sebuah proposal khusus yang disebut "query". Pamerkan hal itu dalam sebuah blangko yang bagus yang mencantumkan nama Anda di bagian atasnya. Selalu tutup tiap surat dengan membubuhkan nama lengkap dan alamat Anda, sertakan pula amplop dan perangko balasan untuk mereka. Tampilan dan kesan profesional menentukan. 5. Pemasaran yang efektif adalah sama pentingnya dengan tulisan yang bagus. Jika Anda memandang tulisan Anda sebagai `produk`, Anda akan memahami mengapa sangat penting bagi kita untuk menggunakan teknik marketing untuk meyakinkan seorang editor untuk membeli apa yang Anda jual. Menulis adalah sebuah bisnis dan hanya mereka yang menyadari hal ini yang akan memiliki kesempatan untuk sukses. Gunakan "query" Anda untuk menjelaskan kepada editor kenapa pembaca akan tertarik dengan topik Anda dan bagaimana mereka akan dapat memperoleh manfaat dari kalimat-kalimat Anda. Penulis yang tulisannya tidak terpublikasikan memiliki kesulitan utama dalam hal menjual karya mereka. Tulisan Anda akan lebih berkesempatan dipublikasikan jika Anda tidak langsung mengirim tulisan ke sebuah media nasional. Jika harus, menulislah untuk sebuah media lokal tanpa bayaran dulu; walau demikian, tetap menulislah sebaik mungkin. Tidak akan ada orang yang tahu bahwa Anda menulis tanpa dibayar, tapi Anda sekarang sudah punya bukti publikasi tulisan yang bisa ditunjukkan kepada editor media yang lebih besar. 6. Penolakan adalah bagian dari proses. Tidak ada orang yang suka diberitahu bahwa karyanya tidak diterima, dan akan lebih sulit terutama saat dia merasa bahwa usaha kreatifnyalah yang ditolak. Kebanyakan orang yang ingin menjadi seorang penulis mengirimkan tulisannya berupa sebuah artikel, puisi, atau cerpen. Ketika media tersebut mengirim surat pernyataan bahwa tulisan mereka tak diterima, penulis itu akan merasa bahwa ketakutan terbesarnya telah terbukti. Jadi, manuskrip tulisannya itu segera ia simpan rapat-rapat di laci dan tidak pernah ia lihat atau sentuh lagi. Ini adalah kesalahan yang sangat fatal. Media menolak sebuah karya atas pertimbangan banyak alasan. Kualitas tulisan yang jelek hanya salah satu di antaranya. Mereka mungkin baru saja menerima tulisan dengan topik sejenis, atau media itu tidak menerima kiriman berupa puisi, atau editornya sedang mengalami hari yang buruk sehingga ia menolak semua kiriman tulisan yang menumpuk di mejanya. Bisa juga tulisan tersebut kurang sesuai dengan standar profesional mereka. Apa pun alasannya tidak begitu penting. Namun, adalah penting untuk menegaskan sejak awal karir Anda bahwa penolakan adalah bagian dari proses penerimaan. Sebelum Anda bersedia mengambil risiko ditolak berkali-kali, tulisan Anda tak akan pernah diterima. Bahkan pemain bola terhebat melakukan jauh lebih banyak tendangan yang melenceng daripada yang menghasilkan gol. Namun, tendangan melenceng yang ia buat adalah proses pembelajaran menuju terciptanya gol kemenangan. Tidak ada sukses instan di semua bidang profesi. Menjadi seorang penulis yang karyanya dipublikasikan memerlukan sebuah proses. Semua orang yang memiliki sedikit bakat tapi fokus dan kegigihan yang besar akan dapat meraih sukses.(t/ary) Bahan diedit dan diterjemahkan dari: Judul artikel : Six Ways to Getting Published Penulis : Georganne Fiumara Situs : http://www.freelancewriting.com ASAH PENA Arswendo Atmowiloto ------------------- Arswendo Atmowiloto (lahir Solo, 26 November 1948) mempunyai nama asli Sarwendo. Ndo, panggilannya, dari kecil senang mendalang. "Dari situ saya berkenalan dengan seni," katanya. Ayahnya, pegawai balai kota Surakarta, sudah meninggal ketika Arswendo duduk di bangku sekolah dasar. Ibunya, meninggal pada 1965. Arswendo pun yatim piatu di usia 17 tahun, ketika masih duduk di bangku SMA. Tetapi, cita-citanya yang semula ingin jadi dokter, "gagal karena masalah ekonomi". Lalu, ia lulus tes Akademi Postel di Bandung, tetapi urung berangkat, "karena tidak ada ongkos". Tokh, keinginannya jadi mahasiswa terpenuhi di IKIP Surakarta (sekarang Universitas Negeri Sebelas Maret), walau cuma tiga bulan. "Saya hanya ingin memiliki jaket universitas," begitu alasannya masuk perguruan tinggi. Arswendo memang suka berkelakar. Terkesan seenaknya hampir dalam segala hal. Kadang ia pun mengikuti arus. Misalnya, rambutnya pernah dipanjangkan dan diikat ke belakang bergaya ekor kuda, ini pun cuma ikut-kutan dengan arus, katanya. Ia pun mengaku hidupnya santai, tak pernah basa-basi, dan juga tak pernah memikirkan hari esok. Untuk soal terakhir itu, inilah contohnya. Suatu hari, di awal tahun 70- an, ia menerima honorarium menulis dari Harian Dharma Kandha sebesar Rp 1.500. Di dekat kantor tampak sejumlah orang, antara lain sopir becak, sedang berjudi. Ia bergabung dan kontan uang itu ludes. Ia mulai menulis, dalam bahasa Jawa, cerita pendek, cerita bersambung, artikel di media berbahasa Jawa di tahun 1968. Mula-mula tulisan-tulisannya selalu ditolak. Tapi begitu menggunakan nama Arswendo (bukan Sarwendo) Atmowiloto (nama ayahnya), tulisan diterbitkan. "Nama Sarwendo tak membawa berkah rupanya," komentarnya. Ia menjadi wartawan ketika di Solo muncul harian berbahasa Jawa, Dharma Kandha dan Dharma Nyata. Sambil bekerja di media tersebut, ia pun menjadi koresponden lepas Majalah TEMPO. Tahun 1972 Arswendo pindah ke Jakarta, bekerja sebagai redaktur pelaksana di majalah humor Astaga. Majalah ini tak hidup lama dan ia pun masuk menjadi wartawan di kelompok Kompas-Gramedia. Di kelompok ini, ia sempat menjadi pemimpin redaksi majalah remaja Hai dan tabloid hiburan Monitor. Arswendo sangat meminati masalah televisi. Ia tidak pernah bosan melempar saran dan kritik kepada TVRI, tidak peduli ditanggapi atau tidak. Bahkan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta 1982, ia menelanjangi media pemerintah itu lewat ceramahnya, "Menjadi Penonton Televisi yang Baik". Ia tahu betul liku-liku pertelevisian. Bukan cuma televisi, Ndo juga pengamat komik yang baik. Koleksi komiknya cukup lengkap, terutama yang pernah terbit di Indonesia. Ia kesal sekali, ketika di suatu zaman, komik dianggap merusak. "Tahun 1955 komik dibakar, tahun 1977 komik dirazia bersama razia rambut gondrong," tuturnya. Ndo penasaran dan ia meneliti komik pada tahun 1977. Ternyata, komik tidak seburuk yang disangka. Bahkan PT Pustaka Jaya, penerbit yang pada tahun 1972 pernah menyatakan tidak akan menerbitkan komik -- pada tahun 1977 mulai menerbitkan komik. Ndo, yang pernah mengikuti program penulisan kreatif di Iowa, AS, pada tahun 1979 ini menikah dengan Agnes Sri Hartini dan dikaruniai tiga orang anak. Tahun 1990, Monitor yang melesat tirasnya dalam waktu singkat dengan jurnalismelernya, tersandung kasus. Jajak pendapat tentang tokoh- tokoh yang dikagumi antara lain menempatkan Nabi Muhammad di urutan ke-12. Keruan saja tabloid ini dituding menghina Nabi Muhammad. Meledak demonstrasi hingga merusakkan kantor Monitor. Merasa terancam, Arswendo meminta perlindungan ke polisi. Tuntutan massa dan suasana sosial-politik kala itu menyebabkan Wendo diajukan ke pengadilan, diganjar lima tahun penjara. Ekonomi keluarganya terpuruk. Anaknya yang baru lulus sekolah dasar berjualan sampul buku, anaknya yang lebih tua berjualan kue. Pribadinya yang santai dan senang humor membantu Arswendo menjalani hidup di penjara. Ia misalnya, menghabiskan waktu di penjara dengan memanfaatkan keterampilannya membuat tato -- yang ditato adalah sandal. Sandal yang semula seharga Rp 500, setelah ditato bisa ia jual seharga Rp 2.000. Lewat usaha itu, ia punya 700 anak buah. Tentu ia tetap menulis. Tujuh novel lahir selama ia di LP Cipinang, antara lain "Kisah Para Ratib", "Abal-Abal", "Menghitung Hari" (sekeluar dari penjara, novel "Menghitung Hari" yang judulnya diilhami dari Mazmur 90:12 ini dibuat sinetron dan memenangi Piala Vidya). Tak hanya novel, di penjara itu pula ia menulis puluhan artikel, tiga naskah skenario, dan beberapa cerita bersambung yang sebagian di antaranya ia kirimkan ke Kompas dan Suara Pembaruan dengan menggunakan nama samaran. Untuk cerita bersambung, misalnya "Sudesi" (Sukses dengan Satu Istri), di harian Kompas, ia menggunakan nama "Sukmo Sasmito". Untuk "Auk" yang dimuat di Suara Pembaruan ia memakai nama "Lani Biki", kependekan dari Laki Bini Bini Laki, nama iseng yang ia pungut sekenanya. Nama-nama lain yang pernah dipakainya adalah "Said Saat" dan "B.M.D Harahap". Setelah menjalani hukuman lima tahun ia dibebaskan dan kemudian kembali ke profesi lamanya. Ia menemui Sudwikatmono yang menerbitkan tabloid Bintang Indonesia yang sedang kembang-kempis. Di tangannya, Arswendo berhasil menghidupkan tabloid itu. Namun, Arswendo hanya bertahan tiga tahun di situ karena ia kemudian mendirikan perusahaannya sendiri, PT Atmo Bismo Sangotrah, yang memayungi sedikitnya empat media cetak: tabloid anak Bianglala, Ina (kemudian jadi Ino), AMI (Anak Manis Indonesia), serta tabloid Pro-TV. Saat ini selain tetap aktif menulis, pemilik rumah produksi PT Atmochademas Persada ini telah membuat sejumlah sinetron. Sinetronnya "Keluarga Cemara" memperoleh Panasonic Award 2000 sebagai acara anak-anak favorit. Tiga kali ia menerima Piala Vidya untuk film "Pemahat Borobudur", "Menghitung Hari", dan "Vonis Kepagian". Kini, selain tetap aktif menulis, ia juga merangkap menjadi sutradara sinetron, "Karena iseng saja. Sutradara honornya juga bagus, ya sudah," ujar Wendo. Dirangkum oleh Ary dari sumber: - Apa Siapa (Arswendo Atmowiloto) Situs : http://www.pdat.co.id/hg/apasiapa/html/A/ads,20030617-11,A.html - Wikipedia Situs : http://id.wikipedia.org - Berbagai media massa STOP PRESS Peluncuran Publikasi Baru Ylsa ------------------------------ Sebagian besar orang mungkin sudah mengenal Martin Luther sebagai seorang tokoh reformasi gereja. Namun, seberapa banyak orang yang mengetahui pergumulan masa mudanya? Lalu, berapa banyak orang yang mengenal Gregor Mendell, bapak genetika itu, sebagai seorang pastor? Kini melalui Buletin Elektronik "Bio-Kristi" (Biografi Kristiani), yang akan terbit sebulan sekali, Anda dapat mengenal sejumlah tokoh- tokoh Kristen yang berkarya dan memberi dampak yang besar bagi kehidupan manusia. Buletin elektronik baru yang akan diluncurkan oleh Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) pada Agustus 2006 ini selain akan menyajikan artikel yang mengisahkan kehidupan tokoh-tokoh Kristen dari berbagai bidang seperti teologi, ilmu pengetahuan, maupun bidang-bidang sosial lainnya, juga tentang pergumulan mereka dalam menghasilkan karya-karyanya. Nah, jika Anda tertarik segeralah mendaftarkan diri dengan mengirimkan surat ke: ==> < daftar-biokristi(at)sabda.org > ______________________________________________________________________ Staf Redaksi : Ary, Puji, dan Raka Berlangganan : Kirim e-mail ke subscribe-i-kan-penulis(at)xc.org Berhenti : Kirim e-mail ke unsubscribe-i-kan-penulis(at)xc.org Kirim bahan : Kirim e-mail ke staf-penulis(at)sabda.org Arsip e-Penulis: http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/ Situs CWC : http://www.ylsa.org/cwc/ Situs Pelitaku : http://www.sabda.org/pelitaku/ ______________________________________________________________________ Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA. Didistribusikan melalui sistem network I-KAN. Copyright(c) e-Penulis 2006 YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |